Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu lembaga yang sangat penting bagi bangsa indonesia,
pendidikan merupakan sebuah lembaga pencetak generasi muda yang akan datang
menggantikan para bapak bangsa yang semakin hari semakin tua, oleh karena itu pendidikan
menjadi hal yang perlu diperhatiakan oleh berbagai aspek sosial, baik dari masyarakat,
individu dan yang paling utama adalah negara.

Lembaga pendidikan adalah salah satu harapan bagi negeri ini agar bisa bangkit dari
keterpurukan. Hingga saat ini bangsa indonesia belum mampu keluar dari krisis yang
membutuhkan lahirnya pemuda bangsa yang berkompetensi ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.

Peran guru sangat vital bagi pendidikan di indonesia dalam pembentukan kepribadian,
cita-cita, dan visi misi yang menjadi impian hidup anak didiknya di masa depan. Di balik
kesuksesan murid, selalu ada guru yang memberikan inspirasi dan motivasi besar pada
dirinya sebagai sumber stamina dan energi untuk selalu belajar dan bergerak mengejar
ketertinggalan, menggapai kemajuan, menorehkan prestasi spektakuler dan prestisius dalam
panggung sejarah kehidupan manusia.

Di sinilah pentingnya melahirkan guru-guru berkualitas, guru-guru yang ideal dan


inovatif yang mampu membangkitkan semangat besar dalam diri anak didik untuk menjadi
aktor perubahan peradaban dunia di era global ini. Kalau guru-guru yang berinteraksi
langsung dengan murid kurang profesional, kreatif, dan produktif, maka anak didik akan lahir
sebagai kader penerus bangsa yang malas, suka mengeluh, dan pesimis dalam menghadapi
masa depan. Tidak ada etos dan spirit perjuangan yang membara dalam dadanya. Ia lebih
suka menikmati hidup yang hedonis dan konsumtif dari pada capek-capek belajar dan
mengejar cita-cita mulia yang melelahkan dan membutuhkan perjalanan panjang yang
berliku.

Jika demikian, masa depan bangsa ini akan semacam terancam. Bangsa ini akan
menjadi bangsa kuli di negeri sendiri. Menjadi bangsa yang tidak menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, memiliki skills enterpreneurship rendah, jiwa kemandirian dan
semangat berkompetisi yang tidak terbangun. Kekayaan sumber daya alam semakin
dieksploitasi bangsa asing dengan kompensasi yang sangat rendah. Kemiskinan,
pengangguran, dan ketidakadilan terjadi di mana-mana. Perlahan, bangsa ini akan semakin
mundur dan terbelakang.
Jika bangsa ini terus terjerembab dengan masalah internalnya, terus bertikai dengan
kawan sendiri demi meraih kekuasaan, sedangkan kualitas pendidikan, khususnya para guru
tidak ditingkatkan dengan profesional, maka bangsa ini semakin tertinggal dengan negara-
negara yang dahulunya jauh di bawah kita.

Dalam konteks ini, munculnya guru-guru yang berkualitas menjadi kebutuhan pokok
yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk mengubah masa depan bangsa ke arah kemajuan
pesat di segala aspek kehidupan. Gurulah yang diharapkan seluruh elemen bangsa ini untuk
mengubah nasib bangsa besar ini menjadi bangsa yang disegani bangsa-bangsa lain di dunia,
karena prestasi besarnya.
BAB II
TEORI dan PEMBAHASAN

Pendidikan merupakan gejala semesta (fenomena universal) dan berlangsung


sepanjang hayat manusia, dimanapun manusia berada. Dimana ada kehidupan manusia ,
disitu pasti ada pendidikan (Drikarya, 1980: 32).

A. Pendidik

1. Pengertian dan sebutan istilah pendidik

Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tingkatan kemanusiaan yang lebih tinggi (sutari iman barnadib, 1994). Pendapat
ahli lain mengatakan bahwa pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik (Umar Tirtarahardja dan La Sulo,
1994). Pendidik adalah orang yang dengan sengaja membantu orang lain untuk mencapai
kedewasaan (Langeveld).

