Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Prevalensi gangguan waham di Amerika Serikat diperkirakan 0,025
sampai 0,03 persen. Usia onset kira-kira 40 tahun, rentang usia untuk onset
dari 18 tahun sampai 90 tahunan, terdapat lebih banyak pada wanita. Menurut
penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu
sampai tiga permil penduduk. Di Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang
30 juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10%
dari penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang
harus dirawat. Waham seperti yang digambarkan di atas terjadi pada 65 %
dari suatu sampel besar lintas negara (Sartorius & jablonsky, 1974 dalam
Davison, 2006).Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2010, pasien gangguan
berjumlah 15.720 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia adalah
sebanyak 12.021 orang (76,46%). Pasien gangguan jiwa yang di rawat inap
berjumlah 1.949 orang, sedangkan untuk pasien rawat inap yang mengalami
skizofrenia paranoid sebanyak 1.758 orang (90,20%). Pasien rawat inap yang
mengalami gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan gangguan psikotik
dengan gejala curiga berlebihan, sikap eksentrik, ketakutan, murung, bicara
sendiri, galak dan bersikap bermusuhan. Gejala ini merupakan tanda dari
skizoprenia dengan prilaku waham sesuai dengan jenis waham yang
diyakininya (Medical Record, 2010).
Tindakan perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan pada pasien
waham memiliki beberapa terapi yang digunakan salah satunya yaitu terapi
modalitas, dimana terapi modalitas yang umum dilaksanakan adalah terapi
bermain, terapi aktivitas kelompok (TAK), terapi individual, terapi keluarga,
terapi milieu, terapi biologis, intervensi krisis, hipnosis, terapi perilaku, terapi

1
singkat dan terapi pikiran jasmani rohani. Dalam terapi individual, tindakan
praktek keperawatan pada pasien waham adalah pembentukan hubungan yang
terstruktur dan satu persatu antara perawat dengan klien untuk mencapai
perubahan pada diri klien, mengembangkan suatu pendekatan yang unik
dalam rangka menyelesaikan konflik, dan mengurangi penderitaan serta untuk
memenuhi kebutuhan klien yaitu dengan pemberian asuhan keperawatan
(Erlinafsiah, 2010).
Telah banyak penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara yang berhubungan dengan strategi pelaksanaan
komunikasi terapeutik yaitu tentang pengaruh komunikasi terapeutik terhadap
interaksi gangguan hubungan sosial pada pasien gangguan jiwa, pengaruh
pelaksanaan standar asuhan keperawatan halusinasi terhadap kemampuan
kognitif dan psikomotor pasien dalam mengontrol halusinasi, dan pengaruh
strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien perilaku
kekerasan dalam mengendalikan perilaku, tetapi penelitian tentang pengaruh
strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham terhadap
kemampuan menilai realita belum pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan
agar pasien waham mampu mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan
kenyataan, berkomunikasi sesuai kenyataan dan dapat menggunakan obat
dengan benar dan patuh setelah di lakukan strategi pelaksanaaan komunikasi
terapeutik (Wawancara dengan Bagian Diklat Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara, 2011).
Sebagaimana telah diketahui bahwa kebanyakan pasien gangguan jiwa
yang mengalami waham terjadi gangguan orientasi realita sehingga pasien
tidak mampu menilai dan berespon secara realita. Dari pengamatan selama ini
yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam
melakukan strategi pelaksanaan strategi komunikasi terapeutik sering sekali
perawat kesulitan untuk melakukan strategi pertemuan terhadap pasien
waham yang mengalami gangguan orientasi realita, karena perawat sulit
untuk berupaya dalam mengidentifikasi isi ataupun jenis waham, sehingga
mengakibatkan bahkan lebih menguatkan waham pasien sehingga perawat

2
mengalami kesulitan memberikan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik
pada pasien waham. Dan dari informasi yang didapatkan melalui wawancara
dengan Pihak Diklat Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
(2011), bahwasannya Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara belum
memiliki prosedur tetap dan melaksanakan standar asuhan keperawatan yaitu
strategi pertemuan pada pasien waham yang mengalami gangguan orientasi
realita. Sehingga timbul keinginan peneliti untuk melakukan penelitian
terhadap pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham
terhadap kemampuan menilai realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa definisi waham ?
2. Apa etiologi waham ?
3. Apa manifestasi waham ?
4. Bagaimana rentang respon waham ?
5. Bagaimana mekanisme koping waham ?
6. Apa type waham ?
7. Apa klasifikasi waham ?
8. Bagaimana proses terjadinya waham ?
9. Bagaimana pohon masalah waham ?
10. Bagaimana penatalaksanaan waham ?
11. Apa masalah keperawatan waham ?
12. Apa discharge planning waham ?
13. Bagaimana asuhan yang dapat dilakukan keluarga terhadap klien dengan
waham ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi waham
2. Untuk mengetahui etiologi waham
3. Untuk mengetahui manifestasi waham
4. Untuk mengetahui rentang respon waham

