Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skizoafektif merupakan gangguan jiwa dimana penderita mempunyai gejala yang
merupakan kombinasi gejala skizofrenia dengan gangguan afektif. Istilah skizofrenia
berasal dari kata schizos yang artinya pecah belah dan pharen yang berarti jiwa.
Skizofrenia menjelaskan mengenai suatu gangguan jiwa dimana penderita mengalami
perpecahan jiwa adanya keretakan antara poses piker, perasaan, dan perbuatan.
Sedangkan gangguan afektif adalah gangguan dengan gelaja utama adanya perubahan
suasana perasaan (mood) atau afek.1
Menurut data statistik, prevalensi terjadinya gangguan skizoafektif ini adalah
sekitar 0,3% . Di Indonesia sendiri kasus skizoafektif belum dapat di prediksikan.2
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya yang menonjol dalam episode
penyakit yang sama, baik secara simulan atau secara bergantian dalam beberapa hari.
Bila gejala skizofrenia dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Gelaja yang khas pada pasien
skizofrenia berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam
persepsi, disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun
depresi.1
Standar untuk mendiagnosa skizoafektif berbeda-beda. Adapun standar yang
digunakan oleh para peneliti adalah Diagnostic and Statistical Manual Of Mental
Disorders (DSM). Ataupun internasional classifikasi of diasease (ICD). Kedua
standar ini juga terus dilakukan perubahan seiring dengan perkembangan waktu,
sehingga penggunaan kriteria diagnosis yang berbeda ini bisa berakibat kepada terapi
yang harus diberikan. Selain itu, jika dibandingkan dengan skizofrenia maupun
dengan gangguan afektif lainnya, maka skizoafektif termasuk kedalam gangguan jiwa
yang lebi berat.2
Menurut ICD-10, gangguanskizoafektif ini dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu
tipe manik, depresi, tipe campuran, gangguan skizoafektif tidak spesifik, gangguan
skizoafektif yang lain. Gangguan skizoafektif manik menunjukkan gejala skizofrenia
dan manik dalam satu episode sakit.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan skizoafektif adalah penyakit mental yang serius ang memiliki


gambaran skzofrenia dan gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala
khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan
afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu tipe manuk dan tipe
depresi.3

Skizofrenia adalah gangguan otak yang mendistorsi cara sesorag berpikir,


bertindak, mengungkapkan emosi, merasakan realitas, dan berhubungan dengan
orang lain. Manik merupakan kondisi yang berkebalikan dengan depresi, dimana
suasana hati penderita melambung tinggi, peningkatan ego penderita sehingga tidak
jarang mereka menjadi mudah tersinggung dan terusik, mereka merasa sangat bangga
terhadap dirinya sendiri, dan dapat melakukan hal sembrono, sepertimenghabiskan
tabungannya atau membuat keputusan besar yang beresiko tinggi.4

Skizofrenia adalah deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum


diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”)
yang luas, serta sejumlah akibat tergantung pada perimbangan pengaruh genetik,
fisik, dan sosial budaya.1

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik


dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) or tumpul
(blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.1

2.2 Sejarah
Di tahun 1913 George H. Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya
menggambarkan pasien dengan cirri campuran skizofrenia dan gangguan afektif
(mood). Karena pasiennya tidak mengalami perjalanandemensia prekoks ang
memburuk, Kerby dan Hoch mengklasifikasikan mereka di dalam kelompok psikosis
manik-depresi Emil Kraepelin. Di tahun 1933 Jacob Kasanin memperkenalkan istilah
“gangguan skizoafektif” untuk suatu gangguan dengan gejala skizofrenik dan gejala
mood yang bermakna. Pasien dengan gangguan ini juga ditandai oleh onset gejala
yang tiba-tiba, seringkali pada masa remajanya. Pasien cenderung memiliki tingkat
fungsi premorbid yang baik, dan seringkali suatu stressor yang spesifik mendahului
onset gejala. Riwayat keluarga pasien serigkali terdapat suatu gangguan mood.5

2.3 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1%,
kemungkinan dalam rentan 0,5%-0,8%. Namun angak tersebut angka adalah angka
perkiraan, pada pria lebih rendah daripada wanita. Onset umur pada wanita lebih
besar daripada pria, pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresi lebih sering
terjadi, sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar.
Laki-laki yang gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial.5

2.4 Etiologi

Penyebab gangguan skizoafektif belum diketahui secara pasti, tetapi empat


model konseptual telah dikembangkan. Berikut penjabarannya :
1. Gangguan skizoafektif dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan
mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi simultan skizofrenia dan
gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda,
yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan mood.
4. Gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan yang mencakup
ketiga kemungkinan pertama.3
(Kaplan HI, Sadock BJ. 2010. Buku ajar Psikiatri Klinis Edisi ke 2. Jakarta:
EGC)

