Anda di halaman 1dari 28

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ASI & Kolostrum


1. Definisi Kolostrum
ASI merupakan sumber kehidupan bagi anak yang sangat penting
dalam pertama kehidupan seorang anak, dimana dalam ASI terdapat banyak
kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh anak yang menunjang tumbuh
kembang seorang anak. ASI adalah cairan hasil sekresi payudara ibu. ASI
merupakan emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam-garam
organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu setelah
melahirkan (Imam, Fitriani, & Bustami, 2018).
Kolostrum merupakan
2. Fisiologi Pengeluaran ASI
Menurut (Rini & Kumala, 2017) pengeluaran ASI merupakan suatu
interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan
bermacam-macam hormon. Pengaturan hormon terhadap pengeluaran ASI,
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
a. Pembentukan kelenjar payudara
Pada permulaan kehamilan terjadi peningkatan yang jelas dari
duktus yang baru, percabangan-percabangan dan lobulus, yang
dipengaruhi oleh hormon-hormon plasenta dan korpus luteum. Hormon-
hormon yang ikut membantu mempercepat pertumbuhan adalah
prolaktin, laktogen plasenta, karionik gonadotropin, insulin, kortisol,
hormon tiroid, hormon paratoroid, dan hormon pertumbuhan. Pada
trimester pertama kehamilan, prolaktin dari adenohipofise/hipofise
anterior mulai merangsang kelenjar air susu untuk menghasilkan air susu
yang disebut kolostrum.
Pada masa ini pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh
estrogen dan progesteron, tetapi jumlah prolaktin meningkat, hanya

6
7

aktivitas dalam pembuatan kolostrum yang ditekan pada trimester kedua


kehamilan, laktogen plasenta mulai merangsang untuk pembuatan
kolostrum. Keaktifan dari rangsangan hormon-hormon terhadap
pengeluaran air susu telah didemonstrasikan kebenarannya bahwa
seorang ibu yang melahirkan bayi berumur 4 bulan dimana bayinya
meninggal, tetap keluar kolostrum.
b. Pembentukan ASI
Pada seorang ibu yang menyusui dikenai 2 reflek yang masing-
masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu:
1) Refleks Prolaktin
Pada akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan
untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena
aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang
kadarnya memang tinggi. Setelah partus berhubung lepasnya plasenta
dan kurang berfungsinya korpus luteum maka estrogen dan
progesteron sangat berkurang ditambah dengan adanya isapan bayi
yang merangsang puting susu dan kalang payudara, akan merangsang
ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula
spinalis hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang
menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang
pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin. Faktor-
faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise
anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel
alveoli yang berfungsi untuk membuat ASI. Kadar prolaktin pada ibu
menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai
penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan
prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap
berlangsung.
Pada ibu yang melahirkan anak tetapi tidak menyusui, kadar
prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2-3. Pada ibu yang
8

menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperi stress atau


pengaruh psikis, anastesi, operasi, dan rangsangan puting susu.
2) Reflek Letdown
Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke
hipofise posterior (neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan
oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkat menuju uterus
yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi
involusi dari organ tersebut. Kontraksi dari sel akan memeras air susu
yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus dan
selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi.
c. Pemeliharaan pengeluaran ASI
Puting susu yang sudah masuk ke dalam mulut dengan bantuan
lidah, puting susu di tarik lebih jauh dan rahang menekan kadang
payudara di belakang puting susu yang pada saat itu sudah terletak pada
langit-langit keras. Dengan tekanan pemeliharaan penyediaan air susu
selama menyusui. Bila ASI tidak dikeluarkan akan mengakibatkan
berkurangnya sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya
proses menyusui. Berkurangnya rangsangan menyusui oleh bayi
misalnya kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang kurang dan
singkatnya waktu menyusui. Ini berarti pelepasan prolaktin yang cukup
untuk mempertahankan pengeluaran ASI mulai sejak minggu pertama
kelahiran.
d. Mekanisme Menyusui
a) Reflek mencari (Rooting Reflex)
Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling
mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan reflek mencari pada
bayi. Ini menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang
menempel tadi dikuti dengan membuka mulut dan kemudian puting
susu ditarik masuk ke dalam mulut
9

b) Reflek menghisap (Sucking Reflex)


Puting susu yang sudah masuk ke dalam mulut dengan bantuan
lidah, puting susu ditarik lebih jauh dan rahang menekan payudara di
belakang puting susu yang pada saat itu sudah terletak pada langit-
langit keras. Dengan tekananbibir dan gerakan rahang secara
berirama, maka gusi akan menjepit kalang payudara dan sinus
laktiferus, sehingga air susu akan mengalir ke puting susu, selanjutnya
bagian belakang lidah menekan puting susu pada langit-langit yang
mengakibatkan air susu keluar dari puting susu. Cara yang dilakukan
oleh bayi, tidak akan menimbulkan cedera pada puting susu
c) Reflek menelan (swallowing reflek)
Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan
gerakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga
pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan
mekanisme menelan masuk ke lambung. Keadaan akan berbeda bila
bayi diberi susu botol dimana rahang mempunyai peranan sedikit di
dalam menelan dot botol, sebab susu mengalir dengan mudah dari
lubang dot. Dengan adanya gaya berat, yang disebabkan oleh posisi
botol yang dipegang ke arah bawah dan selanjutnya dengan adanya
isapan pipi, yang semuanya ini akan membantu aliran susu, sehingga
tenaga yang diperlukan oleh bayi untuk menghisap susu menjadi
minimal.
3. Proses Laktasi
Proses menyusui atau laktasi melibatkan dua jenis hormon yaitu
hormon prolaktin (produksi ASI) dan oksitosin (pengeluaran ASI), ASI
mulai di produksi saat bayi menghisap payudara ibu, saat proses ini
berlangsung akan terjadi 2 macam refleks yaitu refleks prolaktin dan refleks
let down. Refleks prolaktin dan refleks let down di bentuk bersamaan saat
bayi menghisap payudara ibu (Maryunani, 2015).
Refleks prolaktin merangsang neurohormonal pada puting susu dan
aerola ibu teruskan ke lobus anterior melalui nervus untuk mengeluarkan
10

