Anda di halaman 1dari 22

MINI PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOPOROSIS

DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KESEIMBANGAN

TUBUH

DI SUSUN OLEH :

1. Arindra Prasasti Nugraheni ( P18006 )


2. Bagus Probo Sutejo ( P18009 )
3. Fransiska Amanda ( P18021 )
4. Laras Mustika Rani ( P18028 )
5. Nia Andriani Nur Azizah ( P18035 )
6. Rajasa Hibatul Syahrin ( P18042 )
7. Shinta Anggreheni ( P18049 )
8. Yuli Wijayanti ( P18056 )

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2020
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................3
D. Manfaat.........................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................5
A. Konsep Teori.................................................................................................5
1. Osteoporosis..............................................................................................5
2. Asuhan Keperawatan.................................................................................6
3. Keseimbangan Tubuh..............................................................................11
4. Senam Lansia..........................................................................................12
B. Kerangka Teori...........................................................................................14
C. Kerangka Konsep........................................................................................15
BAB III..................................................................................................................16
A. RANCANGAN STUDI KASUS................................................................16
B. SUBJEK STUDI KASUS...........................................................................16
C. FOKUS STUDI...........................................................................................16
D. DEFINISI OPERASIONAL.......................................................................16
E. TEMPAT DAN WAKTU PENGELOLAAN STUDI KASUS..................17
F. PENGUMPULAN DATA..........................................................................17
G. PENYAJIAN DATA...................................................................................18
H. ETIKA STUDI KASUS..............................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian serius pada


