Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Respirasi adalah Blok XIII pada Semester IV dari sistem Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Salah satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
ini adalah Problem Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari
metode Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-
kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator
untuk memecahkan kasus yang ada.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario C, Ali, Laki-laki, umur
3 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena sesak nafas yang semakin hebat
sejak pagi tadi. Dua hari sebelumnya Ali sudah mengalami sesak napas. Sesak nafas tidak
berbunyi mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktivitas dan posisi. Enam hari yang lalu, Ali
juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas tinggi.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran studi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari pembelajaran tutorial berdasarkan langkah-langkah seven
jump.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 1


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Putri Rizky Amalia Badri
Moderator : Ona Putra Karisna
Notulen : Ghinafahriyah Delihefian
Sekretaris : Yolanda Pramudya
Hari/Tanggal : Senin, 27 Juni 2016
Pukul 08.00 – 10.30 WIB.
Rabu, 29 Juni 2016
Pukul 08.00 – 10.30 WIB.

Peraturan Tutorial : 1. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat.


2. Mengacungkan tangan jika ingin memberi pendapat.
3. Berbicara dengan sopan dan penuh tata krama.
4. Izin bila ingin keluar ruangan.

2.2 Skenario
Ali, Laki-laki, umur 3 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena
sesak nafas yang semakin hebat sejak pagi tadi. Dua hari sebelumnya Ali sudah
mengalami sesak napas. Sesak nafas tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca,
aktivitas dan posisi. Enam hari yang lalu, Ali juga mengalami batuk dan pilek yang
disertai panas tinggi.
Riwayat penyakit dahulu : tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Tidak ada riwayat alergi.
Riwayat penyakit dalam keluarga : bapak penderita saat ini mengalami batuk pilek.
Riwayat imunisasi : BCG, skar (+); DPT 1,2,3; Hepatitis 1,2,3; Polio 0,1,2,3
Riwayat makanan : tidak pernah diberi ASI sejak lahir. Saat ini anak makan nasi biasa 3x
setengah mangkuk kecil, dan minum susu formula 1x sehari.
Riwayat lingkungan : tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang kakak di rumah semi
permanen berukuran 4x4 m tanpa kamar, hanya ada 2 jendela.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 2


Pemeriksaan fisik :
BB saat ini = 13 Kg TB = 90 cm
Keadaan umum : tampak sakit berat
Tanda vital : TD : 90/60 mmHg, HR : 140x/menit, regular, RR: 58 x/menit, T: 39,6oC,

Pemeriksaan spesifik :
Kepala : Sianosis sirkum oral (+), nafas cuping hidung (+)
Leher : Dalam batas normal
Thorax :
Inspeksi : Terdapat retraksi intercostal, subcostal dan suprasternal
Palpasi : stem fermitus meningkat di kedua lapang paru
Perkusi : redup pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler menurun, ronki basah halus nyaring pada kedua
lapangangan paru, Wheezing tidak terdengar.
Abdomen : datar, lemas, hiper lien tidak teraba, bising usus normal
Ekstremitas : tidak ditemukan clubbing finger

Pemeriksaan laboratorium : Hb 11,8 gr%, leukosit : 23.000/mm3, hitung jenis :


1/1/08/68/20/2, LED : 14mm/jam
Pemeriksaan Radiologi :
Thoraks AP/L : Infiltrat Pada kedua lapang paru

2.3 Klarifikasi Istilah

Sesak Nafas Pernapasan sukar atau sesak


Mengi Suara yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran
nafas yang sempit
Batuk Ekspulsi udara dari dalam paru yang mengeluarkan suara berisik
Pilek Radang yang terjadi pada lapisan hidung dan tenggorokkan
sehingga menyebabkan produksi lendir yang berlebihan
Alergi Suatu keadaan hipersensitif yang didapat melalui pajanan
terhadap allergen tertentu
Clubbing Finger Perubahan proliferatif dalam jaringan lunak ruas – ruas ujung jari
tangan tanpa kelainan tulang
Sianosis sirkum oral Perubahan warna kulit dan membran mukosa menjadi kebiruan
akibat konsentrasi hemoglobin tereduksi yang berlebihan dalam

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 3


darah
Retraksi Tindakan menarik kembali atau keadaan tertarik kembali

2.4 Identifikasi masalah


1. Ali, Laki-laki, umur 3 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena sesak
nafas yang semakin hebat sejak pagi tadi. Dua hari sebelumnya Ali sudah mengalami
sesak napas. Sesak nafas tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktivitas
dan posisi.
2. Enam hari yang lalu, Ali juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas tinggi.
3. Riwayat penyakit dahulu : tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Tidak ada riwayat alergi.
4. Riwayat penyakit dalam keluarga : bapak penderita saat ini mengalami batuk pilek.
Riwayat lingkungan : tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang kakak di rumah
semi permanen berukuran 4x4 m tanpa kamar, hanya ada 2 jendela.
5. Riwayat imunisasi : BCG, skar (+); DPT 1,2,3; Hepatitis 1,2,3; Polio 0,1,2,3
6. Riwayat makanan : tidak pernah diberi ASI sejak lahir. Saat ini anak makan nasi biasa
3x setengah mangkuk kecil, dan minum susu formula 1x sehari.
7. Pemeriksaan Fisik :
 BB = 13 Kg TB = 90 Cm
 Keadaan umum = Tampak Sakit Berat
 Tekanan Darah = 90/60 mmHg
 HR = 140 x/menit
 RR = 58x/menit
 T = 39,60C
8. Pemeriksaan Spesifik :
 Kepala : Sianosis sirkum oral (+), nafas cuping hidung (+)
 Thorax :
Inspeksi : Terdapat retraksi intercostal, subcostal dan suprasternal
Palpasi : stem fermitus meningkat di kedua lapang paru
Perkusi : redup pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler menurun, ronki basah halus nyaring pada kedua
lapangangan paru, Wheezing tidak terdengar.
9. Pemeriksaan Laboratorium :

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 4


 Leukosit : 23.000/mm3
 hitung jenis : 1/1/08/68/20/2
10. Pemeriksaan Radiologi :
Thoraks AP/L : Infiltrat pada kedua lapang paru

2.5 Analisis Masalah

1. Ali, Laki-laki, umur 3 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena
sesak nafas yang semakin hebat sejak pagi tadi. Dua hari sebelumnya Ali sudah
mengalami sesak napas. Sesak nafas tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi
oleh cuaca, aktivitas dan posisi.
A. Bagaimana Anatomi Histologi dan fisiologi sistem respirasi ?
Jawab :
1) Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
faring, laring trachea, bronkus, dan bronkiolus.

a. Hidung
Nares anterior
adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga)

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 5


hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya
akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan
selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga
hidung.
b. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal).
c. Laring
Terletak di depan bagian terendah faring yang mernisahkan dari columna
vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrata servikals dan
masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang
rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
d. Trachea
Panjangnya kira-kira 9 cm. Trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira
ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran
tak- lengkap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh
jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang
trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
e. Bronchus
Terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
kesamping ke arah tampuk paru. Bronchus kanan lebih pendek dan lebih
lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronchus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari
yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus
lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan
terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya
menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 6
mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki
garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin
tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
f. Alveolus
Merupakan tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli
pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan
sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang
disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat
sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris.
Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

(Snell, Richard. 2006)


Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan
kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di
dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk
lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 7


dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan
inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar,
sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang
cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
(Snell, Richard. S. 2006)
2) Fisiologi
Paru merupakan organ respirasi yang berfungsi menyediakan O2 dan
mengeluarkan CO2. Selain itu paru juga membantu fungsi nonrespirasi,
yaitu:
 Pembuangan air dan eliminasi panas
 Membantu venus return
 Keseimbangan asam basa
 Vokalisasi
 Penghidu.

