BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
b) vitamin D;
c) vitamin E;
d) zat besi;
e) zink, dan
f) mineral.
b. Berdasarkan jenis ASI
Volume dan komposisi nutrien ASI berbeda untuk setiap ibu
tergantung dari kebutuhan bayi (Astuti, Judistiani, Rahmiati, & Susanti,
2015):
a) Kolostrum
Kolostrum merupakan susu pertama yang keluar dan berbentuk
cairan kekuning-kuningan yang lebih kental dari ASI matang.
Produksi kolostrum dimulai pada masa kehamilan sampai
beberapahari setelah kelahiran. Kolostrum mengandung kadar IgA
sebagai sumber imun pasif bagi bayi. Kolostrum ini juga berfungsi
sebagai pencahar untuk membersihkan saluran pencernaan bayi baru
lahir.
b) ASI transisi
Asi transisi diproduksi mulai dari berhentinya kolostrum
sampai kurang lebih 2 minggu setelah melahirkan dan warna ASI
mulai memutih. Kandungan protein dalam ASI transisi semakin
menurun, namun kandungan laktosa, lemak, dan vitamin larut air
semakin meningkat.
c) ASI matang
Foremilk merupakan ASI yang keluar pada awal bayi menyusu
dan hindmilk keluar setelah permulaan let-down. Asi matur
merupakan makanan lengkap untuk bayi dan berwarna putih.
Foremilk mengandung vitamin, protein, dan tinggi akan air,
sedangkan hindmilk mengandung lemak empat sampai lima kali
lebih banyak dari foremilk.
14
7. Pengeluaran ASI
Pelepasan ASI berada di bawah kendali neuro-endokrin. Rangsang
sentuhan pada payudara (ketika bayi mengisap) akan merangsang oksitosin
yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel. Proses ini disebut refleks let
down atau pelepasan ASI dan membuat ASI tersedia bagi bayi.
Pada awal laktasi, refleks pelepasan ASI ini tidak dipengaruhi oleh keadaan
emosi ibu. Namun, pelepasan ASI dapat dihambat oleh keadaan emosi
ibu, misalnya ketika ia merasa sakit, lelah, malu, merasa tidak pasti, atau
merasakan nyeri (Bahiyatun, 2009).
Isapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae melalui
duktus ke sinus laktiferus. Isapan merangsang produksi oksitosin oleh
kelenjar hipofise posterior. Oksitosin memasuki darah dan menyebabkan
kontraksi sel-sel khusus (sel mioepitel) yang mengelilingi alveolus mamae
dan duktus laktiferus. Kontraksi sel-sel khusus ini mendorong ASI keluar
dari alveolus melalui duktus laktiferus menuju ke sinus lakriferus untuk
disimpan. Pada saat bayi mengisap puting, ASI di dalam sinus tertekan dan
keluar ke mulut bayi. Gerakan ASI dari sinus ini dinamakan let down atau
pelepasan. Pada akhirnya, let down dapat dipicu tanpa rangsangan isapan.
Pelepasan dapat terjadi ketika ibu mendengar bayi menangis atau sekadar
memikirkan tentang bayinya (Bahiyatun, 2009).
Pelepasan ASI penting sekali dalam pemberian ASI yang baik. Tanpa
pelepasan, bayi mungkin menghisap terus-menerus. Akan tetapi, bayi
hanya memeroleh sebagian dari ASI yang tersedia dan tersimpan di
dalam payudara. Bila pelepasan gagal secara berulang kali dan payudara
berulang kali tidak dikosongkan pada waktu pemberian ASI, refleks ini akan
berhenti berfungsi dan laktasi akan berhenti (Bahiyatun, 2009).
8. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi ASI
Menurut (Proverawati & Rahmawati, 2010), faktor yang memengaruhi
produksi ASI antara lain:
15
a. Frekuensi Penyusuan
Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulai
hormon dalam kelenjar payudara. Berdasarkan beberapa penelitian,
maka direkomendasikan untuk frekuensi penyusuan paling sedikit 8 kali
per hari pada periode awal setelah melahirkan.
b. Berat Lahir
Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara berat
lahir bayi dengan volume ASI, yaitu berkaitan dengan kekuatan
menghisap, frekuensi dan lama penyusuan. Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) memiliki kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah
dibandingkan dengan bayi berat lahir normal. Kemampuan menghisap
yang rendah ini termasuk didalamnya frekuensi dan lama penyusuan
yang lebih rendah yang akan memengaruhi stimulasi hormon prolaktin
dan oksitosin dalam produksi ASI.
c. Umur Kehamilan Saat Melahirkan
Umur kehamilan saat melahirkan akan memengaruhi asupan ASI
si bayi. Bila umur kehamilan kurang dari 34 minggu, maka bayi dalam
kondisi sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif,
sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi lahir normal dan
tidak prematur. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur
ini dapat disebabkan oleh karena berat badannya rendah dan belum
sempurnanya fungsi organ tubuh bayi tersebut.
d. Usia dan Paritas
Usia dan paritas tidak berhubungan dengan produksi ASI. Pada
ibu menyusui yang masih berusia remaja dengan gizi yang baik, intake
ASI mencukupi. Sementara itu, pada ibu yang melahirkan lebih dari
satu kali, produksi ASI pada hari keempat postpartum jauh lebih tinggi
dibandingkan pada ibu yang baru melahirkan pertama kalinya.
5) Stress dan Penyakit Akut
Adanya stress dan kecemasan pada ibu menyusui dapat
menganggu proses laktasi, oleh karena pengeluaran ASI terhambat,
16
B. Sectio Caesarea
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio caesrea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam vagina (Padila, 2015),
sedangkan menurut Jitowiyono (2010) sectio caesarea adalah suatu
persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin diatas 500gr.
2. Indikasi Sectio Caesarea
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginan mungkin
akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin dengan
pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan sectio caesarea proses persalinan
normal lama/ kegagalan proses persalinan normal (Padila, 2015).
a. Faktor Ibu
1) kelainan letak;
2) panggul sempit;
3) disproporsi sefalo pelvik;
4) plasenta previa;
5) preeklamsia;
6) partus lama;
7) partus tak maju.
b. Faktor Janin
1) gawat jain;
2) mal presentasi janin;
3) letak lintang;
4) prolaps tali pusat;
5) forceps ekstensi.
3. Kontra indikasi Sectio Caesarea
Menurut Setyaningrum, 2015 ada umumnya sectio caesarea tidak
dilakukan pada :
21
a. janin mati;
b. syok;
c. anemia berat;
d. kelainan kongenital.
4. Jenis-jenis Operasi Sectio Caesarea
Menurut Padila (2015) operasi sectio caesarea dapat di lakukan melalui:
a. Sectio caesarea abdominalis
1) Sectio caesarea transperitonealis klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10cm. kelebihan sectio caesarea jenis ini yaitu
mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi
kandung kemih tertarik, sayatan bisa diperpanjang proksimal atau
distal. Sedangkan kekurangannya yaitu infeksi mudah menyebar secara
intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik,dan lebih
beresiko terjadi ruptur uteri spontan pada persalinan berikutnya.
2) Sectio caesarea ismika atau profundal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10cm.
kelebihan insisi ini yaitu penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka
dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan tidak begitu banyak,
kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil. Sedangkan
kekurangannya yaitu luka dapat melebar ke kiri, kanan, bawah
sehinggga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga
mengakiatkan perdarahan banyak, serta keluhan pada kandung kemih
post operasi tinggi.
3) Sectio caesarea ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
b. Vagina (Sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
1) sayatan memanjang (longitudinal);
22
2) BAB
Biasanya 2-3hari ibu postpartum masih susah BAB, usaha yang
dapat dilakukan agar dapat buang air besar yaitu dengan diet teratur,
pemberian cairan yang banyak, serta ambulasi yang baik.
d. Perawatan payudara
Pada perawatan payudara salah satu yang perlu diperhatikan
kebersihannya yaitu puting susu, dan apabila terdapat luka ecah
(rhagade) harus segera diobati, karena kerusakan puting susu merupakan
port of entry yang dapat menimbulkan mastitis. ASI yang menjadi kering
merupakan kerang dan dapat menimbulkan enzema, maka puting susu
sebaiknya dibersihkan dengan air yang telah dimasak tiap kali sebelum
dan sesudah menyusukan bayi.