lanjut usia adalah osteoporosis. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan berkurangnnya massa tulang yang mengakibatkan
menurunnya tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga
menyebabkan tulang mudah patah. Osteoporosis merupakan masalah
kesehatan kronis yang berkembang dan dapat mengakibatkan kematian
dan kualitas hidup yang buruk (Misnadiarly, 2013).
Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, namun pria
tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis dengan rasio 3 : 4
sama seperti padawanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi
oleh hormone estrogen.Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause
sehingga osteoporosis datanglebih lambat (La Ode,2012). Meskipun
penurunan hormone estrogen pada lansiamemegang peranan penting
terhadap kejadian osteoporosis namun perilaku mengkonsumsi kalsium
tidak dapat dilepaskan karena dengan mengkonsumsi kalsium merupakan
salah satu mineral penting yang dibutuhkan tubuh sebagai pembentukan
tulang (Noor, 2014).
Menurut WHO (2012), osteoporosis menduduki peringkat kedua,
di bawah penyakit jantung sebagai masalah kesehatan utama dunia.
Menurut data internasional Osteoporosis Foundation, lebih dari 30%
wanita diseluruh dunia mengalami resiko patah tulang akibat osteoporosis,
bahkan mendekati 40%. Sedangkan pada pria, resikonya berada pada
angka 13%. Angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis di
seluruh dunia mencapai angka 1,7 juta orang dan diperkirakan angka ini
akan terus meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun 2050.
Pencegahan dan penanganan osteoporosis oleh pemerintah telah
lama dilakukan, namun kesadaran masyarakat guna melakukan
pencegahan seperti deteksi dini masih sangat rendah. Oleh karena itu,
pendidikan kesehatan tentang pencegahan dan pengobatan osteoporosis
sangat diperlukan bagi masyarakat. Kunci utama untuk mencegah dan
mengatasi kerapuhan tulang adalah dengan gaya hidup, pola makan dan
aktivitas fisik yang seimbang. Gaya hidup yang tidak sehat seperti
merokok, meminum minuman keras, kurang vitamin D dan kalsium serta
kurangnya kulit terpapar sinar matahari karena takut hitam, menjadi
pemicu utama banyaknya kasus osteoporosis (Depkes,2004).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan
keseimbangan dan kejadian jatuh pada penderita osteoporosis adalah
dengan melakukan aktivitas fisik yang teratur dan terprogram. Beberapa
aktivitas fisik yang aman untuk lansia, antara lain berjalan kaki dan
jogging. Aktivitas tersebut bila dilakukan secara teratur dapat mengurangi
gangguan keseimbangan pada lansia. Namun, dari setiap aktivitas tersebut
terdapat beberapa kelebihan serta kekurangan yang membuat lansia gagal
dalam mencapai tujuan aktivitas fisik yang diharapkan. Jalan kaki relatif
lebih mudah dilakukan, murah karena tidak memerlukan peralatan khusus,
namun dilihat dari teknis pelaksanaan cenderung memerlukan waktu yang
lebih lama, pelaksanaannya tergantung cuaca, dan hanya melatih otot
ekstremitas bawah. Jogging dapat membakar kalori lebih banyak, tidak
memerlukan peralatan khusus, namun kekurangannya dapat menyebabkan
cedera pada kaki karena benturan pada telapak kaki cukup besar, teknis
pelaksanaannya sangat tergantung pada cuaca (Harsuki, 2010).
Berdasarkan pedoman tersebut, salah satu aktivitas fisik yang patut
untuk direkomendasikan pada lansia untuk melatih keseimbangan
tubuhnya adalah senam lansia. Senam lansia adalah serangkaian gerak
nada teratur, melibatkan semua otot dan persendian, mudah dilakukan
(Atikah, 2010). Senam ini terdiri atas gerakan yang melibatkan pergerakan
pada hampir semua otot tubuh, memiliki unsur rekreasi, serta teknis
pelaksanaannya fleksibel yaitu dapat dilakukan di ruang terbuka maupun
tertutup. Selain itu, secara fisiologis beberapa gerakan senam lansia
melibatkan bagian tungkai, lengan, dan batang tubuh akan meningkatkan
kontraksi otot yang berdampak pada peningkatan kekuatan otot sebagai
efektor membantu dalam mempertahankan keseimbangan tubuh. Latihan
fisik ini dapat dijadikan sebagai alternatif untuk mencegah morbiditas
akibat gangguan keseimbangan dan jatuh (Atikah, 2010).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada pada latar belakang, penulis
merumuskan masalah “bagaimana asuhan keperawatan pada pasien
osteoporosis dengan pemenuhan kebutuhan keseimbangan tubuh?”.
C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pasien
osteoporosis dengan pemenuhan kebutuhan keseimbangan tubuh .
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien osteoporosis
dengan pemenuhan kebutuhan keseimbangan tubuh .
b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien osteoporosis
dengan pemenuhan kebutuhan keseimbangan tubuh .
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien osteoporosis
dengan pemenuhan kebutuhan keseimbangan tubuh .
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien osteoporosis
dengan pemenuhan kebutuhan keseimbangan tubuh .
e. Melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan pasien
osteoporosis dengan pemenuhan kebutuhan keseimbangan tubuh .
D. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat:

1. Teoritis

Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan untuk


mengembangkan ilmu keperawatan dan juga sebagai pedoman untuk
penatalaksanaan senam lansia pada pasien osteoporosis dengan
pemenuhan kebutuhan keseimbangan tubuh.
2. Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan memberi gambaran kepada institusi


pendidikan akan pentingnya senam lansia terhadap gangguan
keseimbangan tubuh terutama pada pasien resiko jatuh
b. Bagi Pelayanan

Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi


kepada bidang pelayanan kesehatan mengenai gambaran pengaruh senam
lansia terhadap gangguan keseimbangan tubuh sehingga pelayanan
kesehatan dapat menjadi perantara untuk mengadakan senam lansia.
c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada


keluarga terutama yang mengalami menopause dan osteoporosis agar
terhindar dari kemungkinan komplikasi penyakit-penyakit akibat
osteoporosis.
d. Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dilakukannya


penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan senam lansia terhadap
gangguan keseimbangan tubuh.
e. Bagi Peneliti

Memperoleh kemampuan melakukan riset kuantitatif serta


menambah pengalaman peneliti dalam penelitian di bidang keperawatan
mengenai pengaruh senam lansia terhadap gangguan keseimbangan tubuh
terutama pasien dengan resiko jatuh.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori

1. Osteoporosis

Osteoporosis adalah kelainan tulang yang ditandai dengan


menurunnya densitas tulang, gangguan arsitektur tulang dan penurunan
kekuatan tulang yang dapat mengakibatkan fraktur. Banyak pasien tidak
menyadari bahwa mereka mengalami proses osteoporosis dan hanya
datang saat tulang mengalami fraktur. Banyak faktor yang menyebabkan
tulang retak, seperti salah posisi duduk, terjatuh, terbentur benda tumpul ,
dan lain lain (Schwinghammer, 2015). Pada menopause terjadi defisiensi
esterogen yang mengganggu siklus metabolisme tulang normal.
Defisiensi esterogen meningkatkan aktivitas resorpsi osteoklas tanpa
meningkatkan aktivitas osteoblas sehingga resorpsi tulang akan
meningkatkan namun pembentukan oleh osteoblas tidak mampu
mencukupi yang dapat mengakibatkan kehilangan jaringan tulang
(Gallagher,2013). Hormon estrogen akan berkurang kadarnya seiring
bertambahnya usia yang berakibat pada penurunan kepadatan tulang
yang menyebabkan pengeroposan tulang dan mengakibatkan tulang
mudah patah. Proses penuaan akan menyebabkan wanita kehilangan 1%
tulang dalam setahun sebagai akibat proses penuaan dan setelah
menopause kehilangan tulang akan bertambah 2% dalam setahun.
Komplikasi serius yang sering ditemui adalah kasus patah tulang
(Varacallo,2014) adalah keretakan tulang sering muncul pada tulang
belakang atau pinggul, dan pergelangan tangan. Fraktur pada tulang
menyebabkan penurunan kualitas hidup seperti kecacatan, isolasi social
bahkan kematian.
Bone Densitometrydalah alat untuk mendeteksi osteoporosis dini.
Alat ini telah sesuai dengan masyarakat Asia melalui teknologi Smart
Scan terkini. Stadium awal penyakit osteoporosis yang sebelum timbul
tanda dapat dideteksi melalui pemeriksaan radiologi dengan DEXA
(Dual Energy X-ray Absorptiometry).Hasil penelitian di benua Eropa
tahun 2010 didapatkan bahwa yaitu 5,5 juta dari 27,6 juta orang
menderita osteoporosis, diantaranya adalah pria sedangkan 22,1 juta
lainnya adalah wanita. Hal tersebut membuktikan bahwa osteoporosis
lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria (Kanis, 2013).
Tahap dini osteoporosis biasanya tanpa indikasi dan gejala apapun.
Seseorang tidak akan menyadari bahwa mereka mengalami osteoporosis
hingga mereka jatuh, menabrak sesuatu, atau terpeleset dan mengalami
patah tulang. Akan tetapi, ada beberapa tanda yang harus diwaspadai,
antara lain seperti berikut (Szulc,dkk. 2011)
a. Nyeri dan memar yang terjadi setelah jatuh, dimana proses jatuh
tanpa terjadi banyak tekanan atau trauma.
b. Sakit punggung yang datang tiba-tiba pada tulang punggung yang
dirasakan walaupun hanya membungkuk untuk meraih sesuatu atau
tergelincir di dalam bak mandi.
2. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian (Muttaqin, 2008)


1) Identitas Pasien
2) Keluhan Utama:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang
ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan
pasien untuk menanggulanginya.
3) Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit lainnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit lainnya.

5) Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
6) Riwayat Pemakaian Obat

Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai,


atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
b. Pemeriksaan fisik

1) B1 (breathing )

Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang


belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
2) B2 (blood)

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat

dingin dan pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi

gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan

efek obat

3) B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih
parah klien dapat mengeluh pusing dan gelisah
4) B4 (Bladder)

Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan

5) B5 (bowel)

Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun


perlu dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses

6) B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien
osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya
berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri
spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3

c. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2016)