Terdapat dua jenis respirasi, yaitu:


1. Respirasi internal (seluler), merupakan proses metabolisme intraseluler,
menggunakan O2 dan memproduksi CO2 dalam rangka membentuk energi
dari nutrien.
2. Respirasi eksternal, merupakan serangkaian proses yang melibatkan
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan luar dan sel tubuh. Tahap
respirasi ekstrenal:
a. Pertukaran udara atmosfir dan alveoli dengan mekanisme ventilasi
b. Pertukaran O2 dan CO2 alveoli dan kapiler pulmonal melalui mekanisme
difusi
c. O2 dan CO2 ditranspor oleh darah dari paru ke jaringan
d. Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan darah dengan proses difusi
melintasi kapiler sistemik.
Tahap a & b oleh sistem respirasi, sedangkan tahap c & d oleh sistem sirkulasi.
(Sherwood, 2012)
a. Mekanika Bernapas
 Ventilasi, atau bernapas, adalah proses pemasukan ke dan pengeluaran

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 8


udara dari paru secara bergantian sehingga udara alveolus lama yang telah
ikut Berta dalam pertukaran Oksigen dan CO, dengan darah kapiler paru
dapat ditukar dengan udara atmosfer segar.
 Ventilasi dilakukan secara mekanis dengan mengubah secara bergantian
arah gradien tekanan untuk aliran udara antara atmosfer dan alveolus
melalui ekspansi dan recoil siklik paru. Ketika tekanan intra-alveolus
berkurang akibat ekspansi paru selama inspirasi, udara mengalir masuk ke
paru dari tekanan atmosfer yang lebih tinggi. Ketika tekanan intra-
alveolus meningkat akibat recoil paru se-lama ekspirasi, udara mengalir
keluar paru menuju tekanan atmosfer yang lebih rendah.
 Kontraksi dan relaksasi bergantian otot-otot inspirasi (terutama diafragma)
secara tak langsung menimbulkan inflasi dan deflasi periodik paru dengan
secara siklis mengembangkan dan mengempiskan rongga thoraks, dengan
paru secara pasif mengikuti gerakannya.
 Paru mengikuti gerakan rongga thoraks berkat daya rekat (kohesivitas)
cairan intrapleura dan gradien tekanan transmural menembus dinding
paru. Gradien tekanan transmural terbentuk karena tekanan intrapleura
yang subatmosfer dan karenanya lebih rendah daripada tekanan intra-
alveolus.
 Karena energi dibutuhkan untuk kontraksi otot-otot inspirasi, maka inspirasi
adalah proses aktif, tetapi ekspirasi bersifat pasif selama bernapas tenang
karena tercapai melalui recoil elastik paru setelah otot-otot inspirasi
melemas, tanpa mengeluarkan energi.
 Untuk ekspirasi aktif yang lebih kuat, kontraksi otot-otot ekspirasi (yaitu
otot abdomen) semakin mengurangi ukuran rongga thoraks dan paru,
yang meningkatkan gradien tekanan intra-alveolus terhadap atmosfer.
 Semakin besar gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer di kedua
arah, semakin besar laju aliran udara, karena udara terns mengalir sampai
tekanan intra-alveolus seimbang dengan tekanan atmosfer.
 Selain berbanding lurus dengan gradien tekanan, laju aliran udara
juga berbanding terbalik dengan resistensi saluran napas. Karena resistensi
saluran napas, yang bergantung pada kaliber saluran napas penghantar
dan normalnya sangat rendah, maka laju aliran udara biasanya terutama

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 9


bergantung pada gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer.
 Jika resistensi saluran napas meningkat secara patologis akibat
penyakit paru obstruktif kronik, maka gradien tekanan juga barns
ditingkatkan oleh kerja otot-otot pernapasan yang lebih kuat untuk
mempertahankan laju aliran udara normal.
 Paru dapat diregangkan dengan derajat bervariasi selama inspirasi dan
kemudian mengempis kembali ke ukuran prainspirasinya sewaktu
ekspirasi karena sifat elastiknya.

 Istilah pulmonary compliance merujuk kepada distensibilitas paru —


seberapa besar paru teregang sebagai respons terhadap perubahan tertentu
gradien tekanan transmural, gaya peregang yang bekerja pada dinding
paru.
 Istilah elastic recoil merujuk kepada kembalinya paru ke posisi
istirahatnya sewaktu ekspirasi.
 Sifat elastik paru bergantung pada anyaman jaringan ikat elastik di dalam
paru dan pada interaksi tegangan permukaan alveolus-surfaktan paru.
Tegangan permukaan alveolus, yang disebabkan oleh gaya tarik antara
molekulmolekul air permukaan dalam lapisan cairan yang membatasi
dinding dalam setiap alveolus, cenderung menolak peregangan alveolus
saat inflasi (menurunkan compliance) dan cenderung mengembalikannya
ke luas permukaan yang lebih kecil saat deflasi (meningkatkan rebound
paru).
 Jika alveolus dilapis hanya oleh air maka tegangan permukaan akan
sedemikian besar sehingga compliance paru rendah dan paru cenderung
kolaps. Surfaktan paru terselip di antara molekul-molekul air dan
menurunkan tegangan permukaan alveolus sehingga paru lebih compliant
dan dapat melawan kecenderungan alveolus untuk kolaps. Interdependensi
alveolus juga melawan kecenderungan alveolus untuk kolaps, karena
alveolus yang kolaps ditarik terbuka oleh recoil alveolus-alveolus sekitar
yang teregang oleh alveolus yang kolaps tersebut.
 Paru dapat diisi lebih dari 5,5 liter pada upaya inspirasi maksimal atau
dikosongkan hingga sekitar 1 liter pada upaya ekspirasi maksimal. Na-
mun, dalam keadaan normal paru beroperasi "setengah kapasitas". Volume

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 10


paru biasanya bervariasi dari sekitar 2 sampai 2,5 liter sewaktu volume
alun napas rerata 500 ml udara masuk dan keluar setiap kali bernapas.
 Jumlah udara yang masuk dan keluar paru dalam satu menit, ventilasi
paru, sama dengan volume alun napas kali kecepatan napas.
 Tidak semua udara yang masuk dan keluar tersedia untuk pertukaran 0 2

dan CO2 dengan darah, karena sebagian menempati saluran napas


penghantar, yang dikenal sebagai ruang rugi anatomik. Ventilasi
alveolus, volume udara yang dipertukarkan antara atmosfer dan alveolus
dalam satu menit, adalah ukuran udara yang benar-benar tersedia untuk
pertukaran gas dengan darah. Ventilasi alveolus sama dengan (volume
alun napas dikurangi volume ruang rugi) kali kecepatan napas.

