Anda di halaman 1dari 13

Case Report Session

ASMA EKSASERBASI AKIBAT INFEKSI BAKTERIAL


PADA DUA LANSIA

Oleh :

Adisty Chandra 1940312141


Zahra Nadya Haballah 1940312125
Fitriani Afifah 1940312129

PRESEPTOR:

dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P(K) FISR FAPSR


dr. Afriani, Sp.P(K)

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2020

1
Perseptor
dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P(K), FISR,FAPSR
dr. Afriani, Sp.P(K)

Mengetahui
Ketua Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran
UNAND / KSM Paru RSUP Dr. M. Djamil
Padang

dr. Afriani, SpP (K)


NIP.198101042008122001

Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RSUP Dr. M. Djamil Padang
2020

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma eksaserbasi berkaitan dengan banyak faktor, termasuk inhalasi antigen,
perokok aktif, udara dingin, konsumsi NSAID, dan infeksi saluran pernafasan.1-6
Dari banyaknya kasus infeksi saluran pernafasan, infeksi virus seperti Rhinovirus
adalah penyebab tersering dari asma eksaserbasi.3-6 Infeksi oleh bakteri seperti
Streptocccus pneumoniae and Haemophilus influenzae, juga sering ditemui
sebagai enyebab dari pasien dengan asma eksasrbasi.7,8 Meskipun demikian, peran
dari infeksi bakteri saluran pernafasan pada asma eksaserbasi hingga saat ini
masih belum diketahui secara pasti.9 dan masih belum diberikan perhatian besar
seperti infeksi virus10. Hingga saat ini belum ditemukan gejala klinis yang
memastikan asma eksaserbasi disebabkan oleh infeksi bakteri.11
Pada laporan kasus ini disajikan dua lansia dengan asma eksaserbasi yang
mendapatkan tatalaksana untuk asma bronkial dan terinfeksi bakteri di paru-paru
atau saluran pernafasan. Keduua pasien mendapatkan terapi tambahan berupa
antibiotik, glukokortikoid, dan bronkodilator. Kedua pasien telah menyetujui
sebagai pasien untuk laporan kasus ini.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan Case Report Session ini adalah untuk menambah
pengetahuan mengenai asma eksaserbasi terutama yang disebabkan oleh infeksi
Bakteri.

1.3 Batasan Masalah

Dalam Case Report Session ini akan dibahas laporan kasus mengenai
asma eksaserbasi akibat infeksi bakteri.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan Case Report Session ini dilakukan dengan tinjauan berbagai
literatur dan kepustakaan.

3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Kasus 1
Seorang pasien pria berusia 80 tahun mengalami demam (38,0 ) dan
dispnea dengan mengi dan dahak purulen dan dipindahkan ke Rumah Sakit
Universitas Tohoku dari Rumah Sakit Umum Kurihara. Pasien telah menerima
pengobatan untuk asma bronkial selama 20 tahun. Pada kunjungan pertamanya ke
Rumah Sakit Universitas Tohoku 20 tahun yang lalu, ia mengalami mengi dan
dispnea saat tidur dan setelah bangun tidur. umlah eosinophil pada darah tepi
(17⹻) dan sputum (90⹻) tinggi. Tingkat serum immunoglobulin E (IgE)
meningkat seperti yang terlihat pada tabel 1 dan antibodi IgE spesifik terhadap
tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronyssinus) terdeteksi menggunakan
uji radioallergosorbent. Pasien dira at dengan kortikosteroid inhalasi ditambah
asupan oral dari agonis 2 kerja pendek dan teofilin. Namun, auskultasi paru-paru
menunjukkan adanya mengi lemah sesekali di kedua bidang paru-paru. Hasil tes
fungsi paru sebelum eksaserbasi juga menunjukkan gangguan obstruktif bahkan
setelah dimulainya pengobatan (Tabel 1), meskipun hasilnya menunjukkan fungsi
paru normal ketika tidak ada mengi (F , 2,6 (84⹻)J FE 1, 2,00 / sJ FE 1
/F , 7 ⹻).
Di Rumah Sakit Pusat Kurihara, konsumsi agonis 2 kerja pendek
digantikan oleh inhalasi agonis 2 kerja lama ( ABA) dan pengobatan dengan
kortikosteroid oral, setelah itu pengobatan ditambahkan dengan antibodi anti-IgE.
Selanjutnya, pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi dilanjutkan. Pasien
dira at dengan regimen ini sampai satu tahun yang lalu, ketika terdapat gejala
eksaserbasi dan dira at di Rumah Sakit Universitas Tohoku.
Selama eksaserbasi, rontgen dada dan T scan menunjukkan bayangan
mikronodular difus di bagian ba ah paru-paru. Data pemeriksaan darah dan
serum perifer menunjukkan peradangan dengan peningkatan jumlah sel darah
putih (WB ) dan kadar protein -reaktif serum ( RP) serum. Pseudomonas
aeruginosa diisolasi dalam sputum, yang sensitif terhadap banyak jenis antibiotik
yang diuji, termasuk tazobactam / piperasilin yang digunakan pasien untuk
dira at. umlah eosinofil dalam darah perifer dan sputum rendah, jumlah

