PENANGANAN AIRWAY
Tujuan
Mengenali tanda gangguan jalan napas yang mengancam nyawa
Menjelaskan teknik manual untuk menjaga jalan napas dan ventilasi dengan
sungkup
Menjelaskan penggunaan alat bantu tambahan untuk mempertahankan jalan
napas dengan baik
Menjelaskan persiapan untuk intubasi endotrakea, termasuk mengenali penyulit
yang mungkin terjadi saat akan dilakukan intubasi
Menjelaskan metode alternatif untuk mempertahankan jalan napas jika tidak
dapat dilakukan intubasi endotrakeal
Studi Kasus
Seorang laki-laki, berumur 40 tahun, dengan obesitas tiba di unit gawat darurat dengan
distress pernapasan berat. Frekuensi pernapasan pasien adalah 40 x/menit, pulse
oximetry pasien adalah 88% dengan menggunakan oksigenasi tambahan dengan aliran
udara yang tinggi, dan pasien menggunakan secara aktif otot bantu pernapasan
tambahan. Pasien mulai mengalami gangguan kesadaran.
- Apakah sebaiknya dilakukan intubasi pada pasien?
- Apakah masalah penanganan jalan napas yang harus diantisipasi?
- Perlukah memanggil bantuan tambahan?
I. PENDAHULUAN
Fokus bagian ini adalah dalam memastikan jalan napas terbuka dan memberikan
bantuan pertukaran gas pada bagian A dari rangkaian urutan resusitasi ABC.
Selain itu, juga bertujuan untuk menjaga stabilitas kardiovaskular dan mencegah
aspirasi cairan lambung selama penanganan jalan napas. Intubasi endotrakea
terkadang perlu dilakukan. Mempertahankan dan menjaga patensi jalan napas dari
hasil intubasi sebelumnya sangat penting untuk dilakukan walaupun terkadang
hal ini sulit untuk dilakukan. Petugas kesehatan harus memiliki skill dalam
2
II. PENILAIAN
Penilaian patensi jalan napas dan usaha bernapas spontan merupakan langkah
pertama yang sangat penting. Klinisi harus melihat, mendengar, dan merasakan
(look, listen, dan feel) ada atau tidaknya gerakan udara di rongga dada.
Amati tingkat kesadaran pasien dan tentukan apakah terjadi apnea. Jika tidak
tampak adanya usaha bernapas dan tidak ada alat bantu napas tambahan yang
dapat segera digunakan, lakukan bantuan manual dan berikan ventilasi selama
dilakukan persiapan pemberian alat bantu napas tambahan.
Lakukan identifikasi trauma jalan napas atau kondisi lain (contohnya fraktur
vertebra servikalis) yang mungkin berpengaruh terhadap penilaian dan manipulasi
jalan napas yang dilakukan ; dapat dilihat di penjelasan di bawah ini.
Amati ekspansi rongga dada. Ventilasi mungkin dapat dilakukan dengan gerakan
rongga dada yang minimal, namun adanya aktivitas otot bantu napas tambahan
dan gerakan rongga dada yang berlebihan tidak memastikan bahwa volume tidal
telah adekuat.
Amati adanya retraksi suprasternal, supraklavikula, atau interkosta; perubahan
posisi laring dari rongga dada selama inspirasi (adanya penarikan dari trakea);
pernapasan cuping hidung. Keadaan-keadaan ini biasanya ditemukan pada distress
pernapasan dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas.
Lakukan auskultasi pada leher dan seluruh lapangan rongga dada untuk
mendengarkan suara pernapasan. Obstruksi jalan napas komplit lebih sering
terjadi dengan tampilan adanya gerakan rongga dada namun tidak terdengar
adanya suara pernapasan. Obstruksi jalan napas inkomplit diakibatkan adanya
jaringan lunak, cairan, atau benda asing yang menyumbat jalan napas
berhubungan dengan suara napas seperti snoring, stridor, gurgling, atau suara
napas tambahan yang berbunyi.
3
Penilaian refleks pertahananan jalan napas (seperti batuk dan muntah), walaupun
tidak berhubungan dengan obstruksi, merupakan salah satu bagian penilaian awal
airway. Namun, stimulasi yang terlalu berlebihan pada faring posterior saat
menilai refleks ini dapat memicu emesis (muntah) dan aspirasi cairan lambung.
Tidak adanya refeks pertahanan umumnya menandakan perlunya bantuan jalan
napas jangka panjang jika penyebabnya tidak dapat segera diatasi
! Jatuhnya pangkal lidah pasien merupakan penyebab tersering dari obstruksi jalan napas !