b. Pertukaran Gas
 Oksigen dan CO, berpindah menembus membran melalui difusi pasif
mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.
 Tekanan parsial suatu gas dalam udara adalah bagian dari tekanan
atmosfer total yang disumbangkan oleh gas tersebut, yang berbanding
lurus dengan persentase gas ini dalam udara. Tekanan parsial suatu gas
dalam darah
 bergantung pada jumlah gas tersebut yang larut dalam darah.
 Difusi netto Oksegen, terjadi pertama antara alveolus dan darah dan
kemudian antara darah dan jaringan akibat gradien tekanan parsial 0, yang
tercipta karena pemakaian terusmenerus 0, di sel dan penggantian
terus-menerus 02 alveolus segar dari ventilasi.
 Difusi netto CO2 terjadi dalam arch berlawanan, pertama antara jaringan
dan darah lalu antara darah dan alveolus, akibat gradien tekanan parsial
CO2, yang terbentuk oleh produksi terus-menerus CO2 di sel dan
pengeluaran terusmenerus CO2 alveolus melalui ventilasi.
 Faktor-faktor selain gradien tekanan parsial yang mempengaruhi laju
pertukaran gas adalah luas permukaan dan ketebalan membran yang harus

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 11


dilewati gas sewaktu berdifusi Berta koefisien difusi gas di membran,
sesuai hukum difusi Fick.

c. Transpor Gas
 Karena Oksigen, dan CO2 tidak terlalu larut dalam darah, maka keduanya
harus diangkut termarna melalui mekanisme di luar pelarutan fisik biasa.
 Hanya 1,5% 0yang secara fisik larut dalam darah, dan 98,5% lainnya
berikatan secara kimiawi dengan hemoglobin (Hb).
 Faktor utama yang menentukan seberapa banyak Hb berikatan dengan
Oksigen (% saturasi Hb) adalah Poe darah, digambarkan oleh kurva
berbentuk S yang dikenal sebagai kurva disosiasi 0,-Hb.
 Hubungan antara POksigen darah dan % saturasi Hb adalah sedemikian
sehingga pada kisaran Po 2 kapiler paru (bagian datar pada kurva), Hb
tetap hampir jenuh meskipun Poe darah turun hingga 40%. Hal ini meng-
hasilkan batas keamanan dengan memastikan penyaluran Oksigen,
mendekati normal ke jaringan meskipun terjadi penurunan substansial
Po 2 arteri.
 Pada kisaran POksigen di kapiler sistemik (bagian curam kurva),
pembebasan Oksigenoleh Hb meningkat pesat sebagai respons terhadap
penurunan lokal kecil POksigen darah yang berkaitan dengan peningkatan
metabolisms sel. Dengan cara ini, lebih banyak Oksigen, yang disalurkan
untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang meningkat.
 Karbon dioksida yang diambil ch kapiler sistemik diangkut dalam darah
melalui tiga cara: (1) 10% larut secara fisik, (2) 30% berikatan dengan
Hb, dan (3) 60% mengambil bentuk bikarbonat (HCO3-)
 1 Enzim eritrosit karbonat anhidrase mengatalisis konversi CO 2 menjadi
HCO 3 - sesuai reaksi CO 2 + H 20 H2 CO3 H, + HCO3 -, Karbon dan
oksigen yang se- mula ada di CO 2 kini menjadi bagian dari ion bikarbonat.
H+ yang dihasilkan berikatan dengan Hb. Reaksi-reaksi ini semua
berbalik di paru sewaktu CO2 dieliminasi ke alveolus.

d. Kontrol Pernapasan
 Ventilasi melibatkan dua aspek berbeda, keduanya berada di bawah
kontrol saraf. (1) pergantian siklis antara inspirasi dan ekspirasi dan (2)

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 12


regulasi besar ventilasi, yang sebaliknya bergantung pada kontrol laju
pernapasan dan kedalaman volume alun napas.
 Irama bernapas dihasilkan oleh anyaman saraf kompleks, yaitu
kompleks pra-Betzinger, yang memperlihatkan aktivitas pemacu
dan mengaktifkan neuron-neuron inspirasi yang terletak di
kelompok respirasi dorsal (KRD) pusat kontrol pernapasan di medula
batang otak. Ketika neuron-neuron inspirasi ini melepaskan muatan,
impuls akhirnya mencapai otot-otot inspirasi untuk menimbul-an
inspirasi.
 Ketika neuron-neuron inspirasi berhenti melepaskan muatan, otot-
otot inspirasi melemas dan terjadi ekspirasi. lika akan terjadi ekspirasi
aktif maka otot-otot ekspirasi diaktifkan oleh impuls dari neuron
ekspirasi medula di kelompok respirasi ventral (KRV) pusat kontrol
pernapasan di medulla.
 Irama dasar ini diperhalus oleh keseimbangan aktivitas di pusat
apnustik dan pneumotaksik yang terletak lebih tinggi di batang
otak, di pops. Pusat apnustik memperlama inspirasi sedangkan pusat
pneumotaksik yang lebih kuat membatasi inspirasi
 Tiga faktor kimiawi berperan dalam menentukan tingkat ventilasi: PCO2,
dan konsentrasi H' darah arteri.
 Faktor dominan dalam regulasi ventilasi dari menit ke menit adalah
Pco2 arteri. Peningkatan Pco2 arteri adalah rangsangan kimiawi paling
kuat untuk meningkatkan ventilasi. Perubahan Pco, arteri mengubah
ventilasi rerutama dengan menimbulkan perubahan setara pada kon-
sentrasi H' CES otak, yang kemoreseptor ventral sangat peka
terhadapnya.
 Kemoreseptor perifer responsif terhadap peningkatan konsentrasi H'
arteri, yang juga, secara refleks menyebabkan peningkatan ventilasi.
Penyesuaian CO, penghasil asam di darah arteri penting untuk
mempertahankan keseimbangan asam-basa di tubuh.
 Kemoreseptor perifer juga secara refleks merangsang pusat respirasi
sebagai respons terhadap penurunan mencolok Po, arteri (<60 mm Hg).
Respons ini berfungsi sebagai mekanisme darurat untuk meningkatkan

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 13


respirasi ketika kadar Po, arteri turun di bawah kisaran aman yang
dihasilkan oleh bagian datar kurva 0 2-Hb.
(Guyton dan Hall, 2007)

3) Histologi
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan
untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi.
Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus,
di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida
dengan pembuluh darah. Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2
daerah utama:
 Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis.
 Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan
alveolus. Saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi
dan pars respirasi.

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel


bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan
mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel
silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan
sel granul kecil.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 14


(Eroschenko, Vicror P.2010)

B. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus ?


