Anda di halaman 1dari 17

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Motivasi Berprestasi


2.1.1 Pengertian Motivasi
Motivasi pada dasarnya, dapat diartikan sebagai dorongan dasar yang
menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini ada pada diri
seseorang yang menggerakkan guna melakukan sesuatu yang sesuai dengan
dorongan dalam dirinya.Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan
pada dorongan tertentu mengandung pengertian sesuai dengan motivasi yang
mendasarinya.
Motivasi dalam pengertian lain, dapat pula dipahami sebagai perbedaan
bisa melakukan dan mau melakukan. Namun, motivasi lebih dekat dengan mau
melakukan tugas atau tanggung jawab yang dibebankan pada pundaknya agar
tujuan dapat tercapai. Motivasi pada dasarnya merupakan kekuatan baik dari
dalam diri maupun dari luar diri anda yang mendorong anda untuk mencapai
tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme baik
manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam hal
ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara
terarah. (Syah, 2003: 151)
Kata “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Motif dapat diartikan sebagai daya penggerak dari
dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi
intern (kesiapsiagaan). Memang pengertian motif dan motivasi keduanya sukar
dibedakan secara tegas. Ngalim Purwanto (Purwanto, 2007: 71) dalam
bukunya menyatakan bahwa motif menunjukkan suatu dorongan yang timbul
dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak
melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah “pendorong” suatu usaha yang
di sadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya
untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan
7

tertentu. Berawal dari kata “motif” itu maka motivasi dapat diartikan sebagai
daya penggerak yang telah menjadi aktif. (Sardiman,1986:73)
Pada intinya, motivasi dapat diartikan sebagai: (1) Dorongan yang
timbul pada diri seseorang, secara disadari atau tidak disadari untuk melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu; (2) Usaha-usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan
sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang ingin dicapai (Asrori,2009:183).
Sedangkan menurut Eysenck dan kawan-kawan (Slameto,2010:170) motivasi
dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan,
intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan
konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain seperti minat,
konsep diri, sikap dan sebagainya.

Seseorang dikatakan berhasil dalam belajar apabila didalam dirinya


sendiri ada keinginan untuk belajar, sebab tanpa mengerti apa yang akan
dipelajari dan tidak memahami mengapa hal tersebut perlu dipelajari, maka
kegiatan belajar mengajar sulit untuk mencapai keberhasilan. Keinginan atau
dorongan inilah yang disebut sebagai motivasi.
Dengan motivasi orang akan terdorong untuk bekerja mencapai sasaran
dan tujuannya karena yakin dan sadar akan kebaikan, kepentingan dan
manfaatnya. Bagi siswa motivasi ini sangat penting karena dapat
menggerakkan perilaku siswa kearah yang positif sehingga mampu
menghadapi segala tuntutan, kesulitan serta menanggung resiko dalam belajar.
Fungsi motivasi menurut Sardiman (2011: 85) adalah :
1. Mendorong manusia untuk berbuat. Motivasi dalam hal ini
merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak
dicapai, dengan demikian motivasi dapat memberi arah dan kegiatan
yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.

Dari pendapat di atas sangat jelas bahwa motivasi sangat penting dalam
proses belajar mengajar, karena motivasi dapat mendorong siswa untuk
8

melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang berhubungan dengan kegiatan


belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar tersebut diperlukan suatu
upaya yang dapat meningkatkan motivasi siswa, sehingga siswa yang
bersangkutan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Jenis-jenis motivasi belajar, menurut Sardiman (2011: 89) motivasi
dibagi menjadi dua tipe atau kelompok yaitu intrinsik dan ekstrinsik:
1. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Contohnya
seseorang yang senang membaca tidak usah disuruh atau mendorongnya,
ia sudah rajin membaca buku-buku untuk dibacanya.
Motivasi intrinsik adalah bentuk motivasi yang di dalam aktivitas
belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan secara mutlak
berkaitan dengan aktivitas belajar. Yang tergolong dalam motivasi
intrinsik adalah:
a. Belajar karena ingin mengetahui seluk-beluk masalah selengkap-
lengkapnya.
b. Belajar karena ingin menjadi orang terdidik atau menjadi ahli
bidang studi pada penghayatan kebutuhan dan siswa berdaya upaya
melui kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan ini hanya dapat
dipenuhi dengan belajar giat.
2. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik merupakan motif-motif yang aktif dan
berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Contohnya seseorang
itu belajar, karena tahu besok pagi ada ujian dengan harapan akan
mendapatkan nilai baik, atau agar mendapatkan hadiah. Jadi kalau dilihat
dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung
bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya itu.
Motivasi sangat penting untuk mencapai keberhasilan siswa dalam
belajar. Motivasi belajar merupakan motor penggerak yang mengaktifkan
siswa untuk melibatkan diri. Motivasi yang kuat akan membuat siswa sanggup
bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang menjadi tujuannya, dan motivasi
9

