Anda di halaman 1dari 15

BANSOS SELAMA COVID-19 DIGUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN PARTAI

POLITIK DI ACEH
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Covid-19 merupakan virus yang mendatangkan sebuah penyakit kepada makhluk hidup
dengan efek-efek tertentu. Manusia akan merasakan serangkaian infeksi sekiranya terpapar oleh
Covid-19. Infeksi tersebut dapat berupa seperti pilek yang umumnya adalah infeksi ringan.
Covid-19 merupakan penyakit yang bersifat mematikan sehingga tidak bisa dipandang sebelah
mata sahaja oleh pemerintah maupun masyarakat. Pengantisispasian dan pengurangan nominal
pasien covid-19 telah dengan sigap dilakukan oleh Indonesia yang pastinya menjangkau seluruh
wilayah dalam indonesia(Bima Yudha, 2020). Kebijakan utama yang diselenggarakan oleh
pemerintah adalah pembatasan aktifitas diluar rumah tanpa alsan tertentu mencakup kegiatan
sekolah yang dirumahkan, pekerjaan yang digantikan menjadi pekerjaan di rumah termasuk
kegiatan agamis seperti beribadah yang terbatas di rumah dan tidak dalam kerumunan atau
khalayak ramai seperti di mesjid pada umumnya. Kebijakan berupa pembatasan aktifitas diluar
rumah ini diperkirakan akan dapat mengurangi nominal persentase penularan di masyarakat.
Pemerintah merupakan fasilitatir kebijakan ini demi kesejahteraan masyarakat itu sendiri(Blake
dan Haroldaen, 1975). Keberhasilan maupun kelemahan dari kebihakan ini dinyatakan akan
dapat dilihat dalam kurun waku terdekat setelah kebijakan tersebut diperkuatkuasakan oleh
pemerintah pusat.(Anggry Lia Indriani, 2020).( Bima Yudha, 2020).

Terlepas dari itu, kebijakan terkait fasilitaskesehatan juga dijadikan prioritas mengingat
kesehatan msayarakat adalah penentu hidupnya roda sosial Indonesia. Dapat dikatakan, hapir
semua aktifitas dirumahkan mengingat dapak dari covid-19 yang mengerikan ini sehingga
dinyatakan sebagai pandemik oleh dunia sendiri(Bima Yudha, 2020). Kebijakan ini sendiri diberi
nama lockdown oleh pemerintah. Lockdown ini sendiri adalah langkah pencegahan penyebaran
covid-19 dari sat tempat ke tempat yang lain dengan harapan yang belum terkena akan dapat
menghindar. Pemerintah pusat Indoensia telah berusaha dalam meminimalisirkan masyarakat
dari dampak terkna covid-19 dengan kebijakan-kebijakan khusus. Pada awalnya, pemerintah
pusat tidak ingin berita terkait covid-19 ini menyebar di kalangan masyarakat Indonesia
mengingat dampak nya yang akan membuat masyarakat panik sehingga terjadinya hoax-hoax
tidak jelas dikalangan mereka terkait covid-19(Anggry Lia Indriani, 2020). Juru pembicara
pemerintahan Indonesia mengatakan bahwasanaya pemerintah sendiri telah mengambil inisiatif
dalam melakukan tes massal terkait covid-19 kepada masyarakat indonesia demi pemberlakuan
pencegahan penyebaran virus tersebut. Melihat keprihatinan yang melanda negara di kala ini,
pemerintah terpaksa mengeluarkan kebijakan-kebijakan pencegahan penyebaran virus covid-19
dengan pemberlakuan social distancing yang pada umumnya dikenal oleh masyarakat dengan
penjagaan jarak sosial sesama masyarakat dalam rangka memperkecil penyebaran tersebut(Bima
Yudha, 2020).