Penyebutan nama pendidik di beberapa tempat memiliki sebutan yang berbeda.


Pendidik di lingkungan keluarga adalah orang tua dari anak-anak yang biasanya menyebut
dengan sebutan ayah-ibu atau papa-mama. Pada lingkungan pesantren biasanya di sebut
dengan ustadz, kiyai, romo kiyai. Pada lingkungan pendidikan di lingkungan masyarakat
penyebutan pendidik disebut tutor, fasilitator, atau instruktor. Pada lingkungan sekolah
biasanya disebut dengan guru. Guru adalah pendidik yang berada di lingkungan sekolah.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebut guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarah,
melatih, menilai, dan mengevaluasi pesera didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikam menengah.

Menurut Husnul Chotimah (2008), guru dalam pengertian sederhana adalah orang
yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik.
Sementara, masyarakat memandang guru sebagai orang yang melaksanakan pendidikan di
sekolah, masjid, mushala, atau tempat-tempat lain. Semua pihak sependapat bila guru
memegang peranan amat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia melalui
pendidikan.

Perkembangan pesat teknologi informasi saat ini, kiranya menumbuhkan tantangan


tersendiri bagi guru. Mengingat guru sudah bukan lagi satu-satunya sumber informasi hingga
muncul pendapat bahwa pendidikan bisa berlangsung tanpa guru. Hal ini benar jika
pendidikan diartikan sebagai proses memperoleh pengetahuan. Namun, perlu diingat,
pendidikan juga media pendewasaan, maka prosesnya tidak dapat berlangsung tanpa guru.
Menurut Prof. Herawati Susilo Msc Ph.D, pakar pendidikan Universitas Negeri
Malang, ada enam kriteria guru masa depan (ideal), yaitu belajar sepanjang hayat, literate
sains dan teknologi, menguasai bahasa Inggris dengan baik, terampil melaksanakan penelitian
tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis ilmiah, dan mampu mendidik peserta didik
berdasarkan filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual.

Berdasarkan penjelasan di atas, menurut Husnul Chotimah (2008), ada beberapa


kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini. Pertama, dapat
membagi waktu dengan baik. Dapat membagi waktu antara tugas utama sebagai guru dan
tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat. Kedua, rajin membaca. Ketiga, banyak
menulis. Keempat, gemar melakukan penelitian. Keempat kriteria tersebut merupakan hal
yang diperlukan seorang guru untuk menjadi guru ideal.

Dari beberapa pengertian di atas, guru ideal dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama,
guru yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah
sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali
ridha dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada
tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya.
Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu
menerapkan 5S (salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam kesehariannya.

Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman
mengatakan, barang siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu. Namun, bila kita
malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya
ibarat mesin pencari “Google” di internet. Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori
otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan
cepat dan benar. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan
menyampaikan pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru
malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan
membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa
membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan
dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.

Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat
mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru, waktu lebih dari uang dan
bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja, termasuk
pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak akan menorehkan
banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena
itu, guru harus sensitif terhadap waktu. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka
waktu akan menjadikan kita sebagai manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita
memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas
seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktunya.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah
berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah cukup. Tidak
ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun,
gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya pun
dari tahun ke tahun sama, hanya sekadar copy and paste. RPP tinggal menyalin dari
kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi
tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.

Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia
sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak
didiknya mengerti pelajaran yang dia sampaikan? Dia selalu introspeksi dan memperbaiki
diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan
apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses
pembelajarannya melalui Penelitian |Tindakan Kelas (PTK). Dia selalu belajar sesuatu yang
baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya.

Terakhir, guru yang ideal adalah guru yang memiliki lima kecerdasan. Kecerdasan
yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari, baik ketika mengajar
maupun saat hidup di tengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah kecerdasan
intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan
motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, mengapa? Sebab,
kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan
peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses. Segala cara
dianggap halal, yang penting target tercapai. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita,
sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu, kecerdasan moral
akan mengawal kecerdasan intelektual, sehingga ia mampu berlaku jujur dalam situasi apa
pun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.