itu muncul karena dorongan adanya kebutuhan. Dorongan seseorang untuk


belajar menurut Maslow yang mengutip dari Sardiman (2011: 76) sebagai
berikut:
a. Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus, kebutuhan untuk istirahat dan
sebagainya.
b. Kebutuhan akan keamanan, yakni rasa aman bebas dari rasa takut dan
kecemasan.
c. Kebutuhan akan cinta kasih, rasa diterima dalam suatu masyarakat atau
golongan (keluarga, sekolah, kelompok).
d. Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan bakat
dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial dan
pembentukan pribadi.
Dari berbagai macam kebutuhan tersebut, ada cara untuk merangsang
motivasi belajar siswa yang merupakan dorongan intrinsik. Sardiman (2011:
91) menyatakan bahwa:
cara menumbuhkan motivasi belajar di sekolah adalah dengan: (a)
Memberikan angka sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya, (b)
Hadiah, (c) Persaingan / kompetisi baik individu maupun kelompok, (d)
Ego-invoicement, sebagai tantangan untuk mempertaruhkan harga diri,
(e) Memberi ulangan, (f) Mengetahui hasil, (g) Pujian, (h) Hukuman, (i)
Hasrat untuk belajar, (j) Minat, (k) Tujuan yang diakui.

Motivasi akan jauh terasa lebih kuat apabila diikuti dengan sebuah cita-
cita yang luhur serta dijalankan dengan sunguh-sungguh agar terwujud di
kemudian hari. Kita patut menyadari betapa pentingnya membangun motivasi
di dalam setiap langkah kehidupan seseorang. Dalam membangun sebuah
motivasi di dalam diri seseorang sehingga tidak mudah luntur, ada beberapa
hal yang layak di cermati, yaitu dalam mewujudkan cita-cita, mewujudkan
angan-angan, dan dalam mewujudkan pencapaian target.
Menumbuhkan pencapaian target juga bagian dari menumbuhkan
motivasi hidup lebih baik. Bayangkan saja kita selalu dapat menghasilkan
suatu seperti apa yang kita inginkan, bahagia rasanya hati ini yang tidak dapat
dibandingkan dengan apapun juga.
Indikator untuk mengetahui siswa yang memiliki motivasi dalam proses
pembelajaran menurut Asrori (2009:184) diantaranya:
10

1. Memiliki gairah yang tinggi.


2. Penuh semangat.
3. Memiliki rasa penasaran atau rasa ingin tahu yang tinggi.
4. Mampu “jalan sendiri” ketika guru meminta siswa mengerjakan sesuatu.
5. Memiliki rasa percaya diri.
6. Memiliki daya konsentrasi yang lebih tinggi.
7. Kesulitan dianggap sebagai tantangan yang harus diatasi.
8. Memiliki kesabaran dan daya juang yang tinggi.
Indikator siswa yang memiliki motivasi rendah yaitu:
1. Perhatian terhadap pelajaran kurang.
2. Semangat juangnya rendah.
3. Mengerjakan sesuatu merasa seperti diminta membawa beban berat.
4. Sulit untuk bisa”jalan sendiri” ketika diberikan tugas.
5. Memiliki ketergantungan kepada orang lain.
6. Mereka bisa jalan kalau sudah “dipaksa”
7. Daya konsentrasi kurang. Secara fisik mereka berada dalam kelas, tetapi
pikirannya mungkin berada di luar kelas.
8. Mereka cenderung menjadi pembuat kegaduhan.
9. Mudah berkeluh kesah dan pesimis ketika menghadapi kesulitan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan siswa dalam
belajar, secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Faktor Intern
a. Kondisi fisik/jasmani siswa saat mengikuti pelajaran
Kondisi fisik atau jasmani siswa saat mengikuti pelajaran
Matematika sangat berpengaruh terhadap minat dan aktivitas
belajarnya. Faktor kesehatan badan, seperti kesehatan yang prima dan
tidak dalam keadaan sakit atau lelah, akan sangat membantu dalam
memusatkan perhatian terhadap pelajaran. Sebab pelajaran Matematika
memerlukan kegiatan mental yang tinggi, menuntut banyak perhatian
dan pikiran jernih. Oleh karena itu apa bila siswa mengalami kelelahan
atau terganggu kesehatannya, akan sulit memusatkan perhatiannya dan
berpikir jernih.
b. Pengalaman belajar Matematika di jenjang pendidikan sebelumnya
11