Kebijakan utama yang diaplikasikan oleh pemerintah selama pandemi ini merupakan
kebijakan bansos atau bantual sosial(Yeremia Sukoyo, 2020). Pada umumnya, bansos adalah
suatu kebijakan yang dikhususkan oleh pemerintah kepada public selama pandemic ini namun
telah terjadi penyelewangan menjadi kebutuhan para penggiat politik demi kepentingan seperti
yang sedang terjadi di banyak daerah(Dhika Kusuma Winata, 2020). Buktinya dapat dilihat pada
pendistribusian bansos tersebut dengan selipan emblem terkait atau berbau politik sehingga dapat
menginformasikan public untuk memberi dukungan kepada mereka yang berkepentingan(Bima
Yudha, 2020). Persentase kepala daerah yang melakukan tindakan tidak professional tesebut
terhitung sangat banyak mengingat pilkada serentak yang akan dilaksanakan di tahun 2020
ini(Anggry Lia Indriani, 2020). Menurut statistic data yang diakumulasikan secara akurat,
bansos-bansos yang telah dijadikan penyelewengan tersebut telah dilakukan oleh para kepala
daerah pada daerah masing-masing. Kepala daerah yang terbukti melakukan penyelewengan
kepada bansos dari pemerintah pusat adalahseperti di Klaten, Jawa Timur, Jawa barat, Jawa
tengah, Brebes, dan lain-lainnya(Bima Yudha, 2020). Bentuk politisasi ini berupa seperti simbol-
simbol pada kemasan bantuan tersebut dan juga sesetengah politisi langsung turun tangan(Blake
dan Haroldaen, 1975). Sikap transparasi juga menjadi masalah pada penyebaran bansos ini oleh
kepala-kepala daerah. Tidak hanya kepala daerah, pemerintah pusat juga melakukan
penyelewangan tersebut dengan menyelipkan simbol-simbol berbau politik pada kantong-
kantong bansos tersebut sekaligus mendapatkan empati public dengan kebijakan tersebut.
BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Covid-19
Masyarakat telah digegarkan dengan wabah virus corona yang menjadi masalah
tingkat global meningat dampaknya yang besar(Yeremia Sukoyo, 2020). Corona ini
diberi nama Covid-19 oleh WHO sebagai sebuah organisasi kesehatan. Efek dari covid-
19 sangatlah serius yang dimana mampu menjalar hingga ke seluruh tubuh dan
membunuh kita secara perlahan dari dalam. Hampir seluruh wilayah di dunia sudah
terjangkiti covid-19 dan memakan ribuan jiwa dalam waktu terdekat(Bima Yudha, 2020).
Lockdown merupakan langkah jitu para pemerintah agar covid-19 tidak menjalar ke
negara mereka sekaligus indonesia sendiri melakukan kebijakan tersebut. Aktifitas diluar
rumah menjadi terbatas dengan adanya perundangan dari pemerintah pusat sehingga
banyak perusahaan dan insitusi pendidikan serta pusat hiburan ditutup paksa dalam
rangka mengurangi penyebaran covid-19. Gugud covid-19 merupakan organisasi yang
dibentuk pemerintah pusat dengan tujuan sebagai penanggulangan covid-19. Di samping
itu, IDI atau Ikatan Dokter Indonesia mempuntai statistik data yang terbialng tidak sama
dengan Gugus Covid-19 sehingga membuat masyarakat ragu yang dimana merupakan
strategi komunikasi pemerintah yang tidak efisien(Dhika Kusuma Winata, 2020). Corona
disease yang terjadi diestimasikan akan memberi dampak yang masih sehingga akan
melampaui krisis yang pernah terjadi pada tahun 2008, yaitu krisis keuangan globab.
OECD sendiri sempat mendapatkan statistik yang akurat terkait persentase dunia dalam
pertumbuhan ekonomi yang hanya bernominal 1.5% dan terkesan sangat
memprihatinkan(Anggry Lia Indriani, 2020). Perkembangan dalam negeri sendiri juga
terhitung memperihatinkan dikarenakan permasalahan ekonomi domestik dan ditambah
dengan permasalahan dari dampak Covid-19 yang menganggu rantai perdagangan
Indonesia dengan mitra-mitra nya diluar negeri. Dalam pandemik yang sedang terjadi
saat ini, ada beberapa faktor yang menjadi sumber peningkatannya peleluasaan Covid-19
di jenjang global maupun dalam negeri sendiri. Peleluasaan wabah ini terbilang sangat
tidak terkontrol sehingga dinyatakan sebagai sebuah pandemik oleh WHO. Melihat
hantaman atau dampak keras dari Covid-19 ini terhadap ekonomi dapat kita rasakan
dengan ketara sekali pada roda perekonomian yang tidak lagi dapat berputar dengan baik
seperti biasanya. Dikarenakan perintah oleh pemerintah Indonesia terkait karantina,