Selain itu, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois. Dia
harus mampu bekerja sama dengan karakter orang lain yang berbeda-beda. Kecerdasan
emosional juga harus ditumbuhkan agar guru tidak gampang marah , tersinggung, dan mudah
melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu
melakukan mobilisasi yang tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang
maksimal.

2. Kompetensi sebagai persyaratan pendidik

Seseorang yang menginginkan menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan mempunyai


kriteria yang diinginkan oleh dunia pendidikan. Tidak semua orang bisa menjadi pendidik
kalau yang bersangkutan tidak bisa menunjukan bukti dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam
hal ini oleh Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo (1995) syarat peserta
didik adalah: (1) mempunyai rasa terpanggil sebagai tugas suci, (2) mencintai dan mengasih
sayangi peserta didik, (3) mempunyai rasa tanggung jawab yang didasari penuh akan
tugasnya. Ketiga persyaratan tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain.

Pendapat lain dari Noeng Muhadjir (1997) menjelaskan bahwa persyaratan bisa
sebagai pendidik apabila sesorang tersebut: (1) memiliki pengetahuan lebih, (2)
mengimplisitkan nilai dalam pengetahuan itu dan (3) bersedia menularkan pengetahuan
beserta nilainya kepada orang lain.

Kedua pendapat diatas merupakan persyaratan pendidik pada umumnya yang berlaku
bagi lingkungan pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Menurut Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo (1995), kompetensi
yang harus dimiliki seorang guru adalah:

1. Kompetensi profesional: artinya ia harus memiliki pengetahuan yang luas dan


mendalam mengenaai bidang studi yang akan di ajarkan kepada peserta didik dan
metodologinya, memiliki pengetahuan yang fundamental tentang pendidikan, serta
memiliki keterampilan yang vital bagi dirinya untuk memilih dan menggunakan
berbagai strategi yang tepat dalam proses pembelajaran.

2. Kompetensi prosonal: artinya bahwa ia harus memiliki kepribadian yang mantap,


sehingga mampu menjadi sumber identifikasi khusunya bagi peserta didik dan
umumnya bagi sesama manusia.

3. Kompetensi sosial: artinya ia bisa menunjukan kemampuan berkomunikasi


dengan baik terhadap peserta didiknya, sesama guru, pemimpinnya, dan dengan
masyarakat luas.

Selain dengan tiga syarat kompetensi di atas, seorang guru juga di tuntut mampu
memberikan pelayanan yang sebaik baiknya (toserve the commond good) disertai
dengan dedikasi yang tingi untuk mencapai kesejahteraan insani (human welfar), yang
berarti mengutamakan nilai kemanusiaan dari nilai materil.

Dalam perspektif agama, syarat menjadi guru yang ideal sebagaimana disampaikan
KH. Moh. Hasyim Asy‟ari, ada 20 (dua puluh) macam.

Pertama, selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT. Muraqabah adalah
melihat Allah SWT dengan mata hati dan menghubungkannya dengan perbuatan yang
dilakukan selama ini, kemudian mengambil hikmah atau jalan yang terbaik bagi dirinya
dengan merasakan adanya pemantauan Allah SWT terhadap dirinya. Salah satu ciri
muraqabah, menurut Dzunnun al-Misry adalah mengagungkan apa yang diagungkan oleh
Tuhan dan merendahkan apa yang direndahkan oleh Tuhan. Muraqabah merupakan salah satu
dari sekian banyak tingkatan dan langkah dalam tasawuf, selain khauf, raja‟, tawadhu‟,
khusyuk, zuhud, dan sebagainya.

Kedua, senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan
tindakan. Sebab, guru adalah orang yang dipercaya untuk menjaga amanat, baik itu berupa
ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada Allah. Sedangkan kebalikan dari hal tersebut
disebut khianat.

