Anda di halaman 1dari 15

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP ANAK

(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Tri Kartika Bawa Laksana1

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah; 1) untuk mengkaji pertimbangan hakim


dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana asusila dengan korban anak-
anak di Pengadilan Negeri Surakarta; 2) untuk mengkaji hambatan-hambatan yang
dialami oleh hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana asusila
dengan korban anak-anak di Pengadilan Negeri Surakarta.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian normatif. Data dalam penelitian
ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik
analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut; 1) Putusan pidana yang dijatuhkan Majelis Hakim kurang
memperhatikan aspek keadilan bagi korban. Para pihak terkait antara lain Jaksa
Penuntut Umum, terdakwa, saksi (korban) serta hakim dengan didukung alat bukti
yang ada, cenderung terfokus pada pembuktian atas tuduhan jaksa penuntut umum
terhadap Terdakwa. Proses peradilan lebih berkutat pada perbuatan Terdakwa
memenuhi rumusan pasal hukum pidana yang dilanggar atau tidak. Dalam proses
seperti itu tampak hukum acara pidana sebagai landasan beracara dengan tujuan
untuk mencari kebenaran materiil (substantial truth) sebagai kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dan perlindungan hak asasi manusia (protection of human
right) tidak seluruhnya tercapai. Hal ini tidak lepas dari teori, doktrin dan
peraturan perundang-undangan yang cenderung berorientasi pada pelaku daripada
berorientasi pada korban. Demi keadilan, selayaknya unsur korban
dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana; 2) Hambatan yang terjadi pada
pemeriksaan persidangan tersebut adalah keadaan psikis saksi yang masih merasa
tertekan dan trauma. Dalam pemeriksaan sempat tidak hadir sebanyak dua kali
pemeriksaan, dengan alasan takut dengan terdakwa dan sulit untuk dimintai
keterangan dalam tahap pemeriksaan di muka sidang. Selain itu Terdakwa dalam
memberikan keterangan tidak jelas dan sulit untuk dimengerti atau dipahami,
mengakibatkan petugas mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data atau
keterangan untuk menyusun Berita Acara pemeriksaan yang baik dan terperinci.
Terdakwa selalu gugup dan kebingungan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan kepadanya.

Kata Kunci : Tindak Pidana, Asusila, Anak

1
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta

1
A. Latar Belakang Masalah
Tindak pidana asusila yang dilakukan terhadap anak di bawah tentunya
akan berdampak pada psikologis maupun perkembangan lainnya terhadap
anak tersebut. Dampak psikologis pada anak-anak akan melahirkan trauma
berkepanjangan yang kemudian dapat melahirkan sikap tidak sehat, seperti
minder, takut yang berlebihan, perkembangan jiwa terganggu, dan akhirnya
berakibat pada keterbelakangan mental. Keadaan tersebut kemungkinan dapat
menjadi suatu kenangan buruk bagi anak korban asusila tersebut. Peran aktif
dari para aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan kesusilaan
sangat diperlukan. Eskalasi kekerasan terhadap anak setiap hari terus
meningkat, padahal di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
telah termaktub aturan hukum tentang tindak pidana asusila.

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap
tindak pidana asusila dengan korban anak-anak di Pengadilan Negeri
Surakarta?
2. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh hakim dalam menjatuhkan
putusan terhadap tindak pidana asusila dengan korban anak-anak di
Pengadilan Negeri Surakarta?

C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

2
meneliti bahan hukum pustaka atau data sekunder belaka. (Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, 1990:13)
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif.
Bahan/Materi Penelitian
Bahan/Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
b. Data primer
Adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Data
primer ini berupa fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung
dari sumber data yang bersangkutan.
c. Data sekunder
Data sekunder terdiri dari beberapa bahan hukum yaitu:
1) Bahan hukum primer
Yaitu beberapa peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya
dengan obyek yang diteliti, berupa : KUHP, KUHAP, UU No. 23
Tahun 2002 dan Putusan Hakim.
2) Bahan hukum sekunder
Yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dan dapat menjelaskan
bahan hukum primer, yaitu berupa buku-buku, atau literatur-
literatur.
3) Bahan hukum tersier
Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
3. Cara Pengumpulan Data
Didalam memperoleh data yang diperlukan untuk penulisan skripsi
ini penulis menggunakan data-data sebagai berikut:

3
a. Studi Pustaka yang menjadi sumber data studi pustaka yaitu
sumber data yang secara tidak langsung memberi keterangan yang
bersifat mendukung sumber data primer, termasuk bahan
kepustakaan, dokumen, arsip, literatur, serta tulisan-tulisan lain
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Studi Lapangan adalah yaitu yang diperoleh secara langsung pada
obyek penelitian yang berupa informasi dari masyarakat atau fakta
– fakta.
4. Metode Analisis
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
kualitatif. Analisa kualitatif adalah merupakan cara penelitian yang
menghasilkan data deskriptif.

D. Pembahasan
1. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Tindak
Pidana Asusila Dengan Korban Anak-Anak di Pengadilan Negeri
Surakarta
a. Kasus Posisi
Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor Putusan:
106/ Pid.Sus/2011/PN.Ska adalah sebuah putusan tentang tindak
pidana mengenai pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Tindak pidana ini dilakukan pada tanggal 25 Maret 2011,
sekitar jam 16.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain
masih dalam tahun 2011 bertempat di rumah saksi Hilda Sulistia Wati
alias Hilda di Sumber Nayu RT.008 RW.012 Nusukan Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta atau setidak - tidaknya pada suatu tempat
yang masih termasuk di daerah hukum Pengadilan Negeri Surakarta,

4
yang sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau
membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain yang bernama Hilda Sulistia Wati alias Hilda yang berumur
15 (lima belas tahun).
Adapun identitas para pihak adalah sebagai berikut :
b. Identitas terdakwa :
Nama : SETIAJID WIBOWO als AJID
Tempat lahir : Surakarta
Umur/tgl lahir : 44 tahun/18 Desember 1966
Jenis kelamin : laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Jl. Majapahit I Nayu Barat RT.07 Rw.14
Nusukan Banjarsari Surakarta, atau Teuku Umur No.1 Keprabon
Kulon RT/RW Keprabon Kecamatan Banjarsari Surakarta
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
c. Majelis Hakim
Hakim Ketua : BINTORO, S.H.
Hakim Anggota : H. BUDHY HERTANTIYO, SH., MH.
Hakim Anggota : EDY PURWANTO, S.H.
d. Panitera Pengganti : SUHARDI, S.H.
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Perkara.
Dalam memeriksa perkara ini, Pengadilan Negeri menggunakan
proses pemeriksaan perkara biasa. Adapun prosesnya adalah sebagai
berikut :
a. Pembukaan sidang

5
Berdasarkan Berita Acara Persidangan No:06/
Pid.Sus/2011/PN.Ska, persidangan perkara ini telah dilangsungkan
pada Hari Senin, 26 Maret 2011. Karena perkara ini adalah perkara
kesusilaan, maka kemudian hakim menyatakan bahwa ”sidang
dinyatakan dibuka dan tertutup untuk umum” . Hal ini sesuai dengan
Pasal 153 ayat 3 KUHAP yang menyatakan : ”Untuk keperluan
pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan
terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau
terdakwanya anak-anak”.
b. Pemanggilan Terdakwa
Setelah sidang dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum
oleh Hakim Ketua, Jaksa Penuntut Umum kemudian diperintahkan
untuk menghadapkan Terdakwa ke muka persidangan. Setelah
Terdakwa datang menghadap di muka persidangan dalam keadaan
bebas namun tetap dalam pengawasan petugas dan atas pertanyaan
Hakim Ketua, Terdakwa memberitahukan bahwa Terdakwa dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani serta siap mengikuti persidangan.
Maka kemudian Majelis Hakim menanyakan identitas Terdakwa,
adapun identitas Terdakwa sesuai dengan uraian identitas para pihak di
atas. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 154 ayat (1) KUHAP yang
menyatakan : ”Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa
dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam
keadaan bebas”.
c. Pembacaan surat dakwaan
Setelah identitas Terdakwa diketahui, selanjutnya Hakim Ketua
memberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk membacakan
dakwaannya. Berdasarkan surat dakwaaan Jaksa Penuntut Umum

