Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIC

STASE GERONTIK

OLEH :

Yuvita Indria

NPM : 1914901110082

PROGRAM PROFESI NERS A

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


1. Konsep Menua
1.1 Definisi
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001) yang dimaksud
dengan usia lanjut adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun
atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena
sesuatu hal tidak lagi mampu berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial).

Menua (Menjadi Tua) adalah : suatu proses menghilangnya perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constatinidies, 1994).
1.2 Batasan Usia Lanjut

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi:


Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
 Usia lanjut (elderly), antara 60-74 tahun
 Usia tua (old), antara 75-90 tahun
 Usia sangat tua (very old), usia diatas 90 tahun.

1.3 Proses Menua


Proses menua merupakan proses terus menerus secara alamiah, yang dimulai sejak
lahir dan pada umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua setiap
individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Menua bukanlah suatu penyakit
tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Nugroho, 2000).

Menua ( menjadi tua : aging ) adalah suatu proses menghilangnya secara pelahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo,
2000).

Proses menua didalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar.
Hanya cepat lambatnya proses tersebut tergantung pada masing-masing individu yang
bersangkutan. Proses tersebut kemudian menyebabkan berbagai perubahan anatomis
dalam jaringan yang pada akhirnya mempengaruhinya fungsi dan kemampuan tubuh
secara keseluruhan (Nugroho, 2000).

Beberapa ahli berpendapat bahwa proses menua merupakan suatu proses yang
meliputi interaksi antara perubahan biologis, psikologis, dan sosislogis sepanjang
hidup. Beberapa teori sosial tentang proses penuaan antara lain:
 Teori Interaksi Sosial (Sosial Exchange Theory)
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Simmons cit
Hardywinoto dan Setiabudhi 2005, mengemukakan bahwa kemampuan lanjut usia
untuk terus menjalin interksi sosial merupakan kunci mempertahankan status
sosialnya atas dasar kemampuannya untuk melakukan tukar menukar.
 Teori penarikan diri (Disengagement Theory)
Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal. Kemiskinan
lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lanjut usia
secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Selain hal tersebut,
dari pihak masyarakat juga mempersiapkan kondisi agar para lanjut usia menarik
diri. Keadaan ini mengakibatkan inetraksi sosial lanjut usia menurun, baik secara
kualitas amupun kuantitas.

Pada lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan ganda (triple loss),yaitu :


1. Kehilangan peran (Loss of Roles)
2. Hambatan kontak sosial (Restriction of Contacts and Relationships).
3. Berkurangnya komitmen (Reduced Commitment to Social Mores and
Values)

Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses penuaan
yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat
memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri mengahdapi
kematiannya.

Pokok-pokok Disengagement Theory adalah :


1. Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi pada masa pensiun. Pada
wanita terjadi pada masa peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat
anak menginjak dewasa dan meninggalkan rumah untuk belajar dan
menikah.
2. Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini, karena lanjut
usia dapat merasakan bahwa tekanan sosial berkurang sedangkan kaum
muda memperoleh kerja yang lebih luas.
3. Tiga aspek utama dalam teori ini adalah :
a. Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
b. Proses tak dapat dihindari
c. Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat

 Teori Aktivitas (Activity Theory)


Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon et. al.cit Hardywinoto
2005 yang menyatakan, bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Pokok-
pokok teori aktivitas adalah :
1. Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan
sepenuhnya dari lanjut usia di masyarakat
2. Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lanjut usia.
Penerapan teori aktivitas ini dalam penyusunan kebijakan terhadap lanjut
usia sangat positif, karena memungkinkan para lanjut usia berintegrasi
spenuhnya di masyarakat.

 Teori Kesinambungan (Continuity Theory)


Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan
lanjut usia, dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarnya kelak padasaat ia menjadi lanjut usia. Dan hal ini dapat
terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tak
berubah,walaupun ia menjadi lanjut usia. Menurut teori penarikan diri dan
teori aktivitas, proses penuaan merupakan suatu pergerakan dan proses yang
searah, akan tetapi pada teori kesinambungan merupakan pergerakan dan
proses banyak arah, tergantung dari bagaimana penerimaan seseorang
terhadap status kehidupannya. Pokok-pokok dari Continuity Theory :
1. Lanjut usia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam
proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu,
dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan.
2. Peran lanjut usia yang hilang tak perlu diganti.
3. Lanjut usia dimungkinkan untuk memilih berbagai macam cara adaptasi.