Ketiga, senantiasa bersikap tenang.

Keempat, senantiasa bersifat wara‟. Menurut Ibrahim bin Adham, wara‟ adalah
meninggalkan perkara syubhat dan perkara yang tidak bermanfaat.

Kelima, selalu bersikap tawadhuk. Syekh Junaidi menyatakan bahwa tawadhuk adalah
merendahkan diri dan melembutkan diri terhadap makhluk, atau patuh kepada kebenaran dan
tidak berpaling dari hikmah, hukum, dan kebijaksanaan.

Keenam, selalu bersikap khusyuk kepada Allah SWT. Sebagian ulama‟ salaf
menyatakan, kewajiban orang-orang yang berilmu adalah selalu merendahkan diri kepada
Allah SWT, baik di tempat sunyi maupun ramai, menjaga dan menghentikan segala sesuatu
yang menyulitkan dirinya sendiri.

Ketujuh, menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala
keadaan.

Kedelapan, tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga mencapai keuntungan duniawi,


baik jabatan, harta, popularitas, atau agar lebih maju di banding temannya yang lain.

Kesembilan, tidak diskriminatif terhadap murid.

Kesepuluh, bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan, yang
tidak membahayakan dirinya sendiri, keluarga, bersikap sederhana, dan bersifat qana‟ah.

Kesebelas, menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah dan hina menurut manusia,
juga hal-hal yang dibenci oleh syari‟at maupun adat setempat misalnya.

Kedua belas, menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor dan maksiat walaupun jauh dari
keramaian. Jangan melakukan sesuatu yang bisa mengurangi sifat muru‟ah (menjaga diri dari
perbuatan yang tidak terpuji).

Ketiga belas, selalu menjaga syiar-syiar Islam dan zhahir-zhahir hukum, seperti shalat
berjama‟ah di masjid, menyebarkan salam, amar ma‟ruf nahyi munkar, serta senantiasa sabar
terhadap musibah yang menimpanya.

Keempat belas, menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang


mengandung unsur bid‟ah, menegakkan segala hal yang mengandung kemaslahatan bagi
kaum muslimin dengan jalan yang dibenarkan syariat, dengan cara yang baik dan lembut,
baik menurut adat istiadat maupun watak.

Kelima belas, membiasakan diri melakukan sunnah yang bersifat syariat, baik qauliyah
atau fi‟liyah, seperti membiasakan diri membaca ayat-ayat Al-Qur‟an baik di hati atau di
lisan, berdo‟a dan berdzikir baik siang ataupun malam, melakukan shalat, puasa, berhaji
apabila sudah mampu, membaca shalawat kepada Nabi SAW, mencintai, mengagungkan, dan
memuliakannya.

Keenam belas, bergaul dengan akhlaq yang baik, seperti menampakkan wajah berseri,
banyak mengucapkan dan menyebarluaskan salam, memberikan makanan, menekan rasa
amarah dalam jiwa, tidak menyakiti orang lain, selalu mensyukuri segala kenikmatan yang di
berikan Allah SWT, dan lain-lain.

Ketujuh belas, membersihkan hati dan tindakan dari akhlak yang jelek dan dilanjutkan
dengan perbuatan yang baik. Termasuk akhlak yang jelek adalah berprasangka jelek kepada
orang lain, iri, dengki, marah bukan karena Allah, menipu, sombong, riya‟, ujub (bangga
diri), pamer, bakhil angkuh, tamak, dan lain sebagainya.

Kedelapan belas, senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguh-


sungguh dalam setiap aktivitas ibadah, seperti membaca, menelaah, menghafal, sehingga
tidak ada waktu yang terbuang kecuali untuk mencari ilmu dan mengamalkan ilmu.

Kesembilan belas, tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam
mengambil hikmah dari semua orang. Bahkan, seorang guru harus selalu mencari faedah di
mana pun ia berada.

Kedua puluh, membiasakan diri untuk menyusun dan merangkum pengetahuan.


