A. Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat,
kelemahan, tapi benar-benar merupakan kondisi positif dan kesejahteraan fisik, mental
dan social yang memungkinkan untuk hidup produktif. Manusia adalah mahluk social
yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya,untuk memenuhi
kebutuhan tersebut individu dituntut untuk lebih meningkatkan kinerjanya agar segala
kebutuhannya dapat terpenuhi dan tingkat social di masyarakat lebih tinggi, kemudian ini
merupakan dambaan setiap manusia.
Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam segi
kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan baik positif maupun negatif dapat
mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan psikososial seperti bencana dan konflik
yang dialami sehingga berdampak sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang
berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa (keliat, 2011).
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri
rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain yang mengancam
dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam
rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi
lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta
cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan
dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011).
Menurut (Herman, 2011), gangguan jiwa ialah terganggunya kondisi mental atau
psikologi seseorang yang dapat dipengaruhi dari faktor diri sendiri dan lingkungan. Hal-
hal yang dapat mempengangaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur,
dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan
kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang
di cintai, rasa permusuhan, hubungan antara manusia.
Individu akan merasa gagal, putus asa dan akhirnya mempunyai suatu pikiran
negative terhadap dirinya dan akhirnya akan merendahkan martabat sendiri, individu akan
merasa tidak mempunyai kemampuan apa-apa dan merasa rendah diri, yang dikenal
dengan gangguan kosep diri : Haga Diri Rendah
1
Klien dengan gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah yang tidak ditangani akan
mengisolasi diri,perubahan sensori persepsi halusinasi dengar atau lihat, perilaku
kekerasan, dan klien akan kurang memperhatikan kebersihan diri. Oleh karena itu
diperlukan perawatan intensif baik dari segi kualitas maupun kuantitas dari pelayanan
tenaga kesehatan termasuk didalamnya adalah perawat.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri (Yosep,2009).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini yaitu :
Untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok yang telah diberikan kepada
pasien dengan masalah keperawatan harga diri rendah memiliki pengaruh atau tidak.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui konsep harga diri rendah.
b. Untuk mengetahui konsep terapi aktivitas kelompok dapat meningkatkan harga
diri seseorang.
c. Untuk mengetahui konsep terapi kognitif pada klien harga diri rendah.
C. Manfaat
Untuk mengetahui kemampuan klien dalam mengurangi masalah gangguan harga diri
rendah melalui terapi aktivitas kelompok.
2
BAB II
ISI
A. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
4
Rentang respons konsep diri yang paling adaptif adalah aktualisasi diri. Menurut
Maslow karakteristik aktualisasi diri meliputi:
a. Realistik
b. Cepat menyesuaikan diri dengan orang lain
c. Persepsi yang akurat dan tegas
d. Dugaan yang benar terhadap kebenaran/kesalahan
e. Akurat dalam memperbaiki masa yang akan dating
f. Mengerti seni, musik, politik, filosofi
g. Rendah hati
h. Mempunyai dedikasi untuk bekerja
i. Kreatif, fleksibel, spontan, dan mengakui kesalahan
j. Terbuka dengan ide-ide baru
k. Percaya diri dan menghargai diri
l. Kepribadian yang dewasa
m. Dapat mengambil keputusan
n. Berfokus pada masalah
o. Menerima diri seperti apa adanya
p. Memiliki etika yang kuat
q. Mampu memperbaiki kegagalan.
4. Penyebab
Faktor Predisposisi
a. Citra tubuh
1) Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
2) Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh (akibat tumbuh kembang atau
penyakit).
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh.
4) Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi.
b. Ideal diri
1) Cita-cita yang terlalu tinggi.
7
2) Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
3) Ideal diri samar atau tidak jelas.
c. Harga diri
1) Penolakan
2) Kurang penghargaan
3) Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut.
4) Persaingan antara keluarga
5) Kesalahan dan kegagalan berulang
6) Tidak mampu mencapai standar.
d. Peran
1) Stereotipe peran seks.
2) Tuntutan peran kerja.
3) Harapan peran kultural.
e. Identitas diri
1) Ketidakpercayaan orang tua.
2) Tekanan dari teman sebaya.