4
neutrofil dalam darah perifer tinggi, dan kadar serum IgE sedikit meningkat.
Meskipun antigen Aspergillus terdeteksi, titer antibodi terhadap Aspergillus
berada di ba ah tingkat deteksi. Antigen dari egionella pneumophila dan
Streptocccus pneumoniae dalam urin, virus influenza di rongga hidung, rhinovirus
dan virus respiratory syncytial (RS) di sputum, dan antibodi serum Mycoplasma
pneumoniae tidak terdeteksi. Exhyded nitric oxide (FeNO) tidak dapat diukur
selama eksaserbasi karena kondisi pasien yang buruk.
2.2 Kasus 2
Seorang pasien anita berusia 8 tahun dira at di Rumah Sakit Umum
Kurihara karena demam (37,8 ) dan dispnea dengan mengi, dahak purulen dan
batuk. Pasien telah menerima pengobatan untuk asma bronkial di klinik selama
tiga tahun, dan terkadang terdapat mengi. Pada saat masuk, rontgen dada dan T
scan menunjukkan bayangan infiltratif di bagian tengah dan ba ah kanan dan
bagian kiri ba ah paru-paru, seperti yang tampak pada gambar 1 dan 1D, yang
menunjukkan adanya bronkopneumonia. Kadar sel darah putih dan neutrofil yang
meningkat pada darah perifer dan RP serum yang diamati, serta nilai FeNO
sedikit meningkat.
Klebsiella pneumoniae terdeteksi dalam sputum, yang peka terhadap
banyak jenis antibiotik yang diuji, termasuk tazobactam / piperasilin yang
digunakan pasien untuk dira at. Sebaliknya, Antigen dari egionella
pneumophila dan Streptocccus pneumoniae dalam urin, virus influenza di rongga
hidung, rhinovirus dan virus RS dalam dahak, dan antibodi serum Mycoplasma
pneumoniae serum tidak terdeteksi. umlah eosinofil dalam darah perifer dan
sputum selama eksaserbasi dan kadar IgE serum pada kondisi stabil setelah
pengobatan eksaserbasi rendah.
Tabel 1. Karakteristik, fungsi paru dan data laboratorium untuk pasien.
Kasus 1 Kasus 2
Karakteristik
Usia 80 8
enis Kelamin Pria Wanita
Ri ayat Merokok (-) (-)
Komorbid Sinusitis Kronis Hipertensi

5
Fungsi Paru1
F , (⹻) 3,19 (103) 1,3 (79)
FE 1, /s 1,83 0,61
FE 1/F ,⹻ 7 4
⹻FE 1, ⹻ 88 49
Pemeriksaan
aboratorium
Hematologi dan Biokimia
saat Eksaserbasi
eukosit (/µ ) 11.000 9.740
Neutrofil (⹻) 93,6 79,3
Eosinofil (⹻) 0,0 0,3
RP (mg/d ) 3,9 1 ,3
Bakteri pada Sputum P. aeruginosa K. penumoniae
Antigen dan Antibodi dari SP (-), P (-), MP (-) SP(-), P (-), MP (-)
Mikroorganisme
Eosinofil pada Sputum
Pada Kunjungan Pertama2 90 -
Saat Eksaserbasi <3 <3
Saat Kondisi Stabil3 <3 <3
IgE (IU/m )
Saat Kunjungan Pertama2 921 -
Saat Ekserbasi 188 -
Saat Kondisi Stabil3 - 13
FeNO (ppb)
Saat Eksaserbasi NP 46
Saat Kondisi Stabil3 1 19
RP: Protein -ReaktifJ FeNO: Oksida Nitrat yang diekspirasiJ FE 1: olume
Ekspirasi Paksa dalam Satu DetikJ F : Kapasitas ital PaksaJ K. pneumoniae:
Klebsiella pneumoniaeJ P: egionella pneumophilaJ MP: Mycoplasma
pneumoniaeJ NP: Sudah dicoba tetapi tidak bisa dilakukanJ P. aeruginosa:
Pseudomonas aeruginosaJ SP: Streptocccus pneumoniaeJ