Pengalaman belajar sangat berkaitan dengan kemampuan awal


(entry behavior). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bloom,
“kemampuan awal adalah pengetahuan, keterampilan dan kompetensi,
yang merupakan prasyarat yang dimiliki untuk dapat mempelajari suatu
pelajaran baru atau lebih lanjut.
2. Faktor Ekstern
a. Metode dan gaya mengajar guru Matematika
Metode dan gaya mengajar guru juga memberi pengaruh
terhadap minat siswa dalam belajar Matematika. Oleh karena itu
hendaknya guru dapat menggunakan metode dan gaya mengajar yang
dapat menumbuhkan minat dan perhatian siswa.
b. Tersedianya fasilitas dan alat penunjang pelajaran Matematika
Fasilitas dan alat dalam belajar memiliki peran penting dalam
memotivasi minat siswa pada suatu pelajaran.Tersedianya fasilitas dan
alat yang memadai dapat memancing minat siswa pada mata pelajaran
Matematika.
c. Situasi dan kondisi lingkungan
Situasi dan kondisi lingkungan turut memberi pengaruh terhadap
minat belajar siswa dalam pelajaran.Faktor situasi dan kondisi
lingkungan yang dimaksud di sini adalah faktor situasi dan kondisi saat
siswa melakukan aktivitas belajar Matematika di sekolah, baik fisik
ataupun sosial.
Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut di atas, secara garis besar
dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah segala sesuatu yang
mendorong siswa untuk bertindak melakukan sesuatu dalam rangka mencapai
tujuan. Motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa
yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar serta memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan
yang dikehendaki siswa tercapai. Indikator-indikator perilaku motivasi belajar
yang akan diungkap adalah :
1) Cita-cita/Aspirasi Siswa meliputi berusaha agar dapat mengerjakan soal
matematika, belajar dengan sungguh-sungguh, menyukai pelajaran
matematika dan selalu manfaatkan waktu untuk belajar.
12

2) Kemampuan belajar meliputi berusaha keras mengerjakan tugas tanpa


bantuan orang lain dan berusaha memahami materi yang di berikan.
3) Siswa meliputi selalu dapat mengikuti pelajaran matematika, selalu
berkonsentrsi, mengejar ketinggalan dari ketinggalan pelajaran dan
mengerjakan sesuatu yang dapat membantu proses belajar.
4) Kondisi Lingkungan siswa meliputi keadaan orang yang tinggal sekitar
siswa berada, teman dan kondisi ekonomi.
5) Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran meliputi media-
media yang dapat membantu proses belajar siswa, persaingan dalam
prestasi, konsentrasi dan ingatan yang baik.