Teknik pemasangan sungkup oksigen dengan menggunakan satu tangan (A) dan
dua tangan (B). Gambar dimuat ulang dengan izin dari Mayo Klinik.
2. Pasien pada posisi supine, operator berada di belakang kepala bagian atas
pasien. Ketinggian tempat tidur pasien harus diatur secara cepat sehingga
memudahkan operator untuk bekerja
3. Dasar sungkup/masker oksigen pertama kali diletakkan di lipatan kulit diantara
bibir bawah dan pipi, dan mulut dibuka dengan lembut
4. Bagian apeks (puncak) masker diletakkan menutupi hidung dan jangan sampai
menekan bagian mata.
5. Sebagian besar operator yang menggunakan tangan kanan, masker distabilisasi
di wajah dengan menggunakan tangan kiri dengan memegang bagian superior
dari apeks (bagian puncak) masker yang bersambungan dengan ambubag
diantara jempol dan jari telunjuk. Posisi ini secara perlahan akan menurunkan
tekanan masker ke bawah menuju bagian wajah.
6. Jari tengah, manis dan kelingking tangan kiri diletakkan pada mandibula sebelah
kiri rahang pasien. Posisi ini dapat membantu membuat masker oksigen bagian
kiri melekat dengan rapat pada tepi kiri pipi pasien. Posisi ini juga
memungkinkan masker wajah tetap melekat diwajah pasien selama elevasi
parsial mandibula.
7. Operator secara perlahan memutar pergelangan tangan kiri sehingga leher
sedikit ekstensi yang dilakukan dengan pengangkatan jari-jari disekitar
mandibula secara perlahan. Gabungan pergerakan tangan kiri ini akan
mengakibatkan ekstensi leher, elevasi mandibula, dan penurunan tekanan
masker ke bagian pipi secara perlahan.
jumlah kompresi ambubag permenit. Kompresi ambubag yang sangat cepat dan
berlebihan dapat menimbulkan hiperventilasi dan alkalemia respiratori serta
distensi lambung yang dapat menimbulkan bahaya.
1. Jika digunakan metode pemasangan masker oksigen dengan 1 tangan, kompresi
ambubag dilakukan setiap 1 detik dengan menggunakan tangan kanan operator.
2. Volume tidal yang dihantarkan harus diperkirakan dari ekspansi rongga dada di
awal, auskultasi suara pernapasan, dan faktor lainnya.
3. Selama dilakukan kompresi ambubag, operator harus mendengarkan dengan
teliti apakah ada kebocoran udara disekitar masker. Jika masker melekat dengan
baik, pengisian ambubag selama inflasi paru menunjukkan adanya resistensi
yang disebabkan anatomi normal jalan napas. Jika gas terasa terlalu mudah
berpindah dari ambubag, menunjukkan adanya kemungkinan kebocoran udara.
4. Jika pasien mengalami apnea, namun masih terdapat denyut nadi, kompresi
ambubag dengan 1 tangan diberikan 10-20 kali per menit. Jika terjadi
pernapasan spontan, kompresi ambubag harus disesuaikan dengan usaha
inspirasi pasien. Jika pasien bernapas dengan mudah dan volume tidal inhalasi
adekuat untuk menghasilkan ventilasi permenit yang cukup, maka tidak
diperlukan lagi kompresi ambubag.
5. Oksigen (100%) dihantarkan melalui ambubag, dengan kecepatan aliran udara ≥
15 L/menit
6. Jika perlekatan masker ke wajah tidak adekuat dan ditemukan adanya
kebocoran, operator harus mempertimbangkan beberapa intervensi sebagai
berikut :
Melakukan reposisi masker dan tangan
Menyesuaikan pemompaan pada bagian masker yang menempel di wajah
untuk meningkatkan perlengekatan atau merubah ukuran masker menjadi
lebih besar atau lebih kecil.
Memberikan sedikit penekanan ke bagian bawah wajah atau mengubah posisi
mandibula lebih keatas jika tidak terdapat kontraindikasi manipulasi vertebra
servikalis.
