Anda di halaman 1dari 35

12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Kader Kesehatan Jiwa Anak

a. Pengertian Kader Kesehatan Jiwa Anak

Kader kesehatan adalah setiap orang yang dipilih oleh masyarakat

dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perorangan

atau masyarakat serta bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan

tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan (Permenkes RI No. 25

tahun 2014).

Kader kesehatan jiwa adalah kader yang dapat membantu

masyarakat menapai kesehatan jiwa yang optimal melalui penggerakan

masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan jiwa serta

memantau kondisi kesehatan jiwa masyarakat di wilayahnya

(Keliat,2007).

Kader Kesehatan Jiwa Anak adalah kader yang bertugas untuk

melakukan pemantauan dan deteksi dini perkembangan psikososial pada

anak di fasilitas pelayanan dasar (posyandu/taman posyandu) di

wilayahnya (Lingga dkk, 2018).

b. Tujuan Kader Kesehatan Jiwa Anak

Menurut Lingga, dkk (2018) tujuan dari dibentuknya kader kesehatan

jiwa anak adalah :


13

1) Meningkatkan status kesehatan jiwa (psikososial) serta untuk

mencegah timbulnya keterlambatan psikososial pada anak.

2) Menciptakan inovasi terbaru di fasilitas pelayanan kesehatan tentang

adanya pembentukan kader khusus kesehatan jiwa anak.

3) Meningkatkan pemberdayaan kader-kader kesehatan desa dalam

menghadapi permasalahan psikososial pada anak di masyarakat.

4) Menyediakan konseling atau edukasi bagi orang tua tentang

perkembangan psikososial pada anak.

5) Merubah persepsi orang tua tentang pentingnya pekembangan

psikososial anak serta menjadikan orang tua yang berpengetahuan

dan berwawasan dalam mengasuh serta mampu memenuhi kebutuhan

psikososial anaknya.

c. Manfaat Kader Kesehatan Jiwa Anak

Menurut Lingga, dkk (2018) tujuan dari dibentuknya kader kesehatan

jiwa anak adalah :

1) Meningkatkan status kesehatan psikososial serta untuk mencegah

timbulnya dampak masalah psikososial pada anak.

2) Mengubah persepsi dan pola asuh masyarakat (orang tua)

3) Membantu meningkatkan perkembangan psikososial anak.

4) Membantu orang tua dalam menghadapi keterlambatan

perkembangan psikososial anak.

5) Meningkatkan pengetahuan dan sikap orang tua dalam menstimulasi

perkembangan psikososial anak.


14

d. Syarat-Syarat Menjadi Kader Kesehatan Jiwa Anak

1) Dapat membaca dan menulis

2) Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan

3) Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat

4) Mempunyai waktu yang cukup

5) Bertempat tinggal di wilayah posyandu/taman posyandu

6) Berpenampilan ramah dan simpatik

7) Mengikuti pelatihan sebelum menjadi kader kesehatan jiwa anak

8) Siap mengikuti pelaksanaan program hingga selesai

e. Tugas Kader Kesehatan Jiwa Anak

Menurut Lingga dkk (2018), tugas kader kesehatan jiwa anak yaitu

memberikan pelayanan dan pemantauan terhadap perkembangan

psikososal anak, diantaranya :

1) Memberikan edukasi perorangan

Dalam hal ini kader bertugas untuk memberikan konseling

atau edukasi perorangan terhadap masalah perkembangan psikososial

anak kepada orang tua, dengan tujuan agar orang tua dapat

mengetahui krisis (perkembangan psikososial) yang dialami oleh

anak sesuai usianya, mengetahui bagaimana cara orang tua dalam

mengembangkan sikap dan pola asuh yang tepat untuk

meningkatkan perkembangan psikososial anak.


15

Pemberian edukasi perorangan meliputi :

a) Menjelaskan krisis perkembangan psikososial anak sesuai

dengan tahapannya.

b) Menjelaskan pentingnya deteksi perkembangan psikososial

anak sejak dini.

c) Menjelaskan manfaat dan tujuan dilakukannya deteksi dan

stimulasi perkembangan psikososial anak.

d) Menjelaskan kepada orang tua tentang cara mengembangkan

sikap yang tepat dalam mengasuh anak.

2) Melakukan Deteksi Dini Perkembangan Psikososial

Deteksi dini perkembangan psikososial merupakan

pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah

psikososial agar dapat segera dilakukan tindakan intervensi. Sebab

apabila penyimpangan psikososial pada anak terlambat untuk

diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan

berpengaruh pada tahap perkembangan anak selanjutnya. Tujuan dari

deteksi dini perkembangan psikososial adalah untuk mengetahui

perubahan-perubahan yang terjadi pada anak sesuai dengan umurnya

dan untuk mengetahui perkembangan psikologis normal pada anak

usia dini.

Dampak dari tidak dilakukan deteksi dini perkembangan

psikososial ini adalah faktor resiko masalah penyimpangan

psikososial seperti perilaku agresif, depresi dan kesepian.


16

Penyalahgunaan obat, serta tindakan kriminalitas di usia dewasa.

Dalam mengetahui adanya masalah perkembangan psikososial anak

yaitu dengan melakukan pemeriksaan perkembangan psikososial

anak dengan menggunakan Instrumen Deteksi Dini Perkembangan

Psikososial (IDPP).

3) Memberikan Stimulasi Perkembangan Psikososial

Stimulasi artinya merangsang otak anak sehingga

perkembangan psikososial pada anak berlangsung secara optimal

sesuai dengan umur anak. Proses perkembangan yang optimal akan

tercapai apabila individu diberikan stimulasi/aktivitas tertentu yang

akan merangsang perkembangan kemampuan psikososial.

Ketidakseimbangan psikologis terjadi bila seseorang tidak dapat

beradaptasi terhadap tuntutan perkembangan secara internal maupun

eksternal untuk mencapai tugas perkembangan tertentu sesuai

tahapan usia. Sehingga setiap tahap perkembangan anak harus selalu

diberikan stimulasi agar tidak timbul masalah psikososial di tahapan

berikutnya.

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tugas Kader

1) Faktor Internal

a) Usia

Tuti (2013) pekerja lebih muda cenderung mengalami

ketidakberdayaan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan


17

pekerja yang lebih tua. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pekerja

yang lebih muda cenderung rendah pengalaman kerjanya jika

dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua, ataupun disebabkan

karena faktor lain seperti pekerja yang lebih tua lebih stabil, lebih

matang, mempunyai pandangan yang lebih seimbang terhadap

kehidupan sehingga tidak mudah mengalami tekanan mental atau

ketidakberdayaan dalam pekerjaan.

b) Tingkat Pengetahuan

Penelitian Nurdina D (2010) mengatakan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara pengetahuan dengan kinerja posyandu.

Tingginya tingkat pengetahuan kader menjadikan kinerjanya

sebagai kader baik dan berdampak terhadap pelaksanaan program

posyandu. Semakin baik tingkat pengetahuan seorang kader maka

semakin baik pula tingkat pelayanannya dalam proses pelaksanaan

posyandu. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan

kader selain pendidikan adalah tingkat pengetahuan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan atau perilaku seseorang. Dari

pengalaman terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Kurangnya pengetahuan akan posyandu

akan berakibat buruk secara langsung maupun tidak langsung

terhadap perilaku kepatuhan ibu untuk memanfaatkan posyandu.


18

Oleh karenanya seorang kader harus memiliki pengetahuan baik

tentang posyandu agar dapat memotivasi dirinya untuk terlibat

secara aktif dalam setiap kegiatan posyandu (Notoatmodjo, 2015).

c) Tingkat Pendidikan

Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2013),

tingkat pendidikan merupakan suatu prosedur sistematis dan

terorganisir yang mempelajari secara konseptual dan teoritis untuk

tujuan - tujuan umum.Semakin tinggi tingkat pendidikan formal

seorang kader akan mematangkan pemahaman tentang

posyandu/taman posyandu sehingga dapat meningkatkan kinerja

kader (Muzakkir H, 2013).