2.1.2 Motivasi Berprestasi


Motivasi berprestasi dirumuskan sebagai suatu kesungguhan atau daya
dorong seseorang untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau
diraih sebelumnya maupun yang dibuat atau diraih orang lain. McClelland
menekankan pentingnya berprestasi, karena orang yang berhasil dalam bisnis
dan industry adalah orang yang berhasil menyelesaikan segala sesuatu (Uno,
2008: 47). McClelland menyebutkan bahwa motivasi berprestasi adalah
sebagai suatu usaha untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya dengan
berpedoman pada suatu standar keunggulan tertentu (standards of exellence).
Kemudian Heckhausen mengemukakan bahwa motivasi berprestasi
merupakan suatu dorongan yang terdapat dalam diri siswa yang selalu
berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuannya
setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar
keunggulan (Djaali, 2008:103). Jadi, dalam motivasi berprestasi selalu ada
kriteria tertentu yang dijadikan tolok ukur keberhasilan. Dalam hal ini ada tiga
kriteria, yaitu pertama, produk dinilai atas dasar kesempurnaan. Kedua,
membandingkan prestasi sendiri yang pernah dicapai sebelumnya. Ketiga,
membandingkan dengan prestasi orang lain dalam bidang sejenis.
Manusia pada hakekatnya memiliki kemampuan untuk berprestasi diatas
kemampuan yang lain, hal ini dikemukakan oleh David Mc. Clelland. Mc.
Clelland menyebutkan adanya need for achievement disingkat n-Ach dan
motif berprestasi pada diri individu. Motif berprestasi adalah keinginan untuk
13

berbuat sebaik mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh kebanggaan dan


pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya. Sementara n-Ach
adalah dorongan untuk mencapai sukses gemilang, hasil yang sebaik-baiknya
menurut standar terbaik. Menurut Mc. Clelland, seseorang dianggap memiliki
motivasi berprestasi jika mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu karya
dan prestasi yang lebih baik dari orang lain.
Jadi secara umum motivasi berprestasi adalah kesungguhan atau daya
dorong seseorang untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau
diraih sebelumnya maupun yang dibuat atau diraih orang lain, yang dapat
diukur melalui berusaha untuk unggul dalam kelompoknya, menyelesaikan
tugas dengan baik, rasional dalam meraih keberhasilan, menyukai tantangan,
menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses, dan menyukai situasi
pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan resiko tingkat
menengah.

2.2 Kesiapan Belajar Matematika


2.2.1 Pengertian Kesiapan
Slameto (2010:113) mendefinisikan kesiapan (Readiness) adalah
keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi
respos/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian
kondisi pada suatu saatakan berpengaruh terhadap pemberian respon. Kondisi
mencakup setidak-tidaknya tiga aspek, yaitu:
a) Kondisi fisik, mental, dan emosional
b) Kebutuhan-kebutuhan, motif, dan tujuan
c) Keterampilan, pengetahuan, dan pengertian yang lain yang telah dipelajari.
Thorndike dalam Slameto (2010:114) menyatakan bahwa kesiapan
adalah prasyarat untuk belajar berikutnya. Sedangkan menurut Wina Sanjaya
dikutip oleh Sayyimatul Hotimah (2012: 7) mengatakan bahwa kesiapan
merupakan salah satu hokum belajar. Inti dari hokum belajar ini adalah bahwa
setiap individu akan merespon dengan cepat dari setiap stimulus manakala
dalam dirinya sudah memiliki kesiapan, sebaliknya tidak mungkin setiap
individu akan merespon setiap stimulus yang muncul manakala dalam dirinya
belum memiliki kesiapan. Jadi kesiapan adalah salah satu hukum belajar yang
14

dijadikan prasyarat untuk belajar berikutnya sehingga membuat siswa siap


untuk member respon atau jawaban pada cara tertentu terhadap suatu situasi.
Dalam Slameto (2010:115) prinsip-prinsip kesiapan adalah sebagai
berikut:
a) Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh
mempengaruhi).
b) Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh
manfaat dari pengalaman.
c) Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap
kesiapan.

Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode


tertentu selama masa pembentukan dalam masa perkembangan. Ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan belajarsiswa. Di bawah ini di
kemukakan faktor-faktor kesiapan belajar daribeberapa pendapat, yaitu sebagai
berikut:
1) Darsono (2000:27) menyatakan bahwa faktor kesiapan meliputi:
a) Kondisi fisik yang tidak kondusif
Misalnya sakit, pasti akan mempengaruhi faktor-faktor lainyang
dibutuhkan untuk belajar.
b) Kondisi psikologis yang kurang baik
Misalnya gelisah, tertekan, dsb merupakan kondisi awal yangtidak
menguntungkan bagi kelancaran belajar.
2) Slameto (2003:113) menyatakan bahwa kondisi kesiapan mencakup 3
aspek, yaitu:
a) Kondisi fisik, mental dan emosional
b) Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan
c) Ketrampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah
dipelajari.
3) Djamarah (2002:35) menyatakan bahwa faktor-faktor kesiapan meliputi:
a) Kesiapan fisik
Misalnya tubuh tidak sakit (jauh dari gangguan lesu, mengantuk, dan
sebagainya)
b) Kesiapan psikis
Misalnya ada hasrat untuk belajar, dapat berkonsentrasi, dan ada
motivasi intrinsik.
15