Jawab :
Untuk anak usia 5 tahun dan di bawahnya, kerentanan terhadap infeksi
lebih besar, karena sistem imun dari anak usia tersebut masih belum telalu

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 15


responsif dan masih belum terbentuk sempurna sehingga ketika ada virus atau
bakteri maka tubuh dengan mudah untuk terinfeksi, sehingga dapat terjadi
sesak yang makin bertambah.
Anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak
perempuan dalam hal rentan menderita pneumonia. Periode alveolar (8 bulan
sampai masa anak anak) merupakan fase matur alveoli jadi maturasi belum
baik.
(Nurjannah, 2012)
Sintesis :
Hasil SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 1997
menyebutkan bahwa prevalensi pneumonia menurut jenis kelamin lebih tinggi
terjadi pada anak laki-laki 9,4%, sedangkan pada anak perempuan 8,5%.
(Depkes, 2002)
C. Apa saja penyebab sesak napas ?
Jawab :
1. Penyakit saluran napas: Asthma, Bronkitis kronis, Emfisema, Sumbatan
Laring, Aspirasi Benda Asing
2. Penyakit parenkim paru: Pneumonia, Gagal Jantung Kongesti
3. Penyakit Vaskular Paru: emboli paru, Kor Pulmonale, Hipertensi Paru,
Penyakit Veno-oklusi paru
4. Penyakit Pleura:Pnemotorax, Efusi Pleura, Hemotorax, Fibrosis
5. Penyakit Dinding Paru: Trauma, Neuromuskular, Kelainan tulang
(Sudoyo, 2009)

Pada anak penyebabnya


1. kelainan bawaan/kongenital jantung atau paru- paru
2. kelainan pada jalan nafas/ trakea
3. pembesaran kelenjar thymus
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 16
4. tersedak makanan
5. akibat penyakit infeksi
6. penumpukan cairan di dalam rongga paru
7. penyakit obstruksi jalan nafas
(Mardjanis, 2007)
D. Bagaimana patofisiologi sesak nafas pada kasus ?
Jawab :
Mikroorganisme masuk melalui inhalasi  mikroorganisme berada di saluran
pernapasan atas  reaksi inflamasi + imunitas belum sempurna pada anak,
sebagian mikroorganisme berhasil melewati sistem pertahanan mekanik,
humoral dan seluler pada saluran pernapasan atas  berkolonisasi dan
menyebar ke saluran pernapasan bawah (parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli)  reaksi
inflamasi  akumulasi sel-sel radang  produksi eksudat meningkat 
obstruksi saluran napas berkaliber kecil dan konsolidasi yang merata pada
lobus yang berdekatan  gangguan difusi O2 dan CO2  sesak napas.
(Behrman, 2014)

E. Apa jenis – jenis sesak ?


Jawab :
- sesak napas berkurang bila penderita duduk (orthopneu)
- sesak bila melakukan aktivitas (dyspneu d’effort)
- sesak napas dengan letak paksa, biasanya lesi di pleura.
- sesak terutama pada malam hari (Nocturnal dyspneu)
- sesak bila melakukan aktivitas fisik berat (exercised)
(Price, 2012)

Klasifikasi sesak nafas menurut NYHA:


a. Deefort dyspnue adalah sesak nafas timbul saat kerja dan segera hilang
waktu istirahat.
b. Ortopnue adalah sesak nafas timbul saat berbaring, tapi dalam keadaan
duduk atau berdiri segera hilang
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 17
c. Dypsnue deeropost adalah sesak nafas timbul saat duduk istirahat
d. Paroksimal noktural dyspnue (PND) adalah sesak nafas timbul pada saat
malam hari, pada waktu tidur
e. Asma cardial adalah sesak nafas timbul akibat adanya gagal jantung kiri,
sehingga terjadi pembendungan pada paru mengakibatkan oedem paru dan
kongestif kapiler serta transudasi cairan ke dalam alveoli.

Bentuk – bentuk sesak nafas:


1. Ortopneu
Dispnea yang terjadi pada saat posisi berbaring, biasanya disebabkan
karena gagal jantung.
2. Platipneu
Platipneu kebalikan dari ortopneu, yaitu dispnea yang terjadi pada posisi
duduk dan membaik jika penderita dalam posisi berbaring, keadaan ini
terjadi pada abnormalitas vaskularisasi paru seperti pada COPD berat.
3. Trepopneu
Disebut trepopneu jika dengan posisi bertumpu pada sebelah sisi,
penderita dispnea dapat bernafas lebih enak ditemui pada penyakit jantung
(perubahan posisi menyebabkan perubahan ventilasi – perfusi).
4. Paroxysmal nocturnal dsypnea (PND)
PND adalah sesak nafas yang terjadi tiba – tiba pada saat tengah malam
setelah penderita tidur selama beberapa jam, biasanya terjadi pada
penderita penyakit jantung. Mengindikasikan CHF atau asma
5. Exertional dsypnea
Dispnea yang disebabkan karena melakukan aktivitas. Intensitas aktivitas
dapat dijadikan ukuran beratnya gangguan nafas, misal setelah berjalan 50
langkah atau setelah menaiki 4 anak tangga timbul sesak nafas.

6. Keadaan psikologis
Jika seseorang mengeluh sesak nafas tetapi dalam exercise tidak timbul
sesak nafas maka dapat dipastikan keluhan sesak nafasnya disebabkan
oleh keadaan psikologis.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 18


Sesak napas berdasarkan waktu:
1. Dispneu akut
2. Dispneu progresif menahun
3. Dispneu paroksismal berulang
(Price, 2012)

F. Apa makna sesak napas tidak berbunyi, tidak dipengaruhi cuaca, aktivitas dan
posisi ?
Jawab :
Menyingkirkan diagnosis banding asma bronkial karena pada asma
bronkial sesak nafas berbunyi mengi, dipengaruhi oleh cuaca terutama cuaca
dingin serta bergantung aktivitas penderita.
(Sudoyo, 2009)

G. Apa makna sesak nafas yang semakin hebat ?


Jawab :
Sesak napas bertambah menandakan lapang paru sudah banyak alveoli
yang rusak (tidak berfungsi) akibat dari proses inflamasi dan terjadi infiltrasi
makrofag, neutrofil, leukosit mengakibatkan alveoli dipenuhi cairan eksudat
sehingga proses difusi O2 dan CO2 terganggu dan mengakibatkan tubuh
berkompensasi dengan pernafasan yang cepat dan dangkal (sesak nafas).
Selain itu, juga dapat menunjukkan bahwa mikroorganisme yang menginfeksi
berada di stadium III. Stadium III berlangsung 3-8 hari.
(Kumar, V., Robbins, S., 2007).
Patogenesis mikroorganisme yang menginfeksi:
1) Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 19
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2) Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3) Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4) Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
(Abdoerrachman, M. 2007)

2. Enam hari yang lalu, Ali juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas
tinggi.
A. Apa hubungan keluhan tambahan dengan keluhan utama ?
Jawab :
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 20
Hubunganya yaitu batuk berdahak dan pilek merupakan respon
pertahanan fisik di mana tubuh merespon infeksi yang masuk dengan
mengeluarkan pathogen yang masuk dengan reflex batuk, pilek karena sel
goblet yang memproduksi mucus secara berlebihan dan panas tingi merupakan
respon inflamasi dari peradangan tersebut, Hubungan dengan sesak nafasnya
di mana mekanisme pertahanan lebih lanjut tidak bisa mengatasi pathogen
yang masuk tersebut sehingga mikroorganisme melalui jalan nafas sampailah
ke alveoli dan membentuk kolonisasi di alveoli sehingga terjadi edema antar
kapiler dan alveolus yang menyebabkan pertukaran gas O2 dan CO2
terganggu yang menyebabkan sesak nafas.
(Price, S., Wilson, L., 2005)

B. Apa penyebab batuk, pilek dan demam ?


Jawab :
 Demam
Penyebab secara umum:
- Infeksi mikroorganisme
- Non infeksi (autoimun, neoplasma, obat-obatan dll)
 Batuk
Batuk merupakan respon fisiologis sebagai upaya pertahanan dan
mengeluarkan benda asing.
Penyebab secara umum:
- Infeksi saluran pernafasan atas
- Rangsangan: misal debu di reseptor batuk (hidung, sal pernafasan dan
telinga)
- Iritan (asap rokok, gas polutan).
 Pilek
Penyebab secara umum:
- Alergi (terhadap benda asing)
- Infeksi
- Non infeksi dan non alergi.
(Isselbacher dkk, 2012)

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 21


Sedangkan berdasarkan kasus, batuk berdahak, pilek disertai demam
diakibatkan karena terjadi bronkopneumonia. Pada anak usia 4 bulan - 5 tahun
mikroorganisme penyebab yang paling sering yaitu:
 Bakteri
- Streptococcus pneumoniae,
- Mycoplasma pneumoniae,
- Clamydia pneumoniae,
- Haemophillus influenzatype B,
- Neiseria meningitis,
- Staphylococcus aureus.