6
dengan surat Nomor : PDM-112 /SKRTA/Ep . 2/ 6/2011 tertanggal 27
Juni 2011, dengan petikan dakwaan adalah sebagai berikut :
Dakwaan :
Bahwa Terdakwa Setiajid Wibowo als Ajid pada hari Jum’at
tanggal 25 Maret 2011 sekira jam 16.00 WIB atau setidak-tidaknya
pada suatu yang masih termasuk dalam bulan tahun 2011 bertempat di
rumah saksi Hilda Sulistia Wati als Hilda di Sumber Nayu RT.008
RW.012 Nusukan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta atau setidak-
tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk di daerah hukum
Pengadilan Negeri Surakarta, dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Perbuatan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pada waktu dan tempat seperti tersebut di atas Terdakwa mendatangi
rumah saksi Hilda Sulistia Wati als Hilda dan bertemu dengan
kakeknya Hilda Sulistia Wati als Hilda kemudian terdakwa ngobrol
dengan kakeknya, sedangkan saksi Hilda Sulistia Wati als Hilda yang
masih berumur 14 tahun (berdasarkan Kutipan Akta Kelahiran
No.4328 / 1996 lahir pada tanggal 10 Agustus 1996 yang dikeluarkan
tertanggal 4 September 1996) tiduran sambil nonton televisi,
selanjutnya sekitar pukul 16.00 WIB kakeknya keluar rumah.
Selanjutnya Terdakwa mendekati saksi Hilda Sulistia Wati als
Hilda yang sedang tiduran di kasur kemudian Terdakwa membelainya,
sehingga nafsu birahi Terdakwa naik kemudian mengajak saksi Hilda
Sulistia Wati als Hilda untuk berhubungan intim, kemudian saksi Hilda
Sulistia Wati als Hilda bilang kepada Terdakwa “Mengko nek enek
sing ngerti piye ” (nanti kalau ada yang tahu bagaimana), kemudian

7
Terdakwa jawab ”Kowe ingeti nggon TV kae enek bayangan lawang,
mengko nek enek uwong yo diuwisi wae ” (kamu lihat di TV, nanti
kalau ada orang ya kita sudahi), selanjutnya saksi Hilda Sulistia Wati
als Hilda pergi ke belakang untuk melepas celana dalamnya dan
kembali lagi sudah tidak mengenakan celana dalam.
Selanjutnya Terdakwa bercinta (making love ), karena saat itu
Terdakwa ada rasa takut kalau ada orang masuk rumah, maka
Terdakwa tidak membuka baju keseluruhan, kemudian Terdakwa
menyuruh saksi Hilda Sulistia Wati als Hilda untuk menungging lalu
rok yang dikenakan saksi Hilda Sulisti Wati als Hilda oleh Terdakwa
singkapkan ke atas lalu terdakwa membuka resleting celananya lalu
kemaluan Terdakwa ke luarkan, kemudian Terdakwa dari belakang
memasukkan kemaluan atau penisnya ke kemaluan (vagina) saksi
Hilda Sulistia Wati als Hilda sambil menggerak-gerakkan maju
mundur kurang lebih sekitar 1 (satu ) menit Terdakwa meras akan puas
(orgasme), kemudian kemaluan Terdakwa keluarkan dari kemaluan
saksi Hilda Sulistia Wati als Hilda dengan cara Terdakwa tutupi
dengan kaos kemudian oleh Terdakwa di remas-remas, sehingga
Terdakwa mengalami ejakulasi dengan keluar air mani dari kemaluan
Terdakwa setelah itu Terdakwa istirahat, selanjutnya Terdakwa tidur di
pangkuan saksi Hilda Sulistia Wati als Hilda, kemudian saksi Hilda
Sulistia Wati als Hilda mengusap atau membelai rambut sambil
mencium Terdakwa.
Selanjutnya Terdakwa lakukan lagi perbuatan tersebut dengan
cara yang sama, setelah selesai Terdakwa istirahat sambil makan mie
ayam bersama dengan Hilda Sulistia Wati als Hilda, tidak lama
kemudian datang petugas dari Polsek Banjarsari dan sebagai akibat