1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi ditandai


dengan mengeluh lelah, merasa lemah, dispnea saat atau setelah
aktivitas, frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi
istirahat.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal ditandai dengan mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas, nyeri saat bergerak, merasa cemas saat bergerak,
kekuatan otot dan rentang gerak menurun.
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal ditandai dengan menolak melakukan perawatan
diri, tidak mampu mandi atau mengenakan pakaian atau
toileting secara mandiri.
4) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
ditandai dengan mengeluh tidak nyaman, gelisah.

d. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman bd Setelah dilakukan intervensi Terapi Relaksasi

gejala penyakit dd mengeluh selama 3x24 jam diharapkan a.Periksa ketegangan otot,

tidak nyaman dan tampak status kenyamanan frekuensi nadi, tekanan darah,

gelisah meningkat dengan kriteria suhu sebelum dan sesudah


hasil latihan

a.Keluhan tidak nyaman b.Berikan informasi tertulis

menurun tentang persiapan dan

b.Gelisah menurun prosedur teknik relaksasi

c.Pola tidur membaik c.Jelaskan tujuan, manfaat,

d.Kesejahteraan fisik dan batasan, dan jenis relaksasi

psikologis meningkat yang tersedia (mis. Musik

senam)

2. Intoleransi aktivitas bd Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi

imobilisasi dd mengeluh lelah, selama 3x24 jam diharapkan a.Monitor kelelahan fisik dan

dipsnea, frekuensi jantung toleransi aktivitas emosional

meningkat. meningkat dengan kriteria b.lakukan latihan rentang

hasil gerak pasif atau aktif

a.Frekuensi nadi meningkat c.anjurkan melakukan

b Kemudahan dalam aktivitas secara bertahap

melakukan aktivitas sehari- d.kolaborasi dengan ahli gizi

hari meningkat cara meningkatkan asupan

c Keluhan lelah menurun makanan

d.Dispnea menurun

e.Tekanan darah membaik

3. Gangguan mobilitas fisik bd Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi

gangguan muskuloskeletal dd selama 3x24 jam diharapkan a.Identifikasi toleransi fisik


mengeluh sulit menggerakkan mobilitas fisik meningkat melakukan pergerakan

ekstremitas, nyeri saat dengan kriteria hasil b. Fasilitasi aktivitas

bergerak, kekuatan otot a.Kekuatan otot meningkat mobilisasi dengan alat bantu

menurun. b.Rentang gerak meningkat c.Ajarkan mobilisasi

c.Nyeri menurun sederhana yang harus

d.Kecemasan menurun dilakukan

4. Defisit perawatan diri bd Setelah dilakukan intervensi Dukungan perawatan diri

gangguan muskuloskeletal dd selama 3x24 jam perawatan a.Identifikasi kebiasaan

menolak melakukan perawatan diri meningkat dengan aktivitas perawatan diri sesuai

diri, tidak mampu mandi atau kriteria hasil usia

mengenakan pakaian atau a.Kemampuan ke toilet b.Dampingi dalam melakukan

toileting secara mandiri. meningkat perawatan diri sampai mandiri

b.Kemampuan mengenakan c.Anjurkan melakukan

pakaian meningkat perawatan diri secara

c.Keinginan melakukan konsisten sesuai kemampuan

perawatan diri meningkat

3. Keseimbangan Tubuh
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan
kesetimbangan tubuh ketika ditempatkan di berbagai posisi. Definisi
menurut O’Sullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk
mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat
posisi tegak. Selain itu menurut Ann Thomson, keseimbangan adalah
kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan
maupun dalam keadaan statis atau dinamik, serta menggunakan aktivitas
oto yang minimal. Keseimbangan juga diartikan sebagai kemampuan
relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat
gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support)
(Juniardi, 2013).