 Virus
- Respiratory syncytial virus (RSV),
- Influenza& parainfluenza virus,
- Adenovirus,
- Rhinovirus,
- Measles virus
- Virus Varisela-Zoster.
(Setyoningrum, 2006)
C. Bagaimana Patofisiologi gejala penyerta ?
Jawab :
 Pilek
Terpajanan microorganism  mikroorganisme masuk melalui cavum nasi dan
kemudian menempel pada mukosa hidung  infeksi di saluran napas atas 
merangsang pengeluaran mucus oleh sel goblet sebagai respon pertahanan
tubuh  mucus tersebut dikeluarkan oleh silia melalui hidung sehingga
timbulah pilek
 Demam
Infeksi Mikroorganisme masuk ke saluran pernafasan → infeksi saluran
pernafasan → respon imun menurun → peradangan → aktivasi makrofag
(fagositosis) ( TNF α, IL-1, IL-6) → induksi prostaglandin → peningkatan
termostat di hipothalamus → set point meningkat →demam
 Batuk

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 22


Adanya mikroorganisme  terjadi rangsangan pada reseptor batuk (farings,
larings,trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal)  reseptor di saluran nafas
terpacu  reseptor akan mengirimkan melalui oleh saraf aferen ke pusat batuk
(medula spinalis) impuls diteruskan ke oto pernafasan (otot farings, larings,
diafragma, interkostal) melalui saraf eferen  otot-otot pernafasan
berkontraksi dengan kuat  terjadi inspirasi maksimal (untuk mendapatkan
volume udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi peningkatan tekanan
intratorakal penutupan glottis (untuk mempertahankan volume paru pada
saat tekanan intratorakal besar) peningkatan tekanan intratoraks  glotis
terbuka  terjadi ekspirasi yang cepat, singkat, dan kuat  batuk secara
eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran respiratorik.
(Ganong,W.F, 1995)

3. Riwayat penyakit dahulu : tidak pernah mengalami penyakit yang sama


sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi.
A. Apa makna Ali tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya dan
tidak ada riwayat alergi ?
Jawab :
Berdasarkan riwayat penyakit terdahulu, dapat disingkirkan diagnosis
asma bronkial karena pada penyakit asma bronkial keluhan biasanya berulang
dan dicetuskan oleh alergen tertentu.
(Sudoyo, 2009)

4. Riwayat penyakit dalam keluarga : bapak penderita saat ini mengalami batuk
pilek. Riwayat lingkungan : tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang kakak
di rumah semi permanen berukuran 4x4 m tanpa kamar, hanya ada 2 jendela.
A. Bagaimana hubungan riwayat keluarga yang tinggal satu rumah dengan
keluhan yang dialami ?
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 23
Jawab :
Dengan bapak penderita yang mengalami batuk pilek kemungkinan
terjadi penularan penyakit, ditambah lagi dengan umur yang masih Ali 3
tahun yang memiliki sistem imun yang belum begitu responsif dan terbentuk
sempurna. Sehingga menyebabkan resiko tertular penyakit semakin tinggi.

B. Apa hubungan rumah semi permanen berukuran 4x4m tanpa kamar, hanya ada
2 jendela dengan keluhan ?
Jawab :
Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung
terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan diantaranya adalah
infeksi saluran nafas. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya
kurang dan dapur terletak di dalam rumah bersatu dengan kamar tidur dan
ruang tempat bayi dan balita bermain.
Rumah kecil yang tidak memiliki sirkulasi udara memadai yang penuh
asap yang berasal dari asap anti nyamuk bakar, asap rokok, dan asap hasil
pembakaran bahan bakar untuk memasak akan mendukung penyebaran virus
atau bakteri, dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan
paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.
(Putri ES, 2010)

Jika dihubungkan dengan kasus, maka makna dan riwayat lingkungan


Ali dengan keluhan yang dialaminya adalah ia memiliki lingkungan rumah
yang buruk (kurang baik) yang dapat mendukung terjadinya penularan dan
gangguan penyakit infeksi saluran pernapasan.

5. Riwayat imunisasi : BCG, skar (+); DPT 1,2,3; Hepatitis 1,2,3; Polio 0,1,2,3
A. Apa makna riwayat imunisasi ?
Jawab :
Riwayat imunisasi dasar Ali ini tidak lengkap karena tidak
mendapatkan imunisasi campak. Imunisasi yang tidak lengkap merupakan
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 24
faktor risiko yang dapat meningkatakan insidens ISPA terutama pneumonia.
Bayi dan balita yang terkena kuman campak dan sembuh akan mendapat
kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian
besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak.
Peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya
pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas
ISPA, diupayakan imunisasi lengkap.
(Kliegman,2006)

B. Bagaimana tahap imunisasi dasar menurut IDAI ?

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 25


Jawab :

Keterangan:

Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.


1) Vaksin Hepatitis B
Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului
pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan
vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas
yang berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin
hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi.
2) Vaksin Polio

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 26


Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0).
Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster  dapat
diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat
satu dosis vaksin IPV.
3) Vaksin BCG
Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2 bulan.
Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4) Vaksin DTP
Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain.
Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td,
di-booster setiap 10 tahun.
5) Vaksin Campak
Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1
(program BIAS).
6) Vaksin Pneumokokus (PCV)
Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan
interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya
perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2
bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan
cukup satu kali.
7) Vaksin Rotavirus
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14
minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya
vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan
tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1
diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu,
dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4
minggu).
8) Vaksin Varisela
Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik pada
umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 27
9) Vaksin Influenza
Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang setiap
tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak
umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu.
Untuk anak 6 – <36 bulan, dosis 0,25 ml.