8
perbuatan Terdakwa tersebut saksi Hilda Sulistia Wati als mengalami
robekan lama pada Hymen/ selaput dara, tidak Hiperemis dan hymen
sudah tipis sebagaimana Visum et Repertum Nomor 604/Visum/RS
.PKU/ IV/ 2011 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Soffin Arfian,
Sp.OG mengetahui Direktur RS. PKU Muh. Surakarta dr .RA
riswati,M.Kes. Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan di
ancam pidana dalam Pasal 81 ayat (2) Undang- Undang Republik
Indonesia No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
d. Amar putusan
Dengan memperhatikan Pasal 81 ayat 1 jo Pasal 1 angka I
Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan
Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP serta Pasal-Pasal
lain dari Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan
perkara ini, maka Majelis Hakim menjatuhkan pidana berupa :
MENGADILI :
1) Menyatakan Terdakwa SETIAJID WIBOWO Als AJID telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “Dengan sengaja membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya” ;
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa SETIAJID WIBOWO Als
AJI tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga)
tahun dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp. 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut
tidak dibayar oleh Terdakwa, diganti dengan pidana kurungan
selama 4(empat) bulan;
3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

9
4) Memerintahkan supaya Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5) Memerintahkan barang bukti berupa :
- 1 (satu ) buah kaos merk Walrus warna hitam motif garis
merah-hitam-putih-abu-abu dikembalikan kepada Terdakwa
- 1 (satu) buah Handphone merk Cros s C.99 warna hitam
dirampas untuk dimusnahkan ;
6) Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp.
5.000,00 ( lima ribu rupiah).
3. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Tindak Pidana
Dalam kasus membujuk anak untuk melakukan persetubuhan
tersebut, maka terdapat upaya perlindungan :
a. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau
yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.(Pasal 17 ayat 2).
b. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.(Pasal 18).
c. pasal 64 ayat 2 huruf a, b, c, d, e, f, g UU No 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak juga memberikan perlindungan kepada anak yang
sedang berhadapan dengan hukum.
Pemberian perlindungan tersebut berbentuk :
1) Perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak
anak.
2) Penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini.
3) Penyediaan sarana dan prasarana khusus.
4) Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak.
5) Pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadapan dengan hukum.

10
6) Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan
keluarga.
7) Perlindungan dari pemberitaan media untuk menghindari labelisasi.
Selain itu perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban
kejahatan diatur dalam Pasal 64 ayat 3 Undang-undang No .23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak yaitu diberikan :
1) Upaya rehabilitasi baik lembaga maupun non lembaga.
2) Upaya perlindungan dari pemberitaan media massa.
3) Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli baik
fisik, mental maupun sosial.
4) Pemberian aksebilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkara.
Penjatuhan sanksi pidana kepada Terdakwa harus melindungi dan
memperhatikan aspek Korban. Berdasarkan Putusan Pengadilan No:
160/Pid. Sus/ 2011/PN.Ska, Penulis menyajikan petikan putusan sebagai
berikut :
1) Menyatakan Terdakwa Setiajid Wibowo als Ajid terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja
membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya”;
2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara 3 (tiga) tahun dan denda Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah) subsidair 4 (empat) bulan kurungan;
3) Menetapkan bahwa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan;
4) Membebankan biaya kepada Terdakwa sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu
rupiah);
5) Memerintahkan barang bukti berupa :

11
a) 1 (satu ) buah kaos merk Walrus warna hitam motif garis merah-
hitam-putih-abu-abu dikembalikan kepada Terdakwa
b) 1 (satu) buah Handphone merk Cros s C.99 warna hitam dirampas
untuk dimusnahkan ;
c) Menetapkan agar Terdakwa tetap dalam tahanan.
Proses peradilan pidana yang muaranya berupa putusan hakim di
pengadilan sebagaimana tersebut diatas, tampak cenderung melupakan dan
meninggalkan korban. Para pihak terkait antara lain jaksa penuntut umum,
terdakwa, saksi (korban) serta hakim dengan didukung alat bukti yang ada,
cenderung terfokus pada pembuktian atas tuduhan jaksa penuntut umum
terhadap Terdakwa. Proses peradilan lebih berkutat pada perbuatan
Terdakwa memenuhi rumusan pasal hukum pidana yang dilanggar atau
tidak. Dalam proses seperti itu tampak hukum acara pidana sebagai
landasan beracara dengan tujuan untuk mencari kebenaran materiil
(substantial truth) sebagai kebenaran yang selengkap-lengkapnya dan
perlindungan hak asasi manusia (protection of human right) tidak
seluruhnya tercapai.
3. Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh hakim dalam
menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana asusila dengan korban
anak-anak di Pengadilan Negeri Surakarta
Hambatan-hambatan dalam proses pemeriksaan di pengadilan
meliputi : keadaan psikis saksi yang masih merasa tertekan dan trauma.
Dalam pemeriksaan sempat tidak hadir sebanyak dua kali pemeriksaan,
dengan alasan takut dengan terdakwa dan sulit untuk dimintai keterangan
dalam tahap pemeriksaan di muka sidang. Selain itu Terdakwa dalam
memberikan keterangan tidak jelas dan sulit untuk dimengerti atau
dipahami, mengakibatkan petugas mengalami kesulitan