2.5 Gejala Klinis

Seseorang yang mengalami gangguan skizoafektif akan mengalami gejala


waham (delusi) dan halusinasi yang merupakan gejala khas dari skizofrenia disertai
dengan gangguan perubahan suasana hati yang signifikan.(5) Pasien juga harus
memiliki setidaknya satu (lebih baik bila dua) dari gejala khas skizofrenia yang
tercantum dalam International Classification of Disease-10 (ICD-10).(6)
Tabel 1. Diagnosis Skizofrenia menurut ICD-10
ICD-10 diagnostic guidelines for schizophrenia(7)
One or more of the following symptoms :
a. Thought echo, insertion, withdrawal or broadcast
b. Delusions of control or passivity; delusional perception
c. Hallucinatory voices giving a running commentary; discussing the patient
among themselves or “originating” from some part of the body
d. Bizzare delusions
OR
Two or more of the following symptoms :
e. Other hallucinations that either occur every day for weeks or that are
associated with fleeting delusions or sustained overvalued ideas
f. Thought disorganization (loosening of association, incoherence, neologism)
g. Catatonic symptoms
h. Negative symptoms
i. Change in personal behavior (loss of interest, aimlessness, social withdrawal)

● Symptoms should be present for most of the time during at least 1 month
● Schizophrenia should not be diagnosed in the presence of organis brain disease
or during drug intoxication or withdrawal
Gejala-gejala afektif yang dijumpai khususnya pada gangguan skizoafektif
tipe manik diantaranya mood yang elasi dan adanya ide-ide kebesaran, terkadang
kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif. Terdapat peningkatan
energi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang terganggu, dan hilangnya
hambatannorma sosial, adanya waham kebesaran dan waham kejaran juga sering
ditemukan. Onset pada gangguan ini biasanya bersifat akut.(8)
Berikut gejala klinis skizofrenia berdasarkan pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III).(9)

● Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a. “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar
oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi
pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b. “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara
jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus). “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c. Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara
mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan
dunia lain).
● Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
e. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
● Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal).
● Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.

2.6. Diagnosis
Diagnosis dari gangguan skizoafektif ditegakkan dari hasil pemeriksaan yang
seksama mengingat luasnya tipe gejala klinis yang ditimbulkan. (5)Berikut merupakan
paduan diagnostik gangguan skizoafektif menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) ; (9)
● Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.
● Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
● Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami
suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi pasca
skizofrenia).Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang,
baik berjenis manik (F25.0) maupun depresi (F25.1) atau campuran dari
keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode skizoafektif
terselip di antara episode manik atau depresif (F30-F33).

Pedoman diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif tipe Manik (F25.0)


menurut PPDGJ-III ialah sebagai berikut :(9)
● Kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe manik yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif
tipe manik.
● Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak
begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak.
● Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi
dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia,
F20,- pedoman diagnostik (a) sampai dengan (d)).

Pedoman diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif tipe Depresif (F25.1)


menurut PPDGJ-III ialah sebagai berikut : (9)
● Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang
tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode didominasi
oleh skizoafektif tipe depresif.
● Afek Depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik
depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk
episode depresif (F32);
● Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknya ada
dua, gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam pedoman diagnostik
skizofrenia, F20.-, (a) sampai (d)).
Gangguan Skizoafektif tipe Campuran (F25.2), dapat ditegakkan diagnosisnya
apabila gangguan dengan gejala skizofrenia (F20.-) berada secara bersama-sama
dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6).(9)
Penegakkan diagnosis Gangguan Skizoafektif menurut Diagnostic and
Statistical Manual for Mental Disorder 5 (DSM-V) mencakup :(7)

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Skizoafektif menurut DSM-V


Diagnostic Criteria :
a. An uninterrupted period of illness during which there is a major mood episode
( major depressive or manic) concurrent with Criterion A of schizophrenia.
b. Delusions or hallucinations for 2 or more weeks in the absence of a major mood
episode (depressive or manic) during the life time duration of the illness.
c. Symptoms that meet criteria for a major mood episode are present for the
majority of the total duration of the active and residual portions of the illness.
d. The disturbance is not attributable to the effects of a substance (eg., a drug of
abuse, a medication) or another medical condition.
295.70 (F25.0) : Schizoaffective Disorder
Specify :
295.70 (F25.0) : Schizo-affective Disorder, Bipolar Type
295.70 (F25.1) : Schizo-affective Disorder, Depressive Type
Specify if : First episode, currently in acute episode; First episode, currently in partial
remission; First episode, currently in full remission; Multiple episodes, currently in
acute episode; Multiple episodes, currently in partial remission; Multiple episode,
currently in full remission; With catatonia; Unspecified.
Specify current severity : 0 (not present) to 4 (present and severe)

2.7. Diagnosis Banding

Diagnosis banding gangguan skizoafektif biasanya mencakup semua bentuk

gangguan mood dan skizofrenia.Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik,

pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik

gejala.Riwayat penyalahgunaan obat dengan atau tanpa uji penapisan toksikologi

positif dapat mengindikasikan gangguan terinduksi zat.(3)

Keadaan medis sebelumnya, pengobatan, atau keduanya dapat menyebabkan

gangguan psikotik dan mood.Setiap kecurigaan terhadap kelainan neurologis perlu

didukung dengan pemeriksaan pemindaian (scan) otak untuk menyingkirkan patologi

anatomis dan elektroensefalogram untuk menentukan setiap gangguan bangkitan

yang mungkin (cth. epilepsi lobus temporalis).Gangguan psikotik akibat gangguan

bangkitan lebih sering terjadi daripada yang terlihat pada populasi umum.Gangguan

tersebut cenderung ditandai dengan paranoia, halusinasi, dan ide rujukan.Pasien

epileptik dengan psikosis diyakini mempunyai tingkat fungsi yang lebih baik
daripada pasien dengan gangguan spectrum skizofrenik. Kontrol bangkitan yang lebih

baik dapat mengurangi psikosis.(3)