Keseimbangan tubuh merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan


individu dalam melakukan gerak yang efektif dan efisiensi selain
fleksibilitas (fleksibility), koordinasi (coordination), kekuatan (power)
dan daya tahan (endurance). Keseimbangan yang baik akan
memungkinkan seseorang melakukan aktivitas atau gerak yang efektif
dan efisien dengan risiko jatuh yang minimal. Dimana tubuh mampu
mempertahankan posisinya dalam melawan gravitasi dan faktor eksternal
lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan
bidang tumpu serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain
bergerak (Bowolaksono, 2013).
Dalam mempertahankan keseimbangan, lansia membutuhkan
informasi tentang posisi tubuh terhadap kondisi lingkungan sekitarnya
yang didapat dari reseptor sensoris perifer yang terdapat pada sistem
visual, vestibular, dan proprioseptif. Dari ketiga jenis reseptor ini,
vestibular memiliki kontribusi yang paling besar dalam mempertahankan
keseimbangan, disusul oleh visula dan proprioseptif (Pajala, 2004 dalam
masitoh, 2013). Kemunduran dan perubahan morfologis yang terjadi
pada lansia akan menyebabkan perubahan fungsional. Perubahan
fungsional yang terjadi diantaranya adalah penurunan kekuatan dan
kontraksi otot, penurunan elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan
dan waktu reaksi lambat. Penurunan ini selanjutnya akan menyebabkan
adanya perubahan kemampuan dalam mempertahankan suatu posisi
termasuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Monnika, 2016).

4. Senam Lansia

Senam merupakan suatu latihan tubuh yang dipilih dan dikonstruk


dengan sengaja, dilakukan secara sadar dan terencana, disusun secara
sistematis dengan tujuan meningkatkan kesegaran jasmani,
mengembangkan keterampilan, dan menanamkan nilai-nilai
mentalspiritual. Menariknya olahraga senam ini dikarenakan gerakan
yangdilakukan diiringi dengan musik, membawa keceriaan dalam
melakukan gerakan, sehingga senam dapat dijadikan sarana untuk
melepas kelelahan baik fisik maupun psikis selain untuk meningkatkan
kondisi fisik.

Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan


terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan
dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga. Senam
lansia ini dirancang secara khusus untuk melatih bagian-bagian tubuh
serta pinggang, kaki serta tangan agar mendapatkan peregangan bagi para
lansia, namun dengan gerakan yang tidak berlebihan. Senam lansia dapat
menjadi program kegiatan olahraga rutin yang dapat dilakukan di
posyandu lansia atau di rumah dalam lingkungan masyarakat. Senam
lansia dilakukan dengan senang hati untuk memperoleh hasil latihan yang
lebih baik yaitu kebugaran tubuh dan kebugaran mental seperti lansia
merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak,
pikiran tetap segar.
Manfaat senam lansia menurut Nugroho tahun 2008 sebagai berikut:
2) Memperlambat proses degenerasi karena pertambahan usia

2) Memudahkan penyesuaian kesehatan jasmani dalam kehidupan


(adaptasi)
3) Melindungi dan memperbaiki tenaga cadangan untuk keadaan
bertambahnya kebutuhan, misalnya sakit

4) Olahraga 2-3 kali seminggu membuat tubuh tetap sehat dan segar

Manfaat kesehatan jasmani pada lanjut usia secara fisiologi dampak


langsung dapat membantu mengatur kadar gula darah, merangsang
adrenalin dan nor-adrenalin, peningkatan kualitas dan kuantitas tidur.
Dampak jangka panjang dapat meningkatkan daya tahan
aerobik/kardiovaskular, kekuatan otot rangka dan kelenturan,
keseimbangan dan koordinasi gerak serta kelincahan. Dampak secara
psikologis dapat membantu memberi perasaan santai, mengurangi
ketegangan dan kecemasan, meningkatkan perasaan senang. Dampak
jangka panjang dapat meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani secara
utuh, kesehatan jiwa, fungsi kognitif, penampilan dan fungsi motorik.
(Nugroho, 2008).