6
1) Tes fungsi paru delapan tahun setelah pera atan di Rumah Sakit Universitas
Tohoku dalam kasus 1 dan 12 bulan setelah pengobatan eksaserbasi asma dalam
kasus 2.
2) Selama kunjungan pertama ke Rumah Sakit Universitas Tohoku 20 tahun
sebelum masuk ke rumah sakit karena eksaserbasi dalam kasus 1. Tidak ada data
sebelum eksaserbasi dalam kasus 2.
3) 12 bulan setelah pengobatan eksaserbasi asma

Gambar 1. Rontgen thorax (A dan ) dan T sncan (B dan D) pada kasus 1 (A


dan B) dan kasus 2 ( dan D) menujukkan adanya bayangan difus mikrogranular
pada kasus 1, bayangan infiltrative pada kasus 2.

2.3 Tatalaksana
Kedua kasus diobati dengan tazobactam / piperasilin selama 8 hari
(kasus 1) atau selama 7 hari (kasus 2) dan dengan oral (kasus 1) atau infus tetes

7
(kasus 2) kortikosteroid dan ABA. Setelah pera atan, bayangan di paru-paru
berkurang pada rontgen thoraks dan T scan, serta demam dan dispnea disertai
mengi membaik, meskipun hasil uji fungsi paru pada kasus 2 masih menunjukkan
gangguan obstruktif seperti yang terlihat pada Tabel 1. Pseudomonas aeruginosa
(kasus 1) dan Klebsiella pneumoniae (kasus 2) tidak terdeteksi dalam sputum
pada kondisi stabil setelah pengobatan eksaserbasi. Pengobatan dengan
kortikosteroid inhalasi plus ABA (I S / ABA) dimulai sebelum keluar dari
rumah sakit. Kasus 1 juga diresepkan obat anti-kolinergik ( AMA: long-acting
muscarinic antagonist) jangka panjang untuk pengobatan asma bronkial. Dalam
kedua kasus, hasil pemeriksaan FeNO menunjukkan nilai normal 12 bulan setelah
pengobatan eksaserbasi asma.

8
BAB III
DISKUSI

Dua pasien ini telah menerima pengobatan untuk asma bronkial.


Diagnosis asma bronkial didasarkan pada gejala mengi, batuk, perasaan sesak di
dada atau dispnea, serta perbaikan aliran udara setelah inhalasi β2 agonis.1,14
Selama eksaserbasi, pasien menerima pengobatan dengan steroid sistemik dan
ABA selain antibiotik untuk bronkitis bakterial dan bronkiolitis (kasus 1) atau
untuk bronkopneumonia (kasus 2), berdasarkan pada gejala, temuan rontgen
toraks, dan T scan. Setelah pengobatan, bercak di paru-paru berkurang pada
rontgen toraks dan T scan dan demam dan dispnea dengan mengi mengalami
perbaikan.
OPD dan gagal jantung disingkirkan berdasarkan gejala, ri ayat
merokok, temuan tes fungsi paru, rontgen toraks, dan T scan. Antigen
Aspergillus terdeteksi pada dahak dari kasus 1. Namun, aspergillosis
bronkopulmonalis alergi disingkirkan karena rendahnya tingkat antibodi terhadap
Aspergillus. Sebaliknya, kasus 1 dianggap memiliki infeksi eosinofilik 20 tahun
lalu karena jumlah eosinofil dalam darah tepi dan dahak meningkat.11,12 Namun,
pera atan dengan steroid oral selama lebih dari tiga tahun dapat mengurangi
jumlah eosinofil dalam darah perifer dan dahak serta level serum IgE dalam hal
ini.
Pada kasus 2, peningkatan FeNO ringan diamati selama eksaserbasi.
Selanjutnya, gangguan obstruktif fungsi paru didapatkan setelah penatalaksanaan
eksaserbasi mungkin disebabkan oleh penyempitan jalan napas persisten karena
asma bronkial meskipun pengobatan telah dilakukan.
Bakteri terdeteksi dalam kasus ini dan dalam laporan sebelumnya7-9
bakteri dapat meningkatkan sekresi lendir1 , menghambat frekuensi pergerakan
silia, dan menyebabkan cedera epitel saluran napas, sehingga mengganggu
pembersihan mukosiliar16. Infeksi dengan bakteri ini juga merangsang sel-sel di
dalam saluran nafas dan parenkim paru untuk menginduksi substrat pro-inflamasi
seperti interleukin (I )-8 dan leukotrien B417. Substrat ini menginduksi inflamasi
dengan menyebabkan neutrofil menginfiltrasi saluran nafas dan alveoli dan

9
dengan mengaktifkan neutrofil untuk melepaskan produk sitotoksik dan neutrofil
elastase.17

10
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penemuan pada kasus ini menyimpulkan bah a infeksi bakteri pada
saluran napas dan paru-paru dapat menyebabkan asma eksaserbasi dengan
netrofilia seperti yang ditemukan pada kasus sebelumnya.11,18

11
DAFTAR PUSTAKA
1. Ohta K, Ichinose M, Nagase H, Yamaguchi M, Sugiura H, et al. (2014)
apanese Guideline for Adult Asthma 2014. Allergol Int 63: 293-333.
2. Reddel HK, Bateman ED, Becker A, Boulet P, ruz AA, et al. (201 ) A
summary of the ne GINA strategy: a roadmap to asthma control. Eur Respir 46:
79- 82.
3. Minor TE, Dick E , Baker W, Ouellette , ohen M, et al. (1976) Rhinovirus
and influenza type A infections as precipitants of asthma. Am Rev Respir Dis 113:
149-1 3.
4. Nicholson KG, Kent , Ireland D (1993) Respiratory viruses and
exacerbations of asthma in adults. Brit Med 307: 982-986.
. Yamaya M (2012) irus infection-induced bronchial asthma exacerbation.
Pulm Med 834826.
6. Gern E (2014) Ho rhinovirus infections cause exacerbations of asthma. lin
Exp Allergy 4 : 32-42.
7. Bisgaard H, Hermansen MN, Bonnelykke K, Stokholm , Baty F, et al. (2010)
Association of bacteria and viruses ith heezy episodes in young children:
prospective birth cohort study. Brit Med 341: c4978.
8. Iikura M, Hojo M, Koketsu R, Watanabe S, Sato A, et al. (201 ) Нe importance
of bacterial and viral infections associated ith adult asthma exacerbations in
clinical practice. P oS ONE 10: e0123 84.
9. Sandrock E, Norris A (201 ) Infection in severe asthma exacerbations and
critical asthma syndrome. lin Rev Allergy Immunol 48: 104-113.
10. Kraft M (2000) Нe role of bacterial infections in asthma. lin hest Med 21:
301-313.
11. Nadif R, Siroux , Orysczyn MP, Ravault , Pison , et al. (2009)
Heterogeneity of asthma according to blood inflDmmDtory patterns. НorDx 64:
374-380.
12. Green RH, Brighting E, McKenna S, Hargadon B, Parker D, et al. (2002)
Asthma exacerbations and sputum eosinophil counts: a randomized controlled
trial. ancet 360: 171 -1721.

12
13. Kerstjens HA, Moroni Zentgraf P, Tashkin DP, Dahl R, Paggiaro P, et al.
(2016) Tiotropium improves lung function, exacerbation rate, and asthma control,
independent of baseline characteristics including age, degree of air ay
obstruction, and allergic status. Respir Med 117: 1980206.
14. Sheffer A (1992) International consensus report on the diagnosis and
management of asthma. lin Exp Allergy 22: 1-72.
1 . Zanin M, Baviskar P, Webster R, Webby R (2016) Нe interaction bet een
respiratory pathogens and mucus. ell Host Microbe 19: 1 9-168.
16. Wilson R, Roberts D, ole P (198 ) ( ect of bacterial products on human
ciliary function in vitro. НorDx 40: 12 -131.
17. Sethi S (2004) Ne developments in the pathogenesis of acute exacerbations
of chronic obstructive pulmonary disease. urr Opin Infect Dis 17: 113-119.
18. Bruijinzeel P , Uddin M, Koenderman (201 ) Targeting neutrophilic
inflamation in severe neutrophilic asthma: can e target the disease relevant
neutrophil phenotype? eukoc Biol 98: 49- 6.

13

Anda mungkin juga menyukai