2.8 Penatalaksanaan

Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di

rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari

farmakologi untuk gangguan skizoafektif adalah antipsikotik untuk gejala skizofrenia

baik menggunakan antipsikotik tipikal serta pemberian obat mood stabilizer seperti

lithium karbonat, asam valproat, carbamazepine, dan natrium divalproat.10

Terapi psikofamaka yang diberikan pada skizoafektif tipe manic adalah obat

golongan mood stabilizer, baik lithium atau carbamazepin sama ektifnya. Prinsip

mendasari farmakologi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa antimanik

diberikan sesuai dngan afek yang menonjol dan bahwa antipsikotik digunakan

berdasakan gejala psikotik yang muncul.10

Pada skizoafektif tipe manik, terapi yang dilakukan lebih agresif untuk mencapai

konsentrasi obat dalam darah pada tingkat menengah sampai tinggi. Ketika pasien

sudah dalam fase maintenans, dosis dapat diturunkan untuk menghindari efek

samping yang tidak diinginkan. Pemeriksaan laboratorium darah berkala perlu

dilakukan untuk menilai fungsi thyroid, ginjal dan sel-sel darah.11

1. Psifarrmaka

Mood stabilizeradalah cara utama pengobatan gangguan bipolar dan diharapkan

dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan gangguan skizoafektif. Satu studi
yang membandingkan lithium dengan karbamazepin memperlihatkan superioritas

karbamazepin pada gangguan skizoafektif tipe depresif, tetapi tidak ada perbedaan

kedua agen tersebut untuk tipe bipolar. Namun, pada praktiknya, pengobatan tersebut

digunakan luas secara tersendiri, digunakan bersamaan, atau kombinasi dengan agen

antipsikotik.(3)

Pada episode manik, pasien skizoafektif sebaiknya diobati secara agresif

dengan pemberian dosis mood stabilizer dalam kisaran konsenterasi terapeutik sedang

sampai tinggi di dalam darah.Ketika pasien memasuki fase pemeliharaan, pemberian

dosis dapat dikurangi sampai rentang rendah sampai sedang untuk menghindari efek

samping dan efek potensial terhadap sistem organ (cth., tiroid dan ginjal) dan

memudahkan konsumsi dan kepatuhan pengobatan. Pemantauan laboratorium

terhadap konsenterasi obat dalam plasma dan penapisan periodic tiroid, ginjal, dan

fungsi hematologis harus dilakukan. Seperti pada semua kasus mania yang sulit

disembuhkan, pemakaian terapi elektrokonvulsif (ECT) harus dipertimbangkan.(3)

Berdasarkan definisi, banyak pasien skizoafektif menderita akibat episode

depresif mayor.Pengobatan dengan antidepressan menyerupai pengobatan depresi

bipolar.Perawatan dilakukan tetapi bukan untuk mencetuskan suatu siklus pergantian

cepat dari depresi menjadi mania dengan antidepresan.Pilihan antidepresan sebaiknya


memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor re-

uptake serotonin selektif (SSRI) (cth., fluoxetine [Prozac] dan sertraline [Zoloft]

sering digunakan sebagai agen lini pertama. Namun pasien teragitasi atau insomnia

dapat disembuhkan dengan antidepresan trisiklik.Seperti pada semua kasus depresi,

pemakaian ECT sebaiknya dipertimbangkan. Seperti telah disinggung sebelumnya,

agen antipsikotik bermanfaat pada pengobatan gejala psikotik gangguan skizoafektif.


(3)

Berikut ditampikan penggolongan obat anti psikotik tipikal dan atipikal :(12)

I. Obat Anti-psikosis Tipikal (Typical Anti Psychotics)

1. Phenotiazine

● Rantai Aliphatic : Chlorpromazine (Largacil)

● Rantai Piperazine : Perphenazine (Trilafon)

Trifluoperazine (Stelazine)

Fluphenazine (Anatensol)
● Rantai Piperidine : Thioridazine (Melleril)

2. Butyrophenone : Haloperidol (Haldol, Serenace,dll)

3. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide (Orap)

II. Obat Anti-psikosis Atipikal (Atypical Anti Psychosis)

1. Benzamide : Supiride (Dogmatil)

2. Dibenzodiazepine : Clozapine (Clozaril)

Olanzapien (Zyprexa)

Quetiapine (Seroquel)

Zotepine (Ludopin)

3. Benzisoxazole : Risperidone (Risperidol)

Aripiprazole (Abilify)

Mekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah memblokade Dopamine

pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbic dan sistem

ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala


positif.Sedangkan obat anti-psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap

“Dopamine D2 Receptors” juga terhadap “Serotonin 5HT2 Receptors” (Serotonin-

dopamine antagonist), sehingga efektif juga untuk gejala negatif.(12)

2. Psikososial

Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan keterampilan

sosial, dan rehabilitasi kognitif.Oleh karena bidang psikiatri sulit memutuskan

diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang sebenarnya, ketidakpastian

tersebut harus dijelaskan kepada pasien.Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena

pasien mengalami keadaan psikosis dan variasi kondisi mood yang terus

berlangsung.Anggota keluarga dapat mengalami kesulitan untuk menghadapi

perubahan sifat dan kebutuhan pasien tersebut.Perlu diberikan regimen obat yang

mungkin lebih rumit, dengan banyak obat, dan pendidikan psikofarmakologis.