hormon prolaktin masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar-


kelenjar pembuat ASI. Sementara itu, pada refleks let down rangsangan dari
isapan bayi di teruskan ke hipofise posterior untuk mengeluarkan hormon
oksitosin. Hormon oksitosin dibawa melalui aliran darah menuju uterus
sehingga menimbulkan kontraksi sel untuk memeras air susu yang telah
terproduksi keluar dari alveoli dan mengalir melalui duktus laktiferus
(Maryunani, 2015).
4. Kontraindikasi ASI
Menurut (Medforth, Battersby, Evans, Marsh, & Walker, 2012),
kontraindikasi dalam pemberian ASI yaitu:
a. Obat-obatan
Sebagian besar obat akan masuk ke ASI dalam jumlah yang lebih
banyak atau lebih sedikit. Sebagian obat ada yang dapat dikonsumsi
secara aman, tetapi ada beberapa obat yang dikontraindikasikan selama
menyusui.
b. Kanker
Terapi antikanker biasanya sangat toksik dan akan membuat
menyusui tidak mungkin dilakukan tanpa membahayakan bayi.
c. Cedera Payudara
Kerusakan serius pada payudara yang disebabkan oleh luka bakar
dan kecelakaan mungkin meninggalkan bekas parut yang membuat
menyusui tidak memungkinkan untuk di lakukan.
d. Infeksi HIV
Ibu yang terinfeksi HIV kemungkinan dapat menularkan ke bayi
melalui ASI.
5. Manfaat ASI
a. Manafaat bagi bayi
Bagi bayi yang baru lahir, ASI merupakan sumber makanan yang
paling mudah dicerna oleh sistem pencernaan bayi yang belum berfungsi
secara optimal. Kandungan protein makanan yang terdapat pada ASI
sangat mudah dicerna oleh enzim-enzim pencernaan. ASI juga tidak
11

menimbulkan masalah pencernaan, seperti diare atau sembelit. Bayi yang


mengkonsumsi ASI secara eksklusif terbukti lebih sehat dan cerdas. ASI
juga mampu mengurangi diare, infeksi dan gangguan pernapasan pada
bayi (Sutomo & Anggraini, 2010).
Menyusui dengan ASI sangat praktis, kapan pun dan dimana pun
bayi ingin menyusu dapat diberikan. Persiapan penyajian ASI juga tidak
memerlukan proses yang lama,seperti menyajikan susu formula. Dari
segi kebersihan, ASI sangat steril, sehingga tidak perlu dikhawatirkan
terdapat kuman yang dapat mengganggu sistem pencernaan bayi. Suhu
ASI juga pas bagi bayi. Pada bayi yang diberi ASI secara eksklusif,
tingkat stres dan emosional anak saat dewasa lebih stabil. ASI juga
mampu meningkatkan hubungan batin yang erat antara ibu dan bayi
(Sutomo & Anggraini, 2010).
b. Manfaat bagi ibu
Menyusui dapat disebut sebagai alat kontrasepsi alamiah. Selama
menyusui ibu dapat menunda kehamilan, tentunya dengan syarat ibu
belummengalami menstruasi. Menyusui juga dapat mencegah perdarahan
pasca persalinan sehingga terhindar dari defisiensi zat besi atau anemia
(Sutomo & Anggraini, 2010).
Menyusui juga merupakan cara diet yang alami. Menyusui dapat
mengurangi berat badan ibu, lemak yang tersimpan selama masa
kehamilan digunakan sebagai energi pembentuk ASI, sehingga kadar
lemak dalam tubuh ibu berkurang. Menyusui dapat mengembalikan
bentuk rahimsecara cepat. Selain itu, menyusui juga mampu mengurangi
resiko kejadia kanker payudara dan kanker rahim (Sutomo & Anggraini,
2010).
6. Komposisi ASI
a. Berdasarkan zat gizi
Kandungan ASI nyaris tak tertandingi. ASI mengandung zat gizi
yang secara khusus diperlukan untuk menunjang proses tumbuh kembang
otak dan memerkuat daya tahan alami tubuhnya. ASI mulai dicerna
12

karena mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim


untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut.
Kandungan ASI berdasarkan zat gizi yang utama menurut (Rini &
Kumala, 2017) terdiri dari:
1) Karbohidrat
Laktosa merupakan jenis karbohidrat utama dalam ASI yang
berperan penting sebagai sumber energi dan merupakan 40% dari total
energi ASI. Laktosa dapat diserap secara efesien oleh bayi yaitu lebih
dari 90%, sedangkan sisa yang tidak di serap akan difermentasi di
usus yang berefek penurunan pH usus dan membantu penyerapan
kalsium (untuk pertumbuhan tulang).
2) Lemak
Sebanyak 98% lemak dalam asi merupakan trigliserida. Lemak
merupakan zat gizi terbesar kedua dalam ASI dan menjadi sumber
energi utama bagi bayi serta berperan dalam pengaturan suhu tubuh
bayi. Lemak dalam ASI mengandung komponen asam lemak esensial
yaitu asam linoleat dan asam alda linoleat yang akan diolah oleh tubuh
bayi menjadi AA dan DHA yang sangat baik untuk perkembangan
otak bayi.
3) Oligosakarida
Merupakan komponen bioaktif dalam ASI yang berfungsi
sebagai prebiotik karena terbukti meningkatkan jumlah bakteri sehat
secara alami hidup dalam sistem pencernaan bayi
4) Protein
Bentuk paling banyak adalah whey-protein, alfa laktalbumin,
dan laktoferin yang diserap baik oleh tubuh dan dapat memenuhi
kebutuhan per unit berat badan. Komposisi protein dalam ASI terdiri
dari laktoferin, laktoglobulin, lisozim, Imunoglobulin ASI, protein-
whey 65% dan kasein β 35%, serta taurin.
5) Vitamin dan mineral
a) vitamin A;
13