 Teori Perkembangan (Development Theory)


Havighurst dan Duvall cit Hardywinoto dan Setiabudhi 2005 menguraikan
tujuh jenis tugas perkembangan (Developmental task) selama hidup yang hars
dilaksanakan oleh lanjut usia, yaitu:
1. Penyesuaian terhadap penururnan fisik dan psikis
2. Penyesuaian terhadap pensiun dan penururnan pendapatan
3. Menemukan makna kehidupan
4. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
5. Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
6. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
7. Menerima dirinya sbagai seorang lanjut usia
8. Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)

Wiley cit Hardywinoto dan Setiabudhi 2005 menyusun stratifikasi lanjut usia
berdasarkan usia kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya
perbedaan kapasitas, peran, kewajiban serta hak mereka berdasarkan usia.

Menurut Stanley & Beare (2006) penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik
dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat
mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan
suatu fenomena yang kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di
dalam satus sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. Walaupun hal
itu terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup
sempit, proses tersebut tidak tertandingi.

Kelanjutusiaan (aging) adalah proses alamiah yang dimulai sejak terjadi


pembuahan pada masa janin. Seseorang dilahirkan dan menjalani siklus
kehidupan manusia yakni sebagai bayi, anak, rremaja, dewasa muda, usia
menengah, masa lanjut usia sampai orang tersebut meninggal secara normal
ataupun karena suatu penyakit.

Proses menjadi dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar.
Hanya cepat lambatnya proses tersebut tergantung pada masing-masing individu
yang bersangkutan. Proses tersebut kemudian menyebabkan berbagai perubahan
anatomis dalam jaringan yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Nugroho, 2000). Beberapa ahli
berpendapat bahwa proses yang meliputi interaksi antara perubahan biologis,
psikologis dan sosiologis sepanjang hidup. Beberapa teori tentang proses penuaan
antara lain :
Proses menjadi tua ini disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase
yakni:
1. Fase regresif progresif : proses dimana tubuh mengalami perkembangan yang
sangat cepat, mulai dari bayi hingga dewasa stabil.
2. Fase stabil : fase dimana tubuh tidak mengalami perubahan cepat, biasanya
terjadi pada masa dewasa awal.
3. Fase regresif : mekanisme pada fase ini lebih kearah kemunduran yang
dimulai dalam sel, komponen kecil dari tubuh manusia (Depkes, 2000).

1.4 Masalah Kesehatan Yang Mungkin Muncul Pada Lanjut Usia


Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan paa dewasa
muda, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang
timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Masalah kesehatan utama yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan dimengerti
oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat
memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin.
Masalah kesehatan yang sering muncul pada lansia:

 Immobility (Kurang Bergerak)


Kurang bergerak disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem
muskoloskeletal seperti terjadinya : Tulang kehilangan density (cairan) dan
makin rapuh, Kifosis, Persendian membesar dan menjadi kaku, Pada otot
terjadi atrofi serabut otot (sehingga seseorang bergerak lamban, otot keram
dan menjadi tremor).
Pada kurang gerak bisa juga disebabkan karena penyakit jantung dan
pembuluh darah (Biasanya terjadi tekanan darah tinggi).

 Instability (Berdiri dan Berjalan Tidak Stabil atau Mudah jatuh)


Lansia mudah terjatuh karena terjadinya penurunan fungsi-fungsi tubuh dan
kemampuan fisik juga mental hidupnya. Akibatnya aktivitas hidupnya akan
ikut terpengaruh, sehingga akan mengurangi kesigapan seseorang.
Penyebab terjatuh pada lansia antara lain :
1. Faktor intrinsik (faktor dari dalam tubuh lanjut usia sendiri).
2. Faktor ekstrinsik (faktor dari luar atau lingkungan).

Akibat dari terjatuh dapat menyebabkan cidera pada lansia sehingga


menimbulkan rasa sakit. Lansia yang pernah terjatuh akan merasa takut untuk
terjatuh lagi sehingga lansia tersebut menjadi takut untuk berjalan dan
membatasi pergerakannya.

 Incontinence
Beser atau yang sering dikenal dengan ”Ngompol” karena saat BAK atau
keluarnya air seni tanpa disadari akibat terjadi masalah kesehatan atau sosial.
Untuk mengatasi masalah ini biasanya lansia akan mengurangi minum dengan
harapan untuk mengurangi jumlah dan frekuensi berkemih. Akibatnya lansia
dapat terjadi kekurangan cairan tubuh dan berkurangnya kemampuan kandung
kemih yang justru akan memperberat keluhan beser pada lansia.

