Anda di halaman 1dari 3

UTS MATA KULIAH

KAPITA SELEKTA
Mohammad Alfadho Asy-Syauqi (3150250079)

UTS Kapita Selekta 1


PAMERAN “INTO THE FUTURE” GALERI NASIONAL 2019

Sebuah pameran seni kontemporer yang bertempat di Galeri Nasional


Indonesia, Jakarta Timur menghadirkan 21 seniman perempuan Indonesia
yang serempak menyuarakan pendapat atau gagasan-gagasan mereka
melalui medium seni rupa yang terbilang avant-garde. Berbicara tentang
Into The Future tidak semata berbicara tentang masa depan, masa lampau,
dan masa yang sedang berjalan juga dibahas karena ke tiga tahapan tersebut
yang saling berkaitan. Masa yang telah dialami oleh masyarakat di Indonesia
ataupun isu sosial yang sedang terjadi di berbagai daerah menjadi tema yang
diangkat oleh 21 seniman perempuan tersebut.

“PEST TO POWER”
Natasha Tontey

“Apa yang kita, manusia dapat pelajari dari kecoa?” merupakan pertanyaan
yang mengawali ketika audiens hendak memasuki ruangan karya Natasha
yang terdiri dari tv yang menjalankan video pidato dari seekor kecoa dan
juga sebuah film pendek yang berisikan tentang perilaku manusia terhadap
jagat semesta dari perspektif seekor induk kecoa. Sebagai makhluk hidup
yang berhasil melewati berbagai fase kepunahan dan kini termarjinalkan
oleh kaum manusia, dianggap hama kotor dan hina, kecoa menuangkan
gagasannya yang juga dilengkapi riset ilmiahnya terhadap sejarah kehidupan
di alam raya. Hal inipun berkaitan dengan kondisi alam saat ini dan juga
prediksi dan resolusi mereka di masa yang akan datang. Dengan visual yang
sangat grotesque dan terkesan nyeleneh, Natasha berhasil membuat audiens
berpikir kembali tentang fakta yang dibeberkannya melalui tokoh seekor
kecoa walaupun dicampur dengan fiksi ilmiah.

“JAKARTA”
Sanchia Tryphosa Hamidjaja

Dengan kesehariannya sebagai seorang ilustrator yang beraktifitas di


kota Jakarta, Sanchia menuangkan gagasannya tentang prediksi Jakarta
di masa depan dengan medium ilustrasi bergaya distopia. Prediksinya
tentang keriuhan dan kesemrawutan kota Jakarta yang makin membludak
namun dengan sisi kemasan yang artistik seolah menipu audiens terhadap
kerusakan Jakarta. Menggunakan media seolah billboard yang terang yang
menjadi sebuah simbolisasi komersialisme kota Jakarta dengan ilustrasi
yang cerah, menyenangkan dan penuh warna. Namun bila udiens mendekati
karya tersebut dengan seksama, mereka dapat melihat mobil rongsok yang
bertumpuk, polusi udara, dan kecacatan kota Jakarta.

UTS Kapita Selekta 2


“SILENT 2”
Cecilia Patricia Untario

Membahas masa kini dengan fokus terhadap isu pelecehan seksual di


Indonesia yang makin lama makin memburuk tetapi ironisnya belum ada
kemajuan dari segi edukasi seksual dikarenakan stigma tabu di Indonesia
yang seolah mengurung mereka sendiri untuk tidak membahas tentang
seksual. Dari kondisi tersebutlah Cecilia memutuskan untuk menyuarakan
keresahannya terhadap situasi tersebut dengan karyanya yang terdiri dari
beragam bentuk alat kontrasepsi dalam bentuk padat atau bisa dibilang
sebuah cetakan dalam produksi massalnya didalam industri. Dengan
berbagai bentuknya yang unik, audiens merasa terhibur dengan pengenalan
ragam alat kontrasepsi yang masih asing tersebut. Karya dibuat dari kaca
sebagai simbol ringkih atau sensitifnya topik tersebut di khalayak ramai.

“INVISIBLE BOUNDARIES”
Restu Ratnaningtyas
Dewasa ini ketika sebuah batasan sudah semakin memudar dan melebur
dengan ruang batasan lainnya membuat Restu membuat karya ini. Dengan
semakin mengikisnya sebuah batasan, tanpa kita sadari menoleransi hal
tersebut secara rutin hingga pada di masa sekarang ini ketika membicarakan
sebuah batasan seolah tak relevan lagi, seperti gender, sosial, teritorial,
hukum, hingga norma. Maka dari itu Restu menggunakan medium tipis dan
transparan sebagai representasi dari tipisnya sebuah batasan pada saat ini
dan memungkinkan untuk berbayang atau berdampak kepada hal yang tidak
terduga sebelumnya.

“TUMPUK LAPIS TAMPAK ISI: LIMPAMPEH 3”


Fika Ria Santika

Serupa tapi tak sama, Fika menerapkan media kain tipis dan bayangan
sebagai karyanya yang berlatar belakang adat istiadat keluarganya. Dalam
adat Minangkabau, perempuan sudah diatur bagaimana mereka menjalani
hidupnya. Dari kecil hingga dewasa ketika ia dipinang untuk berkeluarga,
perempuan tersebut harus mengikuti aturan hidup dari adatnya. Hal ini
tentu bertolak belakang dengan keadilan atau hak asasi manusia yang
diperjuangkan oleh para feminis dimana perempuan berhak melakukan hal-
hal umum lainnya sama seperti seorang laki-laki. Fika menuliskan petuah-
petuah dalam bahasa Minang keatas kain hitam kasar yang menghasilkan
berbagai bayangan yang menjadi objek estetik lainnya.

UTS Kapita Selekta 3

Anda mungkin juga menyukai