12
dalammengumpulkan data atau keterangan untuk menyusun Berita Acara
pemeriksaan yang baik dan terperinci. Terdakwa selalu gugup dan
kebingungan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
kepadanya.
Terdakwa dalam memberikan keterangan tidak jelas dan sulit
untuk dimengerti atau dipahami, mengakibatkan petugas mengalami
kesulitan dalam mengumpulkan data atau keterangan untuk menyusun
Berita Acara pemeriksaan yang baik dan terperinci. Terdakwa selalu
gugup dan kebingungan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan kepadanya.

E. Kesimpulan
1. Putusan pidana yang dijatuhkan Majelis Hakim kurang memperhatikan
aspek keadilan bagi korban. Para pihak terkait antara lain Jaksa Penuntut
Umum, terdakwa, saksi (korban) serta hakim dengan didukung alat bukti
yang ada, cenderung terfokus pada pembuktian atas tuduhan jaksa
penuntut umum terhadap Terdakwa. Proses peradilan lebih berkutat pada
perbuatan Terdakwa memenuhi rumusan pasal hukum pidana yang
dilanggar atau tidak. Dalam proses seperti itu tampak hukum acara pidana
sebagai landasan beracara dengan tujuan untuk mencari kebenaran materiil
(substantial truth) sebagai kebenaran yang selengkap-lengkapnya dan
perlindungan hak asasi manusia (protection of human right) tidak
seluruhnya tercapai.
2. Hambatan yang terjadi pada pemeriksaan persidangan tersebut adalah

keadaan psikis saksi yang masih merasa tertekan dan trauma. Dalam

pemeriksaan sempat tidak hadir sebanyak dua kali pemeriksaan, dengan

alasan takut dengan terdakwa dan sulit untuk dimintai keterangan dalam

tahap pemeriksaan di muka sidang. Selain itu Terdakwa dalam

13
memberikan keterangan tidak jelas dan sulit untuk dimengerti atau

dipahami.

F. Daftar Pustaka

Abdulsyani, 1987, Sosiologis Kriminalitas, Bandung : CV. Remaja Karya.

Andi Hamzah, 2003, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: PT. Sinar
Grafika

Bambang Waluyo, 2000,, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta :Sinar Grafika.

Barda Nawawi A., 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti

Herbert L. Packer, 1968. The Limits of Criminal Sanctions. Stanford


University Press: Stanford California.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana No. 8 tahun 1981 tentang


KUHAP

Lamintang, P.A.F., 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung :


PT. Citra Aditya Bakti.

M. Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan


KUHAP, Jakarta: PT. Sinar Grafika

Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : PT. Rineka Cipta.


Muladi. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung : Alumni.

Oemar Seno Aji, 1997, Hukum (Acara) Pidana Dalam Prospeksi : Jakarta :
Erlangga.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif,
Jakarta : Rajawali.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Pers.

Stephen Schafer, 1968. The Victim and His Criminal a Study in Functional
Responsibilit.Published by Random House Inc., in New York and
simultaneously inToronto, Canada by Random House of Canada
Limited.

Teguh Prasetyo, 2005, Hukum Pidana Materiil, Jilid 2, Yogyakarta : Kurnia


Kalam.

14
UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

William G. Doerner & Steven P. Lab, 1998, Victimology, 2nd edition,


Anderson Publishing co America.

UU No 23 tahun 2002 Perlindungan Anak

15

Anda mungkin juga menyukai