b) vitamin D;
c) vitamin E;
d) zat besi;
e) zink, dan
f) mineral.
b. Berdasarkan jenis ASI
Volume dan komposisi nutrien ASI berbeda untuk setiap ibu
tergantung dari kebutuhan bayi (Astuti, Judistiani, Rahmiati, & Susanti,
2015):
a) Kolostrum
Kolostrum merupakan susu pertama yang keluar dan berbentuk
cairan kekuning-kuningan yang lebih kental dari ASI matang.
Produksi kolostrum dimulai pada masa kehamilan sampai
beberapahari setelah kelahiran. Kolostrum mengandung kadar IgA
sebagai sumber imun pasif bagi bayi. Kolostrum ini juga berfungsi
sebagai pencahar untuk membersihkan saluran pencernaan bayi baru
lahir.
b) ASI transisi
Asi transisi diproduksi mulai dari berhentinya kolostrum
sampai kurang lebih 2 minggu setelah melahirkan dan warna ASI
mulai memutih. Kandungan protein dalam ASI transisi semakin
menurun, namun kandungan laktosa, lemak, dan vitamin larut air
semakin meningkat.
c) ASI matang
Foremilk merupakan ASI yang keluar pada awal bayi menyusu
dan hindmilk keluar setelah permulaan let-down. Asi matur
merupakan makanan lengkap untuk bayi dan berwarna putih.
Foremilk mengandung vitamin, protein, dan tinggi akan air,
sedangkan hindmilk mengandung lemak empat sampai lima kali
lebih banyak dari foremilk.
14

7. Pengeluaran ASI
Pelepasan ASI berada di bawah kendali neuro-endokrin. Rangsang
sentuhan pada payudara (ketika bayi mengisap) akan merangsang oksitosin
yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel. Proses ini disebut refleks let
down atau pelepasan ASI dan membuat ASI tersedia bagi bayi.
Pada awal laktasi, refleks pelepasan ASI ini tidak dipengaruhi oleh keadaan
emosi ibu. Namun, pelepasan ASI dapat dihambat oleh keadaan emosi
ibu, misalnya ketika ia merasa sakit, lelah, malu, merasa tidak pasti, atau
merasakan nyeri (Bahiyatun, 2009).
Isapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae melalui
duktus ke sinus laktiferus. Isapan merangsang produksi oksitosin oleh
kelenjar hipofise posterior. Oksitosin memasuki darah dan menyebabkan
kontraksi sel-sel khusus (sel mioepitel) yang mengelilingi alveolus mamae
dan duktus laktiferus. Kontraksi sel-sel khusus ini mendorong ASI keluar
dari alveolus melalui duktus laktiferus menuju ke sinus lakriferus untuk
disimpan. Pada saat bayi mengisap puting, ASI di dalam sinus tertekan dan
keluar ke mulut bayi. Gerakan ASI dari sinus ini dinamakan let down atau
pelepasan. Pada akhirnya, let down dapat dipicu tanpa rangsangan isapan.
Pelepasan dapat terjadi ketika ibu mendengar bayi menangis atau sekadar
memikirkan tentang bayinya (Bahiyatun, 2009).
Pelepasan ASI penting sekali dalam pemberian ASI yang baik. Tanpa
pelepasan, bayi mungkin menghisap terus-menerus. Akan tetapi, bayi
hanya memeroleh sebagian dari ASI yang tersedia dan tersimpan di
dalam payudara. Bila pelepasan gagal secara berulang kali dan payudara
berulang kali tidak dikosongkan pada waktu pemberian ASI, refleks ini akan
berhenti berfungsi dan laktasi akan berhenti (Bahiyatun, 2009).
8. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi ASI
Menurut (Proverawati & Rahmawati, 2010), faktor yang memengaruhi
produksi ASI antara lain:
15

a. Frekuensi Penyusuan
Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulai
hormon dalam kelenjar payudara. Berdasarkan beberapa penelitian,
maka direkomendasikan untuk frekuensi penyusuan paling sedikit 8 kali
per hari pada periode awal setelah melahirkan.
b. Berat Lahir
Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara berat
lahir bayi dengan volume ASI, yaitu berkaitan dengan kekuatan
menghisap, frekuensi dan lama penyusuan. Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) memiliki kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah
dibandingkan dengan bayi berat lahir normal. Kemampuan menghisap
yang rendah ini termasuk didalamnya frekuensi dan lama penyusuan
yang lebih rendah yang akan memengaruhi stimulasi hormon prolaktin
dan oksitosin dalam produksi ASI.
c. Umur Kehamilan Saat Melahirkan
Umur kehamilan saat melahirkan akan memengaruhi asupan ASI
si bayi. Bila umur kehamilan kurang dari 34 minggu, maka bayi dalam
kondisi sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif,
sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi lahir normal dan
tidak prematur. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur
ini dapat disebabkan oleh karena berat badannya rendah dan belum
sempurnanya fungsi organ tubuh bayi tersebut.
d. Usia dan Paritas
Usia dan paritas tidak berhubungan dengan produksi ASI. Pada
ibu menyusui yang masih berusia remaja dengan gizi yang baik, intake
ASI mencukupi. Sementara itu, pada ibu yang melahirkan lebih dari
satu kali, produksi ASI pada hari keempat postpartum jauh lebih tinggi
dibandingkan pada ibu yang baru melahirkan pertama kalinya.
5) Stress dan Penyakit Akut
Adanya stress dan kecemasan pada ibu menyusui dapat
menganggu proses laktasi, oleh karena pengeluaran ASI terhambat,
16