B. Kerangka Teori
Genetik, gaya hidup, alkohol,
Penurunan produksi hormon

Penurunan massa tulang

Osteoporosis (gangguan muskuloskeletal)


Gibbs/kiposis

Pengaruh pada fisik, dan psikososial

Fungsi tubuh Pembatasan gerak, Isolasi diri,


menurun, kemampuan inefektif koping nafsu makan
memenuhi ADL individu menurun

Menyebabkan nyeri Pinggang,


Intoleransi Aktivitas Defisit perawatan diri
TB dan BB

Lemah, letih
Gang. Rasa nyaman

Disfungsi Skelet, dan Adaptasi lingkungan berkurang

Gangguan mobilitas fisik

C. Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Teori (Noor, 2014)
Kerangka konsep merupakan bentuk kerangka berpikir yang
dapatdigunakan sebagai pendekatan untuk memecahkan masalah (Nikmatur &
Saiful, 2012)

Senam Lansia Pemenuhan Kebutuhan


Keseimbangan tubuh

Gambar 2. Kerangka Konsep

BAB III
METODE PENELITIAN
A. RANCANGAN STUDI KASUS
Studi kasus ialah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan
secara intensif, terinci dan mendalam tentang suatu program, peristiwa,
dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan, sekelompok orang, lembaga,
atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang
peristiwa tersebut.(Endraswara, 2012)
Studi kasus dalam penelitian ini adalah untuk mengeksplorasikan
masalah asuhan keperawatan pasien osteoporosis dengan pemenuhan
kebutuhan keseimbangan tubuh
B. SUBJEK STUDI KASUS
Subjek studi kasus merupakan orang yang dijadikan responden untuk
mengambil kasus. (Notoatmodjo, 2012).
Subjek yang digunakan pada studi kasus ini yaitu lansia yang mengalami
osteoporosis.
C. FOKUS STUDI
Fokus studi adalah sebuah konsep yang digunakan untuk
mengembangkan teori (Notoatmodjo, 2012).
Fokus studi pada kasus ini yaitu pemenuhan kebutuhan keseimbangan
tubuh pada lansia dengan resiko jatuh.
D. DEFINISI OPERASIONAL
1. Keseimbangan Tubuh

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan proyeksi


pusat tubuh pada landasan penunjang baik saat berdiri, duduk, transit dan
berjalan (Winter, 1995 dalam Howe, etal. 2008). Keseimbangan tubuh
merupakan kemampuan bereaksi secara cepat dan efisien untuk menjaga
stabilitas postural sebelum, selama, dan setelah pergerakan serta dalam
berespon terhadap gangguan eksternal. Keseimbangan dipertahankan oleh
integrasi yang dinamik dari faktor internal dan eksternal yang melibatkan
lingkungan (Gribble&Hertel, 2004 dalam Cetin, 2008).

2. Senam Lansia
Senam lansia adalah serangkaian gerak nada teratur, melibatkan
semua otot dan persendian, mudah dilakukan (Atikah, 2010; Suarti, 2009).
Senam ini terdiri atas gerakan yang melibatkan pergerakan pada hampir
semua otot tubuh, memiliki unsur rekreasi, serta teknis pelaksanaannya
fleksibel yaitu dapat dilakukan di ruang terbuka maupun tertutup. Selain
itu, secara fisiologis beberapa gerakan senam lansia melibatkan bagian
tungkai, lengan, dan batang tubuh akan meningkatkan kontraksi otot yang
berdampak pada peningkatan kekuatan otot sebagai efektor membantu
dalam mempertahankan keseimbangan tubuh. Latihan fisik ini dapat
dijadikan sebagai alternatif untuk mencegah morbiditas akibat gangguan
keseimbangan dan jatuh (Setiati, 2006; Sherwood, 2001; Depkes RI,
2005).

E. TEMPAT DAN WAKTU PENGELOLAAN STUDI KASUS


1. Tempat
Pengelolaan studi kasus akandilaksanakan di Posyandu Kamboja
Gondangrejo Karanganyar
2. Waktu
Pengambilan data akan dilaksanakan pada bulan April-Mei 2020
F. PENGUMPULAN DATA
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu pengumpulan data dimana peneliti
mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang yang
menjadi sasaran peneliti atau responden.(Notoatmodjo, 2012)
2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Menurut Notoatmodjo (2012), Observasi adalah teknik pengumpulan
data yangberencana, antara lain meliputi: melihat, mencatat jumlah antar
afaktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