Menurut pedoman National Institute for Health and Care Excellent (NICE),

setiap pasien dengan gejala skizofrenia harus diberikan terapi Cognitive Behavioural

Therapy (CBT) dan bagi keluarga dekat pasien harus di edukasikan untuk melakukan

terapi keluarga. Terapi CBT bisa membantu pasien dalam mengatasi waham dan
halusinasi berkepanjangan.Tujuannya ialah untuk meringankan penderitaan dan

kecacatan, dan tidak untuk menghilangkan gejala dari gangguan tersebut. Terapi CBT

mencakup :(13)

● Mencoba untuk menantang atau memiliki pikiran yang berbeda mengenai suara

(halusinasi auditorik) yang didengarkan.

● Membuat strategi untuk mengatasi suara yang didengarkan. Contohnya seperti

mendengarkan musik atau meminta suara yang didengarkan untuk pergi saja.

Dukungan psikologis merupakan hal yang sangat penting bagi pasien yang

mengalami gejala skizofrenia beserta keluarganya.Terapi keluarga dapat membantu

keluarga untuk mengurangi ekspresi yang berlebihan terkait gejala yang dialami

pasien, hal ini terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien.
(13)

Art therapies (Terapi seni) juga sangat membantu dalam mengatasi gejala

negatif pada pasien. Pasien juga diharapkan bisa berbagi pengalaman bersama

temannya yang mengalami gejala yang sama, hal ini diharapkan dapat membantu

pasien mendapatkan solusi yg tepat untuk mengatasi gejala-gejala yang dialaminya.(13)


2.9 prognosis

prognosis skizoafektif lebih baik dari pada skizofrenia tetapi lebih buruk bla
dibandingkan dengan gangguan mood. Perjalanan penyakitnya cenderung
tidak mengalami deteriorasi dan responnya terhadap litium lebih baik daripada
skizofrenia.

BAB III
LAPORAN KASUS

I IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 23 februari 1983
Umur : 36 tahun
Alamat : Rayeuk Glangglong, Matangkuli
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Aceh
TMRS : 11 November 2019
Tanggal Pemeriksaan : 25 November 2019

II Identitas Sumber Alloanamnesis


Nama : Tn. J
Alamat : Nagan Raya
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tani
Hubungan dg pasien : Abang kandung

III RIWAYAT PSIKIATRI


Data diperoleh dari:

1. Rekam medis : 017708


2. Autoanamnesis : 13 November 2019

A. Keluhan Utama

Mengamuk

a. Autoanamnesis
Pasien mengatakan bahwa dirinya di bawa ke Rumah Sakit Jiwa Aceh dipaksa

oleh abang nya untuk berobat. Pasien menegaskan bahwa dirinya tidak sakit. Ketika

anamnesa pasien mengaku mengamuk karna keinginan meminjam motor tidak

terpenuhi. Pasien mengaku mengamuk dengan menggunakan kata-kata kasar, bicara

kacau, melempar barang yang ada di sekitarnya. Pasien juga mengaku mendengarkan

bisik-bisikan dengan kata “Pergi” dan iya mengikuti bisakan tersebut. Pasien

mengatakan bahwa suaminya telah menikah lagi dengan wanita lain sudah 3 tahun

yang lalu. pasien menyakal mempunyai sakit fisik, menggunakan narkoba disangkal.

b. Alloanamnesis

Berdasarkan anamnesa yang dilakukan pada abang pasien, abang pasien

mengatakan bahwa perilaku adiknya mudah marah,banyak bicara, sering keluyuran

dan mengganggu lingkungan sekitar hal sudah memberat 3 hari SMRS. Abang pasien

juga mengatakan bahwa pasien pernah mengalami riwayat gangguan jiwa pada tahun

2013 dan terakir di rawat di bangsal zaitun di RS Calang pada bulan maret 2019.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Aceh diantar oleh

keluarganya dengan keluhan mengamuk, mudah marah, banyak bicara, sering

keluyuran dan mengganggu lingkungan sekitar hal ini sudah memberat 3 hari SMRS.

Pasien banyak bicara tidak seperti biasanya, terkadang juga berbicara sendiri di

kamar, keluyuran sampai tengah malam. Pasien menegaskan bahwa dirinya tidak

sakit. Ketika anamnesa pasien mengaku mengamuk karna keinginan meminjam

motor tidak terpenuhi. Pasien mengaku mengamuk dengan menggunakan kata-kata


kasar, bicara kacau, melempar barang yang ada di sekitarnya. Pasien juga mengaku

mendengarkan bisik-bisikan dengan kata “Pergi” dan iya mengikuti bisakan tersebut.