Mengubah teknik menjadi teknik dengan menggunakan 2 tangan seperti yang
telah dijelaskan diatas
9
Tidak adanya sianosis atau hipoksemia tidak menjamin bahwa ventilasi adekuat
E. Penekanan Tulang Krikoid
Penekanan tulang krikoid (Sellick Maneuver) dilakukan dengan memberikan
tekanan ke bawah (posterior) pada bagian anterior leher dimana kartilago krikoid
berada. Pergerakan ke bawah cincin tulang rawan krikoid secara fisik menutup
esofagus dan menurunkan risiko distensi lambung selama dilakukan ventilasi
manual dengan masker serta menurunkan risiko refluks pasif cairan lambung ke
paru-paru. Jika refleks pertahanan jalan napas pasien tidak baik, maka penekanan
kartilago krikoid harus dilakukan selama ventilasi dengan masker dan selama
dilakukan intubasi trakea serta harus segera dihentikan hanya setelah intubasi trakea
berhasil. Pelaksanaan penekanan krikoid yang baik dapat meningkatkan visualisasi
pita suara, mirip seperti backward, upward, dan rightward pressure maneuver
(BURP meneuver) seperti yang dijelaskan pada lampiran 2. Jika terjadi muntah,
sellick maneuver harus dihentikan untuk mencegah terjadinya trauma esofagus.
Total volume gas pada resuscitation bag (ambubag) dewasa adalah 1 sampai 1.5 liter
10
Pedoman penanganan pada kondisi masalah jalan napas yang diketahui maupun
tidak diketahui dipaparkan pada gambar 2-3.
dewasa, namun tidak mempbrikan proteksi jalan napas definitif. Untuk detail
spesifik tentang penggunaan laringeal mask airway dapat dilihat pada lampiran 3.
Penilaian anatomi dan fungsi jalan napas untuk menilai derajat penyulit intubasi
(lihat dibawah)
Memastikan ventilasi dan oksigenasi yang optimal. Preoksigenasi dilakukan
dengan memberikan oksigen 100% menggunakan ambubag, dilakukan selama
periode apnea dan saat dilakukan intubasi
Dekompresi lambung dengan pipa orogastrium atau nasogastrium. Namun, pipa
orogastrium atau nasogastrium untuk kompresi lambung yang dilakukan
sebelum intubasi sering memiliki efek sebaliknya, yang dapat menimbulkan
emesis dan refluks pasif cairan lambung.
Persiapan anlgesik, sedasi, amnesia, dan penghambat neuromuskular sebagai
syarat untuk dilakukan prosedur yang aman.
Intubasi gawat darurat memiliki waktu evaluasidanoptimalisasi kondisi yang
sedikit. Sementara itu, intubasi elektif dan urgent memungkinkan penilaian
faktor-faktor yang berhubungan dengan keamanan penanganan jalan napas.
Dalam membuat rencana penanganan jalan napas harus dinilai kondisi klinis
pasien, status volume intravaskular, hemodinamik, dan evaluasi jalan napas
(derajat keparahan). Evaluasi jalan napas berupa penilaian karakterisktik fisik
termasuk penilaian apakah visualisasi pita suara akan sulit atau tidak mungkin
dilakukan. Evaluasi ini penting dilakukan karena akan mempengaruhi
penggunaan teknik alternatif atau laringoskopi langsung (intubasi saat pasien
sadar, intubasi fleksibel dengan fiberoptik, pembebasan jalan napas dengan
pembedahan) dan apakah diperlukan pemanggilan petugas medis yang lebih
berpengalaman. Penting untuk diingat bahwa karakteristik fisik ini juga menjadi
penyulit dilakukannya ventilasi dengan masker dan krikotiroidotomi darurat.
Karekterisik ini akan lebih mudah diingat jika disesuaikan dengan tahapan
intubasi oral – seperti posisi kepala, pembukaan mulut, perubahan posisi lidah
dan rahang, visualisasi, dan pemasangan tabung endotrakea yaitu :
Mobilitas leher termasuk penilaian adanya kemungkinan trauma vertebra
servikalis, leher yang pendek, atau keterbatasan mobilitas leher akibat riwayat
operasi sebelumnya akan membatasi kemampuan memposisiskan yang adekuat.
14
Wajah bagian luar berupa penilaian adanya mikrognathia atau jaringan parut
bekas operasi, trauma wajah, lubang hidung kecil, atau adanya peerdarahan pada
hidung, mulut, atau faring.
Mulut. Pembukaan mulut mungkin terbatas akibat penyakit pada sendi
temporomandibula atau jaringan parut pada wajah. Lebar pembukaan mulut
kurang dari 3 jari (sekitar 6 cm) berhubungan dengan peningkatan risiko sulitnya
dilakukan intubasi
Lidah dan faring. Ukuran relatif antara lidah dengan faring posterior dapat
digunakan untuk memperkirakan luas ruang bagian dalam faring untuk
dilakukan visualisasi struktur glotis.
Rahang. Lebar jarak thyromental (tiroid ke mentum /dagu) antara kartilago tiroid
anterior prominans dan bagian ujung dari mandibula (dagu) digunakan untuk
memperkirakan jarak antara mandibula dan ruang anterior pada laring. Jarak
kurang dari 3 jari (sekitar 6 cm) mengindikasikan bahwa laring tampak lebih
anterior dan lebih sulit untuk divisualisasi dan dimasuki selama laringoskopi.