3. Studi Dokumentasi
Dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengambil
data yang berasal dari dokumentasi asli, dokumen asli dapat berupa
informasi, gambar, table dan juga daftar pustaka. (Yati, 2014)
G. PENYAJIAN DATA
Data yang sudah terangkum ditafsirkan dan dijelaskan
untukmenggambarkan proses asuhan keperawatan pada pasien
osteoporosis dengan pemenuhan kebutuhan keseimbangan tubuh.
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, maupun teks naratif.
Kerahasiaan klien akan tetap dijaga.
H. ETIKA STUDI KASUS
Menurut (Yati, 2014) Pelaksanaan studi kasus ini, ada etika yang
harus diperhatikan oleh peneliti, antara lain yaitu:

1. Inform Consent(Persetujuan Menjadi Klien)


Informed Consent adalah bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden menggunakan lembar persetujuan. Sebelum lembar
persetujuan peneliti harus menjelaskan terlebih dahulu tentang
maksud dan tujuan dilakukan penelitian
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Identitas responden dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama klien pada laporan asuhan keperawatan dan
hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau pada
hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentialty (Kerahasiaan)
Kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-
masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
tentang

DAFTAR PUSTAKA
Atikah, A. 2010. Senam Kesehatan. Jogjakarta: Nuha Medika.

Depkes RI, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi
Masyarakat. 2004. Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Mewujudkan Keluarga
Cerdas dan Mandiri. Jakarta: Depkes.

Depkes RI. 2005. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Endraswara, S. 2012. METODOLOGI PENELITIAN KEBUDAYAAN. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

Gallager, J.C. & Tella, S.H. 2013. Controversies in Osteoporosis Management:


Antiresorptive Therapy for Preventing Bone Loss:to Use One or Two
Antiresorptive Agents?. Clinical Obstetrics And Gynecology.

Harsuki. 2010. Perkembangan Olahraga Terkini Kajian Para Pakar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Howe, TE. Rochester, L, Jakson, A, banks, PMH, & Blair, VA. 2008. Exercise for
improving balance in older people.Gaslow: John Wiley & Sons.

La Ode, 2012. AsuhanKeperawatan Gerontik.Yogyakarta. Nuha Medika

Masitoh, I. 2013. Pengaruh Balance Exercise terhadap Keseimbangan Postural pada


Lanjut Usia di Posyandu Abadi Sembilan Gonilan Sukoharjo. Jurnal Fisioterapi.
Diunduh dari www.schoolar.ac.id , tanggal 20 April 2020.

Monnika, L. 2016. Pengaruh Pemberian Static Balance Exercise terhadap Peningkatan


Keseimbangan Tubuh pada Lanjut Usia di Posyandu Menur VI dan VIII Desa
Mekamhaji Sukoharjo. Jurnal Fisioterapi. Diunduh dari www.schoolar.ac.id ,
tanggal 20 April 2020.

Misnadiarly. 2013. Osteoporosis. Jakarta. Akademia Permata

Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Nikmatur, R. & Saiful, W. 2012. Proses Ke[erawatan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Medika
Noor, Zairin. 2014. Buku Ajar Osteoporosis, Patofisiologis dan Peran Atom Mineral
dalam Manajemen Terapi. Jakarta : Salemba Medika

Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC

Schwinghammer, T.L. 2015. Chapter 3 : Osteoporosis. Dalam : J.T. Dipiro penyunt.


Pharmacotherapy Handbook 9th ed. United State of America : McGraw-Hill
Companies. Inc. P.16

Setiati. 2006. Gangguan Keseimbangan, Jatuh, dan Fraktur. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Penyakit Dalam FKUI.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Suarti. 2009. Panduan Praktik Keperawatan. Klaten: PT Intan Sejati.

S, Notoatmodjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Szulc P, Bouxsein ML. Overview of osteoporosis: epidemiology and clinical


management. Vertebral fracture initiative resource document. 2011.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus PPNI

WHO, 2012. Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Jakarta. Diambil dari


http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMKNo.114.pdf .diakses
tanggal 4 april 2020

Yati A., Imami N.R.. 2014.Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset Keperawatan.
Jakarta : 111-141

Anda mungkin juga menyukai