Pasien mengatakan bahwa suaminya telah menikah lagi dengan wanita lain sudah 3

tahun yang lalu. Namun pasien mengaku belum diceraikan. pasien menyangkal

mempunyai sakit fisik, menggunakan narkoba disangkal.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya

1. Riwayat psikiatrik: Pasien pernah dirawat di RS Calang sebelumnya

2. Riwayat penyakit medis umum: Tidak ada

3. Penggunaan NAPZA : Tidak ada

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak

E. Riwayat Pengobatan

Ada, pengobatan di RS sebelumnya.

F. Riwayat Sosial

Pasien merupakan anak ke 7 dari 7 bersaudara.Pasien sudah menikah. Pasien

memiliki 2 orang anak. Pasien tinggal bersama suami dan anak-anaknya.

G. Riwayat Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien ialah Sekolah dasar (tidak tamat).

H. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat perinatal

Pasien merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara, pasien adalah anak
yang diharapkan, selama mengandung ibu ada melakukan pemeriksaan kehamilan
dan tidak ada keluhan selama kehamilan, lahir spontan di bidan dengan berat dan
panjang badan normal.
2. Riwayat masa (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh orang tua, mendapatkan ASI eksklusif, pertumbuhan dan
perkembangan sesuai dengan anak seusiannya.Sejak kecil paling dekat dengan
ibunya.
3. Riwayat masa (4-11 tahun)
Pasien anak yang biasa saja, tidak pernah tinggal kelas, dapat beradaptasi
dengan teman sebayanya.
4. Riwayat masa remaja
Pasien merupakan anak yang dapat bergaul dengan baik.
5. Riwayat psikoseksual
Tidak mempunyai riwayat penyimpangan seksual.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internus

1. Kesadaran : Compos Mentis


2. Tekanan Darah : 100/70 mmHg
3. Frekuensi Nadi : 80 x/ menit
4. Frekuensi Napas : 19 x/ menit
5. Temperatur : 36.7 ˚C
B. Status Generalisata

1. Kepala : Normocephali (+)


2. Leher : Distensi vena jugular (-), pembesaran KGB (-)
3. Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
4. Jantung : BJ I >BJII , bising (-), iktus cordis di ICS V Linea

midclavicular sinistra

5. Abdomen : Asites (-), hepatomegali (-), nyeri tekan (-)


6. Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
Inferior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
7. Genetalia : Tidak diperiksa

C. Status Neurologi

1. GCS : E4V5M6
2. Tanda rangsangan meningeal : (-)
3. Peningatan TIK : (-)
4. Mata : Pupil isokor (+/+), Ø3mm/3mm,

RCL (+/+), RCTL (+/+)

5. Motorik : Dalam batas normal


6. Sensibilitas : Dalam batas normal
7. Fungsi luhur : Dalam batas normal
8. Gangguan khusus : Tidak ditemukan

IV. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum

1. Penampilan : Tidak Rapi, sesuai umur


2. Kebersihan : Tidak bersih
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Perilaku & Psikomotor : Hiperaktif
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif
B. Mood dan Afek

1. Mood : Hipertimik (Irritabel)


2. Afek : Appropriate
3. Keserasian Afek : Sesuai

C. Pembicaraan
Cepat
Spontan
Logorrhea

D. Pikiran

1. Arus pikir

● Koheren : (-)
● Inkoheren : (-)
● Neologisme : (-)
● Sirkumstansial : (-)
● Tangensial : (-)
● Asosiasi longgar : (-)
● Flight of idea : (+)
● Blocking : (-)

2. Isi pikir

● Waham

1. Waham Bizzare :(-)


2. Waham Somatik :(-)
3. Waham Erotomania :(-)
4. Waham Paranoid

● Waham Curiga : (-)


● Waham Kebesaran : (-)
● Waham Referensi : (-)
● Waham Dikendalikan : (-)
● Thought

1. Thought Echo : (-)


2. Thought Withdrawal : (-)
3. Thought Insertion : (-)
4. Thought Broadcasting : (-)

E. Persepsi

1. Halusinasi

● Auditorik : (+)
● Visual : (-)
● Olfaktorius : (-)
● Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)

F. Intelektual
1. Intelektual : Terganggu
2. Daya konsentrasi : Terganggu
3. Orientasi

● Diri :Pasien mampu mengenali anggota keluarganya


● Tempat : Pasien tahu sedang berada dimana
● Waktu : Pasien tidak dapat menyebutkan jam, hari tanggal dan
tahun

4 Daya ingat

● Seketika : Tidak terganggu


● Jangka Pendek : Tidak terganggu
● Jangka Panjang : Tidak terganggu

5. Pikiran Abstrak : Terganggu


H. Daya nilai

● Normo sosial : Terganggu


● Uji Daya Nilai : Terganggu

I. Pengendalian Impuls : Tidak terganggu


J. Tilikan : T2
K. Taraf Kepercayaan : Dapat dipercaya

V. RESUME
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Aceh diantar oleh

keluarganya dengan keluhan mengamuk, mudah marah, banyak bicara, sering

keluyuran dan mengganggu lingkungan sekitar hal ini sudah memberat 3 hari SMRS.

