Anda di halaman 1dari 4

Tuba Eustachius merupakan struktur unik yang merupakan suatu saluran yang

menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring yang antara lain berfungsi sebagai alat
ventilasi kavum timpani. Fungsi yang abnormal dari tuba Eustachius seperti gangguan membuka
atau menutupnya tuba ataupun gangguan dari transpor mukosilier dapat menyebabkan perubahan
patologis telinga tengah yang akhirnya dapat mengakibatkan gangguan pendengaran, terjadinya
otitis media dengan komplikasinya.

Fisiologi Tuba Eustachius

Telah diketahui ada 3 fungsi dari tuba Eustachius dalam memelihara fungsi telinga tengah yaitu
fungsi ventilasi, fungsi drainase dan fungsi proteksi.

1. Fungsi Ventilasi

Fungsi ini adalah dimana tuba eustachius mempertahankan tekanan udara (1 atm)
didalam cavum timpani sama dengan tekanan udara luar atau sama dengan tekanan
atmosfir.

Dalam keadaan normal, telinga tengah merupakan suatu ruang tertutup dan penuh berisi
udara. Mukosa telinga tengah secara perlahan-lahan akan mengabsorbsi udara dan
nitrogen dari telinga tengah sehingga akhirnya tekanan udara dalam telinga tengah akan
menurun. Pada orang dewasa, kecepatan absorbsi udara ini sekitar 1 ml/24 jam. Dengan
terbukanya tuba Eustachius secara periodik maka udara akan masuk untuk
menyeimbangkan lagi tekanan di telinga tengah.

Pembukaan lumen tuba Eustachius dapat terjadi baik secara aktif dan pasif. Pembukaan
secara aktif terjadi oleh kontraksi muskulus tensor veli palatine pada saat menelan,
menguap atau mengunyah. Pada orang dewasa gerakan menelan dapat terjadi beberapa
kali dalam 1 menit dan dalam keadaan tidur terjadi sekali dalam 5 menit.

Pembukaan tuba Eustachius pada bayi dan anak-anak frekuensinya terjadi lebih sering
dibanding dewasa, sehingga bayi dan anak-anak mendapatkan kesulitan dalam
mempertahankan tekanan udara ditelinga tengah.

Pembukaan secara pasif terjadi jika tekanan didalam kavum timpani lebih tinggi dari
pada tekanan atmosfir.

Tuba Eustachius bekerja paling efisien bila dalam posisi tegak. Efisiensi tuba Eustachius
akan menurun seiring dengan semakin rebahnya tubuh. Menurut Ingelstedt dkk (1967),
yang dikutip dari bluestone. Volume udara yang melewati tuba Eustachius akan
berkurang 1/3 bila tubuh kita membentuk sudut 200 terhadap bidang horizontal dan
berkurang 2/3 bila kita berbaring.

2. Fungsi Drainase
Mukosa kavum timpani dan tuba Eustachius memiliki sel-sel yang yang menghasilakn
sekret. Tuba Eustachius mengalirkan secret ini dari kavum timpani kearah nasofaring
dengan suatu transpor mukosiliar. Fungsi drainase secret oleh tuba Eustachius
dipengaruhi oleh aktifitas sel-sel bersilia, grafitasi, gradasi tekanan udara sepanjang tuba
Eustachius dan viskositas secret itu sendiri.

3. Fungsi Proteksi

Pada keadaan normal tuba eustachius selalu dalam keadaan tertutup sewaktu istirahat.
Dengan demikian dapat menghalangi sekret dan kuman dari nasofaring masuk kedalam
kavum timpani. Bluestone1 menganalogikan fungsi proteksi dari tuba Eustachius, kavum
timpani dan sel-sel mastoid sebagai labu Erlenmeyer dengan leher yang panjang dan
sempit. Mulut labu diumpamakan sebagai orifisium nasofaring, leher labu sebagai ismus
tuba Eustachius, dan bulbus labu sebagai kavum timpani dan mastoid.

Bila sedikit cairan dimasukkan di leher labu maka cairan tersebut akan terhenti di leher
labu sebagai akibat adanya tekanan pasitif dalam bejana tersebut.

Cairan nasofaring dapat masuk ke tuba Eustachius bila diberi suatu tekanan positif kuat.
Bersin sewaktu hidung buntu, menangis, menelan sambil menutup hidung, menyelam
atau lepas landasnya pesawat terbang dapat meningkatkan tekanan nasofaring yang dapat
menyebabkan kegagalan dari fungsi proteksi tuba.

