Anda di halaman 1dari 30

RESPON MASYARAKAT ACEH

TERHADAP BERITA HOAX COVID 19

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Filsafat Ilmu Sosial

Oleh

DOSEN PEMBIMBING
KATA PENGANTAR

ASSALAMUALAIKUM WR, WB.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas perkenaan-Nya lah
makalah ini dapat saya buat sampai kehadapan para pembaca, dan atas berkat rahmat
ALLAH SWT juga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Respon masyarakat
Aceh terhadap berita hoax covid 19” yang berkenaan dengan mata kuliah Filsafat Ilmu Sosial

Oleh karena itu, atas proses pembuatan makalah ini kami sangat berterima kasih kepada
berbagai pihak, terutama Dosen pembimbing yang telah memberikan arahan kepada kami dan
atas segala upaya yang telah dilakukan, kami selaku penulis mengucapkan terima kasih
banyak dan mengharapkan rahmat dan karunia ALLAH SWT atas segala kebaikan.

Kami sebagai penulis, menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, maka dari itu saya mengharapkan kritikan dan saran dari pihak yang membaca
makalah ini untuk perbaikan selanjutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

WABILLAHI TAUFIQ WALHIDAYAH ASSALAMUALAIKUM WR, WB.

Darussalam, 08 Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR...............................................................................................................I

DAFTAR ISI...........................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................3

1.3 Tujuan.......................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................4

2.1 INFORMASI COVID 19.............................................................................................4

2.2 BERITA BENAR DAN BERITA HOAX..................................................................7

2.3 BUDAYA KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH...............................................11

2.4 PENERIMAAN MASYARAKAT ACEH TERHADAP COVID 19......................16

2.5 RESPON MASYARAKAT TERHADAP BERITA HOAX COVID 19………..19

BAB III PENUTUP................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara dengan kondisi geografis sebagai negara kepulauan, hal
ini yang menyebabkan Indonesia menjadi negara multikultural. Indonesia terdiri dari
berbagai suku, bahasa, hingga agama. Keberagaman yang sudah terbentuk sejak dahulu, dan
menjadi warisan nenek moyang hingga. Salah satu warisan kebudayaan nenek moyang adalah
penerapan nilai dan norma ketimuran, yaitu nilai dan norma yang sarat dengan sopan dan
santun. Masyarakat Indonesia terkenal sangat sopan, toleransi yang tinggi, senantiasa
bergotong royong, hingga sikap tenggang rasa dan empati yang senantiasa teraplikasi pada
perilaku sehari-hari.

Budaya ketimuran memang sudah sangat terkenal dengan kesantunan dan pribadi
yang saling tolong menolong. Hal ini sudah menjadi warisan budaya luhur yang
dikembangkan dan dilestarikan kepada setiap generasi. Implikasi budaya dalam kehidupan
sehari-hari tidak lepas dari nilai-nilai religius yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Nilai-
nilai religius tetap menjadi pondasi dalam bersikap baik terhadap diri, maupun antar
masyarakat.

Implikasi nilai-nilai ini juga diterapkan masyarakat dalam menghadapi apapun yang
melanda dirinya, wilayah tempat tinggal, hingga negara Indonesia sebagai negaranya. Hal
yang akan lebih dulu dilakukan oleh masyarakat ketika mendapatkan bencana, penyakit,
ataupun cobaan lainnya adalah berdoa dan menghamba pada Tuhan berdasarkan lima agama
yang diakui.

Implikasi agama dalam kehidupan sebagai bagian dari nilai-nilai ketimuran


ditunjukkan ketika adanya wabah, seperti covid 19 ini. Dimana hampir sebagian besar
wilayah di Indonesia diharuskan melakukan pembatasan sosial, termasuk menghentikan
kegiatan beribadah di tempat ibadah. Seluruh kegiatan harus melalui prosedur protokol
kesehatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang. Sebagian
wilayah menuruti, dengan mentiadakan kegiatan keagaaman ditempat ibadah agar tidak
terjadi keramaian.

1
Covid 19 sendiri merupakan wabah yang terbilang baru di Indonesia, dimana awalnya
wabah ini menyerang kota Wuhan (China) pada akhir tahun 2019. Covid 19 merupakan virus
dari golongan corona yang gejalanya hampir mirip dengan SARS dan MERS. Ketiadaan
vaksin diseluruh dunia mengakibatkan pemutusan mata rantai penyebaran virus ini
mengalami kesulitan. Belum ada penangkal yang terbukti dapat memutus laju penularan virus
covid 19 ini, sehingga seluruh tenaga medis dunia mengerahkan segala cara untuk dapat
ditemukannya vaksin dan penangkal virus covid 19 ini.

Indonesia dan Aceh pada khususnya masih sangat awam dengan virus ini, dan wabah
seperti ini pernah ada yang disebut dengan virus spanyol tapi sudah terjadi puluhan tahun
yang lalu, sehingga masyarakat harus beradaptasi kembali dengan keadaan dunia yang
seolah-olah melambat dan memberi batasan bagi masyarakat beraktfivitas diluar rumah.
Pemerintah pusat Indonesia memberlakukan kebijakan serius yaitu menutup seluruh tempat
ibadah, dan pusat keramaian saat pendemi covid 19 ini. Tujuan dari ditutupnya tempat ibadah
adalah untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid 19 ini.

Seluruh elemen masyarakat diminta untuk saling bekerjasama dalam memutus mata
rantai penyebaran virus covid 19 ini. Salah satunya dengan melakukan pembatasan sosial,
tidak melakukan interaksi tanpa mentaati protokol kesehatan, hingga diberlakukannya
kebijakan lockdown seluruh kegiatan dilakukan dirumah tanpa interaksi langsung tanpa
terkecuali. Seluruh kegiatan meliputi penyenggara negara, sekolah, dan pekerjaan lainnya
dilakukan dari rumah atau yang dikenal dengan istilah “WFH” atau work from home.

Dampak dari seluruh kebijakan ini menjadikan masyarakat Indonesia khususnya Aceh
sangat bergantung dengan kemudahan internet dan sosial media yang ada. Keterbatasan
berinteraksi langsung menjadi seluruh informasi dan perkembangan mengenai covid 19 harus
diikuti melalui media massa yang ada. Hal ini menjadikan seluruh informasi berkembang
tanpa filter. Banyak informasi benar dan salah (hoax) tersebar bebas dan diterima bebas oleh
sebagian masyarakat, terkhusus masyarakat awam. Berita salah (hoax) yang tersebar dapat
mengakibatkan kesalahpahaman dan kekhawatiran yang berdampak pada psikis masyarakat.
Terutama pada wilayah yang terdampak dan korban dari covid 19 sendiri.

Oleh karena itu, berdasarkan penjabaran yang tersebut diatas maka yang menjadi
latarbelakang penulis menulis makalah ini adalah penulis ingin menguraikan bagaimana
respon masyarakat Aceh terhadap berita hoax yang beredar ditinjau dari segi keadaan sosial
masyarakat Aceh maupun kebudayaan yang berlangsung di masyarakat.
2
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perkembangan informasi mengenai covid 19 di Indonesia, khususnya


Aceh ?
2. Apa yang membedakan berita benar dengan berita hoax ?
3. Bagaimana budaya komunikasi yang diterapkan di Aceh ?
4. Bagaimana penerimaan masyarakat terhadap covid 19 ?
5. Bagaimana respon masyarakat Aceh perihal berita hoax mengenai covid 19 ?

1.3 TUJUAN

1. Untuk menguraikan perkembangan informasi mengenai covid 19 di Indonesia,


terkhusus Aceh
2. Untuk memudahkan dalam mengidentifikasi pembeda antara berita benar dan berita
hoax
3. Untuk menjelaskan penerapan budaya komunikasi masyarakat Aceh dari segala
aspek
4. Untuk menguraikan bagaimana bentuk penerimaan masyarakat terhadap covid 19 di
Aceh
5. Untuk memahami respon dari masyarakat Aceh mengenai berita hoax covid 19 yang
tersebar dalam beberapa waktu ini

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 INFORMASI COVID 19

Covid 19 merupakan virus dari golongan corona yang gejalanya mirip dengan virus
SARS. Dimana virus ini menyerang organ pernafasan manusia, dan virus covid 19 dianggap
baru dikarenakan penularannya dapat ditularkan melalui manusia kepada manusia. Hal ini
sejalan dengan pendapat dokter Pane (2020) coronavirus adalah kumpulan virus yang dapat
menyerang sistem pernafasan, adapun dapat menyebabkan gangguan pernafasan ringan
maupun gangguan pernafasan berat seperti paru-paru (pneumonia) meskipun berasal dari
golongan virus yang sama, covid 19 juga termasuk kedalam kelompok virus yang sama
dengan SARS dan MERS tetapi yang membedakan adalah kecepatam penyebaran serta
tingkat keparahan gejala.