sehingga akan memengaruhi produksi ASI. Penyakit infeksi kronis


maupun akut juga dapat mengganggu proses laktasi dan memengaruhi
produksi ASI. ASI akan keluar dengan baik apabila ibu dalam kondisi
rileks dan nyaman.
9. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan ASI
Menurut Bahiyatun (2009), faktor-faktor yang memengaruhi
pembentukan ASI meliputi:
a. Rangsangan otot-otot payudara
Rangsangan ini diperlukan untuk memerbanyak ASI dengan
mengaktivasi kelenjar-kelenjarnya. Otot-otot payudara terdiri dari otot-
otot polos. Dengan adanya rangsangan otot-otot akan berkontraksi lebih
dan kontraksi ini diperlukan dalam laktasi. Rangsangan pada payudara
dapat dilakukan dengan masase atau mengurut, atau menyiram payudara
dengan air hangat dan dingin secara bergantian.
b. Keteraturan bayi mengisap
Isapan anak akan merangsang otot polos payudara untuk
berkontraksi yang kemudian merangsang susunan saraf di sekitarnya dan
meneruskan rangsangan ini ke otak. Otak akan memerintahkan kelenjar
hipofisis posterior untuk mengeluarkan hormon pituitarin lebih banyak,
sehingga kadar hormon estrogen dan progesteron yang masih ada
menjadi lebih rendah. Pengeluaran hormon pituitarin yang lebih banyak
akan memengaruhi kuatnya kontraksi otot-otot polos payudara dan
uterus. Kontraksi otot-otor polos payudara berguna memercepat
pembentukan ASI, sedangkan kontraksi otot-otot polos uterus berguna
untuk memercepat volusi.
c. Kesehatan ibu
Kesehatan ibu memegang peranan dalam produksi ASI. Bila ibu
tidak sehat, asupan makanannya kekurangan darah untuk membawa
nutrien yang akan diolah sel-sel payudara. Hal ini menyebabkan produksi
ASI Menurut Nilas dan Michael Newton dalam Briefs Footnotes on
17

Matern Care, keberhasilan menyusui sangat bergantung pada emosi dan


sikap.
d. Makanan dan istirahat ibu
Makanan diperlukan oleh ibu dalam jumlah lebih banyak mulai
dari hamil hingga masa nifas. Istirahat berarti mengadakan pelemasan
pada otot-otot dan saraf setelah mengalami ketegangan karena
beraktivitas.
10. Faktor penyebab berkurangnya ASI
Menurut Bahiyatun (2009), faktor-faktor yang menyebabkan
berkurangnya produksi ASI meliputi:
a. Faktor Menyusui
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah tidak
melakukan inisiasi, menjadwal pemberian ASI, bayi diberi minum dari
botol atau dot sebelum ASI keluar, kesalahan pada posisi dan perlekatan
bayi pada saat menyusui.
b. Faktor Psikologi Ibu
Persiapan psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui.
Ibu yang tidak memunyai keyakinan mampu memproduksi ASI umunya
produksi ASI akan berkurang. Stress, khawatir, ketidak bahagiaan ibu
pada periode menyusui sangat berperan dalam mensukseskan pemberian
ASI ekslusif. Peran keluarga dalam meningkatkan percaya diri ibu sangat
besar.
c. Faktor Bayi
Ada beberapa faktor kendala yang bersumber pada bayi misalnya
bayi sakit, prematur, dan bayi dengan kelainan bawaan sehingga ibu
tidak memberikan ASI-nya menyebabkan produksi ASI akan berkurang.
d. Faktor Fisik Ibu
Ibu sakit, lelah, menggunakan pil kontrasepsi atau alat kontrasepsi
lain yang mengandung hormon, ibu menyusui yang hamil lagi, peminum
alkohol, perokok atau ibu dengan kelainan anatomis payudara dapat
mengurangi produksi ASI.
18

11. Penatalaksanaan pengeluaran ASI dengan teknik non-farmakologi


Tindakan nonfarmakologi mencakup intervensi perilaku-kognitif dan
penggunaan agen-agen fisik. Dalam melakukan intervensi keperawatan,
manajemen nonfarmakologis merupakan tindakan independen dari seorang
perawat untuk membantu pengeluaran ASI pada pasien. Teknik non
farmakologis untuk membantu pengeluaran ASI yaitu:
a. Kompres hangat
Kompres hangat pada payudara akan memberikan sinyal ke
hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka
terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan
sinyal dengan vasodilatasi perifer. Kompres hangat payudara selama
pemberia ASI akan dapat meningkatkan aliran ASI dari kelenjar-kelenjar
penghasil ASI. Manfaat kompres hangat payudara adalah :
1) stimulasi reflek let down;
2) mencegah bendungan payudara yang bisa menyebabkan payudara
bengkak, dan
3) memerlancar peredaran darah pada daerah payudara (Saryono &
Roicha, 2009 ; Mas’adah 2015).
b. Teknik marmet
Teknik ini merupakan kombinasi antara cara memerah ASI dan
memijat payudara sehingga reflek keluarnya ASI optimal, teknik ini pada
prinsipnya bertujuan untuk mengosongkan ASI dari sinus laktiferus
(Mas'adah, 2015).
c. Breast care
Breast care adalah pemeliharaan payudara yang dilakukan untuk
memerlancar ASI dan menghindari kesulitan pada saat menyusui dengan
melakukan pemijatan (Welford, 2009). Breast care bertujuan untuk
memerlancar sirkulasi dan mencegah tersumbatnya aliran susu sehingga
memerlancar pengeluaran ASI serta menghindari terjadinya
pembengkakan dan kesulitan menyusui (Mas'adah, 2015).
19