3
5. Untuk mengetahui mekanisme koping waham
6. Untuk mengetahui type waham
7. Untuk mengetahui klasifikasi waham
8. Untuk mengetahui proses terjadinya waham
9. Untuk mengetahui pohon masalah waham
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan waham
11. Untuk mengetahui masalah keperawatan waham
12. Untuk mengetahui discharge planning waham
13. Untuk mengetahui asuhan yang dapat dilakukan keluarga terhadap klien
dengan waham

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan keyakinan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan
ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Depkes RI,
2000).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespons stimulus internal dan
eksternal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat, 1999).
Seseorang yang mengalami waham berfikir bahwa ia memiliki banyak
kekuatan dan bakat serta tidak merasa terganggu jiwanya atau ia merasa
sangat kuat dan sangat terkenal, hal ini sesuai dengan penjelasan Varcarolis
dalam Fundamental of Psychiatric Mental Health nursing (2006 : 397) :
Think he or she has powers and talents that are not possessed or is someone
powerful or famous. Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang
berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten
dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan
merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses intereksi/infromasi
secara akurat (Yosep,2009)
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat
atau terus-menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham termasuk
gangguan isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang

5
ada di dalam isi pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat
dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita
skizofrenia.
2.2 ETIOLOGI
1. Teori psikososial
- System keluarga
Dikemukakan oleh Bowen (1978) dimana perkembangan
skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik
diantara suami istri mempengaruhi anak. Banyaknya masalah dalam
keluarga akan mempengaruhi perkembangan anakk dimana anak tidak
akan mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya.
Beberapa ahli teori meyakini bahwa individu paranoid memiliki orang
tua yang dingin, perfeksionis , sering menimbulkan kemarahan,
perasaan mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya
pada individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena
pengalaman awal ini.
- Teori interpersonal
Dikemukakan oleh Sullivan (1953) dimana orang yang mengalami
psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang
penuh dengan ansietas tinggi. Hal ini jika dipertahankan maka konsep
diri anak akan mengalami ambivalen.
- Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau
perhatian ibu, dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa
aman dan gagal untuk membangun rasa percayanya. Sehingga
menyebabkan munculnya ego yang rapuh karena kerusakaan harga
diri yang parah, perasaan kehilangan kendali, takut dan ansietas berat.
Sikap curiga terhadap seseorang dimanifestasikan dan dapat berlanjut
disepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping
paling umum yang digunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.
FAKTOR PREDISPOSISI

6
1. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan
ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan
perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak
efektif.
2. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat
menyebabkan timbulnya waham.
3. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan.
4. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
5. Faktor genetik

FAKTOR PRESIPITASI

1. Faktor sosial budaya


Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok.
2. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
3. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klein mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.

2.3 MANIFESTASI KLINIS

7
1. Kognitif :
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya
c. Sulit berfikir realita
d. Tidak mampu mengambil keputusan
2. Afektif :
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Afek tumpul
3. Perilaku dan hubungan sosial :
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresi
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktifitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsive
i. Curiga
4. Fisik :
a. Higiene kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. BB menurun
Faktor yang mempengaruhi terjadinya waham adalah :
1. Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat
2. Klien disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian
3. Hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain
4. Perpisahan dengan orang yang dicintainya
5. Kegagalan yang sering dialami
6. Keturunan, paling sering pada kembar sel telur

8
7. Sering menggunakan penyelesaian masalah yang tidak sehat, misalnya
menyalahkan orang lain.

2.4 RENTANG RESPONS

2.5 MEKANISME KOPING


Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif dan mekanisme
ego spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham
menggunakan mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan
proyeksi. Pada reaksi formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agersi,
kebutuhan, ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan
ketergantungan ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh.
Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan
yang menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri mengenai
impuls yang tidak dapat diterima dari dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan
perasaan inferioritas telah dihipotensikan telah menyebabkan reaksi formasi
dna proyeksi waham dan suporioritas.
Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang
menggunakan fantasi sebagai cara untuk menghindar harga diri mereka yang
terluka (Kaplan dan Saddock, 1997).