10) Vaksin Hib


Membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme
ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat.
Vaksin ini adalah bentuk polisakarida murbi (PRP: purified capsular
polysaccharide) kuman H. Influenzae tipe b, antigen dalam vaksin tersebut
dapat dikonjugasi dengan protein-protein lain seperti toksoid tetanus (PRP-
T), toksoid dipteri (PRP-D atau PRPCR50) atau dengan kuman
menongokokus (PRP-OMPC). Cara Pemberian dapat dilakukan dengan 2
suntikan dengan interval 2 bulan kemudian bosternya dapat diberikan pada
usia 18 bulan.
11) Vaksin Human papiloma virus (HPV)
Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin HPV bivalen
diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen
dengan interval 0, 2, 6 bulan.
(Ranuh, 2011)

6. Riwayat makanan : tidak pernah diberi ASI sejak lahir. Saat ini anak makan
nasi biasa 3x setengah mangkuk kecil, dan minum susu formula 1x sehari.
A. Apa makna riwayat makanan pada Ali ?
Jawab :
Tidak pernah diberi ASI sejak lahir akan membuat imunitas anak
menjadi rendah. Karena didalam ASI terdapat antibody terhadap bakteri dan
virus (IgA sekretorik) dan factor kekebalan non spesifik yang mencakup
makrofag dan nukleotida.
B. Apa saja manfaat asi ?
Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 28


Beberapa Manfaat Pemberian ASI Adalah Sebagai Berikut :
 Bagi bayi
Menurunkan insidens keparahan diare, penyakit saluran nafas, otitis
media bakteremia, meningitis bakterialis dan enterokolitis nekrotikans.
 Bagi ibu
Menurunkan resiko pendarahan pasca melahirkan, amenore yang lebih
lama, insidens terjadinya kanker ovarium dan resiko osteoporosis.
 Bagi masyarakat
Menurunkan biaya pemeliharaan kesehatan karena bayi yang mendapat
ASI lebih jarang mengalami sakit.
Di negara yang sedang berkembang, penyakit infeksi pada anak masih
merupakan masalah akibat pajanan mikroorganisme patogen yang masih
tinggi. Pada masa bayi (0-1 tahun) terdapat kepekaan yang tinggi terhadap
infeksi sebagai akibat dari fungsi imunologis yang masih imatur dan klirens
patogen intraseluler yang kurang. Pada masa intra uterin, terdapat
imunoglobulin G (IgG) transplacental yang memiliki peran penting untuk
melindungi bayi hingga usia 6- 12 bulan.
(Gurning, 2011)

Imunoglobulin M (IgM) dapat memberi proteksi bayi di usia awal,


terhadap invasi mikroba patogen di daerah mukosa sebagai respon
nonspesifik.
(Gurning, 2011)

Pada bayi yang menyusu, ASI merupakan perlindungan yang ketiga,


identik dengan ”transplacental blood” yaitu sebagai alat transport nutrien,
pengaruhnya pada sistim biokemikal, meningkatkan imunitas dan merusak
patogen (Riordan dan Auerbach, 1999). Antibodi sIgA yang merupakan salah
satu komponen utama ASI, beserta elemen imun lainnya dapat berfungsi
sebagai pembawa kekebalan pasif baik yang bersifat inat maupun adaptif.
Air susu ibu merupakan sumber nutrisi utama yang dapat memenuhi
seluruh kebutuhan bayi untuk tumbuh dan berkembang hingga usia 6 bulan. Di
negara berkembang ASI sangat berperan dalam mencegah terjadinya infeksi
maupun penyakit diare. Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2001, tingkat
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 29
mortalitas akibat penyakit infeksi menurun secara mencolok pada bayi yang
mendapat ASI dibandingkan dengan yang mendapat susu formula. Khususnya
bayi yang mendapat ASI-eksklusif sampai dengan usia 6 bulan,
memperlihatkan adanya penurunan insiden dan incidence density penyakit
infeksi.
(Gurning, 2011)

C. Apa dampak tidak diberi asi dengan keluhan ?


Jawab :
Pada kasus ini, Ali tidak mendapatkan ASI sehingga kemungkinan
untuk terkena penyakit saluran nafas lebih tinggi dibandingkan anak yang
mendapatkan ASI. Hal ini berkaitan dengan kandungan-kandungan ASI yang
berperan dalam perkembangan imunitas tubuh.

7. Pemeriksaan Fisik :
 BB = 13 Kg TB = 90 Cm
 Keadaan umum = Tampak Sakit Berat
 HR = 140 x/menit
 RR = 58x/menit
 T = 39,60C
A. Apa intepretasi pemeriksaan fisik ?
Jawab :
Pemeriksaan Rujukan Intepretasi
Tinggi badan Menurut Depkes dan Tinggi badan usia 2 – 12
WHO tahun menggunakan
Tinggi badan : rumus:
lahir-1 thn : 50,5-75,5 cm Umur (tahun) x 6 + 77 =
1-2 thn : 78 cm 6n + 77= 6 x 3 + 77 =

3-4 thn : 96 cm 95 cm Interpretasi :

4 thn : 100,3 cm TB : 90 cm (Abnormal)

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 30


5 thn : 109,0 cm

Berat badan Menurut Depkes dan Berat badan usia 1– 6


WHO tahun, menggunakan
Berat Badan : rumus :
lahir-1 thn : 3,4-4,9 kg BB=(Umur(tahun) X 2) +
1-2 thn : 10,6 kg 8

3-4 thn : 14,5 kg BB = 2n + 8

4 thn : 16,5 kg = (2 x 3) + 8
= 14 kg
5 thn : 18,5 kg

Menurut Depkes:
< 17,0 : sangat kurus
17,0-18,5 : kurus
18,5-25,0 : normal
>25,0-27,0 : kegemukan
>27,0 : obesitas

TD Menurut Depkes TD : 90/60 Hipotensi


1 bln : 86/54 mmHg
1 thn : 96/65 mmHg
2-5 thn : 99/65 mmHg
6 thn : 100/65 mmHg
8 thn : 105/65 mmHg
10 thn : 110/60 mmHg
12 thn : 115/60 mmHg
15-20 : 90/60- 120/80
mmHg

RR  < 2 bln : < 60x/menit RR:52 Takipnea


(Normal)
 2-12 bulan :

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 31


<50x/menit (Normal)
 1-5 thn : <40x/menit
(Normal)

6-8 thn : < 30x/menit


(Normal)

Suhu  < 350C : T :39,50C febris


Hipotermia
 350 – 37,80C :
Normal
 37,90 – 38,20C :
Subpebris
 38,30 – 41,50C :
Pebris

> 41,60C :
Hiperpireksia

B. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan fisik ?


Jawab :
Mekanisme hipotensi
Konsolidasi dari alveoli→gangguan pertukaran gas→ O2 turun + kurangnya
nutrisi→sel-sel otot polos tidak mampu berkontraksi→terjadi
vasodilatasi→penurunan resistensi perifer→hipotensi
(Price,2005)
Mekanisme RR
Daya tahan tubuh ↓ → mikroorganisme masuk kedalam saluran pernafasan
sampai ke alveoli → mikroorganisme menginfeksi alveoli→terjadi proses
peradangan pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya → pelepasan
mediator inflamasi (histamine, prostaglansin) mengaktivasi complement
→komplement bekerja sama dengan histamine dan prostaglandin
→melemahkan otot polos vaskuler dan ↑ permeabilitas kapiler paru
→perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisial → edema antar
kapiler dan alveoli →penimbunan cairan diantara kapiler dan alveoli →
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 32
konsolidasi dari alveoli →↓total permukaan membrane pernafasan dan↓
ventilasi perfusi → hypoxia →↑kerja paru untuk kompensasi tubuh →
Takipnea (RR 52x/menit)
(Behrman RE, 2000, Prince SA, 2005)