Karena, hal itu akan memperdalam keilmuan dan juga memperbanyak pembahasan dan
rujukan.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, syarat menjadi seorang guru ideal harus
mempunyai landasan keagamaan yang kokoh dan disiplin, memahami visi misi pendidikan
secara holistik dan integral, mempunyai kemampuan intelektual yang memadai, menguasai
teknik pembelajaran yang kreatif.

3. Kedudukan Pendidik

Pendidik merupakan sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi
pengembangan segenap potensi peserta didik. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah,
guru sebagai pendidik mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan usia dini. Tentu saja pengakuan
kedudukan guru sebagai tenaga pendidik profesional sebagaimana tadi dimaksud seyogyanya
bisa dibuktikan secara obyektif. Untuk itulah pada konteks sekarang ini sejak tahun 2007 di
indonesia dilakukan uji sertifikasi guru untuk selanjutnya bagi yang lulus bisa diberikan
sertifikat pendidik. Oleh karena kedudukan guru sebagai pendidik profesional yang ditandai
dengan kepemilikan sertifikat profesi tersebut maka ia memiliki fungsi untk meningkatkan
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran dan untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.

4. Hakikat Tugas dan Tanggung Jawab Guru

Menurut Raka Joni (Conny R. Semiawan dan Soedijarto, (1991), hakikat tugas guru
pada umumnya behubungan dengan pengembangan sumber daya manusia yang pada
akhirnya akan paling menentukan kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa. Dengan kata
lain bahwa guru mempunyai tugas membangun dasar-dasar dari corak kehidupan manusia di
masa yang akan datang.

Dalam proses pendidikan , pada dasarnya guru mempunyai tugas “mendidik dan
mengajar” peserta didik agar dapat menjadi manusia yang dapat melaksanakan tugasnya.
Mengajar merupakan “aktivitas intensional” yakni suatu aktivitas yang menimbulkan belajar.
Guru mendiskripsikan, menerangkan, memberi pertanyaan, dan mengevaluasi. Guru juga
mendorong, memberikan sanksi hukuman dan ganjaran, dan membujuk: pendek kata ia
melakukan banyak hal agar peserta didik mempelajari apa saja yang menurut pemikiran guru
yang dipelajari peserta didik dalam cara yang guru sepakati. Guru-guru dibanding pendidik
lain adalah lebih profesional, dalam arti bahwa mereka lebih mengetahui : (a) apa yang
mereka ajarkan, (b) bagaimana mengajarkan, dan(c) siapa yang bisa mereka beri pelajaran.

Dalam bahasa undang- undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 20,
maka tugas guru adalah: (a) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, (b) meningkatkan dan
mengambangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (c) bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik
tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam
pembelajaran, (d) menjunjung tinggi peraturan perundang-undang, hukum, dan kode etik
guru, serta nilai nilai agama dan etika, (e) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan
bangsa.
5. Profesionalisme Guru dan Prinsip-Prinsipnya

Dalam hal ini profesionaliseme guru memiliki prinsip-prinsip profesionalisme sebagai


berikut:

a. Bahwa profesi guru merupakan profesi yang berdasarkan bakat, minat,


panggilan jiwa, dan idealisme
b. Menuntut komitmen yang tinggi terhadap mutu pendidikan, iman taqwa dan
akhlak mulia.
c. Adanya kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang relevan.
d. Memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya di sekolah.
e. Menuntut tanggung jawab yang tinggi atas tugas profesinya demi kemajuan
bangsa.