c) Kesiapan Materiil
Misalnya ada bahan yang dipelajari atau dikerjakan berupa buku
bacaan, catatan dll.
Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai dasar indikator kesiapan
belajar adalah kondisi fisik siswa, mental, emosional,kebutuhan dan pengetahuan.
Kondisi fisik yang dimaksud misalnya pendengaran, penglihatan, kesehatan.
Kondisi mental menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, penyesuaian diri.
Kondisi emosional, konflik, tegang. Kebutuhan misalnya buku pelajaran, catatan
pelajaran, perlengkapan. Pengetahuan misalnya membaca buku pelajaran,
membaca berita dikoran. Aspek-aspek Kesiapan menurut Slameto (2003:115)
mengemukakan aspek-aspek kesiapan adalah:
1) Kematangan (maturation)
Kematangan adalah proses yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari pertumbuhan dan perkembangan.
2) Kecerdasan
3) Di sini hanya dibahas perkembangan kecerdasan menurut J. Piaget.Menurut
dia perkembangan kecerdasan adalah sebagai berikut:
a) Sensori motor periode (0 – 2 tahun)
Anak banyak bereaksi reflek, reflek tersebut belum terkoordinasikan. Terjadi
perkembangan perbuatan sensorimotor dari yang sederhana ke yang relatif
lebih kompleks.
b) Preoperational period (2 – 7 tahun)
Anak mulai mempelajari nama-nama dari obyek yang sama dengan apa yang
dipelajari orang dewasa.
c) Concrete operation (7 – 11 tahun)
Anak mulai dapat berfikir lebih dulu akibat-akibat yang mungkin terjadi dari
perbuatan yang akan dilakukannya, ia tidak lagi bertindak coba-coba salah
(trial and error).
d) Formal operation (lebih dari 11 tahun)
Kecakapan anak tidak lagi terbatas pada obyek-obyek yang konkret serta:
(1) Ia dapat memandang kemungkinan-kemungkinan yang ada melalui
pemikirannya (dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan).
(2) Dapat mengorganisasikan situasi/masalah
16

Dapat berfikir dengan betul (dapat berpikir yang logis,mengerti hubungan


sebab akibat, memecahkan masalah/berpikir secara ilmiah).

2.2.2 Kesiapan Belajar


Di atas telah dibahas bahwa kesipan adalah prasyarat untuk belajar
berikutnya sehingga membuat siswa siap untuk member respon pada cara
tertentu dan terhadap siatuasi tertentu. Sedangkan belajar menurut Slameto
(2010: 2) merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Menurut Soemanto (1998: 191) ada orang yang mengartikan readiness
sebagai kesiapan atau kesediaan seseorang untuk berbuat sesuatu. Seorang ahli
bernama Cronbach memberikan pengertian tentang readiness sebagai segenap
sifat atau kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara
tertentu
Djamarah (2002: 35) dalam bukunya yang dikutip oleh Jumaenah
menyatakan bahwa readiness sebagai kesiapan belajar adalah suatu kondisi
seseorang yang telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan. Maksud
melakukan suatu kegiatan yaitu kegiatan belajar, misalnya mempersiapkan
buku pelajaran sesuai dengan jadwal, mempersiapkan kondisi badan agar siap
ketika belajar di kelas dan mempersiapkan perlengkapan belajar yang lainnya.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan pengertian kesiapan
belajar adalah kondisi awal suatu kegiatan belajar yang membuatnya siap
untuk memberi respon/jawaban yang ada pada diri siswa dalam mencapai
tujuan pengajaran tertentu
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan belajar meliputi:
a) Kesiapan fisik
Kesiapan fisik berkaitan erat dengan kesehatan yang akan berpengaruh
pada hasil belajar dan penyesuaian sosial individu. Individu yang kurang
sehat mungkin kurangnya vitamin, badanya kurang energi untuk belajar.
Hal ini dapat mempengaruhi pada kelancaran proses belajar. Begitupun
sebaliknya jika badan tidak sakit (jauh dari gangguan lesu mengantuk, dan
17