9
2.6 TYPE WAHAM
1. Type eritomatik : klien dicintai mati-matian oleh orang lain, biasanya
orang yang sangat terkenal, seperti artis, pejabat, atau atasannya. Klien
biasanya hidup terisolasi, menarik diri, hidup sendirian dan bekerja dalam
pekerjaan yang sederhana.
2. Type kebesaran (magalomania) : yaitu keyakinan bahwa seseorang
memiliki bakat, kemampuan, wawasan yang luar biasa, tetapi tidak dapat
diketahui.
3. Waham cemburu, yaitu misalnya cemburu terhadap pasangannya. Type ini
jarang ditemukan (0,2%) dari pasien psikiatrik. Onset sering mendadak,
dan hilang setelah perpisahan/ kematian pasangan. Type ini menyebabkan
penyiksaan hebat dan fisik yang bermakna terhadap pasangan, dan
kemungkinan dapat membunuh pasangan, oleh karena delusinya.
4. Waham kejar : keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti oleh orang
lain. Dapat berbentuk sederhana, ataupun terperinci, dan biasanya berupa
tema yang berhubungan difitnah secara kejam, diusik, dihalang-halangi,
diracuni, atau dihalangi dalam mengejar tujuan jangka panjang.
5. Waham type somatik atau Psikosis Hipokordial Monosimptomatik.
Perbedaan dengan hipokondrial adalah pada derajat keyakinan yang
dimiliki klien. Menetapnya waham somatik yang tidak kacau tanpa adanya
gejala psikotik lainnya menyatakan gangguan delusi/waham somatik.

2.7 KLASIFIKASI WAHAM


1. Waham kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan tentang dirinya atau kekuasaan.
Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang
pandai sekali, orang kaya.
2. Waham berdoa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa merasakan suatu dosa
yang besar. Penderita percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.

10
3. Waham dikejar
Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain
atau kelompik orang yang bermaksid berbuat jahat padanya.

4. Waham curiga
Klien yakin bahwa ada orang atau kelompok orang yang sedang
mengancam dirinya. Individu juga merasa selalu disindir oleh orang-orang
sekitarnya. Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencaari-cari
hubungan antara dirinya dengan orang lain disekitarnya, yang bermaksud
menyindirnya atau menuduh hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya.
Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal “Ideas Of Reference” yaitu ide
atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-perbuatan tertentu
dari orang lain (senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan sebagainya)
mempunyai hubungan dengan dirinya.
Contoh : “Saya tahu, seluruh keluarga saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”.
5. Waham cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.
6. Waham somatik atau hipokondria
Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya
seperti ususnya yang membusuk, otak yang mencair.
7. Waham keagamaan
Keyakinan klien terhadap suatu agana secara berlebihan.
Keyakinan dan pembicaraan klien selalu tentang agama.
Contoh : “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari”.
8. Waham nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagi di dunia atau sudah
meninggal dunia.
Contoh : “ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”.
9. Waham pengaruh

11
Klien merasa pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atay
dipengaruhi oleh orang lain atau kekuatan.
10. Waham Somatik
Klien yakin bahwa bagian tubuhnya terganggu, terserang penyakit
atau didalam tubuhnya terdapat binatang.
Contoh : “Saya sakit kanker”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia
terserang kanker.
11. Waham Sisip Pikir
Klien yakin bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan/
dimasukkan kedalam pikirannya.
12. Waham Siar Pikir
Klien yakin bahwa orang lain mengetahui isi pikirannya, padahal
tidak pernah menanyakan pikirannya kepada orang tersebut.
13. Waham Kontrol Pikir
Klien yakin bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar

2.8 PROSES TERJADINYA WAHAM


1. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need)
Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien
baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat
terjadi pada orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.
Biasanya pasien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Hal itu terjadi karena adanya kesenjangan antara
kenyataan (reality), yaitu tidak memiliki finansial yang cukup dengan
ideal diri (self ideal) yang sangat ingin memiliki berbagai kebutuhan,
seperti mobil, rumah, atau telepon genggam.
2. Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem)

12
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi menyebabkan pasien mengalami
perasaan menderita, malu, dan tidak berharga.

3. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external)


Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang
ia yakini atau apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi
kekurangan, dan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun, menghadapi
kenyataan bagi pasien adalah sesuatu yang sangat berat, karena
kebutuhannya untuk diakui, dianggap penting, dan diterima lingkungan
menjadi prioritas dalam hidupnya, sebab kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar pasien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan pasien itu tidak
benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya
toleransi dan keinginan menjadi perasaan. Lingkungan hanya menjadi
pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan pasien tidak merugikan orang lain.
4. Fase dukungan lingkungan (environment support)
Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan)
pasien dalam lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung,
lama-kelamaan pasien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut
sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Oleh
karenanya, mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya
norma (superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat
berbohong.
5. Fase nyaman (comforting)
Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat pasien

13
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, pasien lebih sering
menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase peningkatan (improving)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi,
keyakinan yang salah pada pasien akan meningkat. Jenis waham sering
berkaitan dengan kejadian traumatik masa lalu atau berbagai kebutuhan
yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan
sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan
orang lain.

2.9 POHON MASALAH

Effect Risiko tinggi perilaku kekerasan


Care problem Perubahan sensori waham


Causa Isolasi sosial : menarik diri


Gambar ......: pohon masalah perubahan proses pikir : waham


Sumber : Fitria (2009)

2.10 PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmakologi
a. Litium karbonat : adalah jenis litium yang paling sering digunakan
untuk mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian litium

14
sitial. Litium masih efektif dalam menstabilkan mood pasien
dengan gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3
minggu setelah minum obat litium juga digunakan untuk mencegah
atau mengurangi intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan
riwayat mania.
b. Haloperidol : merupakan obat antipsikotik (mayor tranquiliner)
pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme kerjanya yang pasti
tdak diketahui. Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan
tingkah laku berat pada anak-anak yang sering membangkang dan
eksplosif. Haloperidol juga efektif untuk pengobatan jangka
pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas
motorik berlebih disertai kelainan tingkah laku seperti : impulsive,
sulit memusatkan perhatian, agresif, suas hati yang labil dan tidak
tahan frustasi.
c. Karbamazepin : terbukti efektif,dalam pengobatan kejang
psikomotor, serta neuralgia trigeminal. Secara kimiawi tidak
berhubungan dengan obat antikonvulsan lain maupun obat-obat
lain yang digunakan untuk mengobati nyeri pada neuralgia
trigeminal.
2. Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik low potensial
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi
untuk pengamanan pasien. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat
anti psikotik untuk pasien waham.
3. Penarikan diri high potensial
Selama seseorang mengalami waham. Dia cenderung menarik diri
dari pergaulan dengan orng lain dan cenderung asyik dengan dunianya
sendiri (khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah satu
penatalaksanaan pasien waham adalah penarikan diri high potensial.
Hal ini berarti penatalaksanannya ditekankan pada gejala dari waham
itu sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan kecanduan

15
morfin biasanya dialami sesaat sebelum waktu yang dijadwalkan
berikutnya, penarikan diri dari lingkungan sosial.
4. ECT tipe katatonik
Electro Convulsive Terapi (ECT) adalah sebuah prosedur dimana
arus listrik melewati otak untuk memicu kejang singkat. Hal ini
tampaknya menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang dapat
mengurangi gejala penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia
katatonik. ECT bisa menjadi pilihan jika gejala yang parah atau jika
obat-obatan tidak membantu meredakan katatonik episode.
5. Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi waham, namun
psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk semua
orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses
terapi yang memerlukan komunikasi du arah. Yang termasuk dalam
psikoterapi adalah terapi perilaku,terapi kelompok, terapi keluarga,
terapi supportif.

2.11 MASALAH KEPERAWATAN


1. Risiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan proses pikir : waham
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah

2.12 DISCHARGE PLANNING


1. Meningkatkan lingkungan yang aman, keamanan klien/orang lain
2. Meningkatkan lingkungan yang terbuka dan jujur sehingga klien dapat
mulai mempercayai diri sendiri atau orang lain
3. Mendorong klien atau keluarga berfokus pada metode yang ditetapkan
untuk koping terhadap ansietas dan tekanan kehidupan
4. Meningkatkan rasa harga diri dan percaya diri