d. Stimulasi dan Cutaneous Massage


Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada punggung dan bahu dan dapat membuat pasien lebih
nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
1) Pijat endorphin
Endorphin massage merupakan suatu metode sentuhan ringan
yang dikembangkan pertama kali oleh Costance Palinsky. Sentuhan
ringan ini bertujuan meningkatkan kadar endorphin.
2) Back rolling massage
Back rolling massage adalah tindakan yang memberikan
sensasi relaksasi pada ibu dan melancarkan aliran syaraf serta saluran
ASI kedua payudara (Perinasia, 2010 ; Mas’adah 2015)
12. Penilaian pengeluaran ASI
Upaya untuk mengetahui pengeluaran ASI, terdapat beberapa kriteria
yang dapat digunakan diantaranya adalah sebelum disusukan, payudara ibu
terasa tegang, ASI yang banyak dapat merembes/menetes keluar puting susu
dengan sendirinya, ibu mungkin akan merasa geli saat ASI keluar, ASI yang
kurang dapat dilihat dengan penekanan puting susu, bayi buang air kecil 5-7
kali dalam 24 jam, dan jika ASI cukup setelah bayi menyusu bayi akan
tertidur atau tenang selama 3-4 Jam (Lowdermilk, Perry & Cashion, 2006).
Penilaian proses menyusui yang disusun oleh BK-PP-ASI
bekerjasama dengan WHO dan UNICEF(2003), dengan penilaian observasi
BREAST (body, responses,emotional, anatomy, suckling, & time suckling).
Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu dengan melihat respon
adanya tanda-tanda pengeluaran ASI (menetes, after pain). Untuk
mengetahui kebutuhan ASI sudah cukup, dapat dilihat bila ibu menyusui
akan terasa ASInya banyak keluar, bayi tertidur nyenyak 3-4 jam. Bila bayi
bangun, menangis, mulutnya akan mencari lagi puting ibunya karna lapar.
Jika bayi tidur sebentar/tidak lelap, menandakan bayi tidak kenyang. Selain
itu ibu merasakan kenyamanan saat bayi menyusu karena adanya
pengosongan payudara berkat reflek aliran.
20

B. Sectio Caesarea
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio caesrea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam vagina (Padila, 2015),
sedangkan menurut Jitowiyono (2010) sectio caesarea adalah suatu
persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin diatas 500gr.
2. Indikasi Sectio Caesarea
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginan mungkin
akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin dengan
pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan sectio caesarea proses persalinan
normal lama/ kegagalan proses persalinan normal (Padila, 2015).
a. Faktor Ibu
1) kelainan letak;
2) panggul sempit;
3) disproporsi sefalo pelvik;
4) plasenta previa;
5) preeklamsia;
6) partus lama;
7) partus tak maju.
b. Faktor Janin
1) gawat jain;
2) mal presentasi janin;
3) letak lintang;
4) prolaps tali pusat;
5) forceps ekstensi.
3. Kontra indikasi Sectio Caesarea
Menurut Setyaningrum, 2015 ada umumnya sectio caesarea tidak
dilakukan pada :
21

a. janin mati;
b. syok;
c. anemia berat;
d. kelainan kongenital.
4. Jenis-jenis Operasi Sectio Caesarea
Menurut Padila (2015) operasi sectio caesarea dapat di lakukan melalui:
a. Sectio caesarea abdominalis
1) Sectio caesarea transperitonealis klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10cm. kelebihan sectio caesarea jenis ini yaitu
mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi
kandung kemih tertarik, sayatan bisa diperpanjang proksimal atau
distal. Sedangkan kekurangannya yaitu infeksi mudah menyebar secara
intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik,dan lebih
beresiko terjadi ruptur uteri spontan pada persalinan berikutnya.
2) Sectio caesarea ismika atau profundal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10cm.
kelebihan insisi ini yaitu penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka
dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan tidak begitu banyak,
kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil. Sedangkan
kekurangannya yaitu luka dapat melebar ke kiri, kanan, bawah
sehinggga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga
mengakiatkan perdarahan banyak, serta keluhan pada kandung kemih
post operasi tinggi.
3) Sectio caesarea ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
b. Vagina (Sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
1) sayatan memanjang (longitudinal);
22

2) sayatan melintang (transversal);


3) sayatan pada huruf T ( T-insicion).
5. Adaptasi Psikologis Pasca Sectio Caesarea
Menurut Suherni (2009) dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan,
ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut:
a. Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan.
Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu
akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari
awal sampai akhir. Ibu perlu berbicara tentang dirinya sendiri. Ibu akan
berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal
sampai akhir. Ibu perlu bicara tentang dirinya sendiri. Ketidaknyamanan
fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti mulas, nyeri pada jahitan,
kurang tidur dan kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu cukup istirahat untuk
mencegah psikologis yang mungkin dialami, seperti mudah tersinggung,
menangis. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap
lingkungannya.
Pada fase ini petugas kesehatan harus menggunakan pendekatan
yang empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik. Ibu hanya
ingin didengarkan dan diperhatikan. Kemampuan mendengarkan
(listening skills) dan menyediakan waktu yang cukup merupakan
dukungan yang tidak ternilai bagi ibu. Kehadiran suami atau keluarga
sangat diperlukan pada fase ini. Petugas kesehatan dapat menganjurkan
suami dan keluarga untuk memberikan dukungan moril dan menyediakan
waktu untuk mendengarkan semua hal yang ingin disampaikan agar ibu
dapat melewati fase ini dengan lancar.
b. Fase taking hold
Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan
23