Angulasi stylet tabung endotrakea yang lebih akut mungkin dapat membantu
Jika ditemukan satu atau lebih kombinasi karakteristik fisik ini mengindikasikan
kemungkinan sulitnya dilakukan intubasi dan jika waktu memungkinkan, dapat
dipertimbangkan pilihan lain untuk menjaga patensi jalan napas dan memanggil
personil khusus dengan keahlian penanganganan jalan napas lanjutan.
Jika dilakukan antisipasi penyulit ventilasi dengan masker atau intubasi, maka
perlu menjadi perhatian untuk melakukan antisipasi sebelum dilakukan
supresiventilasi spontan menggunakan penghambat neuromuskular atau obat-
obatan sedatif. Pilihan penanganan jalan napas lainnya yang tetap menjaga
ventilasi spontan adalah sebagai berikut :
Intubasi saat pasien sadar dengan laringoskopi langsung atau intubasi nasotrakea
blind
Intubasi fleksibel dengan fiberoptik (terlebih dahulu perlu dilakukan konsultasi
dengan ahli)
15
A. Analgesik / Anestesi
Tersedia berbagai jenis spray anestesi topikal atau menggunakan lidokain dalam
bentuk aerosol. Area anatomi pemberian obat ini adalah pada dasar lidah, secara
langsung pada dinding posteriorfaring, dan fossa tonsil bilateral. Penggunaan
obat tidak boleh melebihi 4 mg/kg lidokain (dosis maksimum 300 mg) karena
dapat dengan mudah diserap oleh mukosa jalan napas.
Pemberian penghambat syaraf dan lidokain trans membran krikoid
membutuhkan keahlian khusus dan tidak menjadi bagian bahasan dalam bab ini
Beberapa obat-obat sedasi juga memiliki efek analgesik
B. Sedasi / Amnesia
Obat-obat dengan kerja cepat, waktu paruh singkat dan berpotensi reversibel lebih
dipilih untuk digunakan pada sedasi. Tidak ada satu pun obat tunggal yang dapat
digunakan pada semua kondisi, dan biasanya dipertimbangkan penggunaan lebih
dari satu obat untuk memungkinkan keseimbangan teknis. Penting untuk menilai
ulang status volume intravaskular dan fungsi jantung pasien secara berhati-hati
dalam melakukan pertimbangan pemilihan obat dan dosis obat. Sebagain besar obat
dapat menimbulkan hipotesi jika digunakan pada pasien dengan gagal jantung atau
hipovolemia. Contoh obat-obatan yang umumnya digunakan dipaparkan pada tabel
2-2.
Tabel 2-2 Obat-Obatan yang digunakan dalam Intubasi Trakea
Jenis Obat Dosis Keuntungan Peringatan
Fentanil 0.5-2 µg/kg IV Onset kerja cepat Rigiditas dindingdada
bolus setiap Kerja cepat dengan pemberian
beberapa menit Reversibel dengan terlalu cepat
dititrasi sampai nalokson Depresi napas
diperoleh efek Tidak menurunkan
sedasi kesadaran pasien
selama prosedur
Midazolam 0.1-0.2 mg/kg Menimbulkan amnesia Depresi pernapasan
17
C. Pelemas Otot
Terkadang intubasi dapat lebih mudah dan aman dilakukan setelah pemberian
anestesi topikal (seperti pada intubasi saat pasien sadar) atau dengan penggunaan
sedasi saja.Oleh sebab itu, penghambat neuromuskular tidak selalu perlu diberikan
sebelum intubasi endotrakea. Namun, jika operator tidak dapat melakukan intubasi
setelah penghambat neuromuskular diberikan, maka ventilasi manual dengan
masker harus dilanjutkan sambil menunggu tibanya petugas kesehatan yang lebih
berpengalaman. Selain itu, jika hal ini terjadi perlu dipikirkan rencana alternatif
untuk menjaga patensi jalan napas, atau obat-obatan untuk mengembalikan ventilasi
spontan. Oleh sebab itu, lebih menguntungkan jika digunakan penghambat
18
E. Tekanan Intrakranial
19
Dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial selama laringoskopi dan intubasi, hal
ini dapat membahayakan pasien yang telah mengalami hipertensi intrakranial.
Lidokain intravena (1-1.5 mg/kg) dapat menghambat timbulnya peningkatan
intrakranial dan sebakinya diberikan sebelum dilakukan laringoskopi jika diduga
adanya patologi intrakranial