8. Pengeluaran ASI pada sectio caesarea
Adanya perasaan nyeri akibat luka operasi menyebabkan ibu kesulitan
melakukan breastfeeding. Serta perasaan nyeri saat menyusui yang terjadi
karena adanya perasaan cemas yang dialami ibu menyebabkan ASI yang
diproduksi menjadi berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali sehingga
bayi menghisap puting susu ibu dengan kuat sehingga mengakibatkan
puting ibu lecet (Solehati & Kosasih, 2015).
Secara teori pengeluaran ASI yang terhambat pada sectio caesarea
yaitu akibat efek obat anestesi serta psikologis ibu yang merasakan nyeri
pasca operasi sectio caesarea. Rasa nyeri maupun efek anestesi pasca sectio
caesarea ini mengkibatkan terhambatnya pengeluaran hormon endorphin
sehingga aliran darah tidak lancar ke otak. Hipotalamus lambat menerima
sinyal yang akan di transfer ke hipofise posterior yang mengeluarkan
oksitosin dalam merangsang refleks pengeluaran ASI (Desmawati, 2013).
Selain itu kondisi ibu yang mudah cemas dan stress dapat
mengganggu laktasi sehingga dapat berpengaruh terhadap produksi ASI.
Menurut Kristiyansari (2009) produksi ASI dipengaruhi oleh faktor
psikologis, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih dan kecemasan,
kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan
27
Gambar 2.1
Teknik back rolling massage (Rini & Kumala, 2017)
D. Penelitian Terkait
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sundari, dan Rury Narulita
Sari (2015) yang berjudul “pengaruh pijat oksitosin terhadap lama
pengeluaran kolostrum pada ibu post sectio caesarea di RSUD Kota
Madiun”. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh pemberian pijat
oksitosin terhadap lama pengeluaran kolostrum pada ibu post sectio caesarea.
Metode penelitian yaitu quasy experiment dengan rancangan postest only
control group design.sampel berjumlah 52 orang yang dibagi menjadi 26
orang kelompok eksperimen dn 26 orang kelompok kontrol. Pengumpulan
30
E. Kerangka Teori
Pengeluaran kolostrum secara umum dapat di pengaruhi oleh beberapa
faktor seperti frekuensi bayi menyusu, berat bayi saat lahir, usia, dll.
sementara pengeluaran kolostrum dapat dihambat oleh rasa nyeri, pengaruh
dan obat-obatan anestesi yang dapat ditemukan pada ibu dengan persalinan
sectio caesarea. Untuk membantu pengeluaran kolostrum dapat dilakukan
teknik farmakologi dan non-farmakologi seperti yang di jelaskan pada bagan
berikut:
Sectio Cesarea
Faktor yang
mempengaruhi ASI
1. Frekuensi
menyusu
2. Berat lahir
3. Umur kehamilan
saat melahirkan Terhambatnya
4. Usia pengeluaran
5. Paritas
6. Stress
7. Penyakit akut
1. Endorphin massage
2. Back Rolling
Massage
Pengeluaran ASI
Gambar 2.3
Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi berdasarkan teori Proverawati (2010), dan (Rini & Kumala, 2017).
33
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep peneliti adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel
yang satu dengan variabel lain dari masalah yang akan diteliti (Notoatmodjo,
2010). Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang
akan dilakukan. Kerangka konsep ini dikembangkan atau diacukan kepada
tujuan penelitian yang telah dirumuskan, serta didasari oleh keranngka teori
yang telah disajikan dalam tinjauan kepustakaan sebelumnya (Notoatmodjo,
2010). Kerangka konsep penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut:
Gambar 2.4
Kerangka Konsep Penelitian
E. Hipotesis