Penyebaran virus covid 19 dapat ditularkan lewat cairan manusia dari mulut dan
hidung yang tertinggal, ataupun jatuh hingga cairan tersebut terpapar pada orang lain
(Fatmawati, 2020) sehingga yang menjadi tingkat kewaspadaan masyarakat adalah tidak
berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan jarak kurang dari satu meter. Selain itu, virus
covid 19 menyebar terutama melalui droplet atau percikan dahak yang keluar melalui batuk
atau bersin (Pradipta dan Nazaruddin, 2020) Penyebaran virus yang terbilang cepat dan
signifikan menjadikan pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan sosial dan menghindari
kerumunan. Gejala yang timbul akibat dari virus ini juga beragam, mulai dari gejala fisik
yang jelas seperti sesak nafas, kejang, hingga gangguan pernafasan lainnya dan saat ini mulai
ditemukan banyak penderita covid 19 yang positif terpapar virus covid 19 tetapi tidak
menunjukkan gejala fisik, dan terlihat sehat.

Adapun covid 19 rentan menyerang para lansia yang sudah memiliki riwayat penyakit
kronis yang telah lebih dulu diderita, kemudian orang-orang yang memiliki riwayat
perjalanan ke wilayah yang terdampak atau masuk dalam kategori zona merah, atau pun
kuning. Termasuk tenaga medis yang menjadi garda terdepan juga beresiko tinggi akan
terpapar virus covid 19 ini. Oleh karena itu pemerintah menerapkan beberapa kebijakan
seperti lockdown, social distancing, hingga physical distancing semua gunua menjaga jarak
dan mengurangi kerumunan masyarakat. Waktu penyebaran virus sendiri disinyalir dalam
waktu 14 hari, dimana virus mulai menunjukkan reaksi 14 hari setelah penularan virus.

4
Selain itu, penerapan budaya hidup sehat juga terus di edukasikan kepada masyarakat
sebagai langkah pencegahan mandiri di rumah. Menurut CDC (centrel for disease control and
prevention) (dalam Fatmawati, 2020) menjelaskan bahwa covid 19 dapat dicegah dengan
beberapa hal yaitu: (1) perbanyak cuci tangan, seluruh masyarakat harus mengusahakan
untuk mencuci tangan selama 20 detik dengan mengusap seluruh bagian tangan secara
keseluruhan, (2) jika tidak ada air, maka gunakan alkohol pembersih dengan tingkat alkohol
sebesar 60%, (3) menghindari kontak dengan orang yang sakit, (4) hindari menyentuh wajah
dan area hidung mulut apabila tangan tidak steril, (5) tutup mulut saat bersin atau batuk
menggunakan tisu ataupun masker, (6) membersihkan rumah dan perabotan secara rutin.
Beberapa hal tersebut dapat dijadikan langkah pencegahan mandiri pada virus ini, kemudian
sebagian berjemur pada panas pagi dan olahraga rutin juga dapat membantu menaikkan imun
tubuh, sehingga tidak mudah terserang penyakt terutama virus covid 19.

Melengkapi peralatan kebersihan saat keluar rumah juga menjadi ikhtiar atau usaha
agar terhindar dari penularan virus covid 19 ini, seperti sabun cuci tangan, hand sanitizer, tisu
basah hingga masker. Adapun masker yang memenuhi kriteria adalah masker respirator atau
N95 atau yang sering disebut dengan masker medis, namun karena keterbatasan dari masker
N95 dilapangan kemudian didukung dengan tenaga medis yang lebih membutuhkan maka
kebutuhan masker bagi masyarakat yang sehat dapat dialihkan kepada masker biasa ataupun
masker rumahan berisi tisu sebagai antisipasi pencegahan.

Covid 19 juga menimbulkan melambatnya seluruh pergerakan dunia, hal ini


beradasarkan data dari beberapa wilayah dunia bahwa seluruh kegiatan dunia berhenti,
terutama sector ekonomi industri dan seluruh regulasi keuangan dunia. Berdasarkan berita
yang dimuat dalam harian CNBC Indonesia (2020), bahwa Amerika sebagai pusat ekonomi
terbesar menunjukkan angka pengangguran sebesar 4,4% sejak Maret dan termasuk yang
tertinggi sejak tahun 2017, tidak hanya Amerika jumlah peningkatan pengangguran juga
diikuti oleh Australia, Korea Selatan. Artinya hamper seluruh sentral ekonomi industri dunia
mengalami kerugian dan kemunduran selama pendemi ini. Hal ini menjadikan seluruh dunia
sedang mengusahakan untuk dapat kembali bangkit dan beradaptasi dengan kenormalan yang
baru atau yang saat ini telah muncul istilah “new normal”. New normal dicanangkan sebagai
langkah dari pembiasaan terhadap pendemi. Beberapa bagian wilayah Indonesia yang merasa
aman dan siap sudah mulai menerapkan “new normal” dengan beberapa aturan salah satunya
dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat dan beberapa aturan lain yang mendukung.

5
Seperti pembatasan sosial, aktivitas yang tidak terlalu lama diluar ruangan dan durasi
interaksi yang sebentar, serta tidak dengan sengaja membentuk atau mendekati kerumunan.

Oleh karena itu, banyak masyarakat yang akhirnya melakukan kegiatan pertahanan
pangan dengan saling bahu membahu meringankan beban pangan dengan bantuan, selain itu
masyarakat juga diberikan sosialisasi mengenai cara bertahan dimasa pendemi dan adaptasi
setelah pendemi. Dimana dampak dari pendemi adalah pergerakan dunia melambat,
dibutuhkan waktu untuk dunia kembali pulih. Sehingga dibutuhkan adaptasi dan cara
bertahan mandiri yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Misalnya dengan memanfaatkan
kemudahan internet dan teknologi sebagai sumber pendapatan dan ruang kerja yang fleksibel.
Memanfaatkan setiap peluang yang bisa dilakukan sebagai kegiatan produktif, membiasakan
hidup dengan kenormalan yang baru.

Selain itu, beberapa masyarakat juga terus memberikan edukasi kepada masyarakat
mengenai virus covid 19 dari sisi penguatan psikis, perkembangan berita saat ini menegaskan
bahwa covid 19 merupakan virus yang berbahaya dan siapapun yang tertular akan kecil sekali
harapan hidupnya. Informasi ini menjadikan masyarakat menjadi stress dan dapat
menurunkan imun tubuh. Daya tahan imun merupakan aspek terpenting dalam menangkal
virus, hal ini dikarenakan virus akan mudah menyerang orang-orang dengan daya imun yang
rendah. Pikiran dapat mempengaruhi sistem daya imun tubuh maka setiap masyarakat harus
diberikan asupan informasi yang bergizi, sehingga tetap menjaga masyarakat dalam keadaan
“waras” secara pikiran. Imun masyarakat bukan hanya kewajiban bagi masyarakat itu sendiri,
melainkan menjadi kewajiban bersama. Seluruh masyarakat harus saling menguatkan satu
sama lain, hal ini termasuk kedalam pemutus rantai penyebaran virus covid 19. Ketika sistem
imun masyarakat baik, dan stabil atau seimbang maka akan menekan proses penyebaran virus
covid 19 ini.

Oleh karena itu, seluruh masyarakat harus mampu menjaga stabilitas dari seluruh
aspek yang mungkin rentan dan dapat menjadi jalan atau media penularan virus covid 19,
kerjasama dan saling mengingatkan menjadi penting dalam keadaan pendemi ini, sesuai
dengan tentunya dengan saling merangkul seluruh masyarakat satu sama lain untuk saling
menguatkan dan memberikan energi positif agar dapat melewati pendemi ini bersama, sesuai
dengan nilai luhur bangsa Indonesia “saling bergotong royong” dalam memikul segala beban
yang melanda.