16
2.13 ASUHAN YANG DAPAT DILAKUKAN KELUARGA TERHADAP
KLIEN DENGAN WAHAM :
1. Bina hubungan saling percaya keluarga dengan klien
a. Sikap keluarga yang bersahabat, penuh perhatian, hangan dan
lembut
b. Berikan penghargaan terhadap perilaku positif yang dimiliki/
dilakukan
c. Berikan umpan balik yang tidak menghakimi dan tidak
menyalahkan.
2. Kontak sering tapi singkat.
3. Tingkatkan hubungan klien dengan lingkungan sosial secara bertahap,
seperti membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan diri
klien, orang lain dan lingkungan.
4. Bimbing klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kegiatan
sehari-hari dirumah seperti : menyapu, mengepel dan membersihkan
tempat tidur.
5. Hindarkan berdebat tentang waham
6. Jika ketakutan katakan “Anda aman disini, saya akan bantu Anda
mempelajari sesuatu yang membuat Anda takut”.
7. Berikan obat sesuai dengan peraturan.
8. Jangan lupa kontrol.

17
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Perubahan proses pikir : Subjektif :
Waham - Klien mengatakan bahwa dirinya
adalah orang yang paling hebat.
- Klien mengatakan bahwa ia
memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus

Objektif :
- Klien terlihat terus mengoceh
tentang kemampuan yang
dimilikinya
- Pembicaraan klien cenderung
berulang
- Isi pembicaraan tidak sesuai
dengan kenyataan

3.2 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah.....x pertemuan, SP 1

18
- Berorientasi pasien dapat memenuhi - Identifikasi
kepada realitas kebutuhannya kebutuhan pasien
secara bertahap. - Bicara konteks
- Mampu realita (tidak
berinteraksi mendukung atau
dengan orang membantah
lain dan waham pasien)
lingkungan - Latih pasien untuk
- Menggunakan memenuhi
obat dengan kebutuhannya
prinsip 6 benar “dasar”
- Masukan dalam
jadwal harian
pasien
Setelah.....x pertemuan, SP 2
pasien mampu: - Evaluasi kegiatan
- Menyebutkan yang lalu (SP 1)
kegiatan yang - Identifikasi
sudah dilakukan potensi /
- Mampu kemampuan yang
menyebutkan serta dimiliki
memilih - Pilih dan latih
kemampuan yang potensi /
dimiliki kemampuan yang
dimiliki
- Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Setelah.....x petemuan SP 3
pasien dapat - Evaluasi kegiatan
menyebutkan kegiatan yang lalu (SP 2)

19
yang sudag dilakukan - Pilih kemampuan
dan mampu memilih yang dapat
kemampuan lain yang dilakukan
dimiliki - Pilih dan latih
potensi
kemampuan lain
yang dimiliki
- Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Keluarga mampu : Setelah......x SP 1
- Mengidentifikasi pertemuan, keluarga - Identifikasi
waham pasien pasien mampu masalah keluarga
- Memfasilitasi pasien mengidentifikasi dalam merawat
untuk memenuhi masalah dan pasien
kebutuhannya menjelaskan merawat - Jelaskan proses
- Mempertahankan pasien - Jelaskan tentang
program pengobatan cara merawat
pasien secara pasien waham
optimal - Latih (simulasi)
cara merawat
- RLT keluarga /
jadawal merawat
pasien.
Setelah....x pertemuan SP 2
keluarga mampu: - Evaluasi kegiatan
- Menyebutkan yang lalu (SP 1)
kegiatan yang - Latih keuarga cara
sesuai dilakukan merawat pasien
- Mampu (langsung ke
memperagakan pasien)

20
sesuai dilakukan - RLT keluarga
- Mampu
memperagakan
cara merawat
pasien
Setelah....x pertemuan SP 3
keluarga mampu - Evaluasi
mengidentifikasi dan kemampuan
mampu menjelaskan keluarga (SP 2)
cara merawat pasien - Evaluasi
kemampuan
pasien
- RLT keluarga
- Follow up
- Rujukan

3.3 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SP)


SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, menidentifikasi
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan,
mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
a. Fase orientasi
Perawat : “Assalamu’alaikum, perkenalkan nama saya Ana, saya
perawat yang dinas pagi ini di ruang melati. Saya dinas
dari pukul 07.00-14.00 nanti. Saya akan merawat abang
hari ini. Nama abang siapa? Senang dipanggil apa?”.

Klien : “Beni”

Perawat : “Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang Bang


Beni rasakan sekarang?”.

Klien : “Iya bisa”

21
Perawat : “Berapa lama Bang beni mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?”.

Klien : “Iya”

Perawat : “Dimana enaknya kita berbincang-bincang Bang?”

