Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN FARMASI

Dosen Pengajar:
Mulyadi Sirin, S.Si., Apt
Kelompok 1:
Nur Rizqiatul Aulia 41191097000001
Ditria Puteri 41191097000010
Afra Fitrianita 41191097000011
Aulia Wardahani Eriatna 41191097000021
Arum Satifa Desiana 41191097000031
Dwi Rizkiyanti 41191097000041
Putri Nuzulia Matany 41191097000051
Toni Herdianto 41191097000061
Ali Ridho Husein 41191097000071
Laila Khanifatunnisa 41191097000081

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan
dalam sebagian besar upaya kesehatan untuk menghilangkan gejala dari suatu penyakit, obat
juga dapat mencegah penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan penyakit. Hal ini
menjadikan banyaknya keragaman jenis obat dari rasa, bentuk dan pabrik pembuatannya. Dari
bentuknya obat terdiri dari pulvis, pulveres, tablet, pil, kapsul, kaplet, larutan, suspense, emulsi,
salep, suppositoria, obat tetes, dan injeksi. Dari banyaknya jenis obat perlu didistribusikan ke
berbagai fasilitas kefarmasian. Pendistribusian ini dapat melalui pedagang besar farmasi (PBF).
(Kemenkes RI, 2011).

Pedagang Besar Farmasi (PBF) dapat menyalurkan perbekalan farmasi ke apotek, rumah
sakit, klinik, toko obat dan unit pelayanan kesehatan lainnya. Banyaknya jenis obat yang
didistribusikan oleh PBF, maka memerlukan sebuah organisasi untuk mengatur distribusi obat
tersebut sampai pada konsumen dengan baik. Cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan
obat bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/ penyaluran sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya (PBOM, 2015).

Peran apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan dalam melakukan upaya kesehatan
adalah dengan melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian dalam berbagai
kegiatan, meliputi pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam
pelaksanaannya, salah satu fasilitas tempat melaksanakan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi
atau penyaluran sediaan farmasi adalah Pedangang Besar Farmasi (PBF) (Presiden Republik
Indonesia, 2009b).

Banyaknya peran apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi adalah Pedangang Besar Farmasi (PBF) menjadi latar belakang yang
kuat bagi mahasiswa program studi apoteker untuk mempelajari lebih lanjut berbagai ketentuan
mengenai PBF, PBF cabang dan PBF bahan obat.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan PBF/ PBF Cabang/ PBF Bahan Obat?
2. Dimana letak peran Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian bidang distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi?
3. Mengapa diperlukannya peraturan terkait PBF/PBF Cabang/PBF Bahan Obat?
4. Bagaimana penyelenggaraan dan pengelolaan obat yang baik?
5. Siapa yang mengatur landasan peraturan tentang pekerjaan kefarmasian bidang distribusi
atau penyaluran sediaan farmasi dan PBF?
1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah menjawab dari rumusan masalah makalah diatas yaitu:

1. Mengetahui definisi dari PBF/ PBF Cabang/ PBF Bahan Obat

2. Mengerti peran Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian bidang distribusi atau penyaluran
sediaan farmasi

3. Mengetahui peraturan terkait PBF/PBF Cabang/PBF Bahan Obat

4. Memahami cara penyelenggaraan dan pengelolaan obat yang baik

5. Mengetahui bagaimana dan siapa yang mengatur landasan peraturan tentang pekerjaan
kefarmasian bidang distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan PBF

BAB II
ISI
2.1 Pengertian Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Cabang
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1148/Menkes/PER/VI/2011
dan menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 tentang
Pedoman Teknik Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) disebutkan Pedagang Besar Farmasi,
yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki
pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, PBF harus mengacu kepada CDOB (Cara Pembuatan
Distribusi Obat yang Baik). PBF memiliki landasan hukum, antara lain :