hingga membuat masyarakat tidak dapat melakukan kegiatan usaha di sektor riil apalagi
usaha-usaha kecil yang berujung kepada ketiadaan pendapatan seharian(Dhika Kusuma
Winata, 2020).
2.2 Anggaran bagi kebijakan lockdown
Pemerintah sendiri, khususnya menteri keuangan telah mengeluarkan pernyataan
dimana pemerintah telah mempersiapkan langkah jitu dalam pemberlakuan lockdown ini.
Langkah yang diambil adalah mempersiapkan anggaran bagi kebijakan lockdown itu
sendiri dengan gabungan bersama BNPB. Sejalan dengan pembelakuan lockdown yang
menghentikan roda ekonomi, pemerintah telah mengambil langkah dengan membantu
menjaga roda perekonomian sekaligus berfokus pada pusat penampungan karantina masif
agar proses pembagian logistik akan dapat berjalan dengan lancar. Pemberlakuan
karantina atau lockdown membutuhkan anggaran yang masif sehingga pemerintah
memberlakukan langkah jitu dengan pemberlakuan anggaran khusus bagi kebijakan
lockdown ini. Anggaran yang diperuntukkan untuk memfasilitasi kebijakan lockdown
terbilang banyak sehingga mencapai Rp550.000.000 setiap harinya per kota
besar(Anggry Lia Indriani, 2020). Masyarakat dilarang keras oleh pemerintah untuk
melakukan aktifitas luar rumah supaya kebijakan itu akan menghasilkan efek yang
maksimal. Anggaran tersebut juga mencakup hingga ke karantina rumah sakit dan
karantina ilayah hingga menyeluruh demi mensejahterakan masyarakat yang berada
dalam zona lockdown tersebut mengingat mereka tidak akan dapat meraup keuangan
dengan cara apapun dengan hanya berada diruang terisolasi. Pemerintah memegang peran
penting dalam mempertanggungjawabkan mereka yang berada dalam lockdown
khususnya kebutuhan hidup dasar manusia dan hewan ternak(Dhika Kusuma Winata,
2020). Sejalan dengan terjadinya kmerosotan ekonomi, presiden jokowi menyatakan
penegeluaran perpu dalam rangka menambah APBN 2020 demi mengatasi kerusuhan
yang dilakukan pandmeik ini terhadap ekonomi yang dimana menjalar hingga ke
perusahaan-perusahaan dan masyarakat sehingga di PHK. Sekitar Rp150.000.000.000
dialokasikan oleh pemerintah dalam penanganan ekonomi yang merosot(Bima Yudha,
2020). Pemerintah menggunakan beberapa persentase APBN tersebut untuk social safety
net. Presiden jokowi mengambil inisiatif dengan meningkatkan populasi masyarakat yang
dapat memiliki kartu sembako, kartu pekerja dan subsidi listrik demi membiayai mereka
yang sekaarang ini tidak mempunyai pekerjaan khususnya agar tindak kriminal tidak
akan terjadi kedepannya yang diakibatkan oleh warga yang kelaparan.
Rp170,000,000,000 dikeluarkan pemerintah untuk insentif dalam sektor perpajakan
sekaligus stimulus KUR dalam rangka endukung perusahaan untuk tetap berjalan demi
kelangsungan roda ekonomi dan pengurangan pengangguran di indonesia(Yeremia
Sukoyo, 2020). Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan bagian dari pembiayaan untuk
menyelamatkan negara dari krisis ekonomi yang parah.
2.3 Social distancing sebagai antisipasi infeksi Covid-19
Pandemi Covid-19 yang mendunia ini berjaya dalam menekan pemerintah
indonesia dalam mengambil kebijakan untuk melakukan pemberhentian pembelajaran di
institusi pendidikan untuk dapat dilakukani rumah sama seperti halnya dengan
pemberlakuan pekerjaan, yakni diimbau untuk dapat dilakukan dirumah(Bima Yudha,
2020). Berbicara terkait belajar di rumah selama pandemi ini, metode pembelajaran
tersebut sangat menunjang aktifitas belajar agar tetap terus berjalan dengan mendasari
jaringan internet yang tersedia pada jaman ini. Metode ini membutuhkan kerjasama
antara guru dan orang tua murid serta murid itu sendiri yang seragam agar terealisasi
proses pembelajaran yang sukses dengan penerapan belajar dirumah. Tanggungjawab
guru selama penerapan belajar di rumah ini adalah supaya sasaran pembelajaran akan
tersampaikan ke muridd dengan bimbingan orang tua di rumah. Aplikasi belajar dari
rumah buatan pemerintah sendiri mengalami peningkatan yang signifikan setelah
diimbau masyarakat oleh pemerintah agar dapat melaksanakan penerapan belajar secara
online demi menghentikan dan mencegah penyebaran virus Covid-19. Namun, para ahli