sebagainya). Hal ini akan memudahkan untuk belajar karena tidak ada
gangguan dari kondisi fisiknya.
b) Kesiapan psikis
Kesiapan psikis berkaitan dengan kecerdasan, daya ingat tinggi,
kebutuhan yang terpuaskan, ada hasrat atau motivasi untuk belajar, dapat
berkonsentrasi, dan ada perhatian.
c) Kesiapan Materiil
Individu dalam mempelajari materi tentunya harus mempunyai bahan
yang dapat dipelajari atau dikerjakan, misalnya buku bacaan, buku paket
dari sekolah maupun diktat lain yang relevan digunakan sebagai bahan
acuan belajar, mempunyai buku catatan dll. Dengan di dukung dengan
berbagai sumber bacaan maka akan memberikan pengetahuan dan akan
membantu siswa dalam merespon atas pertanyaan-pertanyaan dari guru
terkait dengan pelajar.

2.2.3 Kesiapan Belajar Matematika


Kesiapan sangat penting untuk memulai suatu pekerjaan, karena dengan
memiliki kesiapan, apapun akan dapat teratasi dan dikerjakan dengan lancar
dan memperoleh suatu hasil yang baik pula. Kesiapan ini akan menjadi salah
satu faktor yang penting dalam pembelajaran berbasis kompetensi, mengingat
dalam rancangan pembelajaran kompetensi menitikberatkan pada
pengembangan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang sesuai
dengan standar performansi yang telah ditetapkan.
Kesiapan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesiapan siswa
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama,
khususnya dalam hal pencapaian mata pelajaran matematika. Belajar juga
dapat diartikan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
(Slameto, 2010: 2). Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang
berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar,
merupakan bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dan maksimal diperlukan persiapan
18

siswa dalam belajar yang baik pula. Kenyataannya, sampai saat ini pelajaran
matematika dipandang sebagai pelajaran yang sulit bagi sebagian besar siswa,
bahkan ada kecenderungan siswa takut terhadap mata pelajaran ini.
Russel (Uno, 2009: 108) mendefinisikan bahwa matematika sebagai
suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal
menuju arah yang tidak dikenal. Matematika adalah ilmu struktur yang
terorganisasikan sebagai bahasa simbolis dan bahasa universal untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif serta memudahkan manusia
untuk berfikir, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan
kuantitas. Hakikat belajar matematika adalah suatu aktivitas mental untuk
memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol kemudian
diterapkannya pada situasi nyata (Uno, 2009: 110).
Pembelajaran matematika adalah suatu proses penguasaan ilmu dan
perkembangan kemahiran intelek peserta didik dalam memahami bahasa
simbolis dan bahasa universal untuk mengekspresikan hubungan-hubungan
kuantitatif demi tercapainya tujuan pendidikan. Proses penguasaan mata
pelajaran matematika dapat ditunjang dengan faktor yang mendukungnya,
diantaranya yaitu kesiapan belajar. Kesiapan belajar merupakan fase pertama
dalam mengambil keputusan. Untuk mengimplementasikan keputusan individu
harus mencapai tingkat kematangan yang menjadikan individu bertanggung
jawab terhadap keputusannya.

2.3 Hubungan Motivasi Berprestasi terhadap Kesiapan Belajar Matematika


Kemajuan dan perubahan-perubahan sistem pendidikan yang ada
mengharuskan siswa untuk bisa belajar dengan lebih baik. Belajar merupakan suatu
kewajiban yang mau tidak mau harus dijalankan bagi siswa yang sedang dalam
bangku pendidikan formal. Bahkan belajar tidak hanya dilakukan di pendidikan formal
saja belajar pun dapat dilakukan di lingkungan yang bisa memperoleh pengetahuan
yang baru. Dalam belajar melibatkan beberapa faktor baik faktor intern maupun faktor
ekstern, dilihat dari faktor intern siswa, yaitu kesiapan belajar dan motivasi berprestasi
siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika.
Motivasi berprestasi merupakan keinginan yang berasal dari diri (intrinsik)
atau pun luar diri anak (ekstrinsik). Siswa yang memiliki motivasi intrinsik memiliki
19