6
2.2 BERITA BENAR DAN BERITA HOAX

Informasi merupakan asupan paling penting bagi seluruh masyarakat, tanpa


terkecuali. Informasi dekat hubungannya dengan komunikasi dan interaksi. Apabila manusia
melakukan komunikasi dan interaksi dengan sekelilingnya maka sudah dipastikan
membutuhkan informasi. Setiap makhluk hidup pasti membutuhkan informasi, hal ini untuk
mendukung keeberlangsungan hidup manusia. Sejalan dengan Gordon (dalam Wahyono,
2014) menjelaskan bahwa informasi merupakan data yang telah diolah agar berguna bagi
penerimanya dan bersifat nyata. Berdasarkan pengertian informasi yang dijabarkan oleh
Gordon tersebut, maka informasi memiliki makna sebagai suatu hal yang berguna bagi
penerimanya.

Informasi biasanya berisi berita bagi masyarakat. Biasanya berita yang beredar
dimasyarakat tidak memiliki filter khusus, artinya berita yang tersebar dapat berupa berita
yang benar yaitu berita yang sesuai dengan kenyataan dilapangan dan bersifat faktual serta
dapat dipertanggung jawabkan kebenaran kan isi dari beritanya. Berita yang benar dan hoax
sering tertukar, hal ini dikarenakan berita yang berita hoax telah lebih dulu menyebar
sebelum berita benar menyebar, penyebaran yang signifikan merupakan hasil dari kemudahan
media massa salah satunya internet dimana seluruh informasi berita tersebar luas tanpa batas
dan filter. Filter dari media adalah para pembaca dan penikmat berita itu sendiri, seluruh
penikmat berita dituntut untuk dapat bijak dalam menanggapi setiap berita yang masuk dan
beredar agar tidak menjadi sumber permasalahan baru bagi dirinya, dan orang lain
disekitarnya.

Kecanduan media sosial serta kebijakan pembatasan sosial dan interaksi menjadikan
berita benar dan hoax laris dikonsumsi oleh banyak pihak. Seluruh masyarakat berharap
mendapatkan berita yang benar, karena hanya dengan mengandalkan media massa dan media
sosial masyarakat bisa mendapatkan perkembangan berita mengenai covid 19 sehingga tidak
memiliki filter khusus dalam memilah informasi.

Berita hoax adalah berita palsu yang dikemas seolah-olah sebagai berita yang nyata.
Hal ini sejalan dengan Gumilar, adiprasetyo, dan maharani (2017) yang menjelaskan bahwa
berita hoax merupakan berita palsu yang ditujukan untuk merekayasa berita sebenarnya.
Artinya pengemasan berita hoax sangat rapi hingga terlihat menyakinkan. Kecangihan dan
kemjuan teknologi menjadikan berita hoax mudah sekali tersebar, sehingga pembaca yang
cerdas harus memperhatikan sumber dari berita yang tersebar. Salah satunya dengan
7
memperhatikan website atau media massa penerbit berita merupakan sumber yang resmi atau
justru sumber berita abal-abal. Berita benar yang beredar biasanya didukung oleh website
resmi pemerintah, dan diterbitkan oleh pihak yang dapat dimintai pertanggung jawaban atas
berita yang beredar misalnya dokter atau ahli dan lembaga yang berwenang atas penjelasan
mengenai pendemi.

Beberapa usaha dalam meredam berita hoax telah dilakukan, seperti pemaparan
Perkasa, Gual, dan Nugraheny (dalam Wibowo, 2017) yaitu verifikasi data dan pemblokiran
situs oleh kemenkominfo, verifikasi perss, hingga pembentukan komunitas anti hoax. Upaya
peredaman hoax sudah diterapkan, namun penyebaran berita hoax tetap menjadi masalah
utama dalam media massa.

Selain itu, menurut Wibowo (2017) upaya peredaman hoax dapat dilakukan dengan
edukasi mengenai peningkatan literasi, sehingga masyarakat pengguna media massa dan
media sosial diharusnya memiliki kemampuan literasi yang tinggi. Masyarakat harus
membaca dari berbagai sumber, tidak serta merta menyakini satu sumber rujukan saja.
Tujuan dari membaca dari banyak sumber rujukan adalah agar dapat menimbang informasi
yang didapatkan satu sama lain. Semakin banyak informasi pendukung yang relevan, maka
semakin jelas berita yang diterima. Sejalan dengan Aditiawarman dan Raflis (2019) yang
menjelaskan bahwa pembaca tidak mudah terprovokasi atas berita yang beredar, dan harus
memegang prinsip bahwa tidak semua yang ada didalam internet adalah benar kemudian
jangan mempercayai mitos, hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia masih kental dengan
budaya mempercayai mitos. Apabila beberapa hal tersebut dapat dilakukan oleh seluruh
masyarakat, maka akan menekan angka tersebarnya hoax dimasyarakat.

Fenomena berita hoax masih tergolong tinggi dan menjamur di Indonesia, hal ini
merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail Fahmi (dalam Gumilar, Prasetyo, dan
Maharani, 2017) dengan penelitian drone emprit-software engine yang hasilnya adalah
sebagai berikut 92,42% hoax di Indonesia tersebar melalui sosial media seperti twitter,
facebook, instagram, dan path, kemudian 62,80% berita hoax tersebar melalui aplikasi
chating seperti whatsaap, line, dan telegram dan 34,90% hoax tersebar melalui situs web.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa berita hoax tersebar luas melalui
media yang ada pada intenet. Perkembangan berita hoax yang signifikan disbanding berita
benar merupakan fenomena yang mengkhawatirkan, dimana sebagian besar masyarakat
masih minim literasi dan mudah mempercayai berita yang tersebar bebas. Hal ini semakin

8
diperparah dengan pengguna media sosial sebagian besar adalah usia produktif yang
seharusnya diberikan informasi yang edukatif dan bergizi. Berita hoax akan memberikan
dampak yang signifikasin, salah satunya adalah dapat membodohi pembacanya apabila berita
hoax yang berkembanga hampir 90%, selain itu juga dapat menyebabkan fitnah tersebar
kemana-mana dan tidak menutup kemungkinan terjadinya perpecahan dari pihak-pihak yang
berhasil dipropaganda dan dirugikan (Aditiawarwan dan Raflis, 2019).

Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi berita hoax tetap eksis dalam media
sosial maupun media massa adalah salah satunya diuntungkannya beberapa pihak atas
tersebarnya berita hoax. Selain itu terdapat beberapa alasan lain yang menyebabkan hoax
tetap eksis dimasyarakata adalah (1) Jurnalistik yang lemah, maksudnya adalah proses
pemberitaan tidak terbiasa dengan tahapan verifikasi, cek dan recheck sehingga
menyebabkan konten hoax tersebar luas tanpa filter, media yang resmi dan benar tergerus
begitu saja dengan berita hoax yang lebih eksis, (2) kondisi ekonomi yang lemah, mengarang
berita dan tidak mempertimbangkan dampak berita kemudian mendapatkan fee dari berita
menjadikan banyak oknum yang juga dengan bebas turut menyebarkan berita hoax, (3)
kehadiran internet, (4) kemunculan media abal-abal yang tidak memperhatikan etika
jurnalistik dengan baik, (5) kualitas pendidikan menjadikan standar bagaimana seseorang
dapat menyaring dan memilah isi berita, (6) rendahnya literasi media menjadikan pembaca
tidak melakukan cek data kebenaran dari berita yang didapatkan (Aditiawarman dan Raflis,
2019)

Berita hoax sendiri apabila disoroti pada sudut pandang Islam merupakan tindakan
yang menyalahi beberapa ayat didalam Al-Qur’an. Salah satu ayat Al-Qur’an yang
menegaskan bahwa hoax adalah tindakan yang dilarang adalah QS. Hujurat ayat 6 yang
berbunyi “ wahai orang-orang yang beriman, apabila dating seseorang yang fasiq dengan
membawa berita maka periksalah dengan teliti maka kalian tidak akan menimpakan musibah
pada suatu kaum karena kebodohan, sehingga kalian menyesali perbuatan kalian”
berdasarkan potongan ayat tersebut, pesan yang disampaikan adalah kita diharuskan berhati-
hati dalam menyerap informasi dan menyebarkan informasi tersebut. Setiap tindakan
menyebarkan informasi hoax artinya sedang menyebarkan informasi palsu yang tidak bisa
dipertanggung jawabkan. Apabila informasi tersebut diikuti dan menyebabkan kericuhan pad
sebagian kelompok orang maka perbuatan tersebut masuk kedalam kategori zholim terhadap
saudara seiman.