 Intellectual Impairment (Gangguan Intelektual)


Gangguan yang berhubungan dengan kemapuan berfikir atau ingatan yang
mempengaruhi terganggunya aktivitas sehari-hari. Kejadian ini terjadi dengan
capat mulai usia 60-85 tahun atau lebih.
1. Usia 60-74 tahun sekitar 5% Lansia mengalami demensia (Kepikunan)
2. Usia 85 tahun meningkat mendekati 50%.

 Infeksi
Pada lansia telah terjadi penurunan fungsi tubuh. Daya tahan tubuh juga
menurun karena kekurangan gizi. Adanya penyakit yang bermacam-macam.
Selain itu juga dari faktor lingkungan juga bisa terpengaruh terhadap infeksi
yang terjadi pada lansia.

 Gangguan Pancaindera (Impairment of Vision and Hearing, Taste, Smell,


Communication, Convalescence, Skin Integrity)
Akibat proses menua sehingga semua kemampuan pancaindera
berkurangfungsinya. Juga terjadi gangguan pada otak, saraf dan otot-otot.
Sehingga pada lansia terjadi penurunan penglihatan, pendengaran dan
komunikasi (berbicara).

 Impaction (Konstipasi atau Gangguan BAB)


Konstipasi yang terjadi pada lansia disebabkan karena pergerakan fisik pada
lansia yang kurang mengkonsumsi makana berserat, kurang minum juga
akibat pemberian obat-obat tertentu.Pada kasus konstipasi yaitu feces menjadi
keras dan sulit dikeluarkan maka akan tertahan diusus sehingga dapat terjadi
sumbatan diusus yang menyebabkan rasa sakit diperut.

 Isolation (Depresi)
Dapat terjadi akibat perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan
berkurangnya kemampuan untuk mengurus dirinya secara mandiri serta akibat
perubahan-perubahan fisik maupun peran sosial.

Gejala-gejala depresi yang sering muncul dianggap sebagai bagian dari proses
menua. Adapun gejala-gejala seperti dibawah ini antara lain :
1. Gangguan emosional : perasaan sedih, sering menangis, merasa kesepian,
gangguan tidur, pikiran dan gerakan lamban, cepat lelah dan menurunnya
aktivitas, tidak adanya selera makan yang mengakibatkan berat badan
menurun, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan perhatian,
kurangnya minat, hilangnya kesenagnan yang biasanya dinikmati,
menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan
diri berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi
bahkan mau bunuh diri.
2. Gangguan fisik : sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang,
gangguan pencernaan.
 Inanition (Kurang Gizi)
Disebabkan oleh perubahan lingkungan yaitu ketidaktahuan lansia dalam
memilih jenis makana yang bergizi, isolasi sosial karena lansia mengalami
penurunan aktivitas karena penurunan fungsi pancaindera. Sedangkan
penyebab lainnya yaitu kondisi kesehatan : sehingga lansia hanya akan
mengalami konsumsi jenis makanan tertentu, adanya penyakit fisik, mental,
gangguan tidur dan obat-obatan.

 Impecunity (Tidak Punya Uang)


Hal ini berhubungan dengan pekerjaan. Semakin seseorang bertambah tua
maka aktivitasnya akan berkurang yang menjadikan lansia berhenti dari
pekerjaannya. Secara otomatis pendapatannya akan berkurang. Lansia dapat
menikmati masa tua dengan bahagia apabila :
1. Mempunyai pendapatan yang paling tidak dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
2. Tempat yang layak untuk tinggal.
Masih mempunyai peran setidaknya didalam keluarganya.

 Iatrogenesis (Menderita Penyakit Akibat Obat-obatan)


Banyak kejadian lansia mempunyai berbagai macam penyakit atau yang
biasa disebut komplikasi, sehingga membutuhkan juga obat yang banyak
untuk tiap penyakitnya. Lansia sering kali menggunakan obat dalam jangka
waktu yang lama tanpa pengawasan dari dokter sehingga akan muncul
penyakit baru dari akibat penggunaan obat-obatan tersebut.

 Insomnia (Gangguan Tidur)


Hampir semua lansia mempunyai gangguan tidur yakni sulit untuk mulai
masuk dalam proses tidur, tidurnya tidak nyenyak dan mudah terbangun,
sering bermimpi, bangun terlalu awal (dini hari). Apabila sudah terbangun
maka akan sulit untuk tidur kembali.