6. Organisasi Profesi dan Kode Etik Guru

Dewasa ini telah banyak organisasai profesi guru di indonesia yang mampu mewadai
para guru sebagai individu yang profesional untuk menggabungkan diri dalam satu wadah.
Beberapa organisasai profesi guru tersebut antara lain PGRI (Persatuan Guru Rrepublik
Indonesia) SGI (Serikat Guru Indonesia), PGII (Persatuan Guru Independen Indonesia).
Organisasi guru tersebut diarahkan bisa berfungsi sebagai protektor dalam memberikan
perlindungan serta sebagai dinamisator dan motivator dalam pengembangan diri bagi anggota
anggotanya. Sehingga organisasi profesi tidak hanya bertujuan melindungi dan
memperjuangkan kepentingan para anggotanya, akan tetapi juga mengemban fungsi
pengawasan terhadap kualitas dan moral layanan edukatif para anggotanya kepada
masyarakat. Mendinamisir para anggotanya untuk selalu membina diri dalam rangaka
pengembangan kemampuan profesi seperti „toughtfullness‟ dari seorang profesional,
(Sunaryo Kartadinata dan Nyoman Dantes, 1997)

Untuk itulah sebuah organisasi profesi seyogyanya mampu mengembangkan fungsi


nya secara lebih luas, yaitu (1) menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah organisaasi
profesi guru, (2) mengupayaan adanya satu keasatuan langkah dan tindakan, (3) melindungi
kepentingan para anggotanya, (4) melakukan pengawasan terhadap kemampuan para
anggotanya serta memotivasi para anggotanya terssebut untuk selalu mengembangkan
kemampuan profesionalnya, (5) menyusun dan melaksanakan program-program peningkatan
kemampuan profesinal para angfotanya, (6) melengkapi upaya pembinaan anggota melalui
pengelolaan penerbitan jurnal dan bacaan lainya dlam rangka peningkatan profesional, (7)
melakukan tindakan sanksi terhadap anggotanya yang melanggar aturan kode etik, baik
sanksi secara administratif maupun psikologis, (8) melibatkan diri dalam uji kompetensi
untuk menentukan bisa tidaknya seorang guru dinyatkan sebagai profesional dan layak
menjadi guru disekolah.
Dalam rangka membina kemampuan dan kepribadian para guru sehingga memiliki
citra diri positif sebagai pemilik profesi yang profesional di mata masyarakat, maka sejak
tahun 1974 para guru telah mengembangkan kode etik guru profesional. Kode etik guru
profesional yang telah dirumuskan tersebut berbunyi (Sunaryo Kartadinata dan Nyoman
Dantes, 1997):

a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia


pembangunan yang ber-pancasila.
b. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak didik masing-masing.
c. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak
didik.
d. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan
orangtua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
e. Guru memelihara hubungan baik dengan anggota masyarakat di sekitar sekolahnya
maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f. Guru secara sendiri-sendiri dan/atau besama-sama berusaha mengembangkan dan
meningkatkan mutu profesionalnya.
g. Guru menciptkan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun didalam keseluruhan.
h. Guru secara bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi
guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan.
B. Hasil Wawancara Terhadap Pengajar di Salah Satu Taman Pendidikan Al-Quran

Pendidikan usia dini mengenai hal keagaman khususnya islam sangatlah dibutuhkan
oleh masyarakat, yang menginginkan anaknya dapat membaca dan munulis al quran, tidak
seperti orang tuanya yang tidak dapat membaca serta menulis alquran. Salah satu tujuan
didirikannya TPA adalah untuk membrantas orang islam yang tidak dapat membaca dan
menulis al quran, tetapi untuk di era modern sekarang ini, TPA bukan hanya untuk membaca
dan menulis al quran saja, ada tambahan materi sehingga anak-anak juga mengetahui apa itu
agama islam? Apa itu syahadat? Apa itu sholat? Dan lain sebagainya.

Dalam wawancara saya dengan salah satu pengajar di TPA, motivasi beliau mengajar
TPA adalah ingin menciptakan generasi remaja islam yang islami serta memiliki akhlak yang
baik sesuai dengan Al quran dan Sunah, yang kedua sebagai ladang syiar kepada masyarakat
khususnya bagi anak-anak TPA sehingga disaat dewasa nanti dapat menjadi masyarakat yang
baik, yang dicita-cita kan oleh bangsa ini menjadi masyarakat yang madani. Dan yang
terakhir dapat mempertebal keimanan dan ketaqwaan bagi diri beliau sendiri dan pada
umumnya untuk para anak-anak yang beliau ajar.