berpendapat bahwasanya aplikasi pembelajaran itutidak semata-mata dapat membiming
murid untuk belajar, mengingat orang tua dan guru juga harus mengambil peran yang
penting dalam membimbing dan mengawasi mereka agar dapat terjadinya proses
pembelajaran yang efisien. Sejalan dengan penerapan kebijakan belajar dari rumah
tersebut, perlu juga diperhatikan langkah dalam mengoptimalkan penerapan kebijakan
pembelajaran dari rumah selama pandemi Covid-19 ini. Supaya sasaran yang tepat dapat
dicapai, maka ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi supaya terealisasikan
penerapan kebijakan belajar di rumah yang efisien(Bima Yudha, 2020).
2.4 Birokrasi sebagai pelayanan masyarakat
Birokrasi sendiri merupakan sarana yang menyediakan pelayanan masyarakat
indonesia agar dapat mensejahterakan masyarakat indonesia secara
berkepanjangan(Blake dan Haroldaen, 1975). Namun, membuat birokrasi itu telah
higenis dari tangan-tangan kotor aparat tidaklah mudah. Permainan-permainan oleh
aparat dalam mengacaukan sistem birokrasi pemerintahan indonesia sangat meresahkan
karena pengaruh mereka itu membuat birokrasi menjadi kacau dan tidak teratur lagi yang
berujung kepada tidak efisiennya prosedur penanggulangan covid-19. Permasalahan
seperti ini sendiri dinamai sebagai patologi birokrasi, yang menjadi faktor utama
pemberlakuannya reformasi birokrasi(Anggry Lia Indriani, 2020). Tujuan dari adanya
reformasi birokrasi adalah sangat jelas dimana ia adalah supaya sesebuah birokrasi itu
dapat disterilkan sistem-sistemnya yang telah tercemari oleh pejabat yang berkepentingan
di dalamnya demi meraup keuntungan dari anggaran pemerintah dalam penanggulangan
covid-19(Bima Yudha, 2020). Pimpinan dari birokrasi sendiri pada umumnya yang
menjadi sorotan ketika diberlakukan reformasi birokrasi pada organisasi pemimpin
tersebut memimpin(Dhika Kusuma Winata, 2020). Alasannya jelas, mengingat sistem
birokrasi itu seperti piramida, maka segala hal yang terjadi pada bawahan adalah
mendasari perintah dari pimpinan birokrasi tersebut Maka dari itu, harus ada
penanggulangan birokrasi yang dikacau ini dengan reformasi birokrasi. Reformasi
birokrasi ini didasari oleh peraturan presiden republik indonesia nomor 81 tahun 2010
terkait grand desain birokrasi 2010-2025(Dhika Kusuma Winata, 2020). Maksud dari
reformasi birokrasi itu sendiri adalah sebagai upaya dalam perubahan besar di dalam
penataan kelola pemerintahan indonesia khususnya dalam rangka menciptakan birokrasi
pemerintahan yang terbilang profesional serta berintegritas dalam melaksanakan
pelayanan publik sebagai bagian dari aparatur negara yang sejati. Reformasi birokrasi
bertujuan dalam mewujudkan sebuah sistem birokrasi pemerintahan yang profesional dan
berintegritas serta jauh dari yang namanya KKN agar dapat melayani masyarakat umum
selama pandemi ini(Anggry Lia Indriani, 2020).
2.5 Budaya politik
Budaya politik yang dimana merupakan sebuah landasan dalam sistem sesebuah
politik yang menrtakan suatu perintah dan peran politik yang diagendakan oleh struktut
politik. Budaya politik ini sendiri adalah bermaksud landasan akal dalam bahasa yunani.
Pada kenyataannya, budaya politik dapat dideskripsikan sebagai perilaku masyarakat
terkait hal kenegaraan(Blake dan Haroldaen, 1975). Sistem budaya politik ini
menyangkut dalam konteks berbangsa serta bernegara yang mendasari aspek
penadministrian negara, adat, politik pemerintahan dan norma masyarakat(Bima Yudha,
2020). Setiap wilayah pada umumnya menghadirkan budaya politik yang berbeda-beda.
Pada hakikatnya, budaya politik ini dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti peran dan
sikap masyarakat dalam sistem tersebut sehingga dapat dikatakan bahwasanya budaya
politik ini adalah sistem yang menitikberatkan nilai-nilai dalam politik dan pemerintahan.
Selain itu, budaya politik ini menyatakan tentang apa yang boleh dan tidak boleh
dilaksanakan dalam sesebuah pemerintahan. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwasanya
budaya politik yang ada di indonesia dibagi menjadi beberapa hal seperti pendekatan
terhadap agama islam, keetnisan dan juga pendekatan dalam kemajuan keamanan. Dapat
kita lihat bahwasanya dalam politik indonesia terdapat pasang surut secara menerus dan
jelas bahwasanya ia sangat mempengaruhi kestabilan sistem perpolitikan nasional apalagi
selama pandemi ini. Budaya politik juga berkaitan erat dengan budaya birokrasi di
indonesia yang pada umumnya adalah hirarkis dan tertutup(Anggry Lia Indriani, 2020).
Budaya birokrasi sendiri dapat diartikan sebagi suatu sistem yang terdiri dari simbol, nilai
dan pengetahuan yang terdapat dalam pikiran kita. Kemudian nilai-nilai tersebut
dituangkan oleh pegawai organisasi bernama birokrasi. Hasilnya dapat kita simpulkan
dimana budaya organisasi adalah suatu sistem nilai dan keyakinan yang didapatkan lalu
dikembangkan oleh sesebuah organisasi dalam pembentukan aturan demi pedoman dalam
pencapaian tujuan birokrasi tersebut dan tujuan yang kini menjadi prioritas pemerintah
adalah mensejahterakan masyarakat dalam melewati hari-hari darurat saat ini. Budaya ini
sendiri adalah demi mempersatukan aktiftas karyawan dalam birokrasi(Dhika Kusuma
Winata, 2020).
2.6 KKN dan patologi birokrasi
Nilai budaya serta komitmen karyawan birokrasi pemerintahan adalah suatu
harapan dari masyarakat agar tidak terjadi KKN yang berujung kepada kesulitan bagi
publik(Bima Yudha, 2020). Sejalan dengan adanya budaya birokrasi, timbul juga
patologi birokrasi yang dikenali sebagai penyakit dalam birokrasi yang dimana mucul
disebab kan oleh ketiadaan struktur yang baik sehingga terjadi kinerja birokrasi yang
tidak linear. Patalogi ini sendiri hadir dengan varian konsep, pertama ada paternalistik
dan menganggap atasan sebagai raja yang mutlak sehingga bawahannya tidak
mempunyai kemampuan dalam memberi tanggapan apapun dan sudah menjadi rahsia
umum bahwasanya pimpinan seperti ini adalah alasan terjadinya KKN(Anggry Lia
Indriani, 2020). Kedua, jenis patologi selanjutnya adalah pembekakan anggaran yang
dimana terjadi berdasarkan beberapa alasan konkrit yang dibuat oleh pejabat birokrasi
seperti pembesaran yang dibuat akan meningkatkan peluang mark-up anggaran namun
tidak ada kejelasannya sehingga terjadi pemotongan anggaran dan permainan tidak jelas
tersebut. Selain itu, ada prosedur yang berlebihan yang menjurus kepada pelayanan
masyarakat yang tidak konsisten dan menyusahkan masyarakat(Dhika Kusuma Winata,
2020). Hal ini dapat menyulitkan publik sehingga akan berdampak kepada kerusuhan
dalam fasilitas publik dari pemerintah(Dhika Kusuma Winata, 2020). Pembengkakan
birokrasi juga adalah bagian dari patologi sehingga jumlah struktur dalam birokrasi
diperbanyak dengan alasan tidak konkrit demi mendapatkan pengalokasian dana yang
lebih sejalan dengan banyaknya struktur dibuat. Dana tersebut yang seharusnya
digunakan untuk penanggulangan covid-19, malah dipergunakan untuk keperluan pribadi
pejabat itu sendiri(Bima Yudha, 2020). Seterusnya ada fragmentasi birokrasi yang
dimana kementerian yang dihadirkan oleh pemerintah selalu bersifat mencurigakan
dengan inisiatif tertentu tanpa memikirkan kegunaannya. Menyangkut kepada aspirasi
masyarakat yang diakumulai oleh pemerintah agar birokrasi diberi penanggulangan demi
kesejahteraan masyarakat akan telah mulai dilaksanakan sejak awal mulanya diterapkan
reformasi birokrasi tersebut(Blake dan Haroldaen, 1975). Reformasi ini jelas tujuannya
agar tidak terjadi kesalahan dalam mengorganisisr birokrasi demi kepentingan yang
utama, yaitu pelayanan masyarakat dan bukan kepentingin diri sendiri. Sistem yang
menjadi higenis akan membuat publik mudah mendapatkan bantuan pemerintah
selayaknya agar dapat bertahan dalam pandemi ini(Yeremia Sukoyo, 2020). Model
birokrasi di indonesia masih terbilang banyak mengandungi penyakit patologi ini yang
dimana para birokrat sendiri membuka kesempatan bagi terjadinya hal-hal itu yang
menyangkut ekonomis dan politis. Sejalan dengan waktu, parahnya birokrasi yang
dirusakkan oleh penyakit birokrasi ini, perlu adanya inisiatif penanggulangan yang
mumpuni dalam rangka memperbaiki birokrasi demi menjadi lebih baik dalam sistem
pelayanan masyarakat khususnya di indonesia(Anggry Lia Indriani, 2020).
BAB III