9
Sebagian orang sengaja menyebarkan informasi hoax dengan tujuan untuk
mengelabui sebagian orang agar tidak melakukan tindakan yang seharusnya dengan
melakukan tindakan sebaliknya yaitu informasi berdasarkan berita hoax. Tujuan lainnya
adalah untuk membuat masyarakat menjadi merasa tidak aman, nyaman, dan tertekan
(Gumilar, Prasetyo, dan Maharani, 2017). Terdapat oknum-oknum tertentu yang diuntungkan
dengan berkembangnya berita hoax ini, berita hoax sendiri cenderung beredar ketika situasi
yang sedang memanas dan trending, sebagai contoh situasi politik seperti saat musim
demokrasi, untuk memecah dan menjatuhkan salah satu kubu maka berita hoax adalah
kemudahan jalan bagi mereka, kemudia saat pendemi saat ini, covid 19 sebagai virus yang
terbilang baru dan belum ditemukannya vaksin untuk pertahanan kesehatan masyarakat
dimanfaatkan sebagian oknum untuk menyebarkan hal-hal tidak benar mengenai vaksin dari
virus ini mulai dari tidak dibutuhkannya vaksin, hingga konspirasi bisnis dibalik pendemi.

Sesuai dengan tujuan dari disebarkannya berita hoax adalah untuk mengelabui
masyarakat demi keuntungan rating berita maka seberita hoax dikemas dengan sangat rapi
dan sebagian oknum yang berani juga mencantumkan berita dengan atas nama beberapa
orang yang berwenang. Hal ini diperkuat oleh pendapat Aditiawarman dan Raflis (2019)
bahwa hoax sengaja dipesan oleh sekelompok oknum tertentu yang tidak bermoral dan
memanfaatkan situasi tertentu dengan dalih kepentingan tertentu.

Meskipun berita hoax cenderung tersebar melalui media massa online ataupun media
sosial, tetapi akibat dari merebaknya berita ini juga dirasakan oleh sebagian besar masyarakat
awam yang tidak menggunakan perangkat eletronik dan internet. Media penyebarannya pun
dilakukan secara tradisional, melalui interaksi sesama masyarakat secara langsung atau yang
sering disebut dengan dari “mulut ke mulut”. Sehingga menyebabkan berita hoax tidak hanya
didengar dan dikonsumsi oleh masyarakat pengguna teknologi internet melainkan masyarakat
awam juga. Akibatnya berita hoax akan dikonsumsi oleh masyarakat dengan mudah dan tidak
terbatas, hingga sebagian hingga keseluruhan masyarakat sulit membedakan informasi yang
valid dengan yang tidak valid.

Maka dari itu, setiap masyarakat harus membudayakan untuk cerdas dan giat literasi,
hal ini untuk menekan tingkat penyebaran hoax di Indonesia terutama Aceh agar semakin
menurun dan seluruh masyarakat Indonesia khususnya Aceh dapat menikmati berita dari
sumber terpercaya dan valid. Filter berita benar dan hoax hanya dapat dilakukan oleh
masyarakat atau penikmat berita. Sehingga upaya memfilter seluruh berita yang masuk

10
merupakan tugas bersama. Dan tindakan keras yang diberikan kepada penyebar berita hoax
juga dapat menjadi langkah untuk meredam tersebarnya berita hoax dimasyarakat. Misalnya
dengan memberikan sanksi kurungan penjara dan denda uang tunai sebagai akibat dari
tindakan menyebarkan berita yang tidak benar. Sehingga filter dalam memerangi berita hoax
adalah kerjasama banyak pihak terutama generasi muda produktif yang melek akan teknologi.

2.3 BUDAYA KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH

Budaya adalah sebuah kebiasaan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan
dengan berdasarkan nilai dana norma yang berlaku didalam masyarakat. Budaya juga
merupakan turunan yang diberikan kepada setiap generasi dan memiliki perubahan seiring
dengan perkembangan zaman (Juddi, 2019) budaya dapat disebut sebagai warisan dari nenek
moyang yang dijadikan nilai dan tatanan hidup. Sejalan dengan Eppink (dalam Setiawati,
2008) menjelaskan bahwa kebudayaan mengandung makna keseluruhan baik dari nilai,
norma, dan struktur sosial dan nilai-nilai religius, serta pernyataan artistik yang menjadi ciri
khas dari masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang menganut system
kebudayaan ketimuran, selain itu budaya masyarakat yang religius juga menjadikan
masyarakat Indonesia khususnya Aceh hidup dalam budaya yang sarat makna dengan
keagamaan. Aceh sendiri merupakan wilayah dengan mayoritas masyarakatnya beragam
Islam, sehingga budaya yang berlangsung pun budaya dengan latar belakang Islam.

Budaya keIslaman sudah menjadi nafas bagi masyarakat Aceh, hal ini sesuai dengan
sejarah Aceh sebagai daerah dengan kerajaan Islam terbesar, dan disnyalir sebagai pintu
masuk Islam pertama yang sampai di Indonesia. Oleh karena itu, kebudayaan yang
berlangsung dalam masyarakat Aceh tidak pernah lekang dari kebudayaan Islam. Seluruh
nilai dan norma disesuaikan dengan aspek Islam. Pembudayaan akan islam dalam kehidupan
masyarakat Aceh merupakan penumbuhan karakter yang menurut masyarakat adalah sesuatu
yang harus dikembangkan dan dipertahankan. Hal ini sesuai dengan salah satu syair arab
(dalam Marzuki, 2020) yaitu “sesungguhnya eksistensi dan kelangsungan hidup suatu
ummah berkaitan erat dengan nilai (value), akhlak, dan karakter. Apabila ketiga hal tersebut
hilang, maka hilanglah eksistensi dari ummah tersebut” maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa karakter merupakan hal yang penting untuk dikembangkan, terutama karakter yang
sesuai dengan jati diri budaya masyarakatnya terkhusus Aceh yaitu Islam.

11
Salah satu implikasi budaya yang berlangsung adalah pola komunikasi yang
diterapkan pada masyarakat Aceh. Maksud dari pola komunikasi ini adalah bagaimana
masyarakat berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Budaya akan sarat hubungannya dengan
komunikasi yang terbentuk dimasyarakat. Hal ini sejalan dengan Setiawati (2008) yang
mengungkapkan bahwa budaya adalah komunikasi, dan komunikasi merupakan budaya. Hal
ini dikarenakan kebudayaan dapat dibentuk dengan cara berkomunikasi (Adhitama, 2017)
maka komunikasi yang baik antar masyarakat dapat membentuk kebudayaan yang baik pula.

Kebudayaan dalam komunikasi akan membentuk pola komunikasi baru yang semakin
baik pula, mengikuti kebudayaan yang melekat didalam masyarakat tersebut. Sebagai contoh,
budaya komunikasi yang berlangsung pada masyarakat Aceh harus sesuai dengan nafas
Islami, sehingga pola komunikasinya harus berdasarkan budaya keislaman. Misalnya tidak
berteriak didepan orang tua terutama guru, tidak berkomunikasi bebas dengan lawan jenis
jika tidak perlu, berkomunikasi dengan memperhatikan adab misalnya tidak tertawa bebas
diluar bagi wanita, tidak duduk berkumpul berinteraksi dengan lawan jenis ditempat tertutup,
berdua-duaan bagi lawan jenis, dll. Beberapa kebudayaan tersebut membentuk pola
komunukasi yang menjadi karakter masyarakat Aceh. Sehingga masyarakat memiliki batasan
dalam berkomunikasi, batasan ini disesuaikan dengan aturan Islam sebagai landasan bersikap
masyarakat yanag masuk dalam kebudayaan masyarakatnya.

Komunikasi merupakan proses bertukar informasi antara satu orang dengan orang
lainnya sebagai pola interaksi yang terjalin satu sama lain. Interaksi yang terjalin didalam
komunikasi menggunakan bahasa sebagai media interaksinya. Komunikasi juga dapat disebut
sebagai sarana bagi individu dalam menyesuaikan diri dengan sub-budaya yang berbeda atau
asing dengan kebudayaannya (Adhitama, 2017). Selain itu, komunikasi juga diartikan sebagai
media atau sarana dalam berhubungan satu orang dengan orang lainnya dengan
mengembangkan pikiran, dalam ruang batas waktu (Charles Coley, dalam Setiawati, 2008)
sehingga didalam komunikasi terjadi peristiwa pertukaran informasi dari pemberi informasi
kepada penerima informasi hingga adanya umpan balik (Adhitama, 2017). Proses
komunikasi tidak lepas dari kebudayaan yang berlangsung didalam masyarakat. Hal ini
menjadikan pola komunikasi juga ditentukan oleh bahasa yang digunakan didalam
komunikasi berdasarkan nilai dan budaya yang dianut masyarakat.

12
Komunikasi tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak dibarengi dengan bahasa
yang komunikatif diantara masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan Farady dan Sierjames
(dalam Hidayat dan Hafiar (2019) yang mengungkapkan bahwa bahasa merupakan alat
interaksi yang digunakan sebagai ruang tumbuh nilai sosial. Bahasa menjadi ciri khas atau
karakter tersendiri yang dari masyarakat. Budaya berbahasa dalam pola komunikasi dapat
menjadi penentu apakah komunikasi yang terjalin sudah berjalan dengan baik atau tidak.
Karena budaya dapat dirumuskan, ditransimisikan, dibentuk dan dipelajari melalui
komunikasi (Pramsky, dalam Adhitama, 2017). Sehingga komunikasi untuk proses
pembudayaan akan berlangsung dengan baik apabila pola komunikasi dapat diterima dan
sesuai dengan kebudayaan asal.

Pembiasaan pola komunikasi pada masyarakat Aceh pada khususnya membentuk


kebudayaan pola komunikasi berantai. Sehingga masyarakat bersosial dengan cara
mendengar dari satu sumber dan disampaikan kepada penerima informasi secara berantai.
Pola komunikasi ini sudah menjadi warisan bagi kebudayaan Indonesia dan Aceh pada
khususnya. Biasanya informasi ini diberikan atau disebarkan oleh salah satu petuah kampung
yang dipercaya oleh masyarakat, sehingga apapun yang dikatakan oleh petuah kampong
kerap dijadikan perpanjangan fatwa dari pemimpin yang lebih tinggi. Komunikasi juga
terbagi menjadi dua yaitu pola komunikasi langsung dan tidak langsung (Corey, dalam
setiawati, 2008) masyarakat menerapkan dua pola komunikasi ini secara bersamaan. Seiring
perkembangan waktu, masyarakat mulai mengenal pola komunikasi massa. Dimana
masyarakat tidak lagi mengandalkan pesan berantai untuk mendapatkan informasi, tetapi
dengan bantuan media massa yang dapat tersebar luas.

Pola komunikasi massa yang digunakan didalam masyarakat tidak serta merta
meninggalkan pola komunikasi berantai. Masyarakat masih membahas dan mengabarkan
informasi yang didapat melalaui media massa secara langsung kepada masyarakat ketika
berkomunikasi. Artinya seluruh pola yang baru membentuk budaya yang baru didalam
masyarakat dan menggabungkan penerapannya didalam kehidupan sehari-hari. Arti
komunikasi massa menurut Mulyana (2016) yaitu proses komunikasi yang dilakukan dengan
media komunikasi dengan berbagai tujuan komunikasi agar tersampaikannya informasi
kepada khalayak luas. Hal menjadikan dalam penerapan komunikasi massa dibutuhkan media
sebagai penyokonh komunikasi secara tidak langsung, seperti media sosial, Koran, dll.

13
Menurut McQuail (dalam Mulyana, 2016) proses dari komunikasi massa adalah
sebagai berikut :

1. Melakukan distribusi dan penerimaan informasi dalam skala besar, artinya dalam
pemberitaan informasi distribusinya dilakukan secara serentak dan besar.
2. Proses komunikasi cenderung dilakukan dengan model satu arah, yaitu
komunikator dengan komunikan dan sifat informasinya terbatas.
3. Proses komunikasinya bersifat asimetris maknanya komunikasi bersifat
sementara.
4. Proses komunikasi bersifat impersonal atau non pribadi dan anonim.
5. Proses komunikasi massa dilakukan berdasarkan pada kebutuhan masyarakat akan
informasi yang akan disampaikan.
Merujuk pada proses komunikasi yang dijelaskan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
proses komunikasi yang berlangsung didalam masyarakat menggunakan pola komunikasi
massa.

Komunikasi massa terbagi menjadi menjadi beberapa sifat, yaitu komunikasi bersifat
umum, dan komunikasi massa bersifat heterogen. Menurut penjabaran Setiawati (2008) pesan
komunikasi yang disampaikan melalui media massa terbuka dan dapat dinikmati oleh
khalayak ramai, dan berita yang dikabarkan tidak benar-benar transparan disebut dengan
komunikasi massa yang bersifat umum, sedangkan komunikasi massa yang bersifat heterogen
massa yang dijadikan target merupakan massa yang heterogen, yaitu orang-orang yang
berhubungan dengan tidak saling mengenal. Pola komunikasi massa yang berlangsung di
masyarakat kemudian didukung dengan pola komunikasi berantai, menjadikan masyarakat
dapat memperoleh informasi secara bebas dan tanpa hambatan.

Seiring berkembangnya teknologi dan internet, pola komunikasi yang diterapkan


dimasyarakat semakin berkembang luas. Komunikasi yang terjalin juga melalui media
teknologi, seluruh informasi bisa didapatkan dalam hitungan jam bahkan menit. Informasi
yang didapatkan tidak memiliki batasan tertentu, komunikasi yang terjalin pun mulai
beragam yaitu komunikasi langsung maupun tidak langsung.

Budaya komunikasi masyarakat Aceh dengan pola komunikasi berantai, kemudian


didukung oleh pola komunikasi massa dengan media tertentu membentuk pola komunikasi
baru pada masyarakat Aceh. Terutama pada masyarakat awam yang belum terlalu mengenal
teknologi. Dibutuhkan adaptasi yang kompleks terhadap perubahan budaya dari budaya asal
14
kepada budaya yang baru. Masyarakat tidak hanya beradaptasi pada budaya komunikasi,
melainkan pada pola komunikasi yang baru.

Kemudahan yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi dalam pola komunikasi


menjadikan masyarakat Aceh semakin cepat dalam mengkonsumsi informasi, dan
komunikasi pada masyarakat lainnya. Pola komunikasi berantai juga semakin diimplikasikan
dengan baik melalui bantuan teknologi. Berita yang sampai juga beragam, mulai dari berita
yang benar hingga yang tidak benar. Penyebaran berita yang tidak benar dalam masyarakat
didukung oleh pola komunikasi berantai tanpa filter yang masih menjadi budaya bagi
masyarakat Aceh dan berkembang hingga saat ini.

Hal ini mempengaruhi keadaan sosial budaya masyarakat Aceh, dimana masyarakat
semakin candu dengan kemudahan yang ditawarkan oleh internet dan teknologi. Masyarakat
seolah memiliki pembatas untuk berdiskusi langsung dan memastikan setiap berita yang
beredar secara langsung. Masyarakat Aceh terkenal dengan budaya Tabayyun dimana seluruh
permasalahan dan informasi yang beredar dicek dan dipastikan kebenarannya, hal ini untuk
menghindari kesalahpahaman yang terjadi antar masyarakat. Namun seiring perkembangan
teknologi masa kini, mulai tumbuh budaya baru yaitu “menggenggam dunia” maksudnya
seluruh informasi dapat diterima dan dikonsumsi dengan cepat. Akibatnya sebagian
masyarakat semakin meninggalkan budaya tabayyun dan mulai berani menghakimi orang lain
mudah diprovokasi.

Berangkat dari pola komunikasi berantai hingga timbul pola komunikasi yang baru
dengan budaya masyarakat yang baru kemudian membentuk masyarakat menjadi mudah
terprovokasi dengan berita atau informasi yang tidak benar. Landasan dasar Islam yang dulu
dipegang sebagai prinsip pun mulai memudar. Oleh karena itu, budaya asli dalam komunikasi
yang mulai memudar dan perilaku mudah terprovokasi inilah yang menjadi ladang bagi
beberapa oknum untuk menyebarkan informasi yang tidak benar. Masyarakat yang tidak
memfilter serta mempercayai sepenuhnya informasi yang disajikan media massa dan media
sosial menjadikan masyarakat mudah sekali menerima segala informasi yang tersebar luas.

Akibatnya kemudahan yang diberikan teknologi tidak hanya memberikan dampak


positif, melainkan juga negatif bagi masyarakat. Terutama pada perubahan budaya dan
tatanan kebudayaan sosial masyarakat yang baru. Provokasi yang dikhawatirkan dari pola
komunikasi yang baru dan media eletronik yang memudahkan masyarakat dikhawatikan
menyebabkan keributan antar masyararakat. Selain itu, masyarakat akan keluar dari jati diri
15
nya sebagai masyarakat yang memegang prinsip kebudayaan timur. Artinya seluruh
masyarakat tidak dibenarkan untuk menghakimi satu sama lain. Tetapi apabila masyarakat
tidak segera mengedukasi dan menyadari hingga terbawa oleh arus komunikasi yang tidak
sehat ini dikhawatirkan budaya ketimuran masyarakat Indonesia terkhusus Aceh akan
tergerus dan digantikan dengan kebudayaan baru yang tidak sehat. Kebudayaan komunikasi
barat dengan timur sangat berbeda, dan tidak bisa diterapkan dalam wilayah yang sama
dengan kebudayaan asal yang sudah lebih dulu melekat, akibatnya perpecahan menjadi
momok yang tidak bisa dihindarkan dan pembodohan publik akan semakin merajalela tanpa
batas.

2.4 PENERIMAAN MASYARAKAT ACEH TERHADAP COVID 19

Masyarakat Aceh merupakan masyarakat yang beriman. Maksud dari beriman adalah
seluruh yang terjadi dikaitkan sebagai teguran dari yang Maha kuasa agar masyarakat lebih
mawas diri dan menjadi lebih baik. Masyarakat beranggapan bahwa wabah atau bencana
yang melanda negerinya adalah bagian dari teguran Allah SWT sebagai bahan untuk
bertaubat dan mengingat setiap dosa yang sedang diperbuat masyarakat diwilayah mereka.

Hal ini tampak dari seruan para ulama Aceh yang langsung menyerukan untuk
menggelar doa bersama dan zikir bersama agar wabah ini segera berakhir dan Indonesia,
Aceh pada khususnya dapat kembali pada keadaan normal seperti sedia kala sebelum adanya
wabah atau pendemi ini. Para ulama juga menyerukan agar masyarakat mematuhi seluruh
himbauan pemerintah untuk tidak mendekati keramaian dan berkumpul apabila tidak
memiliki hajat yang penting.

Seluruh masyarakat menjadikan ulama sebagai orang yang harus didengar dan
dipatuhi, sehingga ketika seruan untuk mematuhi kebijakan pemerintah ini benar-benar
dilakukan oleh masyarakat. Sebagian masyarakat mendukung kebijakan pemerintah dengan
mengingatkan dan menjaga kampung dari pendatang, hingga memberlakukan lockdown
kampong, menyemprot disenfektan, hingga menyediakan fasilitas cek suhu dan cuci tangan
bagi para masyarakat desa.

Upaya yang dilakukan masyarakat ini merupakan upaya penerimaan masyarakat


terhadap covid 19 ini. Masyarakat menyadari bahwa pemutusan rantai penyebaran virus
covid 19 ini harus segera dituntaskan dengn memutus dan menjaga seluruh kemungkinan

16
peluang terjangkitnya virus. Masyarakat juga melakukan langkah pertahanan baik dari sektor
pangan hingga ekonomi. Penguatan sektor pangan ialah masyarakat mengadakan gotong
royong membantu masyarakat yang kehilangan pekerjaan dengan memberikan sembako,
adapun pembiayaan ini berasal dari pendapatan masyarakat itu sendiri.

Selain itu, perangkat desa dan seluruh jajarannya juga mengadakan edukasi yang
mudah diterima bagi masyarakat. Seperti pengenalan apa itu covid 19, kemudian bagaimana
langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk terhindar dari covid 19, hingga langkah-
langkah isolasi mandiri yang dapat dilakukan oleh masyarakat apabila memiliki riwayat
bepergian keluar daerah yang terindikasi zona merah. Masyarakat membutuhkan adaptasi
terhadap kenormalan yang baru, sehingga dibutuhkan edukasi-edukasi secara kontiniu kepada
seluruh masyarakat agar tidak merasa tertekan dan panik.

Kemudian dalam pengembangan sektor ekonomi kreatif dan sebagai langkah


pertahanan dari terbatasanya alat-alat kesehatan, seperti masker, hand sanitizer, kemudian
sabun cuci tangan menyebabkan harga dipasar melambung. Berdasarkan himbauan PLT
gubernur Aceh, seluruh industri rumah tangga yang mampu menjahit dikerahkan untuk
menjahit masker kain sendiri, meskipun masker ini tidak seseteril masker medis seperti N95
tetapi untuk menghadapi kelangkaan masker dan upaya pencegahan bagi masyarakat yang
sehat masker kain dianjurkan untuk dipakai. Hal ini bertujuan untuk menaikkan pendapatan
rumah tangga yang terdampak covid 19, sehingga perputaran keuangan tetap berjalan
meskipun tidak sebesar saat sebelum pendemi.

Banda Aceh pada khususnya juga memberlakukan jam malam, sebagai upaya
pembatasan sosial masyarakat. Sehingga saat malam hari, masyarakat tidak lagi melakukan
berbagai aktivitas diluar rumah. Tetapi kebijakan ini menuai pro dan kontra, bagi sebagian
orang merasa bahwa kebijakan ini berlebihan dan menyulitkan masyarakat dan
mengembalikan masyarakat Aceh pada trauma masa lalu, beberapa yang setuju merasa
bahwa langkah ini dirasa tepat dikarenakan masyarakat mulai memadati warung kopi saat
malam, sehingga ketika diterapkam kebijakan jam malam dapat menekan jumlah warga yang
memadati warung kopi. Hingga kebijakan ini dicabut diberlakukan jam normal seperti
biasanya, pembatasan dan aturan ketat saat beraktivitas juga diterapkan sebagai upaya
pencegahan.

Pemerintaah Banda Aceh mewajibkan seluruh masyarakat beraktivitas diluar ruangan,


untuk menggunakan masker. Adapun sanksi yang diberikan ketika tidak menggunakan
17
masker adalah KTP orang yang bersangkutan untuk ditahan. Kebijakan ini kemudian
mendapatkan dukungan oleh seluruh masyarakat, terbukti dari seluruh masyarakat yang
beraktivitas menggunakan masker. Selain itu, pemerintah kota dan para relawan juga
membagikan masker gratis kepada para pengendara dan pedagang yang tidaka menggunakan
masker serta diselingi dengan memberikan edukasi terhadap masyarakat awam bahwa virus
covid 19 masih ada di Aceh.

Aceh merupakan wilayah yang terindikasi covid 19 sebanyak 20 orang, jumlah 20


orang membuat masyarakat semakin menjaga dan memberikan semangat bagi keluarga
terdampak dengan berbagai dukungan. Hingga munculnya penderita yang positif namun
tanpa gejala. Fenomena ini menjadikan tingkat kewaspadaan masyarakat meningkat. Lebih
selektif terhadap seluruh tamu yang datang yang berasal dari luar daerah dengan zona merah.
Pemerintah provinsi juga menerapkan sistem blockade terhadap para pemudik yang datang
dari luar kota. Hal yang dilakukan adalah dengan menutup daerah perbatasan, seluruh
kendaraan umum dan pribadi yang berasal dari daerah lain tidak dibenarkan masuk kedalam
wilayah Aceh. Bukannya hanya jalur darat, tetapi juga jalur laut dan udara.

Pembatasan kedatangan pengunjung ini menjadi langkah efektif, dikarenaka


berdasarkan berita yang beredar, banyak penderita positif covid 19 adalah yang melakukan
riwayat bepergian ke daerah zona merah. Sehingga pembatasan kedatangan tamu dari
berbagai daerah dapat menekan angka penularan virus covid 19 ini. Pemusatan penutupan
daerah perbatasan dilakukan saat hari raya idul fitri. Hal ini dikarenakan banyak pemudik
yang akan melakukan pulang kampunng Ke Aceh, sehingga lonjakan pendatang akan naik
drastis dan tidak menutup kemungkinan penyebaran virus covid 19 juga akan naik signifikan.
Oleh karena itu, diambil kebijakan pembatasan pendatang.

Produksi hand sanitizer dan pengadaan rapid test kerjasama pemerintah dengan salah
satu perguruan tinggi yang ada di Aceh menjadikan salah satu langkah pasti dan upaya yang
serius bahwa Aceh akan mencoba bangkit dari rantai penyebaran virus covid 19. Hand
sanitizer yang dijual dengan harga melambung dikarenakan kelangkaan, hadirnya hand
sanitizer buatan lokal menjadi alternatif jalan keluar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam menghadapi covid 19, dimana harga hand sanitizer buatan lokal dijual dengan harga
yang sangat miring tetapi dengan kualitas yang hampir sama dengan hand sanitizer yang
dijual dipasar.

18
Penerimaan masyarakat terhadap covid 19 ditunjukkan dengan berbagai upaya
pencegahan dan penanganan semandiri mungkin, mengingat keterbatasan upaya yang
dilakukan oleh pemerintah pusat. Sehingga dibutuhkan langkah dan upaya mandiri dari
seluruh masyarakat Aceh sendiri sebagai usaha dalam saling bahu membahu menghadapi
covid 19 sesuai dengan nilai luhur bangsa Indonesia yaitu “gotong royong”.

2.5 RESPON MASYARAKAT TERHADAP BERITA HOAX COVID 19

Masyarakat Aceh terkenal kental dengan adat budaya yang tinggi. Sifat yang religius
sangat melekat pada jati diri masyarakat Aceh. Seluruh hal yang berkembang selalu dikaitkan
dengan nafas Islam. Hal ini dikarenakan masyarakat Aceh menempatkan agama diatas
segalanya. Artinya setiap yang mereka lakukan, dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari
adalah simbol dari bagaimana Islam pada keharusannya. Kebudayaan Islam bukan sebuah
penawaran bagi masyarakat Aceh, melainkan sebuah keharusan diterapkan dalam hidup
bermasyarakat.

Aturan dan nilai yang diikuti oleh masyarakat Aceh juga berasal dari Al-Quran dan
Hadits. Pola interaksi masyarakatnya juga sesuai dengan bagaimana pola interaksi yang
diajarkan didalam Islam. Termasuk kedalam tata cara berkomunikasi masyarakatnya,
sebagian besar berasal dari tata cara Islam. Pendapat terkuat yang dipegang sebagai prinsip
dalam komunikasi di masyarakat pun merupakan pendapat dari ulama atau petuah kampung
yang dianggap kharismatik dan mampu memegang fatwa kebijakan yang terbaik bagi
masyarakat.

Informasi mengenai covid 19 merupakan informasi yang terbilang baru dalam ruang
lingkup masyarakat Aceh, termasuk Indonesia. Hal ini dikarenakan virus ini tergolong baru,
dan pendemi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia terkhusus Aceh. Sehingga
seluruh informasi yang masuk belum bisa difilter secara baik. Seluruh informasi dianggap
benar dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Semenjak virus ini merebah dan diikuti dengan
berbagai kebijakan pemerintah pusat dimana sebagian kebijakan tersebut tidak selaras dengan
pandangan masyarakat Aceh, maka masyarakat mulai memberikan respon yang tidak selaras
dari biasanya.

19
Masyarakat Aceh merupakan masyarakat yang meletakkan Islam sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan, termasuk dalam menghadapi pendemi atau wabah saat ini. Ketika
diberlakukan kebijakan bahwa masyarakat Indonesia dihimbau agar tidak melakukan shalat
berjamaah di masjid sebagai upaya menghindari kerumunan dan keramaian sempat menuai
pro dan kontra diantara masyarakat Aceh sendiri. Sebagian masyarakat dan beberapa ulama
merasa bahwa kebijakan ini terlalu berlebihan, hal ini dikarenakan shalat berjamaah
merupakan perintah wajib dari Allah yang tidak bisa ditawar. Tetapi pemerintah kemudian
merasa bahwa kebijakan ini merupakan kebijakan terbaik, karena apabila tetap dilaksanakan
shalat berjamaah maka resikonya rantai penyebaran virus akan semakin meluas dan tidak
terputus.

Oleh karena itu, terjadi perbedaan pendapat. Bagi sebagian masyarakat merasa bahwa
kebijakan pemerintah adalah yang terbaik, sehingga tidak ad salahnya dituruti. Selama masih
diikuti dengan edukasi dan fatwa mengenai pelaksaan ibadah. Seluruh pro dan kontra
masyarakat merujuk pada dalil Al-Quran yang mereka pegang, sehingga tidak bisa dijadikan
sebuah alasan dalam memvonis siapa yang benar dan salah. Masyarakat menyakini bahwa
setiap wabah atau pendemi hanya dapat dihentikan dengan semakin mendekatkan diri kepada
Allah, hal ini sesuai dengan QS Al-Baqarah ayat 45 yang artinya “dan mohonlah pertolongan
(kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (Sholat) itu sungguh berat kecuali bagi orang-
orang yang khusyuk” merujuk pada ayat tersebut, masyarakat meyakini bahwa pertolongan
Allah hanya akan didapatkan melalui shalat. Maka ketika shalat berjamaah menjadi larangan,
artinya semakin menjauh kan masyarakat pada Tuhan mereka.

Maka sebagian masyarakat tetap melaksanakan shalat berjamaah dimesjid, tekhusus


shalat jumat. Tentunya dengan tetap menjalankan protokol kesehatan, yaitu menggunakan
masker dan pihak masjid menyediakan cuci tangan sebelum memasuki mesjid. Hal ini
dilakukan masyarakat sebagai peruwujudan nilai-nilai yang mereka anut selama ini sebagai
landasan hidup. Seluruh aspek yang dijalankan oleh masyarakat Aceh harus berdasarkan pada
ruh ke Islaman.

Sikap masyarakat tersebut juga berlaku dalam menyikapi berita yang berkembang
mengenai covid 19. Berita yang berkembang tanpa filter, sehingga masyarakat kesulitan
dalam membedakan mana yang menjadi berita benar dan salah atau yang kerap disebut
dengan berita hoax menjadikan masyarakat kebingungan dan tidak stabil. Kebingungan
yanag dirasakan masyarakat ini menjadi media bagia sebagian oknum untuk memanfatkan

20
situasi sehingga menyebarkan berita bohong, dan tidak jarang masyarakat juga menjadi
terprovokasi dan akhirnya tidak menjalankan aturan sebagaimana seharusnya.

Sikap acuh tak acuh masyarakat mulai timbul, seiring kebingungan dan keresahan
masyarakat mengenai isu dan berita yang tidak benar. Masyarakat merasa bahwa mendengar
berita hanya semakin menambah kekhawatiran mereka mengenai virus covid 19 ini.
Akhirnya sebagian masyarakat tidak lagi ingin mengikuti perkembangan covid 19 dan
membentuk opini berpikir bahwa Aceh sedang baik-baik saja. Sedangkan keadaan pemutusan
rantai penyebaran covid 19 masih membutuhkan perhatian khusus dan usaha bersama. Hal
yang terjadi tersebut, merupakan salah satu budaya yang berkembang selama pendemi pada
masyarakat Aceh.

Informasi hoax didapatkan melauli media online, kemudian menyebar bebas kepada
masyarakat dalam tempo yang sangat cepat. Hal ini menjadikan masyarakat dengan cepat
mempercayai seluruh isi berita. Salah satu contoh berita hoax yang beredar adalah penderita
covid 19 tidak disarankan menggunakan vaksin. Alasannya adalah vaksin yang akan
berkembang nantinya merupakan vaksin buatan yang justru akan memutasi dan menjadi virus
baru.

Kemudian beredar kabar bahwa corona merupakan virus hasil konspirasi pihak WHO
dengan petinggi ekonomi dunia, lalu ada yang menyebarkan bahwa bawang putih merupakan
salah satu obat yang dapat meningkatkan antibodi tubuh, sehingga dapat menyembuhkan
siapa saja yang terpapar virus. Beberapa berita tersebut diatas semakin menambah rasa cemas
masyarakat dan terlebih membentuk opini masyarakat bahwa virus covid 19 bukan sebuah
virus berbahaya, sehingga tidak harus diwaspadai terlalu berlebihan.

Masyarakat juga kerap kali mendapatkan pesan berantai lewat sosial media, seperti
aplikasi whatsapp yang saat ini sudah sangat familiar bagi masyarakat dan digunakan oleh
masyarakat sebagai media komunikasi dan interaksi. Video maupun pesan-pesan dari pihak
yang tidak bertanggung jawab menjadi media edukasi bagi masyarakat terhadap covid 19.
Pola komunikasi yang berantai melalui “mulut ke mulut” memudahkan informasi hoax
sampai kepada masyarakat.