Cara yang dapat diterapkan dalam mengajar berdasarkan wawancara dengan seorang
pengajar TPA adalah seorang pendidik harus bisa menjadi karakter yang diinginkan oleh
peserta didik dengan harapan materi yang disampaikan kepada peserta didik tersampaikan
dengan baik. Jadi jika seorang peserta didik adalah anak-anak kecil, pendidik harus bisa
menjadi karakter yang diinginkan anak-anak kecil tersebut dengan contoh melakukan gerakan
seperti anak kecil, suara dikecilkan seperti anak kecil dan jika peserta didik itu remaja maka
pendidik harus bisa menjadi karakter seorang remaja, salah satu contohnya dengan gaya
bicara anak remaja dan lain sebagainya. Jika anak- anak merasa bosan dengan materi yang
disampaikan, pendidik mengajak peserta didik untuk bernyanyi bersama, tepuk tangan
bertujuan untuk menghindarkan kejenuhan peserta didik di saat pembelajaran dikelas.

Salah satu cara agar menjadi pendidik yang baik adalah dengan menyukai dunia
pendidikan. Menyukai hal pendidikan sebagai seorang pendidik sangatlah penting karena
bagaimana mungkin seorang pendidik akan mendidik peserta didik jika pendidik tidak
menyukai mengenai hal pendidikan. Kedua, dengan menyukai dunia anak dan remaja, dalam
hal pendidikan anak-anak menjadi target yang akan di didik, tentunya jika tidak menyukai
dunia anak-anak akan berimbas pada hasil pendidikannya. Yang terakhir adalah menguasai
materi yang akan diajarkan sehingga disaat pendidik mengajar tidak kebingung dalam
mengajar sehingga materi dapat tersampaikan dengan baik.

Pengalaman mengajar juga sangat dibutuhkan oleh pendidik karena dari pengalaman
dapat mengetahui bagaimana cara mengajar dan mendidik peserta didik dengan baik,
mengetahui kesalahan- kesalahan yang umum pada pendidik dalam hal mengajar, tentunya
mengetahui karakter dari peserta yang beraneka ragam.

Latar belakang keluarga dan lingkungan juga dapat menjadi faktor pembantu pendidik
dalam hal mengajar. Dalam wawancara tersebut, pengajar TPA mempunyai latar belakang
keluarga yang mendukung, karena ayahnya juga adalah seorang guru ngaji di salah satu
masjid di kampungnya, latar belakang lingkungan beliau juga baik karena di besarkan di
lingkungan pesantren yang setiap harinya ada proses pembelajaran. Tentunya dengan latar
belakang yang sangat baik ini dapat memberikan dukungan yang baik untuk pendidik
tersebut.

Kendala-kendala yang sering dialami pendidik disaat mengajar adalah para peserta
didik yang beraneka ragam mempunyai karakter yang berbeda beda membuat para pendidik
sulit untuk memberikan materi yang seragam agar dapat tersampaikan dengan baik, oleh
karena itu pendidik harus pintar pintar dalam menyatukan beraneka ragam tersebut dan
memilihkan materi yang terbaik. Tidak mudahnya materi yang dapat dimengerti oleh peserta
didik menjadi salah satu kendala yang sering di jumpai para pendidik, maka dari itu pendidik
harus mencari pengalaman yang lebih, agar dapat mengetahui bagaimana menyampaikan
materi yang baik kepada peserta didik sehingga materi dapat tersampaikan dengan baik.
Fasilitas yang mendukung sangatlah dibutuhkan oleh para pendidik agar materi dapat
tersampaikan dengan baik, menganai fasilitas bukan hanya tanggung jawab pendidik tapi
untuk hal ini, tentunya pemerintah atau lembaga yang mengurus pendididkan tersebut yang
lebih berperan, lembaga dan pemerintah yang mengurus pendidikan tersebut harus
memberikan fasilitas yang baik sehingga pendidik tidak bersusah payah dalam hal
pengajaran.