PEMBAHASAN

Meskipun secara hokum, langkah tersebut dinilai boleh-boleh saja, namun secara
manusiawi, itu adalah perbuatan yang tidak beretika dan tidak bermoral sehingga terkesan seperti
bukan bantuan penanganan covid-19, namun adalah pergerakan penyebar luaskan nama
organisasi politik tersebut(Anggry Lia Indriani, 2020). Di samping itu, penyelewengan ini dapat
dirasakan lebih lagi oleh Panja, atau disebut sebagai panitia kerja dalam penanganan covid-19
ini. Panja tersebut menilai adanya penyalahgunaan bansos warga oleh sesebuah organisasi.
Organisasi yang dimaksudkan adalah pemerintah daerah yang bersikap tidak transparan terkait
bansos tersebut dengan penutupan data yang padahal sudah jelas diketahui warga
setempat(Yeremia Sukoyo, 2020). Maka dari itu, sempat menjadi perbincangan dengan adanya
peninjuan oleh pihak polisi tekait penyelewengan ini. Berita terkait hal ini sudah menjalar ke
semua daerah terdekat dimana pemerintah daerah pada umumnya menyediakan sembako yang
sudah tidak layak dipakai dan tidak sesuai ketentuan oleh pemerintah pusat dalam rangka meraup
keuntungan bagi pimpinan daerah tersebut(Bima Yudha, 2020). Hal ini menjadi terbuka
dikarenakan ada masyarakat setempat yang melaporkan kepada pihak berwenang dan itu sudah
menjadi hak mereka dan seharusnya diperuntukkan bagi mereka sesuai ketentuan pemerintah
pusat(Anggry Lia Indriani, 2020). Tipikor atau dikenali sebagai unit Tindak Pidana Korupsi
sempat meenyelidiki permasalahan distribusi anggaran dalam menangani covid-19 ini.

Tidak hanya itu saja, pengadaan sembako bagi public juga menjadi focus Tipikor
sehingga pemerintah daerah disiasati dengan mendetail. KPK sendiri telah memberikan
pemberitahuan terkait bansos untuk dapat disalurkan kepada masyarakat seperti seharusnya
dalam rangka penanganan covid-19 dan bukan sebagai asset pribadi pemerintah daerah yang
dapat digunakan sesuka hati(Dhika Kusuma Winata, 2020). Kepala daerah telah diberikan
kepercayaan agardapat memikul tanggungjawab sebagai seorang pemimpin yang sejati dalam
daerah nya sehingga politik praktis diharapkan tidak akan terjadi dengan mempergunakan
anggaran penanganan covid-19 oleh pemerintah pusat. Mengingat pilkada serentak yang
mendatang, politik praktis akan bermaharajalela sehingga PBJ, sumbangan, realokasi anggaran
dan bansos tidak terlaksanakan dengan efisien(Bima Yudha, 2020). Selain itu, KPK menegaskan
bahwasanya penyaluran bansos itu diestimasikan bahwasanya pasti akan terjadi penyelewengan
oleh kepala daerah. Bansos ini sendiri tidak mungkin dicurangi oleh kepala daerah sahaja,
pengadaan anggaran melalui APBN dalam rangka penanggulangan covid-19 saja menunjukkan
bau-bau kecurangan. Penyelewengan ini mencakup sehingga anggaran dan
pengalokasiannya(Blake dan Haroldaen, 1975). Melalui surat edaran terkait DTKS, atau disebut
juga Data Terpadu kesejahteraan Sosial kepada pemerintah daerah diharapkan akan membantu
KPK mengawasi mereka-mereka ini dalam pengaluran bansos kepada masyarakat
setempat(Dhika Kusuma Winata, 2020).