Mekanisme Suhu tubuh

Daya tahan tubuh ↓ → mikroorganisme masuk kedalam saluran pernafasan


sampai ke alveoli → mikroorganisme menginfeksi alveoli→membangkitkan
proses peradangan → pelepasan mediator inflamasi (histamine, prostaglandin)
mengaktivasi complement →komplement bekerja sama dengan histamine dan
prostaglandin → makrofag mengeluarkan IL1, TNF, dan IL6 à IL1, TNF, dan
IL6 mencapai hipothalamus dan mengeluarkan asam arakidonat à terbentuk
PGE2 yang mengacaukan set point di pusat termostat à hipothalamus
meningkatkan suhu tubuh à peningkatan suhu tubuh à Demam (Temp 39,5o C )
(Sudoyo, 2009, Kumar, 2007 dan Prince, 2005)
8. Pemeriksaan Spesifik :
 Kepala : Sianosis sirkum oral (+), nafas cuping hidung (+)
 Thorax :
Inspeksi : Terdapat retraksi intercostal, subcostal dan suprasternal
Palpasi : stem fermitus meningkat di kedua lapang paru
Perkusi : redup pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler menurun, ronki basah halus nyaring pada kedua
lapangangan paru, Wheezing tidak terdengar.
A. Bagaimana Intepretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan spesifik ?
Jawab :
 Nafas cuping hidung (+) : Abnormal → merupakan tanda-tanda sesak nafas
(khas pada bronkopneumonia pada anak)
Mekanisme: Oksigen kurang → kompensasi tubuh untuk mendapatkan
oksigen yang lebih dengan nafas cuping hidung
 Thoraks :
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 33
 inspeksi: retraksi intercostal, subcostal dan suprasternal (abnormal) →
Pengoptimalan bantuan ventilasi.
Mekanisme: Cairan purulent di alveoli tekanan di paru meningkat 
kavasitas paru menurun  kompensasi tubuh untuk melawan tingginya
tekanan paru  bernapas dengan bantuan otot pernapasan  retraksi
intercostal, subcostal dan suprasternal
 Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri meningkat (abnormal) → getaran
dinding dada meningkat
Mekanisme: Paru terisi cairan dan sedikit udara  mengalami pemadatan (
konsolidasi)  sebagai penghantar yang baik getaran meningkat
dibandingkan bila hanya udara
 Perkusi : redup pada basil kedua paru (abnormal) → Adanya
konsolidasi (pemadatan) pada daerah yang diperkusi sehingga
berkurangnya hantaran gelombang suara.
Mekanisme: Paru terisi cairan dan sedikit udara  mengalami pemadatan (
konsolidasi) redup pada basil kedua paru
 Auskultasi : suara nafas vesikuler meningkat, ronki basah halus nyaring
pada kedua lapangan paru (abnormal) → Permukaan bronkus mempunyai
banyak mukus.
Mekanisme ronkhi basah sedang = suara gelembung kecil yang pecah,
terdengar bila adanya sekret pada saluran pada saluran napas kecil dan
sedang.
Mekanisme: Adanya cairan dan infiltrate pada duktus alveolaris,
bromkiolus dan bronkus kecil  terdengar ronki basah halus nyaring
( infiltrate )
(Price, Sylvia, 2005)

B. Bagaimana macam – macam bunyi ronkhi ?


Jawab :
Ronchi : adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama ekspirasi.
Disebabkan karena gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit
akibat obstruksi napas.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 34


 Ronchi kering : suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama
waktu ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada bronkus. Ada yang high
pitch (menciut) misalnya pada asma dan low pitch oleh karena secret yang
meningkat pada bronkus yang besar yang dapat juga terdengar waktu
inspirasi.
 Ronchi basah (krepitasi) : bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu
pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan
oleh secret di dalam alveoli atau bronkiolus. Ronki basah dapat halus,
sedang, dan kasar. Ronki halus dan sedang dapat disebabkan cairan di
alveoli misalnya pada pneumonia dan edema paru, sedangkan ronki kasar
misalnya pada bronkiekstatis. Perbedaan ronchi dan mengi. Mengi berasal
dari bronki dan bronkiolus yang lebih kecil salurannya, terdengar bersuara
tinggi dan bersiul. Biasanya terdengar jelas pada pasien asma. Ronchi
berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih besar salurannya, mempunyai
suara yang rendah, sonor. Biasanya terdengar jelas pada orang ngorok. 
(Bickely, 2011)
9. Pemeriksaan Laboratorium :
 Leukosit : 23.000/mm3
 hitung jenis : 1/1/08/68/20/2
A. Apa intepretasi pemeriksaan Laboratorium ?
Jawab :
Hasil Normal Hasil dan Interpretasi
pemeriksaan
Leukosit : Balita : 5.700-18.000 Meningkat (leukositosis)
23.000 sel/mm3
sel/mm3
Hitung jenis Basofil :0-2 Netrofil batang meningkat
leukosit Eosinofil : 1-3  shift to the left (Infeksi
1/1/8/68/20/2 N. Batang: 2-6 akut)
N. segmen : 50-70
Limfosit : 20-40
Monosit : 2-8

B. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan Laboratorium ?

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 35


Jawab :
 Leukosit ↑ dan shift to the left:
Infeksi mikroorganisme pada saluran pernafasan atas  terjadi inflamasi
pada saluran pernafasan atas  pengeluaran pirogen endogen 
stimulasi untuk mensintesis protein fase akut leukosit dan netrofil 
(shift to the left)
(Behrman, 2014)
10. Pemeriksaan Radiologi :
Thoraks AP/L : Infiltrat pada kedua lapang paru
Jawab :
a. Bagaimana Intepretasi dan mekanisme abnormal pada kasus ?
Jawab :
Mikroorganisme masuk melalui inhalasi  mikroorganisme berada di saluran
pernapasan atas  reaksi inflamasi, tetapi akibat tidak ditatalaksana dengan baik +
imunitas belum sempurna pada anak, sebagian mikroorganisme berhasil melewati
sistem pertahanan mekanik, humoral dan seluler pada saluran pernapasan atas 
berkolonisasi dan menyebar ke saluran pernapasan bawah (parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli) 
reaksi inflamasi  akumulasi sel-sel radang  produksi eksudat meningkat 
obstruksi saluran napas berkaliber kecil dan konsolidasi yang merata pada lobus
yang berdekatan  akumulasi cairan di paru  pada rontgen tampak infiltrat pada
kedua lapangan paru.
11. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus ?
Jawab :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang sesuai dengan gejala dan tanda
yang diuraikan sebelumnya dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan
penunjang.
 Anamnesis.
 Sesak nafas
 Pilek, panas tinggi, batuk berdahak disertai muntah.
 Sukar makan dan minum
 Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 36


 Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut,
retraksi sela iga.
 Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
 Perkusi : Sonor memendek sampai beda
 Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki
basah gelembung halus sampai sedang.
 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3
dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan
dengan infeksi virus atau mycoplasma.
 Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
 Peningkatan LED.
 Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat
swab).
 Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolic

2. Pemeriksaan Rontgen Toraks


Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa
lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis,
atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel
polimorfonuklear juga dapat dijumpai.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena


pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO
mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :
 Pneumonia sangat berat :
bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 37


 Pneumonia berat :
bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
 Pneumonia :
bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun
 Bukan Pneumonia :
hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

(Suardi, 2008)

12. Bagaimana Diagnosis banding pada kasus ?


Jawab :
Gejala Bronkopn Bronchiolitis Bronchitis akut Kasus
eumonia akut
Batuk + + + +
Sulit + + + +
bernapas
Demam + -/ subfebris +/sedikit meningkat +
Retraksi + + - +

Dullness + - (hipersonor) - +
Rales + + (wheezing) - (wheezing dan +
ronki kasar)
Cyanosis + + - +

(Sudoyo,2009)

13. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ?