Sedangkan pada anak-anak, model labu tersebut sedikit berbeda. Model labu pada anak-
anak mempunyai leher labu yang lebih pendek. Hal ini dianalogikan dengan lebih
pendeknya tuba Eustachius pada anak-anak dibanding orang dewasa. Karena leher labu
yang lebih pendek tersebut maka kemungkinan terjadinya refluks sekresi nasofaring ke
telinga tengah pada anak-anak lebih besar dibanding dewasa.
Perubahan lingkungan yang terjadi selama penerbangan meliputi perubahan suhu,
tekanan udara dan suplai oksigen. Semakin naik dari permukaan bumi, suhu akan terus turun
sebesar 3,56° F (1,98° C) tiap 1.000 kaki (305 meter). Pada ketinggian 35.000 kaki, suhu akan
konstan -55 °C sampai pada ketinggian 70.000 kaki. Perubahan tekanan udara juga terjadi
selama penerbangan. Tekanan udara pada permukaan laut berdasarkan International Standard
Atmosphere (ISA) adalah 29,92 inci air raksa (inches Hg), atau 760 milimeter air raksa (mmHg).
Semakin naik dari permukaan bumi, tekanan udara semakin kecil. Penurunan tekanan udara akan
menyebabkan penurunan tekanan oksigen. Dengan turunnya tekanan oksigen di ketinggian
selama penerbangan, maka tekanan oksigen di dalam alveoli (paru-paru) juga akan turun
sehingga suplai oksigen pada jaringan menjadi tidak adekuat baik dalam hal kuantitas maupun
konsentrasi molekul.

Gangguan oro-fasial akibat perubahan tekanan udara dalam penerbangan

Perubahan tekanan udara dalam penerbangan, mempengaruhi perubahan fisiologis pada tubuh,
yaitu perubahan volume gas dalam tubuh. Besarnya perubahan volume gas yang terjadi akibat
perubahan tekanan udara sesuai dengan hukum Boyle yang menyatakan bahwa volume gas
berbanding terbalik dengan tekanan. Apabila tekanan berkurang, maka akan terjadi peningkatkan
volume gas dan sebaliknya.

Pada saat terbang di ketinggian lebih dari 3.000 meter (10.000 kaki), penerbang akan mengalami
perubahan tekanan udara. Pada ketinggian sekitar 3.000 meter tekanan udara turun dari 760 mm
Hg hingga 483 mm Hg. Pada saat tekanan udara lingkungan pengalami penurunan maka akan
terjadi pengembangan volume gas dalam rongga tubuh.

Tekanan udara di dalam rongga tubuh harus sama dengan tekanan udara diluar, yang berarti
saluran penghubung antara rongga tubuh dengan udara luar harus berfungsi dengan baik. Apabila
saluran jalan keluar gas ini terhambat maka tekanan dalam rongga tubuh menjadi meningkat dan
menyebabkan rasa nyeri.

Penambahan volume gas dalam rongga tubuh yang kaku (rigid) menyebabkan rasa nyeri pada
bagian tubuh tersebut. Keluhan nyeri pada regio orofacial akibat perubahan tekanan udara saat
terbang dapat berupa nyeri pada telinga (barotitis media), nyeri sinus (barosinusitis), nyeri pada
gigi atau yang dikenal dengan barodontalgia dan fraktur barotrauma.

Barotitis media

Barotitis media disebabkan infeksi saluran nafas bagian atas yang menimbulkan pembengkakan
serta timbulnya lendir dalan tuba eustachius sehingga terjadi kegagalan ventilasi aliran udara ke
ruang telinga tengah. Telinga tengah adalah suatu ruang berlapis mukosa dengan dinding
pemisah yang tipis dan semi-elastis yaitu membran timpani yang memisahkannya dengan telinga
luar. Ruang telinga tengah tersebut berisi udara yang berhubungan dengan udara luar melalui
saluran pendek tuba eustachius yang bermuara diruang nasofaring (antara hidung–tenggorokan).
Saat terbang naik, udara di dalam ruang telinga tengah tersebut akan mengembang dan akan
melewati tuba eustachius menuju keluar sehingga tekanan tetap sama pada kedua sisi dari
membran timpani. Pada waktu turun dari ketinggian, tekanan udara luar lebih tinggi daripada di
telinga tengah. Udara dari luar harus masuk ke ruang telinga tengah melalui tuba eustachius
supaya tercapai keseimbangan tekanan di dalam dan di luar telinga. Bentuk dari tuba eustachius
menyerupai katup satu arah dimana aliran udara dari dalam ruang telinga tengah keluar berjalan
lebih mudah daripada sebaliknya, menyebabkan penyesuaian tekanan udara lebih sulit terjadi
pada saat terbang turun dari ketinggian. luar. Membran timpani akan terdorong ke dalam ruang
telinga tengah seperti disajikan pada Gambar 2, sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat
disertai gangguan pendengaran, mempengaruhi organ keseimbangan di telinga bagian dalam,
menyebabkan vertigo bahkan dapat menyebabkan pecahnya membran timpani.

Barotrauma telinga adalah kerusakan jaringan pada telinga berupa rupturnya membran timpani
akibat perubahan tekanan yang ekstrim. Pada pemeriksaan otoskopi, telinga yang normal akan
memperlihatkan gendang telinga yang intak atau utuh, namun telinga yang mengalami
barotrauma akan memperlihatkan adanya perforasi (lubang pada gendang telinga).

DAPUS

R. Jusri, S. Harmadji. 2013. Anatomi dan Fisologi Tuba Eustachius. Jurnal Dep/SMF Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Hal 23-28

C. Monika S.N.Andarmawanti, Achmad Hidayat dan Nurtami Soedarsono. Pengaruh perubahan


lingkungan dalam penerbangan pada regio oro-fasial penerbang (The influence of environmental
changes in flight on oro-facial region of pilots). Jurnal PDGI Vol. 62, No. 1, Januari-April 2013,
Hal. 17-23

Anda mungkin juga menyukai