Mencurangi angaran bencan terhitung sebagai sebuah criminal yang berat dan dapat
dikenakan hukuman mati oleh hokum yang telah ditetapkan secara legal(Blake dan Haroldaen,
1975). Pihak kepolisian terus menerus ditekankan agar tidak lalai dalam megawasi pemerintah
daerah dalam mengalokasikan dana tersebut di jalan ang benar supaya tidak terjadi kecurangan
akan dana bansos. Daerah-daerah dengan dugaan sempat juga diselidiki oleh pihak kepolisisan
dengan pengawasan maksimal sehingga berjaya memeproleh barang bukti serta saksi(Bima
Yudha, 2020). Hal ini membuktikan bahwasanya pihak kepolisian tidak tidur dalam penjagaan
selama pandemic ini demi keamanan bansos kepada public. Sejauh ini, barang bukti yang
didapatkan oleh pihak kepolisian belum berujung kepada hasil penyelidikan dan membutuhkan
waktu dan tenaga yang lebih sehingga dapat menumpaskan tindak criminal ini sehingga ke akar-
akarnya. Menurut informasi, kasus ini terjadi hampir di seluruh daerah dan bukti-bukti yang
terkumpul memperkuat dugaan terkait kecurangan tersebut sehingga pengawasan pihak
kepolisian akan pemerintah daerah ini dimaksimalkan(Yeremia Sukoyo, 2020). Seperti kita keta
ketahui,bansos ini sendiri adalah satu-satunya sumber bagi para masyarakat setempat dalam
bertahan hidup sehari-harinya selama pandemic ini mengingat sumber penghasilan yang selama
ini menjadi mata pencarian sudah tertutup rapat dengan terjadinya PHK dan sebagainya yang
mempelesetkan ekonomi Negara.

Pemerintah, dengan kondisi ekonomi yang memprihatinkan, tetap juga memprioritaskan


public agar tetap berada dalam kondisi yang sejahtera. Inisiatif pemerintah terbilang hal yang
suci, namun telah dinodai oleh tingkah para pemerintah daerah demi kepentingan masing-masing
tanpa mengiraukan mereka yang membutuhkan dan tersiksa dengan ketidakmampuan dalam
mendapatkan keuangan untuk membiayai kehidupan. Peran Pilakda 2020 sangatlah mematikan
di kala pandemic ini dengan kemampuannya yang membuat para pemerintah daerah menjadi
tergiur untuk menggunakan anggaran penanggulaan covid-19 sebagai sumber keuangan dalam
melaksanakan kampanye mereka(Bima Yudha, 2020). Terlepas dari itu, bukti kuat yang
mengatakan pemerintah daerah melakanakan politik praktis makin terungkap dengan adanya
simbol-simbol oleh kepala daerah pada kemasan sembako untuk penanggulangan covid-19 demi
meraih empati publik dan mereka tidak sadar bahwasanya itu adalah politisasi bantuan(Blake dan
Haroldaen, 1975). Bencana yang menggenaskan ini menjadi ajang pencitraan oleh pemerintah
daerah dalam pelaksanaan pilkada 2020 mendatang. Perkara ini sangatlah membuktikan ketiada
rasanya jiwa kemanusiaan pada kepala daerah tersebut dengan melakukan kecurangan pada
bansos dan dapat dikatakan sebagai langkah tidak bermoral(Yeremia Sukoyo, 2020).

Organisasi DPRRI sendiri mengeluarkan pemberitahuan kepada masyarakat agar bersama