1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang


Pedagang Besar Farmasi
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pedagang Besar
Farmasi
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Regiatrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tetang Pekerjaan Kefarmasian
5. Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
6. Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
2.2 Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pedagang Besar Farmasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Regiatrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa Apoteker
adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan Apoteker. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa
Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Memiliki keahlian dan kewenangan
b. Menerapkan Standar Profesi
c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional
d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
Menurut Pedoman Teknis CDOB tahun 2012, tugas dan kewajiban apoteker di PBF
sebagai berikut :
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga
akurasi dan mutu dokumentasi
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan
mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan
g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang memenuhi
syarat jual
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak
yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang berkaitan
dengan distribusi dan/atau transportasi obat
i. Memastikan inpeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia tidakan
perbaikan yang diperlukan
j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang telah
mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di
tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan
setiap pendelegasian yang dilakukan
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantinaatau
memusnahkan obat
2.3 Pengertian Pedagang Besar Farmasi bahan obat
a. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
b. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang
digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku
farmasi termasuk baku pembanding.
c. PBF bahan baku obat memiliki kewajiban yaitu :
1) Laboratorium, yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pengujian
bahan baku obat sesuai ketentuan yang ditetapkan dirtjen.
2) Gudang khusus tempat penyimpanan PBF atau PBF cabang menyalurkan obat
berdasarkan pesanan apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung
jawab. Dikecualikan untuk pesanan kepentingan lembaga ilmu pengetahuan,
surat pesanan ditanda tangani oleh pimpinan lembaga. Untuk penyaluran obat
atau bahan obat berupa obat keras, surat pesanan harus ditanda tangani oleh
apoteker penanggung jawab atau apoteker pengelola apotek. PBF atau PBF
cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotik
harus memiliki izin khusus sesuai peraturan perundang-undangan. PBF atau
PBF cabang yang melakukan pengubahan kemasan dari kemasan aslinya atau
pengemasan kembali terhadap kemasan aslinya dari bahan obat wajib
melakukan pengujian mutu dan wajib memiliki ruang pengemasan kembali.
d. Sertifikat produksi industri farmasi bahan obat adalah persetujuan untuk
melakukan produksi, pengembangan produk dan sarana produksidan/atau riset
yang digunakan untuk pelaksanaan percepatan industri farmasi bahan obat.
e. Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi Industri Farmasi
Bahan Obat adalah dokumen yang diajukan oleh Pelaku Usaha yang berisi antara
lain penjabaran dari produk dan pengembangan, sarana produksi, serta kegiatan
penyelenggaraan Industri Farmasi atau Industri Farmasi bahan obat.
f. Distribusi Farmasi adalah persetujuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan / atau bahan obat dalam jumlah besar oleh PBF.
g. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CPOB adalah cara
pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.
h. Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan
mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
i. Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Industri Farmasi dan Sertifikat
Produksi Industri Farmasi Bahan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(3) terdiri atas:
1) Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi Industri Farmasi
Bahan Obat; dan
2) memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu.

2.4 Sanksi Administratif PBF


Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019
tentang Pedoman Teknik Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) pasal 5 ayat 1 setiap
PBF, PBF Cabang, Instalasi Sediaan Farmasi, dan Industri Farmasi yang melanggar
ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), dan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Badan ini dikenai
sanksi administratif sebagai berikut:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
c. pencabutan Sertifikat CDOB.
Pasal 2 ayat (1) yang dimaksud adalah PBF, PBF Cabang, dan Instalasi Sediaan
Farmasi yang melanggar dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat dan tidak menerapkan pedoman teknis CDOB.
Pedoman teknis CDOB terdiri dari
a. manajemen mutu;
b. organisasi, manajemen, dan personalia;
c. bangunan dan peralatan;
d. operasional;
e. inspeksi diri;
f. keluhan, Obat, dan/atau Bahan Obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali;
g. transportasi;
h. fasilitas distribusi berdasarkan kontrak;
i. dokumentasi;
j. ketentuan khusus Bahan Obat;
k. ketentuan khusus produk rantai dingin; dan
l. ketentuan khusus narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.
Pasal 3 ayat (1) dan pasal 4 ayat (1) adalah PBF yang tidak memiliki sertifikat
CDOB. Dimana Industri dalam melaksanakan kegiatan distribusi Bahan Obat dan/atau Obat
wajib menerapkan pedoman teknis CDOB dan memiliki sertifikat CDOB. Sertifikat CDOB
dikeluarkan oleh kepala badan sesuai yang tertera dalam pasal 4 ayat (2). Sanksi
administratif terhadap PBF dikeluarkan oleh Kepala Badan.