3) Perubahan struktur sosial.
Faktor Presipitasi
a. Trauma
Penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam
kehidupan.
b. Ketegangan peran
Adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam
peran atau posisi yang diharapkan.
c. Transisi peran perkembangan
Perubahan normative yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk
tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma
budaya, nilai-nilai dan tekanan untuk penyesuaian diri. Setiap perkembangan dapat
menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus dilalui individu
dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini merupakan
stressor bagi konsep diri.
8
d. Transisi peran situasi
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurangnya
orang yang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian
orang yang berarti. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat
menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran
berlebihan
e. Transisi peran sehat-sakit.
Pergeseran dari keadaaan sehat ke keadaan sakit. Stressor pada tubuh dapat
menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri.
Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri.
5. Pathway
Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi peran Faktor yang mempunyai
Harga diri Penampilan: identitas personal
*penolakan orang tua Faktor prespitasi Ketidakpercayaan orang tua,
*harapan orang tua yg tidak realistis kelompok, teman sebaya,
*kegagalan yang berulang Trauma ketengangan peran perunahan struktur sosial.
*kurang mempumyai tanggung
Personal Penilaian stresor
*ketergantungan pada org lain
*ideal diri yang tidak reaalistis Sumber koping
Integritas Ego
Mekanisme Koping
Rentang Respon
9
Keterangan:
a. Respon adaptif:
Aktualisasi diri dan konseo diri yang positif serta besifat membangun (konstruktif)
dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan ketidak seimbangan dalam
diri sendiri.
b. Respon maladaptif:
Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat merusak (destruktif)
dalam usaha mengatsi stressor yang menyebabkan ketidak seimbangan dalam diri
sendiri
c. Aktualisasi diri:
Respon adaptifyang tertinggi karena individu dapat mengekspresikan kemampuan
yang dimilikinya.
d. Konsep diri positif:
Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahanya secara jujur dan
menilai sesuatu masalah individu berpikir secara positif dan realistis.
e. Harga diri rendah:
Transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif
f. Kekacauan indentitas:
Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai indentifikasi masa
kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Anna Isscacs, (2005) terapi modaalitas pengobatan secara medis yaitu
terapi somatic antara lain:
Psikofarmakologi
1) Medikasi psikotropik (psikoaktif) mengeluarkan efeknya di dalam otak,
mengubah emosi dan mempengaruhi perilaku.
2) Neurotransmitter adalah pembawa pesan kimiawi yang membawa
penghambat atau penstimulasi dari satu neuron ke neuron yang lain melintasi
ruang (sinaps) diantara mereka.
3) Terapi elektrokonvulsif
10
b. Menurut Anna Isscacs, (2005) terapi modaalitas pengobatan secara keperawatan
yaitu terapi aktivitas kelompok dan terapi keluarga. Terapi aktivitas kelompok
meliputi:
a. Dinamika kelompok adalah kekuatan yang bekerja untuk menghasilkan pola
perilaku dalam kelompok.
b. Proses kelompok adalah makna interaksi verbal dan non verbal didalam
kelompok meliputi isi komunikasi, hubungan anatara anggota, pengaturan
tempat duduk, pola atau nada bicara, bahasa dan sikap tubuh serta tema
kelompok untuk stimulasi persepsi: harga diri rendah yaitu identifikasi hal
positif pada diri dan melatih positif pada diri.
Sedangkan untuk terapi keluarga meliputi:
a. Terapi keluarga adalah membantu individu dalam keluarga agar tidak
didominasi oleh reaktivitas emosi dan untuk mencapai tingkat diferensiasi diri
yang lebih tinggi.
b. Terapi structural adalah mendororng terjadinya perubahan dalam organisasi
kelarga untuk memodifikasi posisi setiap anggota keluarga di dalam
kelompok
c. Terapi interaksional adalah mengidentifikasi hukum yang tidak terlihat dan
ridak terucap yang mengatur hubungan keluarga dan menggunakan teori
komunikasi untuk meningkatkan perbaikan hubungan.
d. Peran perawat pada terapi keluarga adalah mengajarkan pada keluarga tentang
penyakit, sumber daya dan program pengobatan menggunakan teknik
komunikasi terapeutik dan berkolaborasi dengan tim kesehatan lai untuk
meningkatkan fungsi keluarga.