Kendala yang dari luar adalah pertama, kurangnya dukungan dari orang tua wali peserta
didik juga dapat memengaruhi dalam proses pembelajaran. Wali murid yang hanya berfikir
menyekolahkan anaknya saja tapi tidak memberikan dukungan seperti fasilitas, moril,
kakuatan, motivasi tentunya peserta didik tidak akan berkembang dengan baik. Ego dari
seorang pengurus pendidikan dapat membuat pendidikan tidak berjalan dengan baik.
Kurangnya perhatian pengurus dan pemerintah dalam hal seperti dukungan fasilitas,
perlindungan hukum juga dapat membuat pendidik tidak bisa bergerak bebas.

Tentunya dalam hasil pendidikan ada peserta didik yang tidak berhasil atau bisa
dikatakan gagal. Dalam hal ini kita sebagai pendidik jangan terlalu menyalahkan peserta
didik, bisa jadi faktor orang tua yang tidak dapat mengarahkan anaknya dengan baik, faktor
lingkungan rumah yang tidak dapat memberi dukungan ke peserta didik.

Cara menanggulangi agar peserta didik tidak terjatuh kedalam dunia yang tidak baik
adalah dengan cara komunikasi dengan peserta didik jangan sampai terputus, jalin tali
silaturahim dengan peserta didik, jika peserta didik beragama islam diajak untuk mengikuti
organisasi ke islaman agar mendapatkan kajian kajian sehingga hati dari peserta didik dapat
tersentuh dan harapanya peserta didik dapat menjadi manusia yang baik untuk dirinya sendiri
dan masyarakat yang akan berhubungan dengan peserta didik.
Selain mewawancarai dari pendidik saya juga mewancarai mantan dari peserta didik
beliau. Dari ketiga peserta didik tersebut rata-rata menghasilkan jawaban yang hampir
mendekati atau sama.

Pendidik yang baik dari sudut pandang peseta didik adalah dapat beragaul dengan
semua kalangan termasuk dengan peserta didik, memberikan materi yang menarik, interakti,
dan disiplin.

Dalam hal menyampaikan materi seorang pendidik harus mengatahui peserta


didiknya, apakah anak-anak atau orang dewasa, agar pendidik dapat menyampaikan sesuai
dengan karakter peserta didik. Dalam memberikan materi pendidik harus tahu porposi
perbandingan materi dengan hal lainya seperti motivasi ke anak, bercanda, bernyayi,
sehingga poin utama dalam pengajaran yakni materi tersampaikan.

Dalam sikap sehari hari seorang pendidik harus bisa menjadi contoh bagi peserta
didik, contohnya adalah ramah dan sopan dengan semua orang, baik di sekolah ataupun
diluar sekolah, berpakaian yang rapi tidak menonjolkan hal yang tidak pantas bagi seorang
pendidik.
BAB III

Kesimpulan

Guru ideal dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, guru yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi yang
mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan
apapun, kecuali ridha dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih
mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan
hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan
selalu menerapkan 5S (salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam kesehariannya.

Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman
mengatakan, barang siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu. Namun, bila kita
malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya
ibarat mesin pencari “Google” di internet. Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori
otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan
cepat dan benar. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan
menyampaikan pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru
malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan
membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa
membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan
dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.

Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat
mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru, waktu lebih dari uang dan
bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja, termasuk
pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak akan menorehkan
banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena
itu, guru harus sensitif terhadap waktu. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka
waktu akan menjadikan kita sebagai manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita
memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas
seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktunya.

Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah
berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah cukup. Tidak
ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun,
gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya pun
dari tahun ke tahun sama, hanya sekadar copy and paste. RPP tinggal menyalin dari
kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi
tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.
Daftar Pustaka

Siswoyo, Dwi dkk. (2013). Ilmu Pendidikan,Yogyakarta:UNY Press

http://anikwulandari8.blogspot.co.id/2013/04/makalah-profesi-kependidikan-
menjadi.html

Anda mungkin juga menyukai