sifat rajin, ulet, tekun, tidak cepat puas, dan disiplin. Sifat rajin dan ulet ini
diiperlihatkan pada keinginan anak untuk masuk sekolah dan mengerjakan berbagai
tugas guru. Ketekunannya terlihat ketika ia mengerjakan soal dengan teliti dan jika
salah maka ia akan tetap mencoba dan tidak menyerah.
Soal-soal yang diberikan guru biasanya terbatas karena dalam suatu
pembelajaran terbatas oleh waktu. Siswa yang mempunya motivasi intrinsik akan
tidak cepat merasa puas dengan soal-soal itu. Dengan sendirinya ia akan mencari
soal-soal latihan dan mengerjakannya meski tidak diminta guru. Demikian juga
dengan kedisiplinannya. Anak yang motivasi intrinsiknya kuat akan memiliki
kesadaran untuk meningkatkan prestasinya sehingga secara otomatis ia mempunyai
sifat disiplin. Disiplin ini terlihat dengan tugas-tugas yang selesai tepat waktu.
Selain motivasi intrinsik di atas, hal penting lainnya adalah motivasi ekstrinsik
yang berupa pemberian hadiah ketika anak berprestasi. hadiah merupakan cerminan
perhatian dari orang luar yang akan menimbulkan keinginannya untuk berprestasi.
arti hadiah bagi anak adalah sebuah penghargaan, oleh karenanya anak akan berlomba
meningkatkan prestasinya jika nantinya diberikan sebuah hadiah (rewards).
Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai
tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar, merupakan bentuk perubahan perilaku
yang relatif menetap. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dan
maksimal diperlukan persiapan siswa dalam belajar yang baik pula. Persiapan siswa
dalam belajar merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh siswa dalam
mencapai hasil belajar. Seseorang baru dapat mempelajari tentang sesuatu apabila di
dalam dirinya sudah terdapat “readiness” untuk mempelajari sesuatu (Wasty, 2003:191).
Tapi pada kenyataannya pada diri individu mempunyai perbedaan sejarah dan latar
belakang yang berbeda-beda yang dapat menyebabkan pola pembentukan kesiapan yang
berbeda-beda pula dalam belajar. Keterkaitan motivasi berprestasi dengan kesiapan
belajar matematika, sebelum membahas lebih jauh terlebih dahulu dikemukakan tentang
hakikat belajar matematika. Menurut Hamzah B. Uno (2009:110), hakikat belajar
matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-hubungan
serta simbol-simbol kemudian diterapkannya pada situasi nyata.
Faktor yang membentuk readiness, meliputi:
a) Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologi; ini menyangkut
pertumbuhan terhadap kelengkapan pribadi seperti tubuh pada umumnya, alat-alat
indera, dan kapasitas intelektual.
20

b) Motivasi, yang menyangkut kebutuhan, minat serta tujuan-tujuan individu untuk


mempertahankan serta mengembangkan diri.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa motivasi berprestasi merupakan
salah satu faktor untuk memperoleh kesiapan belajar matematika. Karena kesiapan
belajar matematika bisa didapatkan dengan pengaturan ataupun motivasi berprestasi
yang di miliki oleh siswa itu sendiri.