ketidakmampuan dan rasa tangung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu


mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan
gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu.
Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri
ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang
baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan
yang diperlukan ibu nifas.
c. Fase letting go
Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami
bahwa bayinya butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi
kebutuhan bayinya.
Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada
fase ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalani peran barunya.
Pendidikan kesehatan yang diberikan pada fase sebelumnya aka sangat
berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan
bayinya. Dukungan suami dan keluarga masih terus diperlukan ibu.
Suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi, mengerjakan urusan
rumah tangga sehingga ibu tidak terlalu terbebani. Ibu memerlukan
istirahat yang cukup sehingga mendapatkan kondisi fisik yang bagus
untuk dapat merawat bayinya.
6. Komplikasi Pasca Sectio Caesarea
Komplikasi yang terjadi pada ibu menurut Padila (2015) diantaranya
Infeksi puerperal (ringan, sedang dan berat), perdarahan yang diakibatkan
banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka, perdarahan pada
plasenta, serta luka kandung kemih, emboli paru-paru dan keluhan kandung
kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi.
Kemungkinan ruptur tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
Menurut Lowdermilk, Perry, dan Bobak (2000), masalah yang biasa terjadi
setelah dilakukannya operasi antara lain: terjadinya aspirasi (25-30%),
24

emboli pulmonari, perdarahan infeksi pada luka, gangguan rasa nyaman


nyeri, infeksi uterus, infeksi pada luka, gangguan rasa nyaman nyeri, infeksi
uterus, infeksi pada traktus urinarius, cedera pada kandung kemih,
tromboflebitis, infark dada, dan pireksia (Solehati & Kosasih, 2015).
Perasaan nyeri saat menyusui terjadi karena adanya perasaan cemas
yang dialami ibu menyebabkan air susu yang diproduksi menjadi berkurang
atau bahkan tidak ada sama sekali sehingga bayi menghisap puting susu ibu
dengan kuat sehingga mengakibatkan puting susu lecet. Adanya nyeri akibat
luka operasi juga menyebabkan ibu kesulitan untuk breastfeeding (Solehati
& Kosasih, 2015).
7. Perawatan Pasca Sectio Caesarea
a. Mobilisasi
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
selekas mungkin berjalan (Rini & Kumala, 2017).
Menurut Mochtar (1998), manfaat mobilisasi bagi ibu post operasi
adalah:
1) Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.
2) Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi
sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan
tromboemboli dapat dihindarkan
Tahap-tahap mobilisasi dini:
1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca operasi sectio caesarea
harus tirah baring. Mobilisasi yang bisa dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung kaki dan
memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot
betis serta menekuk dan menggeser.
2) Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan dapat miring ke kiri dan ke kanan
mencegah trombosis dan tromboemboli.
3) Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar duduk.
4) Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan.
25

b. Nutrisi dan cairan


Menurut (Rini & Kumala, 2017) ibu nifas membutuhkan nutrisi
yang cukup, bergizi seimbang, terutama kebutuhan protein dan
karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan
produksi ASI yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Ibu
menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur nutrisinya,yang
terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan ASI yang
berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan bayinya.
Kebutuhan nutrisi tersebut diantaranya:
1) Kebutuhan kalori selama menyusui proporsional dengan jumlah ASI
yang dihasilkan, kurang lebih 85kal ibu butuhkan untuk tiap 100ml
ASI yang keluar. Rata-rata kandungan kalori ASI yang dihasilkan ibu
dengan nutrisi baik adalah 640-740kal/hari untuk 6 bulan pertama, dan
kira-kira 2300-2700 kal dibutuhkan oleh ibu ketika menyusui.
2) Ibu memerlukan tambahan 20 gram protein di atas kebutuhan normal.
Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pergantian sel-sel yang
rusak atau mati. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani
dan juga nabati
3) Ibu menyusui disarankan minum 2-3 liter per hari, dalam bentuk air
putih, susu ataupun jus buah. Ibu dianjurkan untuk minum setiap kali
akan menyusui.
4) Tablet zat besi (Fe) harus diminum untuk menambah zat gizi
5) Kapsul vitamin A (200.000 IU).
c. Eliminasi
Menurut Rini & Kumala (2017):
1) BAK
Setelah ibu melahirkan, terutama bagi ibu yang pertama kali
melahirkan akan terasa pedih bila buang air kecil. Bila kandung kemih
penuh diusahakan agar ibu dapat berkemih sehingga tidak
memerlukan kateterisasi.
26

2) BAB
Biasanya 2-3hari ibu postpartum masih susah BAB, usaha yang
dapat dilakukan agar dapat buang air besar yaitu dengan diet teratur,
pemberian cairan yang banyak, serta ambulasi yang baik.
d. Perawatan payudara
Pada perawatan payudara salah satu yang perlu diperhatikan
kebersihannya yaitu puting susu, dan apabila terdapat luka ecah
(rhagade) harus segera diobati, karena kerusakan puting susu merupakan
port of entry yang dapat menimbulkan mastitis. ASI yang menjadi kering
merupakan kerang dan dapat menimbulkan enzema, maka puting susu
sebaiknya dibersihkan dengan air yang telah dimasak tiap kali sebelum
dan sesudah menyusukan bayi.
8. Pengeluaran ASI pada sectio caesarea
Adanya perasaan nyeri akibat luka operasi menyebabkan ibu kesulitan
melakukan breastfeeding. Serta perasaan nyeri saat menyusui yang terjadi
karena adanya perasaan cemas yang dialami ibu menyebabkan ASI yang
diproduksi menjadi berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali sehingga
bayi menghisap puting susu ibu dengan kuat sehingga mengakibatkan
puting ibu lecet (Solehati & Kosasih, 2015).
Secara teori pengeluaran ASI yang terhambat pada sectio caesarea
yaitu akibat efek obat anestesi serta psikologis ibu yang merasakan nyeri
pasca operasi sectio caesarea. Rasa nyeri maupun efek anestesi pasca sectio
caesarea ini mengkibatkan terhambatnya pengeluaran hormon endorphin
sehingga aliran darah tidak lancar ke otak. Hipotalamus lambat menerima
sinyal yang akan di transfer ke hipofise posterior yang mengeluarkan
oksitosin dalam merangsang refleks pengeluaran ASI (Desmawati, 2013).
Selain itu kondisi ibu yang mudah cemas dan stress dapat
mengganggu laktasi sehingga dapat berpengaruh terhadap produksi ASI.
Menurut Kristiyansari (2009) produksi ASI dipengaruhi oleh faktor
psikologis, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih dan kecemasan,
kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan
27

menurunkan volume ASI. Menurut penelitian Mittra Jalal (2017) kecemasan


dan stress dapat menurunkan hormon prolaktin dan sekresi oksitosis,
sehingga aliran susu berkurang ketika ibu menyusui.
C. Back Rolling Massage
a. Definisi back rolling massage
Massage dan sentuhan terapeutik merelaksasi ketegangan otot dan
memerbaiki sirkulasi yang memiliki efek menyeluruh untuk memercepat
kesembuhan dan mengurangi nyeri. Karena pelepasan endorfin, individu
merasa lebih baik dan memiliki energi lebih untuk menghadapi penyebab
stress kehidupan (Morgan & Hamilton, 2009).
Teknik pemijatan pada titik tertentu dapat menghilangkan sumbatan
dalam darah sehingga aliran darah dan energi di dalam tubuh akan kembali
lancar. Punggung (back) merupakan titik akupresur untuk proses laktasi.
Selain itu syaraf pada payudara dipersyarafi oleh syaraf punggung atau
dorsal yang menyebar sepanjang tulang belakang (Adenita, 2013 ; Sari,
2017).
Back rolling massage yaitu pemijatan pada tulang belakang ( 5-6
costae sampai dengan skapula dengan gerakan memutar) yang dilakukan
pada ibu setelah melahirkan dapat membantu kerja hormon oksitosin dalam
pengeluaran ASI. Teknik ini merangsang saraf-saraf perifer yang ada di
otot-otot sekitar tulang belakang kemudian diterima hipotalamus dan
diteruskan menuju hipofise posterior sebagai tempat keluarnya oksitosin dan
bekerja untuk merangsang refleks let down. Dengan kata lain back rolling
masssage dapat memercepat saraf parasimpatis menyampaikan sinyal
keotak bagian belakang untuk merangsang kerja oksitosin dalam
mengalirkan ASI keluar (Rini & Kumala, 2017).
Back rolling massage merupakan salah satu cara baru dalam
menstimulasi pengeluaran ASI. Dengan membuat ibu lebih nyaman
diharapkan diharapkan reflek oksitosin dapat meningkat . pemijatan yang
dilakukan secara rutin juga memengaruhi kelancaran ASI, semakin sering
28

ibu melakukan pemijatan, semakin meningkat hormon oksitosin sehingga


produksi ASI bertambah lancar (Purwandari, 2011 ; Sari, 2017).
b. Manfaat back rolling massage
Menurut (Rini & Kumala, 2017), manfaat pemberian back rolling
massage yaitu:
1) membantu ibu secara psikologis;
2) menenangkan;
3) membangkitkan rasa percaya diri;
4) membantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang
bayinya;
5) meningkatkan ASI;
6) memperlancar ASI;
7) melepas leleh;
8) ekonomis;
9) praktis.
c. Kontraindikasi back rolling massage
1) Dalam keadaan menderita infeksi yang khas dan menular
2) Dalam keadaan demam atau suhu tubuh lebih dari 38C
3) Dalam keadaan menderita sakit yang berat atau tubuh memerlukan
istirahat yang sempurna
4) Dalam keadaan menderita artheroma atau artheriosclerosis.
d. Prosedur tindakan back rolling massage
Prosedur tindakan back rolling massage dilakukan pada ibu pasca
sectio caesarea > 24 jam, back rolling massage digunakan dengan
melakukan pemijatan melingkar menggunakan kedua ibu jari pada aera
punggung untuk menstimulasi produksi ASI.
1) Jelaskan pada klien prosedur tindangan serta manfaat tindakan, manfaat
tindakan ini adalah untuk membantu pengeluaran ASI
2) Bantu klien melepaskan pakaian atas klien
3) Berikan ibu posisi telungkup pada meja ataupun sandaran kursi
4) Oleskan kedua tangan dengan baby oil
29

5) Carilah tulang yang menonjol pada tengkuk/leher bagian belakang


6) Dari titik tonjolan tulang turun ±2cm ke bawah, dan ±2cm ke kanan dan
ke kiri
7) Pemijatan dapat dilakukan dengan ibu jari maupun punggung telunjuk
jari, untuk ibu yang gemuk bisa dengan cara posisi tangan di kepal lalu
gunakan tulang-tulang di sekitar punggung tangan.
8) Lakukan pemijatan dengan gerakan memutar perlahan-lahan lurus
kebawah sampai diarea punggung costae 5-6 (batas garis bra) selama 5
menit

Gambar 2.1
Teknik back rolling massage (Rini & Kumala, 2017)

9) Keringkan punggung dengan handuk kering,


10) Rapikan pasien dan alat (Rini & Kumala, 2017).

D. Penelitian Terkait
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sundari, dan Rury Narulita
Sari (2015) yang berjudul “pengaruh pijat oksitosin terhadap lama
pengeluaran kolostrum pada ibu post sectio caesarea di RSUD Kota
Madiun”. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh pemberian pijat
oksitosin terhadap lama pengeluaran kolostrum pada ibu post sectio caesarea.
Metode penelitian yaitu quasy experiment dengan rancangan postest only
control group design.sampel berjumlah 52 orang yang dibagi menjadi 26
orang kelompok eksperimen dn 26 orang kelompok kontrol. Pengumpulan
30

data dikumpulkan melalui lembar observasi. Uji statistik menggunakan uji


t-test. Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok eksperimen dengan
pengeluaran kolostrum cepat sebesar 73,1% (19 responden) dan pada
kelompok kontrol yang mengeluarkan kolostrum secara cepat sebesar 19,2%
(5 responden). Artinya ada pengaruh pijat oksitosin terhadap lama
pengeluaran kolostrum pada ibu post sectio caesarea.
Menurut penelitian oleh Ekawati (2011) yang berjudul pengaruh rolling
massage punggung terhadap peningkatan produksi ASI pada ibu nifas di
Ruang Melati RSI Nashrul Ummah Kabupaten Lamongan, berdasarkan hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan
pemberian back rolling massage pada produksi ASI ibu nifas di Ruang
Melati RSI Nashrul Ummah Kabupaten Lamongan dengan ρ value sebesar
0,001<0,005.
Desmawati (2013), tentang penentu kecepatan pengeluaran ASI setelah
sectio caesarea. Penelitian ini menunjukkan bahwa back rolling massage
berpengaruh terhadap pengeluaran ASI pada pasien pasca sectio caesarea
dengan nilai ρvalue = 0,001<0,005. Berdasarkan hasil penelitian ini
pengeluaran ASI pada pemberian rolling massage kurang dari 12 jam post
sectio caesarea yaitu 18 jam, dibanding dengan pemberian rolling massage
lebih dari 24 jam post sectio caesarea yaitu 53 jam dalam hal ini pemberian
back rolling massage berpengaruh terhadap pengeluaran ASI pada pasien
pasca sectio caesarea.
Astuti (2015), tentang pengaruh pijat punggung dan memerah asi
terhadap produksi ASI pada ibu postpartum dengan sectio caesarea.
Penelitian ini dilakukan pada ibu pasca sectio caesarea >2 hari, penelitian
ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan produksi ASI yang pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi p= 0,012
Rif’an (2016), tentang pemberian back rolling massage dan woolwich
massage terhadap kecepatan ekskresi ASI pada ibu post partum dengan
sectio caesarea, berdasarkan hasil penelitian tersebut ada pengaruh yang
31

signifikan pemberian back rolling massage dan woolwich massage terhadap


ekskresi ASI dengan ρvalue = 0, 005 < 0,05
32

E. Kerangka Teori
Pengeluaran kolostrum secara umum dapat di pengaruhi oleh beberapa
faktor seperti frekuensi bayi menyusu, berat bayi saat lahir, usia, dll.
sementara pengeluaran kolostrum dapat dihambat oleh rasa nyeri, pengaruh
dan obat-obatan anestesi yang dapat ditemukan pada ibu dengan persalinan
sectio caesarea. Untuk membantu pengeluaran kolostrum dapat dilakukan
teknik farmakologi dan non-farmakologi seperti yang di jelaskan pada bagan
berikut:

Sectio Cesarea
Faktor yang
mempengaruhi ASI
1. Frekuensi
menyusu
2. Berat lahir
3. Umur kehamilan
saat melahirkan Terhambatnya
4. Usia pengeluaran
5. Paritas
6. Stress
7. Penyakit akut

Teknik Non Teknik Farmakologi :


Farmakologi : 1. oksitosin
1.Kompres hangat intravena
2. Teknik marmet 2. Vitamin A dosis
3. Breastcare
tinggi (200.000 iu)
4. Massage

1. Endorphin massage
2. Back Rolling
Massage

Pengeluaran ASI
Gambar 2.3
Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi berdasarkan teori Proverawati (2010), dan (Rini & Kumala, 2017).
33

F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep peneliti adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel
yang satu dengan variabel lain dari masalah yang akan diteliti (Notoatmodjo,
2010). Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang
akan dilakukan. Kerangka konsep ini dikembangkan atau diacukan kepada
tujuan penelitian yang telah dirumuskan, serta didasari oleh keranngka teori
yang telah disajikan dalam tinjauan kepustakaan sebelumnya (Notoatmodjo,
2010). Kerangka konsep penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut:

Pasca sectio caesarea Peningkatan Produksi


Back Rolling ASI
Sebelum diberikan back Massage
rolling massage Setelah diberikan back
rolling massage

Gambar 2.4
Kerangka Konsep Penelitian

E. Hipotesis

1) Ha: ada pengaruh pemberian back rolling masssage terhadap pengeluaran


kolostrum ibu pasca sectio caesarea RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung Tahun 2019.
2) Ho: tidak ada pengaruh pemberian back rolling masssage terhadap
pengeluaran kolostrum ibu pasca sectio caesarea RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai

  • Proposal
    Proposal
    Dokumen44 halaman
    Proposal
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Lembar Observasi
    Lembar Observasi
    Dokumen1 halaman
    Lembar Observasi
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL
    PROPOSAL
    Dokumen34 halaman
    PROPOSAL
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Penelitian
    Kuesioner Penelitian
    Dokumen2 halaman
    Kuesioner Penelitian
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 Newwww
    BAB 2 Newwww
    Dokumen25 halaman
    BAB 2 Newwww
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen36 halaman
    Bab 2
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 New
    BAB 3 New
    Dokumen10 halaman
    BAB 3 New
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Penelitian
    Kuesioner Penelitian
    Dokumen6 halaman
    Kuesioner Penelitian
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Konsulan
    Konsulan
    Dokumen52 halaman
    Konsulan
    umi sarah
    Belum ada peringkat