7. Sumber Koping
Menurut Stuart (2006) semua orang tanpa memperhatikan gangguan perilakunya,
mempunyai beberapa bidang kelebihan personal meliputi :
a. Hobi dan kerajinan tangan
b. Pendidikan atau pelatihan
c. Pekerjaan, vokasi atau posisi
d. Aktivitas olah raga dan aktivitas diluar rumah
e. Seni yang ekspresif
f. Kesehatan dan perawatan diri
11
8. Mekanisme Koping
C. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :
12
D. Terapi Aktivitas Kelompok
1. Pengertian
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok klien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan
oleh seorang therapist (Yosep, 2009).
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target
asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling
membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang
adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.
2. Manfaat TAK
Menurut Purwaningsih dan Karlina (2009), TAK mempunyai manfaat terapeutik,
yaitu manfaat umum, khusus dan rehabilitasi. Selengkapnya seperti pada uraian
berikut:
a. Manfaat umum
1) Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui komunikasi
dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2) Melakukan sosialisasi.
3) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.
b. Manfaat khusus
1) Meningkatkan identitas diri.
2) Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3) Meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial.
c. Manfaat rehabilitasi
1) Meningkatkan keterampilan ekspresi diri.
2) Meningkatkan keterampilan sosial.
3) Meningkatkan kemampuan empati.
4) Meningkatkan kemampuan atau pengetahuan pemecahan masalah.
13
3. Tujuan Terapi TAK
a. Mengembangkan stimulasi kognitif
Tipe: biblioterapy
Aktivitas: menggunakan artikel, sajak,puisi, buku, surat kabar untuk merangsang
dan mengembangkan hubungan dengan orang lain.
b. Mengembangkan stimulasi sensori
Tipe: music, seni, menari.
Aktivitas: menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan.
Tipe: relaksasi
Aktivitas: belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi otot, dan
imajinasi.
c. Mengembangkan orientasi realitas
Tipe: kelompok orientasi realitas, kelompok validasi.
Aktivitas: focus pada orientasi waktu,tempat dan orang, benar, salah bantu
memenuhi kebutuhan.
d. Mengembangkan sosialisasi
Tipe: kelompok remitivasi
Aktivitas: mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi
Tipe: kelompok mengingatkan
Aktivitas: focus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.
E. Terapi Kognitif
1. Pengertian
Terapi kognitif merupakan jangka pendek, terstruktur, berorientasi terhadap
masalah saat ini, dan bersifat terapi individu. Kognitif adalah kemampuan untuk
memberikan alasan, mengingat, persepsi, orientasi, memperhatikan serta memberikan
keputusan. Proses kognitif meliputi sensasi dan persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi,
pertimbangan, pikiran dan kesadaran. Ini berarti kognitif adalah proses mental yang
berfungsi agar individu menyadari dan mempertahankan hubungan dengan
lingkungan luarnya (Purwanto, 2015).
16
a. Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive)
b. Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence)
c. Teknik penemuan alternatif (examing alternatives)
d. Dekatastropik (decatastrophizing)
e. Reframing
f. Thought Stopping
g. Learning New Behavior With Modeling
h. Membentuk Pola (shaping)
i. Token Economy
j. Role Play
k. Social skill Training.
l. Anversion Theraphy
m. Contingency Contracting
18
Arjadi (2012) menyatakan terapi kognitif perilaku (CBT) untuk mengatasi depresi lansia
melalui pemberian terapi dengan tiga orang lansia didapatkan penurunan depresi yang cu-
kup baik dengan mampu mengenali depresi, memonitor perasaan, latihan relaksasi,
meme-cahkan masalah, mengenali pikiran negatif dan restrukturisasi pikiran.
19
BAB III
ANALISIS JURNAL
20
Upaya mengatasi depresi lansia secara umum terdiri dari upaya secara
medis dan kepera-watan. Praktik perawat jiwa menurut Videbeck (2008)
yaitu melaksanakan fungsi pada ting-kat dasar dan fungsi pada tingkat
lanjutan, dimana pada tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan perawat
spesialis bersertifikat dalam keperawatan jiwa.
Psikoterapi untuk mengatasi masalah depresi sudah banyak
dikembangkan di beberapa penelitian luar negeri dalam bentuk terapi
kognitif dengan modifikasi terapi perilaku. Bentuk terapi yang dikenal
dengan Cognitif Behaviour Therapy (CBT). Penelitian yang lain oleh
Peng, Huang, Chen, dan Lu, (2009) menguraikan penerapan CBT pada
usia lanjut dapat meningkatan sosialisasi, restrukturisasi kognitif dan
penguatan dalam penerimaan konsep penuaan. Penerapan terapi
kognitif pada masalah depresi dan kecemasan diper-oleh hasil
perubahan respon emosional yang signifikan setelah pemberian terapi
(Hayers, et al., 2007).
Metode Tahapan pengambilan data dimulai dengan menjelaskan tujuan dan
manfaat dari peneli-tian kepada responden. Setelah itu responden
diminta menandatangani Informed consent tentang kesediaan dan
menyetujui menjadi responden dalam penelitian. Pre test dilaku-kan
pada masing-masing responden dengan mengisi kuesioner, di akhir
dilakukan post test setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi dilanjutkan
dengan terapi kognitif perilaku.
Peneliti melakukan uji kesetaraan antara ke-lompok yang mendapat
TAK stimulasi per-sepsi HDR dan CBT dengan kelompok yang mendapat
TAK Spesialis HDR. Analisis peru- bahan kondisi depresi setelah
intervensi menggunakan uji Dependent t-test (Paired sample t-test).
Sedangkan analisa perbedaan kondisi depresi setelah mendapatkan
kelom-pok yang mendapat TAK Spesialis HDR & CBT dengan kelompok
yang mendapat TAK Spesialis HDR menggunakan uji t-test In-
dependent.
Hasil Lansia yang mengalami depresi rata-rata berusia 69,1 tahun, berjenis
kelamin wanita 58,9%; berpendidikan rendah 78,6%, status perkawinan
menikah 71,4%, tidak bekerja 85,7, dan sakit 80,36%. Pengaruh TAK
Stimulasi Persepsi Harga Diri Rendah dan CBT ter-hadap depresi pada
lansia harga diri rendah. Pada Tabel 1, hasil uji statistik menunjukkan
ada penurunan yang signifikan kondisi de-presi (p< 0,05). Hasil tabel 2
terdapat hubung-an jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
pernikahan, penyakit fisik, dengan depresi. Hanya usia yang tidak
berhubungan dengan depresi Lansia.
Pembahasan Hubungan Karakteristik lansia dengan Depresi. Usia tidak memiliki
hubungan dengan depresi pada lansia harga diri rendah karena depresi
dapat terjadi pada semua umur dan dipengaruhi oleh faktor
predisposisi yaitu faktor genetik, kerusakan organik, faktor pre-sipitasi
21
yaitu tentang biologis, psikologis, dan sosial serta faktor resiko (Stuart
Laraia, 2007).
Jenis kelamin memiliki hubungan dengan depresi pada lansia harga diri
rendah dikare-nakan perempuan lebih rentan untuk mengala-mi stres
dibandingkan dengan laki-laki. Pe-rempuan lebih sensitif terhadap
hormon yang menyebabkan stres saat mengalami kecemas-an serta
kurang mampu untuk beradaptasi terhadap tingkat stres yang lebih
tinggi. Perbedaan antara tingkat depresi pada pria dan perempuan
mencerminkan perilaku ber-dasarkan peran gender dalam kehidupan
se-hari-hari.
Pendidikan memiliki hubungan terhadap de-presi. Pendidikan
memengaruhi kemampuan lansia dalam menyelesaikan masalah serta
beradaptasi dengan semua perubahan yang dihadapi. Semakin tinggi
tingkat pendidikan lansia maka semakin baik pula cara ber-pikirnya
serta baik pula kemampuan lansia dalam merespon masalah ataupun
stres. Hal ini dapat diamati oleh lansia pada saat pelaksanaan TAK
Stimulasi Persepsi Harga Diri Rendah dan Terapi Kognitif Perilaku,
sebagian besar lansia yang memiliki pendidik-an mampu bercerita
mengenai pengalaman tentang dirinya, cara menyelesaikan masalah
serta saling membagi semangat dengan lansia lainnya.