Pasien banyak bicara tidak seperti biasanya, terkadang juga berbicara sendiri di

kamar, keluyuran sampai tengah malam. Pasien menegaskan bahwa dirinya tidak

sakit. Ketika anamnesa pasien mengaku mengamuk karna keinginan meminjam

motor tidak terpenuhi. Pasien mengaku mengamuk dengan menggunakan kata-kata

kasar, bicara kacau, melempar barang yang ada di sekitarnya. Pasien juga mengaku

mendengarkan bisik-bisikan dengan kata “Pergi” dan iya mengikuti bisakan tersebut.
Pasien mengatakan bahwa suaminya telah menikah lagi dengan wanita lain sudah 3

tahun yang lalu. Namun pasien mengaku belum diceraikan. pasien menyangkal

mempunyai sakit fisik, menggunakan narkoba disangkal.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah

100/60 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi napas 19x/menit, temperatur

36.5˚C, .Hasil pemeriksaan umum didapatkan dalam batas normal.

Pada pemeriksaan status mental, tampak perempuan, tidak rapi, perawakan

sesuai usia, aktivitas psikomotor: gaduh gelisah, sikap terhadap pemeriksa:

kooperatif, mood: hipertimik (irritebel), afek: Appropriate, keserasian afek: serasi,

pembicaraan: cepat, spontan dan loggorhea, arus pikir : Flight of idea,isi pikir

:halusinasi audiotorik ditemukan pada pasien. Pasien mengalami tilikan T2 karena

pasien merasa sehat dan tidak sakit namun mengakui tidak dapat mengontrol dirinya,

dengan taraf kepercayaan dapat dipercaya.

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. 25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik


2. F30.2 Mania dengan gejala psikotik

VII. DIAGNOSIS KERJA


F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Axis I : Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Axis II : Tidak ada
Axis III : Tidak ada
Axis IV : Tidak ada
Axis V : GAF 40-31

IX. TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
Injeksi Lodomer 5 mg

Merlopam 1x2 mg

Risperidon 2 x 2mg

Lorazepam 1x2 mg

Trihexylphenidil 2x2 mg

B. Terapi Psikososial

1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan menjelaskan


pentingnya kepatuhan minum obat bagi kesembuhan penyakit pasien.
2. Meningkatkan kemampuan sosial pasien seperti membina komunikasi
interpersonal yang baik
3. Menjelaskan kepada keluarga & orang disekitar pasien mengenai
kondisi pasien dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi
dukungan kepada pasien agar proses penyembuhannya lebih baik.
X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia

XI. FOLLOW-UP HARIAN


Tgl Pemeriksaan Evaluasi Terapi

S/ pasien gaduh gelisah, mood Injeksi Lodomer 5 mg amp


25 November
tidak stabil, tidur (-), keluyuran
2019 jika TD >100/60 mmHg
(+), teriak-teriak (+),mengamuk
(+) Merlopam 1x2 mg

O/Penampilan : perempuan,
sesuai usia,tidak rapi

Kesadaran : compos mentis

Sikap : kooperatif

Psikomotor : gaduh gelisah

Pembicaraan:cepat,spontan,dan
loggorhea

Proses pikir : asosiasi longgar

Isi pikir : waham (+) halusinasi


(+), ilusi (-)

Mood : hipertimik
Afek : Ekspansive

Keserasian : sesuai

Tilikan : T2

Ttv : TD : 100/70 mmhg

HR : 80x/i

RR : 19x/i

T: 36,6

A/ Gangguan Skizoafektif tipe

Manik

S/ pasien kooperatif (+) pasien


26 November Injeksi Lodomer 5 mg amp
merasa pusing (+) pasien
2019
merasa ada yang berbisik (stop)
“pergi-pergi” Risperidon 2x2mg

O/Penampilan : perempuan, Lorazepam 1x2 mg


sesuai usia,tidak rapi

Kesadaran : compos mentis

Sikap : kooperatif

Psikomotor : gaduh gelisah

Pembicaraan:cepat,spontan,dan
loggorhea

Proses pikir : asosiasi longgar

Isi pikir : waham (+) halusinasi


(+), ilusi (-)

Mood : hipertimik

Afek : Ekspansive

Keserasian : sesuai

Tilikan : T2

Ttv : TD : 110/70 mmhg

HR : 80x/i

RR : 19x/i

T: 36,6

A/ Gangguan Skizoafektif tipe

Manik

S/ pasien kooperatif (+) pasien Risperidon 2 x 2mg


27 november
merasa pusing (-) pasien tenang
2019 Lorazepam 1x2 mg
(-)

O/Penampilan : perempuan, Trihexylphenidil 2x2 mg


sesuai usia,tidak rapi

Kesadaran : compos mentis

Sikap : kooperatif

Psikomotor : gaduh gelisah

Pembicaraan:cepat,spontan,dan
loggorhea
Proses pikir : asosiasi longgar

Isi pikir : waham (+) halusinasi


(+), ilusi (-)

Mood : hipertimik

Afek : Ekspansive

Keserasian : sesuai

Tilikan : T2

Ttv : TD : 110/60 mmhg

HR : 70x/i

RR : 18x/i

T: 36,6

A/ Gangguan Skizoafektif tipe

Manik
36

BAB IV

PEMBAHASAN
Pasien dibawa oleh keluarganya karena mengamuk, mudah marah, banyak bicara,

sering keluyuran dan mengganggu lingkungan sekitar hal ini sudah memberat 3 hari SMRS.