21
Masyarakat awam yang masih belum memahami secara gamblang mengenai berita
hoax dan berita benar akhirnya mempercayai seluruh berita tanpa filter. Momentum ini
dimanfaatkan oleh sebagian orang yang memiliki kepentingan untuk semakin menyebarkan
berita hoax dimasyarakat meskipun penyebar mengetahui dampak apa yang akan dirasakan
oleh penerima berita hoax. Akibatnya masyarakat tidak menjalankan protokol kesehatan
dengan baik, masih membuat kerumunan dengan berkumpul diwarung kopi tanpa jarak,
kemudian tidak melakukan sosial distancing sehingga masih melakukan serangkaian kegiatan
seperti tidak ada wabah apapun. Hal ini sangat menyulitkan seluruh petugas medis dan dinas
terkait dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjalankan
protokol kesehatan secara lengkap dan sempurna. Kemungkinaan penularan menjadi
berpeluang tinggi, masyarakat menjadi kurang waspada dan seluruh perjuangan tenaga medis
di rumah sakit menjadi sia-sia.

Berita hoax covid 19 membentuk sebuah kebudayaan baru pada masyarakat Aceh,
yaitu sebagian masyarakat mulai mengenal istilah berita hoax dan mulai berusaha memfilter
berita yang mereka dapatkan dengan membaca banyak sumber rujukan lainnya sebagai
pendukung. Hal ini artinya banyak masyarakat yang mulai sadar bahwa berita yang mereka
terima tidak semuanya benar, hanya dari beberapa sumber resmi dan dapat dipercaya saja
yang dapat diterima dan dikonsumsi.

Pada kesimpulannya respon masyarakat tidak setuju dengan beredarnya berita hoax
ini. Karena berdampak pada kondisi psikis dan fisik masyarakat, beberapa masyarakat yang
percaya dengan berita hoax akan merasa khawatir dan tidak tenang dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari dan menjadi toxic bagi dirinya dan keluarganya. Menurut pengamatan
penulis, sebagian masyarakat justru tidak lagi ingin mendengar perkembangan berita
mengenai covid 19 dikarenakan menurut beberapa masyarakat berita mengenai covid 19
seluruhnya sama, hanya menambah beban dan ketakutan saja.

Hal ini dapat terjadi dikarenakan masyarakat hanya disuguhi dengan melihat “bahaya”
saja dari covid 19 dan harapan hidup nyaman seperti dahulu presentasinya kecil. Kemudian
ditambah beberapa media juga memberitakan mengenai hal-hal yang tidak harus diberitakan,
seperti ketersediaan kuburan massal bagi penderita covidn19, menjadi momok tersendiri bagi
masyarakat yang merasa bahwa kematian membayang-bayangi mereka setiap mereka keluar.
Akhirnya sistem imun tubuh masyarakat akan menurun dan rentan terpapar virus covid 19
dengan sangat mudah.

22
Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama dan filter dari pemerintah untuk meredam
penyebaran berita hoax dimasyarakat sehingga tidak menjadi bayang-bayang kekhawatiran
bagi masyarakat. Sehingga dapat melewati pendemi ini bersama-sama dengan saling
mendukung dan bekerjasama satu sama lain.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pada kesimpulannya respon masyarakat tidak setuju dengan beredarnya berita hoax
ini. Karena berdampak pada kondisi psikis dan fisik masyarakat, beberapa masyarakat yang
percaya dengan berita hoax akan merasa khawatir dan tidak tenang dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari dan menjadi toxic bagi dirinya dan keluarganya. Menurut pengamatan
penulis, sebagian masyarakat justru tidak lagi ingin mendengar perkembangan berita
mengenai covid 19 dikarenakan menurut beberapa masyarakat berita mengenai covid 19
seluruhnya sama, hanya menambah beban dan ketakutan saja. Oleh karena itu, dibutuhkan
kerjasama dan filter dari pemerintah untuk meredam penyebaran berita hoax dimasyarakat
sehingga tidak menjadi bayang-bayang kekhawatiran bagi masyarakat. Sehingga dapat
melewati pendemi ini bersama-sama dengan saling mendukung dan bekerjasama satu sama
lain.

24
DAFTAR PUSTAKA

Adhitama, S. (2017). Analisis Budaya Komunikasi pada Organisasi Pemerintah. Info


Artha, 3, 78-89.

Aditiawarman, M., & Raflis. (2019). Hoax dan Hate Speech Di Dunia Maya. Lembaga
Kajian Aset Budaya Indonesia Tonggak Tuo.

Fatmawati, L. (2020). Misteri Virus Covid 19 Resahkan Dunia. In A. F. Karimi, & D. Efendi,
Membaca Corona, Esai-esai Tentang Manusia, Wabah, dan Dunia (pp. 109-111).
Jawa Timur: Caremedia Comunication.

Gumilar, G., Adiprasetio, J., & Maharani, N. (2017). Literasi Media: Cerdas Menggunakan
Media Sosial Dalam Menanggulangi Berita Palsu (Hoax) Pada Siswa SMA. Jurnal
Pengabdian Pada Masyarakat, 35-36.

Hidayat, D., & Hafiar, H. (2019). Nilai-nilai Budaya Someah Pada Perilaku Komunikasi
Masyarakat Suku Sunda. Jurnal Kajian Komunikasi , 85.

https://infeksiemerging.kemkes.go.id/

https://nasional.kompas.com/read/2020/05/22/12231101/informasi-resmi-pemerintah-soal-
covid-19-dinilai-kalah-oleh-buzzer

https://covid19.go.id/p/berita

https://kawalcovid19.id/

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_jinayat_di_Aceh#:~:text=Provinsi%20Aceh%20merup

Juddi, M. F. (2019). Komunikasi Budaya dan Dokumentasi Kontemporer. Jatinangor: Unpad


Press.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Info Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan


RI [Internet]. 2020 [updated 2020 March 30; cited 2020 March 31]. Available from:
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/.

Kompas. 2017. Cara Cerdas Mencegah Penyebaran “Hoax” di Media Sosial.


http://nasional.kompas.com/read/2017/11/07/08020091/cara- cerdas-mencegah-
penyebaran hoax-di-media-sosial.

25
Kompas. 2017. Polri: Berita "Satu Anak, 5 Miliar" adalah "Hoax".
http://regional.kompas.com/read/2017/03/24/14343821/polri.
berita.satu.anak.5.miliar. adalah.hoax.

Kompasiana. 2018. Pentingnya Literasi Media Bagi Masyarakat.


https://www.kompasiana.com/dylanaprialdo/pentingnya- literasi-media-bagi-
masyarakat_552a41a2f17e614d6fd6243c.

Marzuki. (2020). Komunikasi Orangtua Membangun Karakter Anak Dalam Perspektif Al-
Quran Dan Sunnah Nabi. Jurnal Peurawi, 75.

Pradipta, J., & Nazaruddin, A. M. (2020). Anti Panik, Buku Panduan Virus Corona. Jakarta:
PT Elex Media Komputindu.

PERAN, F. D. (2016). Komunikasi Massa.

Setiawati, I. (2008). Peran Komunikasi Massa Dalam Perubahan Budaya Dan Perilaku
Masyarakat. Fokus Ekonomi, 47-49.

Wahyono, T. (2004). Sistem Informasi. Yogyakarta: Graha Ilmu

World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 70


[Internet]. WHO; 2020 [updated 2020 March

World Health Organization. WHO Director-General’s opening remarks at the media briefing
on COVID-19 - 11 March 2020 [Internet]. 2020 [updated 2020 March 11]. Available
from: https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-opening-
remarks-at-the media-briefing-on-covid-19---11-march-2020.

World Health Organization. Situation Report – 10 [Internet]. 2020 [updated 2020 January 30;
cited 2020 March 15].Available from: https://www.who.int/docs/default-source/
coronaviruse/situation-reports/20200130-sitrep-10-ncov.pdf?sfvrsn=d0b2e480_2.

World Health Organization. Situation Report – 42 [Internet].2020 [updated 2020 March 02;
cited 2020 March 15].

26
World Health Organization. Report of the WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease
2019 (COVID-19). Geneva: World Health Organization; 2020.

30; cited 2020 March 31]. Available from: https://www.who.int/docs/default-


source/coronaviruse/situation-reports/20200330-sitrep-70-covid-19.pdf?
sfvrsn=7e0fe3f8_2

27

Anda mungkin juga menyukai