Pendidikan adalah suatu jenjang pendidikan formal terakhir

yang ditempuh dan dimiliki oleh seorang kader posyandu/taman

posyandu dengan mendapatkan sertifikat kelulusan atau ijazah baik

Sekolah Dasar, Sekolah Menengan Pertama (SMP), Sekolah

Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi (PT). Pendidikan

merupakan suatu proses dengan tujuan utama menghasilkan

perubahan perilaku manusia. Semakin tinggi pendidikan seseorang

maka akan semakin mudah seseorang menerima dan memahami

setiap informasi yang diperoleh untuk dapat diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-harinya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarsono (2010)

menjelaskan bahwa ada hubungan yang bermakna tingkat


19

pendidikan kader dengan kinerjanya sebagai kader posyandu

/taman posyandu. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan

yang tinggi akan membantu kader atau masyarakat memperoleh

dan mencerna informasi untuk kemudian menganalisis kondisis

dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

2) Faktor Eksternal

a. Pengalaman Bekerja

Menurut Manulang dalam Robbins (2015), pengalaman kerja

adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan

tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan

tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Sedangkan pendapat

Trijoko dalam Robbins (2015) mengatakan pengalaman kerja

adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan

dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang

telah dilakukan selama waktu tertentu.

Pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan

frekuensi dan jenis tugas sesuai dengan kemampuannya. Dari

pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengalaman

kerja adalah waktu yang digunakan oleh seseorang untuk

memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan

frekuensi dan jenis tugasnya.


20

b. Pelatihan

Pelatihan adalah sesuatu yang terus menerus dilakukan, karena

pendidikan seseorang pada hakekatnya tidak pernah berakhir.

Pelatihan kader merupakan salah satu upaya dalam  

meningkatkan pengetahuan, keterampilan,dan kemandirian kader.

Biasanya pelatihan Kader dilakukan oleh pihak Puskesmas atau

pun Dinas Kesehatan daerah setempat, pelatihan yang didapatkan

oleh kader posyandu turut meningkatkan keaktifan dan partisifasi

kader dalam setiap kegiatan Posyandu/taman posyandu (Syafei A,

2010).

Tujuan umum pelatihan menurut Moekijat dalam Kamil

(2012 ) adalah:

1) Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat

diselsaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.

2) Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan

dapat diselesaikan secara rasional

3) Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan

kemauan untuk bekerjasama.

2. Konsep Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan (Knowladge)

Pengetahuan menurut Reber (2010) dalam makna kolektifnya,

pengetahuan adalah kumpulan informasi yang dimiliki oleh seseorang atau

kelompok, atau budaya tertentu.sedangkan secara umum pengetahuan


21

menurut Reber (2010) adalah komponen-komponen mental yang dihasilkan

dari semua proses apapun, entah lahir dari bawaan atau dicapai lewat

pengalaman.

Oemarjoedi (2013) pengetahuan adalah faktor penentu bagaimana

manusia berpikir, merasa dan bertindak.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini

melelui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba namun sebagian besar pengetahuan di peroleh

melelui penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pada

kenyataannya, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih baik dari

pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan beberapa definisi tentang pengetahuan dapat disimpulkan

bahwa pengetahuan adalah kumpulan informasi yang didapat dari

pengalaman atau sejak lahir yang menjadikan seseorang itu tahu akan

sesuatu. Proses tahu tersebut diperoleh dari proses kenal, sadar, insaf,

mengerti dan pandai.

Menurut penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2012),

dikatakan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni:


22

1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini

sikap subyek sudah mulai timbul.

3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah baik lagi.

4) Trial, dimana subyek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5) Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus

b. Tingkatan Pengetahuan

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagi mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh

sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)
23

Diartikan sebagi suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplicatiaon)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi rill (sebenarnya).

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah


24

ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kreteria yang ditentukan sendiri,

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang. Fitriani (2015) berpendapat bahwa faktor-faktor tersebut

adalah sebagai berikut:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

keperibadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang

berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses

belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah

orang tersebut untuk menerima informasi. Pendidikan tinggi

seseorang akan mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun

media massa. Semakin banyak informasi yang masuk, semakin

banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan

formal, akan tetapi dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek

yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan
25

menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin

banyak aspek positif dari objek yang diketahui akan menumbuhkan

sikap positif terhadap objek tersebut.

2) Media Massa/informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

non formal dapat memberikan pengetahuan jangka pendek

(immediateimpact), sehingga menghasilkan perubahan dan

peningkatan pengetahuan. Kemajuan teknologi menyediakan

bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi

pengetahuan masyarakat tentang informasi baru. Sarana komunikasi

seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan, dan lain-

lain pempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan orang.

3) Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan itu baik atau tidak. Status

ekonomi seseorang juga akan menentukan ketersediaan fasilitas

yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial

ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan

berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam


26

individu yang berada pada lingkungan tersebut. Hal tersebut terjadi

karena adanya interaksi timbal balik yang akan direspon sebagai

pengetahuan.

5) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi ataupun

pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

6) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Bertambahnya usia akan semakin berkembang pola pikir dan daya

tangkap seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh akan

semakin banyak.

3. Konsep Sikap

a. Pengertian Sikap (Attitude)

Sikap (Attitude) adalah evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap

seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau

memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada

objek tersebut (Berkowitz dalam Azwar, 2010). Sikap juga dapat

didefinisikan sebagai kecenderungan afektif suka tidak suka pada suatu

objek sosial tertentu (Hakim,2012).

Menurut Randi dalam Imam (2014) mengungkapkan bahwa “Sikap

merupakan sebuah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya

sendiri atau orang lain atas reaksi atau respon terhadap stimulus (objek)
27

yang menimbulkan perasaan yang disertai dengan tindakan yang sesuai

dengan objeknya.

Selanjutnya Menurut Ahmadi dalam Aditama (2013:27) “Orang

yang memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka

(like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang

dikatakan memiliki sikap negative terhadap objek psikologi bila tidak

suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi”.

Dari definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa secara garis besar

sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan

dengan pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung mempengaruhi

respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi (menyebabkan respon-respon

yang konsisten).

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

terhadap objek sikap antara lain:

1) Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi yang telah dan sedang kita alami akan ikut

membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus

sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentukknya

sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan,

seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan

objek psikologis. Middlebrook dalam Azwar (2013) mengatakan “

bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang


28

dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap

negative terhadap objek tersebut”.

2) Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara

komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang

yang kita anggap penting, seseoramg yang kita harapkan

persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita,

seseoramg yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang

berarti khusus bagi kita (significant others) , akan banyak

mempengaruhi pembentukkan sikap kita terhadap sesuatu.

3) Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi pembentukkan pribadi seseorang. Kebudayaan

memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu

masyarakat. Kebudayaan lah yang menanamkan garis pengaruh

sikap individu terhadap berbagai masalah.

4) Media Masa

Berbagai bentuk media massa seperti radio, televisi, surat

kabar, majalah, dan lain – lain mempunyai pengaruh yang besar

dalam pembentukkan opini dan keprcayaan orang. Media masa

memberikan pesan – pesan yang sugestif yang mengarahkan opini

seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan pengetahuan baru bagi terbentukknya sikap


29

terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan – pesan sugestif akan

memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap tertentu.

5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukkan sikap karena keduanya

meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu

yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan

dan dari pusat keagamaan serta ajaran – ajarannya.

6) Pengaruh Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang

befungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat

merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi

telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih

persisten dan bertahan lama.

c. Tingkatan Sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2010), sikap terdiri dari berbagai

tingkatan yaitu:

1) Menerima (receiving)
30

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila memberikan jawaban apabila

ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi

sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan. Terlepas dari pekerjaan itu

benar atau salah adalah berarti orang tersebut menerima ide itu.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi

sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

d. Sifat Sikap

Menurut Maemanah (2014), sikap terdiri dari 2 sifat yaitu :

1) Sifat positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenengi, mengharapkan objek tertentu.

2) Sifat negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

Kesimpulan sifat sikap menurut Maemanah ada 2 yaitu: sifat

positif dan sifat negatif.


31

e. Komponen Sikap

Menurut Azwar S (2010) sikap terdiri dari 3 komponen yang

saling menunjang yaitu:

1) Komponen kognitif

Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu

pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe

yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan

penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau

yang kontroversial.

2) Komponen afektif

Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.

Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam

sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling

bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah

mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan

perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

3) Komponen konatif

Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai

sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu

dengan cara-cara tertentu.

f. Penyimpulan Sikap
32

Penyimpulan mengenai sikap harus didasarkan pada suatu

fenomena yang diamati dan dapat diukur, fenomena ini berupa respon

terhadap objek sikap dalam berbagai bentuk. Berbagai respon yang

dapat dijadikan dasar penyimpulan sikap dari perilaku disajikan dalam

table (Azwar,2010).