Pasien banyak bicara tidak seperti biasanya, terkadang juga berbicara sendiri di kamar,

keluyuran sampai tengah malam.

Pasien perempuan usia 37 tahun. Dari beberapa literature juga menyebut kan

prevalensi tertinggi yaitu pada perempuan dan memuncak pada setelah pernikahan.

Pada pemeriksaan status mental, tampak perempuan, tidak rapi, perawakan sesuai

usia, aktivitas psikomotor: gaduh gelisah, sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, mood:

hipertimik (irritebel), afek: Appropriate, keserasian afek: serasi, pembicaraan: cepat, spontan

dan loggorhea, arus pikir : Flight of idea,isi pikir :halusinasi audiotorik ditemukan pada

pasien. Oleh karena itu pasien ini didiagnosis gangguan skizoafektif tipe manik, dikarenakan

adanya skizofrenia dan gangguan afektif yang sama-sama menonjol pada saat yang

bersamaan (simultaneously)..

Gejala psikotik pada pasien dijumpai adanya halusinasi audiotorik dan dijumpai pula

adanya delusion pada pasien yang menjadi kriteria diagnosis skizofrenia. Gejala manik yang

dapat kita temui pada pasien diantaranya adalah pasien kebanyakan bicara (logorrhea) dan

susah tidur.

Pasien ini mendapatkan terapi Injeksi Lodomer 5 mg, Merlopam 1x2 mg, Risperidon

2 x 2mg, Lorazepam 1x2 mg, Trihexylphenidil 2x2 mg.

Risperidon merupakan antipsikotik golongan benzixazole. Risperidone merupakan

obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai

antipsikotik setelah clozapine.Rumus kimianya adalah benzisoxazole derivative.Absorpsi


37

risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam

dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS.Pemakaian risperidone yang teratur dapat

mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga

baik digunakan dalam dosis pemeliharaan. Pemakaian riperidone masih diizinkan dalam

dosis sedang, setelah pemberian APG I dengan dosis yang kecil dihentikan, misalnya pada

pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan perilaku yang di hubungkan dengan

demensia. 14

Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I tetapi

hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki fungsi kognitif

tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya demensia

Alzheimer.4 Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6

menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Hydroxyrisperidone

mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara dengan risperidone.

Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperiodne dihambat oleh antidepresan

fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6

dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone

harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat

ini dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4

sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin

disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah.13,14Dosis optimal - 4 mg / hari

dengan 2 x pemberian.Pada orang tua, gangguan liver atau ginjal dimulai dengan 0,5 mg,

ditingkatkan sp 1 – 2 mg dengan 2 x pemberian. Umumnya perbaikan mulai terlihat dalam 8

minggu dari pengobatan awal, jika belum terlihat respon perlu penilaian ulang.Kadar puncak

plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.


38

Merlopam merupakan antipsikotik golongan benzodiazepine. Benzodiazepine

merupakan akibat aksi gammaamonibutyric acid (GABA) sebagai neutransmiter penghambat

di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan meningkatkan

kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida

terbuka dan terjadi hiperpolarisasi sinaptikmembran sel dan mendorong post sinaptik

membran sel tidak dapat dieksitasi. Benzodiazepine tidak menggantikan GABA, yang

mengikat pada alpha sub-unit, tetapi meningkatkan frekuensipembukaan saluran yang

mengarah ke peningkatan konduktansi ion klorida dan penghambatanpotensial aksi. Hal ini

menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol,antikonvulsi dan

relaksasi otot skeletal.12

Trihexylphenidil adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral lebih kuat

daripadaperifer, sehingga banyak digunakanuntuk terapi penyakit parkinson. Efek sentral

terhadap susunan saraf pusat akan merangsang pada dosis rendah dan mendepresi pada dosis

toksik.15,16 Triheksifenidil adalah senyawa piperidin, dengan daya antikolinergik dan efek

sentralnya mirip atropin namun lebih lemah. Efek terapeutik sama seperti atropin, meskipun

efek samping yang tidak diinginkan jarang terjadi dan bila terjadi efek samping lebih berat. 16

Mula kerjanya triheksifenidil 1 jam dengan t½ eliminasi: 3.3 4.1 jam, konsentrasi puncak

dicapai dalam waktu 1-1.5 jam, dan memiliki masa kerja 1-12 jam.15,17 Obat ini spesifik untuk

reseptor muskarinik (menghambat reseptor asetilkolin muskarinik).

Triheksifenidil bekerja melalui neuron dopaminergik. Mekanismenya mungkin

melibatkan peningkatan pelepasan dopamin dari vesikel prasinaptik, penghambatan ambilan

kembali dopamin ke alam terminal saraf prasinaptik atau menimbulkan suatu efek agonis

pada reseptor dopamin pascasinaptik.Triheksifenidil memiliki efek menekan dan

menghambat reseptor muskarinik sehingga menghambat sistem saraf parasimpatetik, dan

juga memblok reseptor muskarinik pada sambungan saraf otot sehingga terjadi relaksasi.
39

Pemberian secara oral triheksifenidil diabsorbsi cukup baik dan tidak terakumulasi

dijaringan. Ekskresi terutama bersama urin dalam bentuk metabolitnya. 15Dosis spesifik sesuai

dengan kebutuhan pasien.Terapi harus mulai dosis terendah yang direkomendasikan dan

dinaikkan secara bertahap dengan melihat kondisi klinis dan adanya kejadian

toleransi.Triheksifenidil diberikan 1 mg sampai 4 mg 2 kali sampai 3 kali sehari dan dosis

tidak lebih dari 15 mg sehari. Dosis dinaikan sampai diperoleh hasil yang diharapkan.

Triheksifenidil diberikan 4 sampai dengan 8 minggu, dan coba diturunkan untuk melihat

apakah pasien masih membutuhkan. Obat dihentikan secara perlahanselama satu sampai

dengan duaminggu.15

Untuk mencegah kekambuhan, banyak hal lainnya yang dapat dilakukan selain

menganjurkan pasien untuk konsisten dalam terapi farmakologi, diantaranya dengan cara

memberikan psikoedukasi yang baik kepada pasien terkait kondisinya. Selain itu perawatan

berbasis keluarga juga sangat diperlukan, keluarga diharapkan lebih memahami kondisi sakit

mental yang dialami pasien, memahami pula berbagai cara yang dapat dianjurkan kepada

pasien untuk menangani gejala yang timbul, serta keluarga dapat menunjang perbaikan

komunikasi pada pasien. Hal ini bisa membangkitkan perbaikan fungsi sosial di dalam diri

pasien sehingga pasien bisa semakin produktif dari hari ke hari, dan tentunya dapat

meminimalisir angka kekambuhan.Cognitive Behavioural Therapy (CBT) dan Electro-

convulsive Therapy (ECT) juga dinilai sangat baik dalam mencegah terjadinya kekambuhan

pada pasien dengan gangguan skizoafektif.

BAB IV

KESIMPULAN
40

Gangguan skizoafektif merupakan suatu penyakit dengan gejala psikotik yang persisten

seperti halusinasi atau delusi, dimana gejala ini terjadi bersamaan (simultaneously) dengan

masalah suasana perasaan (mood disorder) seperti depresi, manik atau episode

campuran.Gangguan skizoafektif merupakan permasalahan mental yang bersifat

kronis.Sebagian diantara paasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif

berulang, baik yang tipe manik, depresif, maupun campuran keduanya.

Terapi pada pasien skizoafektif terbagi menjadi terapi farmakologis dan terapi non-

farmakologis. Pada kasus gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi yang diberikan

adalah terapi anti-psikotik dan mood stabilizer, diantaranya mencakup Clozapine 250mg, dan

Depakote ER 500mg. Terapi non-farmakologis yang dianjurkan untuk gangguan skizoafektif

tipe manik diantaranya Cognitive-Behavioural Therapy, Psikoedukasi, Family-Based Service,

Art therapies, dan lain sebagainya. Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat seberapa jauh

menonjolnya gejala skizofrenia nya, atau gejala gangguan afektif nya. Semakin menonjol

dan persisten gejala skizofrenianya, maka prognosisnya akan semakin buruk. Sebaliknya

apabila gejala-gejala afektifnya tampak lebih menonjol, maka prognosis diperkirakan akan

lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA.
41

1. Muslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan PPDGJ III dan DSM-5. Bagian Ilmu
Kesehatan Jiwa. FK Universitas Unika Atma Jaya: Jakarta. 2013

2. Aprin Enny Kartika. 2016. Pola Pengobatan Dan Outcome Terapi Pasien
Skizoafektif. Universitasgadjah Mada. Diunduh dari Http://Etd.Repositoryugm.Ac.Id/

3. Sadock, Benjamin J. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. Jakarta:
EGC: 2010.

4. Elvara D. S. Hadisukanto G. editor Kusmadewi I., Siste K. 2014. Buku Ajar psikiatri.
Edisi II. Jakarta. Fakultas Kedokteran Indonesia

5. Melissa Conrad stoppler. 2013. Schozeaffective. Diakses melalui:


http://www.medinenet.com [29 november 2019]

6. The National Alliance on Mental Illness. 2012. Schizoaffective Disorder. Arlington


Virginia : NAMI
7. Birrel, Marwick. 2013. Psychiatry 4th ed. United Kingdom: Elsevier Inc
8. American Psychiatryc Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders 5th ed. Arlington VA: American Psychiatryc Association
Publishinh
9. Kharisma, A.A Gede Ocha Rama KP. 2015. Gangguan Skizoafektif Tipe Manik.
Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayan
10. Maramis. W.F. 2011. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press
11. Maslim, Rusdi.2016. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya
12. Maslim, Rusdi. 2014 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik 4th ed. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
13. Katona,Cornelius, Cooper,Claudia, Robertson,Mary. 2012. Psychiatry at a Glance. 5th
ed. London: Wiley Blackwell
14. Antipsychotic Medications, Consumer Medication Brochure Series, Published: 2009,
Sydney South West Area Health Service, NSW Health Mental Health Service.
15. Tyaswati JE. Antikolinergikdalam Psikofarmakologi (Pengetahuan mengenai macam-
macam obat yangdigunakan di Kedokteran Jiwa). Surabaya: Srikandi;2006.

Anda mungkin juga menyukai