bersatu dalam mengawasi tindakan dan gerak gerik pemerintah daerah dalam menyalurkan
bansos kepada public mengingat Pilkada 2020 mendatang yang pastinya akan menjadi alasan
konkrit kecurangan tersebut dilakukan(Dhika Kusuma Winata, 2020). Ajang korupsi seiring
pandemic ini adalah sangat tidak manusiawi dan diharapkan oleh DPRRI agar hal tersebut tidak
terjadi dan akan diperkuatkan penanganan ajang korupsi tersebut dengan pengawasan oleh pihak
kepolisian terhadap setiap celah yang ada. Anggaran yang dialokasikan dengan nominal paling
besar adalah bansos dan pengadaan peralatan kesehatan yang dimana sudah menjadi rahsia
umum bagi pejabat bahwasanya ini adalah sumber korupsi yang paling diprioritaskan mengingat
nominal yang banyak akan mengahsilkan keuntungan yang banyak. Mark up aggaran juga dapat
terjadi mengingat penyaluran bansos tersebut membutuhkan pemerintah daerah untuk membeli
terlebih dahulu item-item yang diperlukan lalu dikemaskan dan diserahkan kepada publik. Maka
dari itu, pihak pemerintahan mengajak masyarakat bersama-sama menjaga dan mengawasi agar
tidak terjadi kecurangan yang dapat merugikan Negara(Bima Yudha, 2020).
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian yang telah dibahas, maka penulis menarik kesimpulan dimana
bansos adalah suatu kebijakan yang dikhususkan oleh pemerintah kepada public selama
pandemic ini namun telah terjadi penyelewangan menjadi kebutuhan para penggiat politik demi
kepentingan seperti yang sedang terjadi di banyak daerah. Corona disease yang terjadi
diperkirakan akan membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan dalam negeri sendiri
yang dimana juga terhitung memperihatinkan dikarenakan covid-19 berefek hingga ke
permasalahan ekonomi. Dalam satu sisi, pemerintah harus mempertimbangkan ketersediaan
kebutuhan pokok masyarakat dan memastikan anggaran dana bagi bantuan masyarakat demi
dalam pelestarian kesejahteraan masayarakat. Bentuk politisasi ini berupa seperti simbol-simbol
pada kemasan bantuan tersebut dan juga sesetengah politisi langsung turun tangan. Tipikor atau
dikenali sebagai unit Tindak Pidana Korupsi sempat meenyelidiki permasalahan distribusi
anggaran dalam menangani covid-19 ini. Kepala daerah telah diberikan kepercayaan agardapat
memikul tanggungjawab sebagai seorang pemimpin yang sejati dalam daerah nya sehingga
politik praktis diharapkan tidak akan terjadi dengan mempergunakan anggaran penanganan
covid-19 oleh pemerintah pusat. Mengingat pilkada serentak yang mendatang, politik praktis
akan bermaharajalela sehingga PBJ, sumbangan, realokasi anggaran dan bansos tidak
terlaksanakan dengan efisien. Bansos ini sendiri tidak mungkin dicurangi oleh kepala daerah
sahaja, pengadaan anggaran melalui APBN dalam rangka penanggulangan covid-19 saja
menunjukkan bau-bau kecurangan. Penyelewengn ini mencakup sehingga anggaran dan
pengalokasiannya. Ajang korupsi seiring pandemic ini adalah sangat tidak manusiawi dan
diharapkan oleh DPRRI agar hal tersebut tidak terjadi dan akan diperkuatkan penanganan ajang
korupsi tersebut dengan pengawasan oleh pihak kepolisian terhadap setiap celah yang ada.
REFERENSI

Anggry Lia Indriani. (2020). Dampak covid-19 terhadap penimbunan barang. UIN Antasari.

Bima Yudha. (2020). Cegah Penyalahgunaan Bansos untuk Kepentingan Politik. Investor Daily

Indonesia.

Blake dan Haroldaen. (1975). Critical events analysis dalam political communication: issues and

strategies for research. Terbitan London.

Brigham, Eugene F. dan Joel F. (2001). Fundamentals of Financial Management(Ed 8th).

Jakarta: Erlangga.

Dhika Kusuma Winata. (2020). KPK Kembali Ingatkan Bansos Jangan Disalahgunakan. Media

Indonesia.

Feith, Herbet dan Lance. (1970). Indonesian political thinking. Cornell University Press.

Immanuel Antonius. (2020). DPR Minta Bansos untuk Masyarakat Terdampak Corona Tak

Disalahgunakan Sebagai Kampanye Pilkada.Times Indonesia.

Mahipal. (2011). Membangun keutuhan negara kesatuan republik indonesia melalui pembinaan

ideologi dan wawasan kebangsaan. Jurnal Pedagogia FKIP Universitas Pakuan.

Masnur Tiurmaida Malau. (2014). Aspek hukum peraturan dan kebijakan pemerintah indonesia

menghadapi liberalisasi ekonomi regional: masyarakat ekonomi. Jurnal Rechts Vinding

Yeremia Sukoyo. (2020). Penyalahgunaan Bansos untuk Kepentingan Politik Marak Terjadi.

Berita Satu TV.

Anda mungkin juga menyukai