Status perkawinan memiliki hubungan yang bermakna dengan depresi.
Stressor lansia yang mengalami depresi adalah kehilangan pasangan,
jauh dari anak dan kerabat ataupun putusnya hubungan dengan orang
terdekat. Hubungan keluarga memilki peranan yang kuat dalam hal
kasih sayang, perhatian serta dukungan dalam menghadapi setiap
masalah yang terjadi dengan bersama-sama mencari penyelesaian
masalah.
Pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna terhadap depresi pada
lansia harga diri ren-dah. Lansia tidak bisa melakukan kegiatan yang
menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadinya, yang
meme-ngaruhi sumber kopingnya dalam mengatasi masalah yang ada
pada diri lansia tersebut seperti kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan
akan rekreasi dan sebagainya.
Pengaruh TAK SP HDR dan CBT terhadap Depresi pada lansia harga diri
rendah. Penurunan kondisi depresi pada lansia harga diri rendah setelah
diberikan TAK Stimulasi Persepsi HDR dan CBT. Hasil penelitian ini
setara dengan penelitian yang dilakukan oleh Peng, et al. (2009)
penerapan CBT pada usia lanjut dapat menurunkan depresi. Gorenstein
dan Papp (2007) menjelaskan bahwa CBT dapat menurunkan
kecemasan. Penelitian lain tentang penerapan terapi kognitif perilaku
yang spesifik pada masalah depresi dan kece-masan diperoleh hasil
perubahan respon emo-sional yaitu perubahan mood yang signifikan
22
setelah pemberian terapi (Hayers, et al., 2007).
Kesimpulan 1. Lansia yang mengalami depresi rata-rata ber-usia 69,1 tahun, lebih
dari setengah berjenis kelamin perempuan dengan tingkat
pendidikan sebagian besar berpendidikan (sekolah dasar). Status
perkawinan sebagian besar telah me-nikah dengan keadaan
pekerjaan sekarang sebagian besar tidak bekerja dan sebagian be-
sar lansia memiliki penyakit fisik penyerta. Terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin, riwayat pendidikan, status perkawin-
an, pekerjaan dan penyakit fisik penyerta dengan depresi pada
lansia harga diri rendah.
2. Kondisi depresi sesudah diberikan TAK stimu-lasi persepsi harga diri
rendah dan Terapi Kognitif Perilaku mengalami perbaikan dari
kondisi depresi ringan menjadi tidak depresi dan depresi sedang
menjadi depresi ringan. Kombinasi TAK stimulasi persepsi harga diri
rendah dan terapi kognitif lebih baik diban-dingkan TAK stimulasi
harga diri rendah saja.
3. Keberhasilan dalam menurunkan depresi ini perlu didukung dengan
program Pemerintah untuk menurunkan depresi pada lansia. Selain
itu, diperlukan kerjasama puskemas dan pihak pengelola panti
dalam kegiatan yang memoti-vasi lansia untuk bersosialisasi dan
menjaga kebesihan diri yang dilakukan oleh petugas sosial panti.
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga
diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain yang
mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Kognitif adalah kemampuan
untuk memberikan alasan, mengingat, persepsi, orientasi, memperhatikan serta
memberikan keputusan. Pasien dengan harga diri rendah dapat diberikan terapi
kognitif seperti role play yang bertujuan untuk melatih komunikasi agar pasien dapat
melatih kemampuan kognitif dan komunikasinya. Tujuan lainnya antara lain, dapat
membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu
mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
24
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publising.
Fajariyah N. 2012. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Harga Diri Rendah.
Jakarta: Trans Info Media.
Halifah, Eka Nur. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. A Dengan Gangguan
Konsep Diri : Harga Diri Rendah Diruang Bima Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas.
Keliat,Budi A. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.
Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.
Yusuf, Ah Fitryasari Rizky. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa.Salemba Medika
25