Klien : “Disini saja”

b. Fase kerja

Perawat : “Tampaknya Bang Beni gelisah sekali, bisa abang


ceritakan apa yang Bang Beni rasakan?”.

Klien : “Saya takut kalau terus diatur-atur terus sama orang lain,
mereka tidak mempunyai hak apapun!”

Perawat : “Oo.. jadi bang Beni merasa takut nanti diatur-atur oleh
orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri abang
sendiri?. Siapa menurut Bang Beni yang sering mengatur-
ngatur diri abang?”.

Klien : “Iya, Semua keluarga saya, kakak saya, adik saya, ibu
saya, mereka terlalu mengatur saya”

Perawat : “Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur ya Bang, juga


kakak dan adik abang yang lain?”.

Klien : “Iya”

Perawat : “Kalau abang sendiri inginnya seperti apa?”.

Klien : “Saya itu mau nya bikin kegiatan diluar, karena di rumah
itu membosankan”

Perawat : “Wah.. bagus sekali, jadi setiap harinya abang ingin


kegiatan diluar rumah karena bosan kalau di rumah terus
ya”

22
c. Fase terminasi

Perawat : “Bagaimana perasaan Bang Beni setelah berbincang-


bincang dengan saya?”.

Klien : “Saya merasa lega, karena Anda tidak banyak mengatur


saya”

Perawat : “Syukurlah. Kalau begitu apa saja tadi yang telah kita
bicarakan?”.

Klien : “Tadi membicarakan apa keinginan saya”

Perawat : “Bagus, Bagaimana kalau jadwal ini abang coba lakukan,


setuju bang?”.

Klien : “Iya saya setuju”

Perawat : “Baiklah, bagaimana kalau saya datang kembali dua jam


lagi?. Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah
Abang miliki? Mau dimana kita bercakap-cakap?
Bagaimana kalu disini lagi?”.

Klien : “Baik”

SP 2 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif yang dimiliki pasien


dan membantu mempraktikkannya.

a. Fase orientasi

Perawat : “Assalamu’alaikum Bang Beni, bagaimana perasaan saat


ini?”

Klien : “Alhamdulillah baik”

Perawat : “Apakah Bang Beni sudah mengingat-ingat apa saja hobi


atau kegemaran abang? Bagaimana kalau kita bicarakan
hobi tersebut sekarang?”

23
Klien : “Sudah, baik”

Perawat : “Di mana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi


bang Beni tersebut?”

Klien : “Diluar saja”

Perawat : “Baiklah, Berapa lama Bang Beni mau kita berbincang-


bincang? Bagaimana kalau 20 menit tentang hal tersebut?”

Klien : “Baiklah”

b. Fase kerja

Perawat : “Apa saja hobi abang? Saya catat ya bang”

Klien : “Saya sangat suka bermain volley”

Perawat : “Wah.. rupanya bang Beni pandai main volley ya, tidak
semua orang bisa bermain volley seperti itu lho. Bisa bang
Beni ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main
volley? Siapa yang dulu mengajarkannya kepada bang
Beni? Di mana?”

Klien : “Dulu saya belajar volley itu sejak saya sd, saya belajar
dengan guru saya”

Perawat : “Bisa bang Beni peragakan kekpada saya bagaimana


bermain volley yang benar itu?”

Klien : (Memperagakan)

Perawat : “Wah.. Bagus sekali permainannya. Coba kita buat jadwal


untuk kemampuan Bang Beni ini ya, berapa kali
sehari/seminggu bang Beni mau bermain volley?”

Klien : “Seminggu tiga kali”

24
Perawat : “Apa yang bang Beni harapkan dari kemampuan bermain
volley ini?”

Klien : “Agar saya bisa bermain lagi di perlombaan”

Perawat : “Wah.. bagus sekali itu bang. Apa tidak ada hobi atau
kemampuan bang Beni yang lain selain bermain volley?”

Klien : “Tidak ada”

c. Fase terminasi

Perawat : “Bagaimana perasaan bang Beni setelah kita bercakap-


cakap tentang hobi dan kemampuan abang?”

Klien : “Saya merasa senang”

Perawat : “Setelah ini coba bang Beni lakukan latihan volley yang
sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ya. Besok kita
ketemu lagi ya bang”

Klien : “Iya”

Perawat : “Bagaimana kalau besok sebelum makan siang? Di ruang


makan saja ya, setuju?”