 Immune Deficiency (Daya Tahan Tubuh yang Menurun)


Salah satu penyebab daya tahan tubuh pada lansia menurun terjadi akibat
terganggunya fungsi organ tubuh. Namun tidak semua proses menua
mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh. Hal ini juga dapat terjadi
akibat penyakit yang diderita lansia, penyakit yang sudah akut, penggunaan
obat-obat tertentu dan status gizi yang buruk.

 Impotence (Impotensi)
Merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan
ereksi yang cukup untuk melakukan senggama yang memuaskan yang
terjadi paling sedikit tiga bulan. Impotensi ini dapat disebabkan karena
hambatan aliran darah yang menuju alat kelamin sebagai adanya kekakuan
pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik proses menua ataupun
adanya penyakit dan juga berkurangnya sel otot polos yang terdapat pada
alat kelamin. Serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap
rangsangan.
2. Konsep Penyakit
2.1 Definisi/Deskripsi Penyakit
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi
cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik (Arif Mansjoer, 2000).

2.2 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli
ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.

2.3 Manifetasi Klinis


1.Kehilangan motorik
2.Disfungsi motorik
3.Kehilangan komunikasi
4.Disfungsi bahasa dan komunikasi
5.Gangguan persepsi
6.Kerusakan fungsi kognitif
7.Disfungsi kandung kemih

2.4 Penatalaksanaan
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan latihan gerak pasif.
d. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


No Jenis Pemeriksaan Manfaat
1 Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
Angiografi serebral
perdarahan atau obstruksi arteri.
2 Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari
Single Photon Emission Computed otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan
Tomography (SPECT) mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian
CT)
3 CT scan Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4 MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang megnetik untuk
menentukan posisi dan besar terjadinya perdarahan
otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5 EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah
yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
6 Pemeriksaan laboratorium a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari
hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit,
ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat
terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam
serum dan kemudian berangsur rangsur turun
kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari
kelainan pada darah itu sendiri.

2.6 Patway

2.7 Diagnosa Keperawatan


1 Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3 Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakanneurovaskuler
Ketidakefektifan perfusi jaringan Kerusakan komunikasi verbal Defisit perawatan diri: mandi,
serebral berhubungan dengan b.d penurunan sirkulasi ke otak berpakaian, makan
aliran darah ke otak terhambat
NOC: NOC:
NOC: - Dapat menjawab pertanyaan yang - Klien dapat makan dengan
- Nyeri kepala / vertigo diajukan perawat bantuan orang lain / mandiri
berkurangsampai dengan hilang - Dapat mengerti dan memahami - Klien dapat mandi dengan bantuan
- Berfungsinya saraf dengan baik pesan – pesan melalui gambar orang lain
- Tanda tanda vital stabil - Dapat mengekspresikan - Klien dapat memakai pakaian
NIC: perasaannya secara verbal maupun dengan bantuan orang lain /
1. Monitor ukuran, kesimetrisan, non verbal mandiri
reaksi dan bentuk pupil NIC: - Klien dapat toileting dengan
2. Monitor tingkat kesadaran klien 1. Dengarkan setiap ucapan klien bantuan alat
3. Monitor tanda tanda vital dengan penuh perhatian NOC:
4. Monitor keluhan nyeri kepala, 2. Gunakan kata-kata sederhana 1. Kaji kamampuan klien untuk
mual, muntah dan pendek dalam komunikasi perawatan diri
5. Monitor respon klien terhadap dengan klien 2. Pantau kebutuhan klien untuk
pengobatan 3. Dorong klien untuk mengulang alat-alat bantu dalam makan,
kata-kata mandi, berpakaian dan toileting
4. Berikan arahan / perintah yang 3. Berikan bantuan pada klien
sederhana setiap interaksi dengan hingga klien sepenuhnya bisa
klien mandiri
5. Libatkan keluarga untuk 4. Berikan dukungan pada klien
membantu memahami / untuk menunjukkan aktivitas
memahamkan informasi dari / ke normal sesuai kemampuannya
klien 5. Libatkan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan
perawatan diri klien

Daftar Pustaka
Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius : FKUI
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
NANDA. (2012). Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran : EGC.
Santosa, Budi. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 200-2006. Jakarta: Prima
Medika

Banjarmasin, 24 Juni 2020

Preseptor Akademik, Ners Muda,

(Rohni Taufika Sari, Ns.,M.Kep) (Yuvita Indria, S.Kep)

Anda mungkin juga menyukai