Jawab :
1) Chest X-Ray (Rontgen).(pada kasus tidak dilakukan)
Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari :

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 38


a. Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru. Konsolidasi dapat mengenai
1 lobus yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor
b. Bronkopneumonia, terdapat gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
disertai corakan peribronkial
2) Analisis gas darah, untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
3) Kultur sputum, untuk menentukan etiologi dan antibiotik yang cocok.
4) Pemeriksaan mikrobiologi , ini tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia
berat .spesimennya adalah usap tenggorok, secret tenggorok, secret nasofaring,
bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, aspirasi paru. Diagnosis dikatakan
definitive bila ditemukan kuman dari darah, cairan pleura, aspirasi paru.

5) Uji serologis (untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri tipik
yg puny aspesifitas dan sensitivitas rendah ), diagnosis infeksi streptokokus grup
A ( bisa dari peningkatan titer antibody seperti antistreptolisin O ,streptozim
atau antiDnase B. uji serologi sebenarnya tak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis atifik tapi untu infeksi atipik seperti mikoplasma dan klamidia dan
virus lain bisa dengan peningkatan antibody IgM dan IgG.
(Suardi, 2008)
14. Bagaimana Diagnosis pasti pada kasus ?
Jawab :
Bronkopneumonia.

Pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.


1) Berdasarkan klinis dan epidemiologis
 Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
 Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial pneumonia)
 Pneumonia aspirasi
 Pneumonia pada penderita Immunocompromised.

2) Berdasarkan bakteri penyebab


 Pneumonia bakterial/ tipikal

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 39


Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus
pada penderita pasca infeksi influenza.
 Pneumonia atipikal
Disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia Pneumonia virus
 Pneumonia jamur
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya
tahan lemah (immunocompromised)

3) Berdasarkan predileksi infeksi


 Pneumonia lobaris
Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang
terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi
bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
 Bronkopneumonia
Ditandai dengan bercak-bercak acteria e pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh
acteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan
obstruksi bronkus
 Pneumonia interstisial
(PPDI, 2013)

15. Bagaimana etiologi pada kasus (Virus, bakteri dll) ?


Jawab :
Timbulnya bronkopneumoni usia 4 bulan – 5 tahun disebabkan oleh :
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
4 bulan – Bakteri Bakteri
5 tahun - Chlamydia - Haemophillus
pneumonia influenza tipe B
- Mycoplasma - Moraxella
pneumonia catharalis
- Streptococcu - Neisseria
s pneumonia meningitides
- Staphylococcus
aureus

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 40


Virus Virus
- Virus Adeno - Virus Varisela-
- Virus Zoster
influenza
- Virus
parainfluenza
- Virus rino
- Respiratory
Syncytial virus
(Suardi, 2008)
 EtioloBakteri : Chlamydia pneumonia,Streptococcus, Staphylococcus, H.
Influenza, Klebsiella
 Virus : Legionella pneumonia
 Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
 Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru
 Terjadi kongesti paru yang lama
(Suardi, 2008)
16. Bagaimana epidemiologi pada kasus ?
Jawab :
Bronkopneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di negara berkembang. bronkopneumonia merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita).
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta
anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika
dan Asia Tenggara.

17. Bagaimana Tatalaksana pada kasus ?


Jawab :
a. Pneumonia rawat jalan
Dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau
kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan antibiotik
tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Dosis amoksisilin yang
diberikan adalah 25mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP –
20mg/kgBBsulfametoksazol.

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 41


b. Pneumonia rawat inap
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik beta – laktam dengan atau tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih
berat diberikan beta – laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru
intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik
dapat diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik
beta – laktam, ampisilin atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol.
18. Bagaimana Komplikasi pada kasus ?
Jawab :
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang.
b. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang.
d. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
e. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(Kliegman,2006)

19. Bagaimana prognosis pada kasus ?


Jawab :
prognosisnya dubia ad bonam untuk quo advitam dan functionam.

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi


didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 42


yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.
(Sudoyo, 2009)

20. Bagaimana Kompetensi Dokter Umum pada kasus ?


Jawab :

Tingkat Kompetensi 3B.


Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan
memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat
darurat).
(Konsil Kedokteran Indonesia, 2012)
21. Bagaimana Pandangan islam pada kasus ?
Jawab :
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan
pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 43


memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” 
(QS.Al Baqarah:233).

2.6 Kesimpulan
Ali, laki – laki 3 tahun mengalami sesak napas, batuk pilek dan disertai panas tinggi
disebbakan oleh Bronkopneumonia.

2.7 Kerangka Konsep


Faktor resiko

Klieg
m
a

Infeksi Saluran
Nafas Atas

Klieg
m
a

Refleks Sistem Mukus Pilek


Batuk Pertahanan tubuh Beerlebih
(Sekresi Mukus)

Belum di
tatalaksana

Meluas ke Saluran
nafas bawah

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 44


Menginfeksi
Alveolus

Respon Inflasmasi Demam

Penumpukkan Fibrin,
leukosit, Eritrosit

Gangguan Oksigen
dan Karbondioksida

Sesak Nafas

Retraksi Nafas Cuping Hidung

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 45


DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman, M. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI.
Behrman, dkk. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Saunders Elseveir

Eroschenko, Vicror P. 2010. Atlas Histologi di Fiore. Jakarra : EGC

Gurning. 2011. Produksi ASI dan Faktor yang mempengaruhinya.

http://www.pps.unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud-31-104828350-disertasi.pdf

(Diakses pada tanggal 28 Juni 2016)

Guyton. Arthur.C. & Hall. John E. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed.13. Jakarta : EGC

Kliegman R.M, Marcdante KJ, and Behrman R.E. 2006. Nelson Essentials of Pediatric. 5th

ed . Philadelphia: Elsevier Saunders

Mardjanis, S. 2007. Pneumonia Penyebab Utama Mortalitas Anak Balita di Indonesia.

http://www.idai.or.id (Diakses pada tanggal 27 Juni 2016)

Nurjannah, dkk. 2012. Profil pneumonia pada anak di RSUD Dr. Zainoel Abidin, Studi
Retrospektif. JurnalSari Pediatri, 13(5). Pp 324-328.

Ranuh dkk. 2011. Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Satgas Imunisasi IDAI
Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 46
Setyoningrum, R.A.2006.Pneumonia. In Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak

XXXVI.Surabaya: SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair - RSU Dr. Soetomo

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta : EGC.

Snell, Richard. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC

Suardi, Adi Sutomo., dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing

Sugihartono, 2012. Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam [pdf]. Tersedia di:
http://ejournal.undip.ac.id (Diakses Pada Tanggal 30 Juni 2015).

Laporan Tutorial Skenario C Blok 13 | 47

Anda mungkin juga menyukai