Klien : “Setuju”

Perawat : “Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus


bang Beni minum, setuju?”

Klien : “Setuju”

SP 3 : Pasien : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar

a. Fase orientasi
Perawat : “Assalamu’alaikum bang Beni”
Klien : “Wa’alaikumsalam”

25
Perawat : “Bagaimana bang, sudah dicoba latihan volley nya?”
Klien : “Sudah”
Perawat : “Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana
kalau sekarang kita membicarakan tentang obat yang bang Beni minum?”
Klien : “Baiklah”
Perawat : “Dinama kita mau berbicara? Di ruang makan?
Klien : “Iya di ruang makan saja”
Perawat : “Berapa lama bang Beni mau kita berbicara? 20 atau 30
menit?”
Klien : “20 menit saja”
b. Fase kerja
Perawat : “Bang Beni berapa macam obat yang diminum/ jam
berapa saja minum obat?”
Klien : “Ada 3 macam, kenapa saya harus minum obat? Kan saya
tidak kenapa-kenapa?”
Perawat : “Benar, obatnya ada tiga macam bang, yang warnanya
orange namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini
namanya TJP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu
ini namanya HLP gunanya agar pikiran teratur. Semuanya
ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7
malam. Bang Beni perlu minum obat ini agar pikirannya
jadi tenang, tidurnya juga tenang”
Klien : “Oh.. seperti itu”
Perawat : “Bila nanti setelah minum obat mulut abang terasa kering,
untuk membantu mengatasinya abang bisa banyak minum.
Sebelum minum obat ini bang Beni harus mengecek label di
kotak obat apakah benar nama Beni tertulis di situ, berapa
dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja
diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”
Klien : “Baiklah”

26
Perawat : “Obat-obat ini harus diminum secara tertur dan
kemungkinan besar harus diminum dalam waktu lama. Agar
tidak kambuh lagi sebaiknya bang Beni tidak menghentikan
sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi
dengan dokter”
Perawat : “Oh baiklah”
c. Fase terminasi
Perawat : “Bagaimana perasaan bang Beni setelah bercakap-cakap
tentang obat yang bang Beni minum? Apa saja nama
obatnya? Jam berapa minum obat?”
Klien : “Iya saya jadi tau kenapa saya diberikan obat. obatnya ada
tiga macam bang, yang warnanya orange namanya CPZ
gunanya agar tenang, yang putih ini namanya TJP gunanya
agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP
gunanya agar pikiran teratur. Semuanya ini diminum 3 kali
sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”
Perawat : “Benar sekali. Nah mari kita masukkan pada jadwal
kegiatan abang. Jangan lupa minum obatnya dan nanti
makan siang minta sendiri obatnya pada perawat”
Klien : “Iya”
Perawat : “Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya bang”
Klien : “Baik”
Perawat : “Bang, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal
kegiatan yang telah dilaksanakan. Bagaimana kalau seperti
biasa, jam 10 dan tempat sama?”
Klien : “Iya besok jam 10”
Perawat : “Sampai berjumpa besok”

27
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat
atau terus-menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham termasuk
gangguan isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa
yang ada di dalam isi pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan
jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada
penderita skizofrenia.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya waham adalah :
1. Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat
2. Klien disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian
3. Hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain
4. Perpisahan dengan orang yang dicintainya
5. Kegagalan yang sering dialami

28
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A.H 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika : Jogjakarta

Depkes RI. 2000. Keperawatan Jiwa: teori dan Tindakan Keperawtan


Jiwa. Depkes RI : Jakarta

Derawan, Deden 2013. Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja


Asuhan Keperawatan Jiwa. Gosyen Publishing: Jogjakarta

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan


Pendahulan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan. Salemba : Jakarta

Keliat, B.A. 1992. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta

Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda NIC NIC. Mediaction : Jogjakarta

Saraswati, Sylvia 2010. 52 Penyakit Perempuan : Mencegah & Mengobati


52 Penyakit yang Sering Diderita Perempuanp. Kata Hati : Jogjakarta

Stuart, G.W dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Terjemahan dari Pocket Guide to Psyciatric Nursing, oleh Achir Yani S. Hamid.
3rd ed. EGC : Jakarta

Yosep, Iyus, 2011. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). PT Refika Afitama :


Bandung

Yusuf, Ah, dkk 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Salemba
Medika : Jakarta

29

Anda mungkin juga menyukai