2.4 Penelitian yang Relevan


Setelah dilakuakan penelusuran, ada penelitian yang telah dilakukan berkaitan
dengan motivasi berprestasi dan kesiapan belajar siswa pada pembelajaran
matematika. Dari hasil penelusuran tersebut ditemukan beberapa kemiripan dengan
masalah yang akan diteliti, yakni masalah “motivasi berprestasi” dan “kesiapan
belajar”. Hasil penelitian tersebut adalah:
1. Penelitian tentang pengaruh kesiapan belajar terhadap hasil belajar siswa pernah
dilakukan oleh Erna Nurdiani mahasiswi Pendidikan Matematika di STAIN
Cirebon tahun 2004 di SLTP 1 Jatiwangi Kab. Majalengka tahun ajaran
2003/2004. Dari penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh atau
korelasi yang positif antara kesiapan belajar terhadap prestasi belajar.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Matun, mahasiswa Pendidikan Matematika IAIN
Syekh Nurjati Cirebon tahun 2010 di SMP NU Gebang Kab. Cirebon
menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi terhadap prestasi belajar siswa.
3. Penelitian tentang pengaruh motivasi berprestasi terhadap kesiapan belajar,
pelaksanaan prakerin dan pencapaian kompetensi mata pelajaran produktif teknik
kendaraan ringan yang dilakukan oleh Rudy Fatchurrocman, mahasiswa
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Sekolah Pascasarjana di UPI tahun 2011 di
kelas XI Teknik Kendaraan Ringan SMKN 1 Jatibarang Kab. Indramayu. Dari
penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh motivasi berprestasi
terhadap kesiapan belajar, pelaksanaan prakerin dan pencapaian kompetensi mata
pelajaran produktif teknik kendaran ringan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yaitu tentang pengaruh motivasi
berprestasi terhadap kesiapan belajar matematika siswa SMP Wahidin Kota Cirebon.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh motivasi
berprestasi terhadap kesiapan belajar.
21

2.5 Kerangka Pemikiran


Kebanyakan para siswa berpendapat bahwa matematika itu pembelajaran yang
menjenuhkan, sulit, sukar dan bahkan yang lebih ektrimnya lagi banyak siswa yang
beranggapan bahwa matematika itu menyeramkan. Hal itu merupakan sifat yang wajar
mengingat matematika itu sendiri adalah abstrak dan dalam belajar matematika
banyak bermain dengan angka sehingga banyak menguras otak yang berakibat cepat
lelah dan pusing.
Proses pembelajaran merupakan suatu kontak sosial antara guru dengan siswa
dalam rangka mencapai tujuan tertentu yakni tujuan pendidikan dan pengajaran (Surya,
2004 :13). Pada umumnya kesiapan matematika siswa masih rendah. Salah satu
penyebabnya karena tidak ada dorongan dari dalam diri siswa. Proses belajar
menghendaki perubahan prilaku dalam diri individu siswa sehingga diperlukan proses
pengajaran yang benar-benar terprogram dan tersusun untuk menunjang keberhasilan
proses pembelajaran. Motivasi berprestasi seseorang turut mempengaruhi kesiapan
belajar, maka kesiapan belajar harus tertanam dalam diri siswa untuk meningkatkan
prestasi belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Motivasi merupakan daya pendorong dalam melakukan berbagai aktivitas. Dalam
proses belajar mengajar, motivasi yang timbul dari diri sendiri maupun yang berasal dari
luar sangat penting, yaitu dalam usaha untuk mencapai hasil yang optimal. Dalam belajar,
motivasi mempunyai peranan yang sangat penting, bahwa semakin tinggi tingkat motivasi
belajar siswa, maka semakin tinggi pula kesiapan belajar siswa terhadap suatu mata
pelajaran, sebaliknya rendah tingkat motivasi belajar siswa, maka semakin rendah pula
kesiapan belajar siswa terhadap suatu mata pelajaran. Berdasarkan pemikiran di atas maka
hubungan antara variabel dapat digambarkan sebagai berikut:

Motivasi Berprestasi: Kesiapan Belajar:


- Cita-cita atau aspirasi - Kondisi fisik siswa
- Kemampuan belajar - Mental
- Kondisi lingkungan - Emosional
Pengaruh
keluarga - Kebutuhan
- Kondisi lingkungan - Pengetahuan
sekolah

Bagan 2.1
Hubungan antara variabel
22

2.6 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori, kajian hasil penelitian relevan
dan kerangka berfikir, maka hipotesis penelitian ini adalah “semakin tinggi motivasi
berprestasi siswa, maka kesiapan belajarnya juga cenderung semakin tinggi”.
Hipotesis ini kemudian dirumuskan dalam bentuk hipotesa kerja yaitu “terdapat
pengaruh positif motivasi berprestasi terhadap kesiapan belajar matematika siswa SMP
Wahidin Kota Cirebon”.

Anda mungkin juga menyukai