Tabel 2.1 Penyimpulan Sikap dan Perilaku

TIPE KATEGORI RESPON

RESPON KOGNOTIF AFEKTIF KONATIF

Verbal Pernyataan Pernyataan Pernyataan

keyakinan perasaan untuk perilaku

mengenai terhadap

obyek sikap obyek sikap

Non Verbal Reaksi Reaksi Perilaku

perseptual fisiologis tampak

terhadap terhadap sehubungan

obyek sikap obyek sikap dengan obyek

sikap

4. Konsep Perkembangan Psikososial

a. Pengertian Perkembangan Psikososial


33

Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang

mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk

pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling

berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Psikososial sendiri berasal

dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari

individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada

hubungan eksternal individu dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat

Krisis Fakultas Psikologi UI). Istilah psikososial berarti menyinggung

relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis (Chaplin, 2011).

Banyak teori mengenai perkembangan psikososial, yang paling

banyak dianut adalah teori psikosisal dari Erik Erikson. Teori psikososial

dari Erik Erikson meliputi delapan tahap yang saling berurutan sepanjang

hidup. Hasil dari tiap tahap tergantung dari hasil tahapan sebelumnya, dan

resolusi yang sukses dari tiap krisis ego adalah penting bagi individu

untuk dapat tumbuh secara optimal. Ego harus mengembangkan

kesanggupan yang berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan penyesuaian

dari masyarakat.

Berikut adalah delapan tahapan perkembangan psikososial menurut

Erik Erikson :

Tabel 2.2 Tahap-tahap perkembangan psikososial


34

Developmental Stage Basic Components


Infancy (0-1 thn) Trust vs Mistrust

Early childhood (1-3 thn) Autonomy vs Shame, Doubt

Preschool age (4-6 thn) Initiative vs Guilt

School age (7-11 thn) Industry vs Inferiority

Adolescence (12-21 thn) Identity vs Identity Confusion

Young adulthood ( 21-40 thn) Intimacy vs Isolation

Adulthood (41-65 thn) Generativity vs Stagnation

Senescence (+65 thn) Ego Integrity vs Despair

b. Tahap – Tahap Perkembangan Psikososial pada Anak

1) Pada Tahap Infant/Bayi

Tahap Infant adalah tahap perkembangan bayi usia 0- 12 bulan

dimana pada usia ini bayi belajar terhadap kepercayaan dan

ketidakpercayaan. Masa ini merupakan krisis pertama yang

dihadapi oleh bayi (SAK,2016)

Ciri perkembangan bayi yang normal : berkembangnya rasa

percaya

a) Tidak langsung menangis saat bertemu dengan orang lain.

b) Menolak saat akan digendong orang yang tidak dikenalnya.

c) Menangis saat digendong dengan orang yang tidak dikenalnya.

d) Menangis saat merasa tidak nyaman ( basah, lapar, haus, sakit,

panas).
35

e) Bereaksi senang ketika ibunya datang menghampiri.

f) Menangis ketika ditinggalkan oleh ibunya.

g) Memperhatikan atau memandang wajah ibu atau orang yang

mengajak bicara.

h) Mencari suara ibu atau orang lain yang memanggil namanya.

Ciri perkembangan bayi yang menyimpang : berkembangnya

rasa tidak percaya

a) Menangis menjerit-jerit saat berpisah dengan ibunya.

b) Tidak mau berpisah sama sekali dengan ibunya.

c) Tidak mudah berhubungan dengan orang lain.

2) Tahap Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Perasaan Malu

dan Ragu-ragu)

Adalah tahap perkembangan anak usia 12 – 36 bulan dimana

pada usia ini anak belajar melatih kemandiriannya untuk melakukan

tindakan biasanya dicirikan anak mengeksplor lingkungan sekitar.

Jika anak tidak mampu mencapai tugas perkembangan pada masa

ini anak akan cenderung kurang percaya diri. (SAK,2016).

Ciri perkembangan anak yang normal : berkembangnya

Kemandirian

a) Mengenal dan mengakui namanya

b) Sering menggunakan kata “jangan/tidak/ngga’.

c) Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api,air,

ketinggian, warna dan bentuk benda)..


36

d) Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah,

misalnya minum sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri.

e) Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah.

f) Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah .

g) Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar

keluarganya.

h) Hanya sebentar mau berpisah dengan orang tua.

i) Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.

j) Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga

(Standart Asuhan Keperawatan Jiwa, 2016)

Ciri perkembangan anak yang menyimpang : berkembangnya

rasa ragu-ragu dan malu-malu

a) Tidak berani melakukan sesuatu/kegiatan.

b) Merasa takut melakukan sesuatu

c) Merasa terpaksa dalam melakukan tindakan

d) Melakukan tindakan dengan ragu-ragu

( Standart Asuhan Keperawatan Jiwa, 2016 )

3) Tahap Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Kesalahan)

Adalah tahap perkembangan anak usia 3 – 6 tahun dimana

pada usia ini anak akan belajar berinteraksi dengan orang lain,

berfantasi dan berinisiatif, pengenalan identitas kelamin, meniru.

Anak mulai membuat perencanaan dan melaksanakan tindakannya

Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan


37

kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa

kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas

adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan

tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk

sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.(SAK,

2016).

Ciri Perkembangan anak yang normal : Berkembangnya rasa

Inisiatif

a) Berinisiatif menggunakan situasi dirumah untuk bermain,

misalnya menyusun kursi menjadi kereta api menggumpulkan

kulit permen / batu dan lain-lain.

b) Melakukan pekerjaan sederhana misalnya membuang sampah ,

melipat kain , meletakkan sepatu pada tempatnya.

c) Mengenal minimal empat warna.

d) Berbicara dalam bentuk kalimat.

e) Senang bermain dengan teman sebaya.

f) Cerita yang berkhayal.

g) Mudah berpisah dengan orang tuanya.

h) Mengenal jenis kelamin

( Standart Asuhan Keperawatan Jiwa, 2016 )

Ciri Perkembangan anak yang menyimpang : Berkembangnya

rasa bersalah
38

a) Tidak percaya diri , malu untuk tampil didepan umum.

b) Pesimistis (tidak percaya diri) , tidak memilik cita – cita.

c) Takut salah melakukan sesuatu.

d) Malas melakukan kegiatan dan tidak mempunyai inisiatif.

( Standart Asuhan Keperawatan Jiwa, 2016 )

c. Stimulasi Perkembangan Psikososial Anak

1) Stimulasi Tahap Perkembangan Psikososial Pada Bayi

Menurut Standart Asuhan Keperawatan (2016), stimulasi yang

dapat diberikan terhadap perkembangan psikososial bayi adalah :

a) Faktor Psikologis

Menunjukkan rasa cinta, kasih sayang, dan rasa aman,

sering mengajak anak berbicara dengan lembut, panggil bayi

sesuai namanya, sering memeluk dan mencium anak, membuai,

menimang dan menidurkan anak dan membacakan cerita,

membujuk ketika anak rewel, sering mengajak anak bermain,

memperlihatkan gambar yang lucu dan menarik, mengajak

melihat dirinya di kaca , pada saat bayi menangis, segera cari

tahu kebutuhan dasar yang terganggu (lapar, haus, basah dan

sakit).

b) Faktor Sosial

Eksternal :
39

Cuaca, musim, Sanitasi lingkungan; kebersihan

perorangan baik. Tidak ada polusi udara. Keadaan jumah:

struktur bangunan, ventilasi baik, kepadatan hunian layak.

Internal/Keluarga :

Keluarga dalam keadaan menerima anak dengan

senang, mengajak anak belajar bergaul,melambaikan tangan,

memberi salam, mengajak anak bermain bersama, cilukba,

mengajak anak mengenal lingkungannya.

2) Tahap Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Perasaan Malu

dan Ragu-ragu)

Menurut Standart Asuhan Keperawatan (2016), stimulasi yang

dapat diberikan terhadap perkembangan psikososial anak usia

toddler adalah :

a) Faktor Psikologis

Menunjukkan rasa aman, rasa cinta dan kasih sayang,

diberi kesempatan bertanya, diberi kesempatan bermain dengan

alat – alat bermain sederhana dan teman sebaya, diberi

kesempatan menceritakan perasaannya dengan menggunakan

simbol.

b) Faktor Sosial

Eksternal
40

1. Motivasi dan bimbing anak agar mau bergerak dan bergaul

(sesuai dengan keinginannya).

2. Diberi kesempatan mengenal teman sebaya.

3. Keadaan rumah : struktur bangunan, ventilasi baik,

kepadatan hunian layak.

4. Didampingi saat beradaptasi dengan lingkungan baru .

5. Mendapatkan kesempatan mengenal hal baru diluar rumah.

6. Mendapat feedback positif dari lingkungan sekitar .

7. Nyaman dengan lingkungan sekitar

Internal/Keluarga

1. Diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga.

2. Diberi pujian akan keberhasilan.

3. Dikenalkan dengan tindakan yang boleh dan tidak boleh

dilakukan, baik dan buruk dengan kalimat positif.

4. Mengajak anak belajar bergaul, melambaikan tangan,

memberi salam.

5. Motivasi dan bimbing anak untuk makan, minum,

memakai baju, BAB, BAK sendiri.

3) Tahap Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Kesalahan)


41

Menurut Standart Asuhan Keperawatan (2016), stimulasi yang

dapat diberikan terhadap perkembangan psikososial anak usia

prasekolah adalah:

a) Faktor Psikologis

1. Memberi waktu kepada anak untuk bermain.

2. Mengajarkan anak untuk bermain yang sederhana.

3. Memberikan harapan yang sesuai dengan kemampuan

anak.

4. Tidak memaksakan kehendak kepada anak.

5. Memberi pujian terhadap keberhasilan yang telah dicapai.

6. Menjadi pendengar yang baik.

7. Bersikap positif dan mendorong usaha anak untuk mandiri.

8. Tidak menentang tindakakan yang dilakukan anak

b) Faktor Sosial

1. Mendukung anak bermain dengan bebas dirumah tidak

melarang jika anak menggeser perabot.

2. Memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan

pekerjaan sederhana dan menyediakan fasilitas.

3. Memberi kesempatan kepada anak untuk bermain dengan

teman sebaya.

4. Mulai mengajarkan disiplin , misalnya mencuci tangan

sebelum makan menyikat gigi sebelum tidur meletakkan

sandal dan sepatu dengan rapi.


42

5. Mengajarkan cara meminta sesuatu dengan baik.


43

B. Kerangka Konseptual

Orang Tua dengan anak


usia 0 – 6 tahun Pembentukan Kader
Kesehatan Jiwa Anak :
1. Tahap Infant 0 – 1 tahun Pada Anak
(Kepercayaan vs 1. Sosialisasi dan - Peningkatan status
Kecurigaan) Penyuluhan Teoritis perkembangan
2. Tahap Toddler 1- 3 Kesehatan Jiwa Anak psikosial anak
2. Pelatihan Kader
tahun (Otonomi vs
Perasaan Malu dan Kesehatan Jiwa Anak
Ragu-ragu
3. Tahap Pra Sekolah 3-6 3. Penerapan Kader
tahun (Guilt (Inisiatif vs Kesehatan Jiwa Anak Pada Orang Tua
Kesalahan) a. Edukasi perorangan
1. Persepsi Orang Tua
kepada orang tua
b. Deteksi Dini
Perkembangan 2. Pengetahuan Orang Tua
Pemantauan perkembangan Psikosial anak
psikososial di keluarga dan c. Stimulasi 3. Sikap Orang Tua
di tingkat pelayanan dasar Perkembangan
Psikosial Anak
Keterangan

= Diteliti

= Tidak Diteli

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Analisis Penerapan Kader Kesehatan Jiwa Anak Terhadap Pengetahuan dan Sikap
Orang Tua dalam Meningkatkan Perkembangan Psikososial Anak di Taman Posyandu Desa Nyawangan Kec. Kras, Kab.
Kediri
44

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan

pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak,

berdasarkan fakta dan data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian.

Hipotesis juga merupakan sebuah pernyataan tentang hubungan yang diharapkan

antara dua variable atau lebih yang dapat diuji secara empiris (Hidayat,2014).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H0 : Tidak ada pengaruh Penerapan Kader Kesehatan Jiwa Anak Terhadap

Pengetahuan dan Sikap Orang Tua dalam Meningkatkan Perkembangan

Psikososial Anak di Taman Posyandu Desa Nyawangan Kec. Kras, Kab.

Kediri.

H1 : Ada pengaruh Penerapan Kader Kesehatan Jiwa Anak Terhadap

Pengetahuan dan Sikap Orang Tua dalam Meningkatkan Perkembangan

Psikososial Anak di Taman Posyandu Desa Nyawangan Kec. Kras, Kab.

Kediri.
45
46

Anda mungkin juga menyukai