BAB III
PENYELENGGARAAN
Pasal 13
Ketentuan penyelenggaraan pengelolaan obat dan bahan obat :
PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau
bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri dan dilakukan
sesama PBF melalui sitem importasi. Melaksanakan pengadaan harus harus berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.
Pasal 14, 14a, 14b
Ketentuan Apoteker penanggung jawab pbf dan pbf cabang
Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat. Apabila seorang apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan tugas, PBF
atau PBF Cabang harus menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara yang bertugas
paling lama untuk waktu 3 (tiga) bulan dan harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat dengan tembusan Kepala Balai POM. Setiap
pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian direktur/ketua PBF, wajib memperoleh
persetujuan dari Direktur Jenderal.
Ketentuan CDOB PBF dan PBF Cabang
Pasal 15 dan16
PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri. Penerapan CDOB
dilakukan sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan. Untuk PBF dan
PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan.
Ketentuan Konsumen PBF Cabang dan PBF
Pasal 17 dan 18
Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran dan/atau
melayani resep dokter. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau
PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud meliputi apotek, IFRS,
puskesmas, klinik dan toko obat. Dikecualikan bagi toko obat PBF dan PBF Cabang tidak dapat
menyalurkan obat keras kepada toko obat. Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan
PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan penyaluran Obat dan Bahan obat Oleh PBF dan PBF Cabang
Pasal 19, 20, 21
PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di daerah provinsi sesuai
dengan surat pengakuannya, dibuktikan dengan Surat Penugasan/Penunjukan. Setiap surat
penugasan/penunjukan berlaku hanya untuk 1 (satu) daerah provinsi terdekat yang dituju dengan
jangka waktu selama 1 (satu) bulan. Pemberitahuan atas Surat Penugasan/Penunjukan secara
tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi yang dituju dengan tembusan kepala dinas
kesehatan provinsi asal PBF Cabang, Kepala Balai POM provinsi asal PBF Cabang dan Kepala
Balai POM provinsi yang dituju.
Ketentuan Pengelolaan Narkotika Oleh PBF dan PBF Cabang
Pasal 22
Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pengemasan Kembali Bahan Obat Oleh PBF dan PBF Cabang
Pasal 23
Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan obat dari kemasan
atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya wajib melakukan pengujian
laboratorium.

Fungsi Lain PBF dan PBF Cabang


Pasal 24
Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat,
PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
Gudang PBF
Pasal 25, 26, 27, 28, 29
Gudang dan kantor PBF atau cabang PBF dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat
memiliki apoteker dan tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi atau
pengurus dan penanggung jawab. PBF dan PBF cabang dapat melakukan penambahan gudang
atau perubahan gudang. Hal ini harus memperoleh persetujuan dari Direktur Jendral dan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.
Persayaratan untuk penambahan gudang PBF adalah sebagai berikut :

a. Fotocopy izin PBF


b. Fotocopy Surat Tnada Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang tambahan
c. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab
d. Surat bukti penguasaan bagunanan dan gudang
e. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan
Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jendral dengan
tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan POM dengan mencantumkan :
a. Alamat kantor PBF pusat
b. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan
c. Nama apoteker penanggung jawab pusat dan
d. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.
Apabila PBF ingin mengajukan permohonan mengenai perubahan gedung PBF maka secara
tertulis membuat surat yang diajukan kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Badan dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan;
a. Alamat kantor PBF pusat
b. Alamat gudang
c. Nama apoteker penanggung jawab.
d. Fotocopy izin PBF
e. Peta lokasi dan denah bangunan gedung.
Gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian dari
PBF atau PBF cabang.
BAB V
PELAPORAN
Pasal 30
Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap tiga bulan sekali
meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan atau bahan obat kepada Direktur Jendral
dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan dan Kepala Balai POM .
Setiap PBF dan cabang PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan
laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pelaporan ini dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31,32
Pembinaan Pedagang Besar Farmasi diatur dalam Peraturan Kementerian Kesehatan No. 1148
tahun 2011 Bab VI pasal 31. Pembinaan PBF dan PBF cabang dilakukan secara berjenjang oleh
Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pembinaan PBF dan PBF cabang bertujuan untuk :
a. Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan bahan obat untuk
pelayanan kesehatan.
b. Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat atau bahan obat yang tidak tepat
dan/atau tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Pedoman pembinaan Pedagang Besar Farmasi ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kementerian
Kesehatan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Pengawasan PBF dan PBF
Cabang bertujuan untuk:
a. Menjamin obat dan bahan obat yang beredar memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan
b. Menjamin terselenggaranya penyaluran obat dan bahan obat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai