Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/321825158

MEMBANGUN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS (REASONING


MATHEMATICS ABILITY )

Article · December 2017

CITATIONS READS

0 9,214

2 authors:

Nurma Nita Edy Surya


State University of Medan State University of Medan
6 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    270 PUBLICATIONS   689 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Koneksi Meatematika dalam Kehidupan Sehari-hari View project

Development of Learning Devices Oriented Problem Based Learning to Increase Student’s Combinatorial Thinking in Mathematical Problem Solving Ability View project

All content following this page was uploaded by Nurma Nita on 15 December 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MEMBANGUN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS
(REASONING MATHEMATICS ABILITY )
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Nurmanita1, Edy Surya2


1)
Mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan Matematika Unimed
2)
Dosen Program Pascasarjana Pendidikan Matematika Unimed
1)
Email: nitanurma90@gmail.com
2)
Email: edy_surya71@yahoo.com

ABSTRAK

Kemampuan penalaran matematis merupakan aspek yang sangat penting


yang perlu dimiliki oleh siswa yang ingin berhasil dalam belajarnya.
Kemampuan penalaran juga merupakan pondasi dalam pembelajaran
matematika. Bila kemampuan penalaran matematis siswa tidak dibangun,
maka bagi siswa matematika hanya akan manjadi materi yang mengikuti
serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui
maknanya.

Kata kunci : Penalaran matematis, pembelajaran matematika.

Pendahuluan
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia dituntut
memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar, dan bekerjasama
secara efektif sehingga dapat berkembang maju di masa globalisasi ini. Dalam upaya
mengantisipasi perkembangan yang semakin maju tersebut, pembelajaran matematika di
kelas perlu direformasi, (Tandaliling, 2011).
Dalam pembelajaran matematika, terdapat beberapa kemampuan yang merupakan
kemampuan matematis, baik itu kemampuan dalam hal konten materi ataupun dalam hal
proses matematis, salah satu kemampuan matematis berdasarkan proses matematis adalah
kemampuan penalaran.
Sampai saat ini peran guru dalam membangun kemampuan penalaran matematis
siswa khususnya dalam pembelajaran matematika masih sangat terbatas. Tugas dan peran
guru bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of knowledge), tetapi sebagai
pendorong siswa belajar (stimulation of learning) agar dapat mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran
dipahami dan dilatih melalui belajar materi matematika.

Pengertian Kemampuan Penalaran Matematis


Penalaran merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan yang
berdasarkan beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan
sebelumnya. Menurut Shurter dan Pierce (Dahlan, 2011) istilah penalaran diterjemahkan
dari reasoning yang didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan
fakta dan sumber yang relevan. Dengan demilian, penalaran merupakan suatu kegiatan,
suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat
pernyataan baru berdasarkan pada pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan
sebelumnya dengan cara mengaitkan fakta-fakta yang ada.
Adapun ciri-ciri penalaran adalah sebagai berikut:
a. Adanya suatu pola berpikir yang disebut logika. Dalam hal ini dikatakan
bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir
logis ini diartikan sebagai berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut
logika tertentu.
b. Proses berpikirnya bersifat analisis. Penalaran merupakan suatu kegiatan
yang mengandalkan diri pada suatu analisis, dalam rangka bepikir yang
dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang
bersangkutan.
Selanjutnya, kemampuan penalaran matematis merupakan tahapan berpikir matematik
tingkat tinggi yang mencakup kapasitas berpikir secara logik dan sistematik. Menurut Ball
& Bass (Lithner, 2012)” Mathematical reasoning is no less than a basic skil” yang artinya
"Penalaran matematika tidak kurang dari keterampilan dasar" dan menurut Umay (Gunhan,
2014)’’ Reasoning is a skill that is demonstrated during the advanced stages of thought yag
diartikan dengan penalaran adalah keterampilan yang ditunjukkan selama tahap lanjutan
dari pemikiran, dengan kata lain, selama proses penalaran matematis dan yang merupakan
pemikiran matematika. Webster (Gunhan, 2014)’’ the ability to think coherently and
logically and draw inferences or conclusions from facts known or assumed ’’ yang
diartikan penalaran sebagai "kemampuan berpikir runtut dan logis dalam menarik
kesimpulan atau kesimpulan dari fakta-fakta yang diketahui atau diasumsikan. Selanjutnya
Rizky (2017) menyatakan bahwa penalaran adalah tindakan atau proses berfikir untuk
menyimpulkan sesuatu. Matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dari bernalar
dan merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang
berhubungan dengan bilangan. Penalaran atau kemampuan untuk berpikir melalui ide-ide
yang logis merupakan dasar dari matematika. Dengan demikian, penalaran matematis
adalah suatu aktivitas atau proses penarikan kesimpulan yang ditandai dengan adanya
langkah-langkah proses berpikir.
Menurut Subanidro (2012) kemampuan penalaran matematik adalah kemampuan
untuk menghubungkan antara ide-ide atau objek-objek matematika, membuat, menyelidiki
dan mengevaluasi dugaan matematik, dan mengembangkan argumen-argumen dan bukti-
bukti matematika untuk meyakinkan diri sendiri dan orang lain bahwa dugaan yang
dikemukakan adalah benar. Senada dengan hal itu Hartati (2017) menyatakan bahwa
kemampuan penalaran matematis merupakan salah satu bagian yang utama yang hendak
dicapai dalam tujuan pembelajaran matematika.
Anjar dan Sembiring (dalam Mulia, 2014) seseorang dikatakan melakukan
penalaran matematika jika dia dapat melakukan validasi, membuat konjektur, deduksi,
justifikasi, dan eksplorasi.
a. Validasi yaitu menerapkan dan menguji suatu pernyataan pada kasus-kasus khusus
tertentu.
b. Konjektur yaitu membuat dugaan yang berdasarkan penalaran logika ataupun fakta.
c. Deduksi yaitu mencari dan membuktikan akibat-akibat yang diimplikasikan oleh
suatu pernyataan.
d. Justifikasi yaitu membuktikan suatu pernyataan dengan didasarkan pada definisi,
teorema ataupun lemma yang sudah dibuktikan sebelumnya.
e. Eksplorasi yaitu mengutak atik segala kemungkinan.
Indikator kemampuan penalaran matematis yang dikemukakan oleh TIM PPPG
Matematika (dalam Damayanti, 2012) adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan dugaan
b. Melakukan manipulasi matematik
c. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi
d. Menarik kesimpulan dari pernyataan
e. Memeriksa kesahihan suatu argument
f. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Secara garis besar penalaran terbagi menjadi dua, yaitu penalaran deduktif dan
penalaran induktif. Dapat dilihat dalam gambar dibawah ini.

Gambar a. Pendekatan Induktif VS Pendekatan Deduktif

1. Penalaran deduktif
Penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang umum menuju
hal yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang ada. Menurut Sumarmo dan Hendriana
(2014) penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang
disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan
tidak kedua-duanya bersama-sama. Penalaran deduktif dapat tergolong tingkat rendah atau
tingkat tinggi. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif adalah sebagai
berikut:
a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu
b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi berdasarkan proporsi yang
sesuai, berdasarkan peluang, korelasi antara dua variabel, menetapkan kombinasi
beberapa variabel
c) Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan
induksi matematika
d) Menyusun analisis dan sintesis beberapa kasus
Penalaran deduktif menjamin kesimpulan yang benar jika premis dari argumennya
benar,dan argumennya valid (logis). Adapun jenis-jenis penalaran deduktif yaitu modus
ponens, modus tollens, dan silogisme.
a. Modus Ponens
Modus ponens merupakan hubungan antara premis-premis. Premis pertama
merupakan pernyataan kondisional yaitu menggunakan “Jika.... (merupakan anteseden),
maka ...“(merupakan konsekuen). Premis kedua bukan pernyataan kondisional. Ada dua
jenis penalaran modus ponens yaitu memperkuat anteseden dan memperkuat konsekuen.
Yang dimaksud dengan memperkuat anteseden berarti bahwa bila premis kedua
memperkuat anteseden yang benar pada premis pertama. Jenis penalaran ini menuju pada
kesimpulan yang valid dan sah. Bentuk formalnya adalah :

p→q
q
maka q

Yang dimaksud dengan memperkuat konsekuen berarti bila premis kedua


memperkuat konsekuen yang benar pada premis pertama. Jenis penalaran menuju pada
kesimpulan yang tidak valid atau tidak sah. Adapun bentuk formalnya adalah:

p→q
q
maka p

b. Modus Tollens
Ada dua jenis penalaran modus tollens, yaitu menyangkal anteseden dan
menyangkal konsekuen. Yang dimaksud menyangkal konsekuen berarti bahwa bila premis
kedua menyangkal konsekuen yang salah (negasi) pada premis pertama. Jenis penalaran ini
menghasilkan kesimpulan yang valid atau sah. Bentuk formalnya adalah:
p→ q
~q
maka ~p
Yang dimaksud menyangkal anteseden berarti bahwa bila premis kedua anteseden
yang salah (negasi) pada premis pertama. Jenis penalaran ini menuju pada kesimpulan
yang tidak valid atau tidak sah. Bentuk formalnya adalah
p→ q
~p
maka ~q
Ada dua faktor yang seringkali menimbulkan kesalahan dalam
penalaran modus ponens atau modus tollens yang ditemukan dalam pembelajaran, yaitu :
(1) karena keabstrakan permasalahan, dan (2) karena pernyataan memuat informasi yang
negatif. Siswa akan lebih memahami secara akurat pada saat permasalahan menggunakan
contoh–contoh konkrit. Apabila permasalahannya bukan contoh konkrit atau
permasalahannya termasuk abstrak maka mereka akan lebih sulit.
c. Silogisme
Penalaran silogisme adalah bentuk pemikiran yang kesimpulannya muncul secara
signifikan setelah ada pemyataan-pernyataan yang diturunkan secara mutlak. Silogisme
terdiri dari dua premis atau dua pernyataan yang harus diasumsikan benar dan ditambah
dengan suatu kesimpulan. Silogisme hipotetik, kedua premisnya merupakan proposisi
kondisional. Silogisme dalam bentuk umum adalah.
Silogisme bisa dinyatakan dengan kata-kata semua, beberapa, tidak satupun atau
istilah-istilah lain yang sejenis.
Silogisme sebagai prosedur penalaran menurunkan konklusi yang benar atas dasar
premis-premis yang benar. Argumen yang valid dapat menghasilkan kesimpulan yang
benar, argumen yang tidak valid dapat pula secara sepintas masuk akal akan tetapi ada juga
argumen yang valid menghasilkan kesimpulan yang tak benar. Kesalahan umum dalam
penalaran silogisme yaitu siswa membuat konversi gelap, dan dipengaruhi oleh keyakinan
yang bias. Keyakinan efek bias dalam penalaran silogisme terjadi ketika siswa membuat
pertimbangan didasarkan prioritas keyakinan, dari pada aturan logis.
2. Penalaran induktif
Penalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dengan mengambil suatu
kesimpulan yang bersifat umum atau membuat suatu pernyataan baru dari kasus-kasus
yang khusus. Sumarmo dan Hendriana (2014) mengemukakan beberapa kegiatan yang
tergolong penalaran induktif yaitu sebagai berikut
1. Transduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu kasus atau sifat khusus yang satu
diterapkan pada kasus yang khusus lainnya
2. Analogi yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses
3. Generalisasi yaitu penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang
teramati.
4. Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan, interpolasi, dan ekstrapolasi.
5. Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada.
6. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun konjektur
Penalaran induktif terdiri dari tiga jenis, yaitu generalisasi, analogi, dan sebab–
akibat. Penalaran induktif yang penulis kaji dalam penelitian ini adalah generalisasi,
analogi dan kausal.
a. Generalisasi
Penalaran ini meliputi pengamatan terhadap contoh-contoh khusus dan menemukan
pola atau aturan yang melandasinya.
b. Analogi
Analogi adalah membandingkan dua hal (situasi atau kondisi) yang berlainan
berdasarkan keserupaannya, kemudian menarik kesimpulan atas dasar keserupaan tersebut.
Ada dua analogi, yaitu analogi induktif dan analogi deklaratif atau analogi penjelas.
Analogi induktif adalah analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipil yang
berbeda antara dua fenomena. Sedangkan analogi deklaratif atau analogi penjelas
merupakan suatu metode untuk menjelaskan belum dikenal atau masih samar, dengan
menggunakan hal yang sudah dikenal.
c. Kausal
Hubungan sebab akibat dimulai dari beberapa fakta yang kita ketahui. Dengan
menghubungkan fakta yang satu dengan fakta yang lain, dapatlah kita sampai kepada
kesimpulan yang menjadi sebab dari fakta itu atau dapat juga kita sampai kepada akibat
fakta itu.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diuraikan diatas, maka kemampuan
penalaran matematis adalah satu kegiatan berpikir manusia untuk menarik kesimpulan
yang sah, yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Dalam penelitian ini,
kemampuan penalaran matematis yang akan diteliti meliputi lima kemampuan. Kelima
kemampuan tersebut adalah:
a. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis;
b. Menarik kesimpulan secara generalisasi
c. Menarik kesimpulan secara silogisme
d. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.
e. Menarik kesimpulan logis

Contoh Soal

….. ……

Gbr 1 Gbr 2 Gbr 3 Gbr 4 Gbr 5


1. Perhatikan gambar diatas! Tentukanlah berapa jumlah bola yang dibutuhkan dalam
pola ke 5 agar membentuk segitga sama sisi?
Jawaban:
Pola Gambar
Pola 1

Pola 2

Pola 3

Pola 4

Pola 5
jumlah bola yang dibutuhkan dalam
pola ke 5 agar membentuk segitga
sama sisi adalah 21 bola.

2. Perhatikan gambar dibawah ini ! Satu segitiga membutuhkan 3 titik sudut agar
membentuk segitiga sama sisi. Kesimpulan apa yang kamu peroleh pada titik sudut
dalam pola ke 5?

3. Perhatikan gambar diawah ini ! tentunkanlah luas daerah segitiga tersebu


Jawaban
Pola 1 ====== 3 titik sudut
Pola 2 ====== 6 titik sudut
Pola 3 ====== 10 titik sudut
Pola 4 ====== 15 titik sudut
Pola 5 ====== 21 titik sudut
3. Perhatikan segitiga –segitiga dibawah ini! Jika luas daerah yang diarsir pada gambar
pertama adalah ¾ bagian, pada gambar kedua 3/5 bagian. Maka pada gambar ketiga
adalah ……

Jika luas daerah yang diarsir pada gambar pertama adalah ¾ bagian, pada gambar kedua
3/5 bagian. Maka pada gambar ketiga diperoleh dengan:
Andaikan a = 2/5, c = ¼ b =….?
Jika a + b + c = 1
Maka;
2 1
+b+ =1
5 4
2 1
+ +b=1
5 4
8 5
+ +b=1
20 20
13
+b=1
20
13
1− =b
20
20 13
− =b
20 20
7
=b
20
7
Maka pada gambar yang ketiga luas daerah yang diarsir adalah 20
Bukti :
8 5 7
+ + =1
20 20 20
20
=1
20

Jawaban:
1=1 ( Terbukti)
4. Tentukan luas daerah segitiga berikut:

Jawab:
Segitiga I
Alas : 5 satuan
Tinggi: 6 satuan
1 30
Maka luas daerah segitiga adalah = 2 x6x5 = = 15 satuan luas
2

Segitiga II

Alas: 10 satuan
Tinggi: 4 satuan
1 40
Maka luas daerah segitiga adalah = 2 x10x4 = = 20 satuan luas
2

Penalaran Matematis: Aspek Penting Yang Perlu Perhatian


Pentingnya kemampuan penalaran matematis bagi siswa tercantum dalam tujuan
pembelajaran matematika di sekolah, yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam
menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, serta
mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide
melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, peta, diagram, dan sebagainya (Depdiknas, 2006).
Kemampuan penalaran matematis membantu siswa dalam menyimpulkan dan
membuktikan suatu pernyataan, membangun gagasan baru, sampai pada menyelesaikan
masalah-masalah dalam matematika. Oleh karena itu, kemampuan penalaran matematis
harus selalu dibiasakan dan dikembangkan dalam setiap pembelajaran matematika.
Pembiasaan tersebut harus dimulai dari kekonsistenan guru dalam mengajar terutama
dalam pemberian soal-soal yang non rutin. Turmudi (Sumartini, 2015) menyatakan bahwa
penalaran matematis merupakan suatu kebiasaan otak seperti halnya kebiasaan yang lain
yang harus dikembangkan secara konsisten dengan menggunakan berbagai macam konteks
Selain itu, dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000),
tercantum bahwa melalui pembelajaran matematika terdapat 5 keterampilan proses yang
perlu dimiliki siswa yaitu: (1) Pemecahan masalah (problem solving); (2) Penalaran
dan pembuktian (reasoning and proof); (3) Komunikasi (communication); (4) Koneksi
(connection); dan (5) Representasi (representation). Keterampilan-keterampilan tersebut
merupakan keterampilan berpikir matematika tingkat tinggi (high order mathematical
thinking) yang penting untuk dikembangkan oleh siswa dalam proses pembelajaran
matematika.

Peran Guru Dalam Membangun Penalaran Matematis Siswa di Kelas


Penelitian yang dilakukan Shimizu (2000) dan Yamada (2000) mengungkapkan
bahwa guru memiliki peranan yang sangat sentral dalam proses pembelajaran melalui
pengungkapan, pemberian dorongan, serta pengembangan proses berpikir siswa.
Pengalaman Shimizu (2000) menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan guru selama
kegiatan pembelajaran secara efektif dapat menggiring proses berpikir siswa kearah
penyelesaian yang benar.
Dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis, guru dituntut agar memilih
suatu model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam
pengalaman belajarnya, baik dalam membangun konsep, mengemukakan ide atau gagasan
mereka. Selain itu, agar kemampuan penalaran matemais siswa berkembang secara
optimal, siswa harus memiliki kesempatan yang sangat terbuka untuk berpikir dan
beraktifitas dalam memecahkan berbagai permasalahan. Dengan demikian pemberian
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa dalam menyelesaikan permasalahn dapat
menumbuhkembangkan kemampuan penalaran matematis siswa secara optimal.

Kesimpulan
Uraian di atas, penulis memberikan gambaran bahwa penalaran matematis
merupakan salah satu jantung dalam pembelajaran, sehingga perlu menumbuhkembangkan
dalam aktivitas pembelajaran matematika. Penalaran matematis adalah suatu aktivitas atau
proses penarikan kesimpulan yang ditandai dengan adanya langkah-langkah proses
berpikir. Dengan demikian kemampuan penalaran matematis adalah
Dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis, guru dituntut agar memilih
suatu model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam
pengalaman belajarnya, baik dalam membangun konsep, mengemukakan ide atau gagasan
mereka. Selain itu, agar kemampuan penalaran matemais siswa berkembang secara
optimal, siswa harus memiliki kesempatan yang sangat terbuka untuk berpikir dan
beraktifitas dalam memecahkan berbagai permasalahan. Dengan demikian pemberian
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa dalam menyelesaikan permasalahn dapat
menumbuhkembangkan kemampuan penalaran matematis siswa secara optimal.

Daftar Pustaka
Dahlan, J. A. 2011. Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta : Universitas Terbuka.
Damayanti, R. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Berbalik ( Reciprocal Teaching)
Terhadap Kemampuan Penalaran Matematika SMP. Bandung: unpas.ac.id
Depdiknas. 2006. Permendiknas No. 22 tahun 2006. Jakarta : Depdiknas.
Hartati, M., dan Surya E. 2017. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Penalaran
Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD pada SMK di Pangkalan Brandan.digilib. unimed.ac.id
Lithner. J. 2012. Mathematical Reasoning In Teacher’s Presentasions. The Jurnal of
Mathematical Behavior : JAI. Hal. 252-269.
NCTM [National Council of Teachers of Mathematics]. 2000. Principles and Standards
for School Mathematics. Reston, Virginia : NCTM.
Mulia, O.S. 2014. Meningkatkan Penalaran Adaftif Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui
Pendekatan Pendekatan Matematika Realistik (PMR). Bandung: unpas.ac.id
Rizqy, N.R., dan Surya, E. 2017. An Analysis Of Students’ Mathematical Reasoning Ability
In VIII Grade Of Sabilina Tembung Junior High School. IJARIIE. Vol-3 Issue.
Shimizu, N. 2000. "An Analysis of 'Make an Organized List' Strategy in Problem Solving
Process". In T. Nakahara & M. Koyama (Eds). Proceedings of the 2lh Conference
of The International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 4
(PP. 145-152). Hiroshima: Hiroshima University.
Subanidro. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri
Berorientasikan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematika.
Sumarmo, U. 2012. Kumpulan Makalah : Berpikir dan Disposisi Matematik serta
Pembelajarannya. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Sumartini, T.S. 2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 5 No.1.
Tandaliling. 2011. Peningkatan Pemahaman dan Komunikasi Matematis serta
Kemandirian Belajar Siswa SMA Melalui Strategi PQ4R dan Bacaan Refutation
Text. Bandung: Respositoty.upi.edu.
Yamada, A. 2000. "Two Paterus of Problem Solving Process from a Representational
Perspective". In T. Nakahara & M. Koyama (Eds.) Proceedings ofthe 24th
Conference ofThe International Group.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai