Anda di halaman 1dari 15

Lex Crimen, Vol.II/No.

1/Jan-Mrt/2013

KEBIJAKAN PENEGAKAN HUKUM DALAM pengaturan di dunia maya seperti


UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK perluasan alat bukti elektronik sama
PIDANA TEKNOLOGI INFORMASI1 dengan alat bukti yang sudah dikenal
Oleh: Ahmad S. Daud2 selama ini, diakuinya tanda tangan
elektronik sebagai alat verifikasi, dan
ABSTRAK autentikasi yang sah suatu dokumen
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah elektronik, serta pengaturan perbuatan-
untuk mengetahui bagaimana kebijakan perbuatan yang dilakukan dalam
formulasi hukum pidana terhadap tindak cyberspace sebagai suatu tindak pidana.
pidana teknologi informasi saat ini, 3. Peraturan mengenai cyberlaw harus
bagaimana kebijakan aplikatif yang dapat mencakup perbuatan yang dilakukan
dilakukan oleh aparat penegak hukum di luar wilayah Indonesia tapi merugikan
dalam upaya penanggulangan tindak kepentingan orang atau negara dalam
pidana teknologi informasi, dan bagaimana wilayah Indonesia. Undang-Undang No.11
sebaiknya kebijakan formulasi dan tahun 2008 tentang Informasi dan
kebijakan aplikatif hukum pidana dalam Transaksi Elektronik (UU ITE) telah
penanggulangan tindak pidana teknologi mengatur masalah yurisdiksi yang di
informasi di masa yang akan datang. dalamnya sudah menerapkan asas
Dengan menggunakan metode penelitian universal.
kepustakaan dapast disimpulkan bahwa: 1. Kata kunci: tindak pidana, teknologi
Dalam menjamin keamanan, keadilan dan informasi
kepastian hukum dalam penegakan hukum
(law enforcement) di dunia cyber dapat PENDAHULUAN
terlaksana dengan baik maka harus A. LATAR BELAKANG MASALAH
dipenuhi 4 (empat) syarat yaitu: (1) Menurut Barda Nawawi Arief kebijakan
Adanya aturan perundang-undangan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan
khusus yang mengatur dunia cyber. (2) dalam menetapkan suatu perbuatan yang
Adanya lembaga yang akan menjalankan semula bukan tindak pidana (tidak
peraturan yaitu polisi, jaksa dan hakim dipidana) menjadi suatu tindak pidana
khusus menangani cybercrime . (3) Adanya (perbuatan yang dapat dipidana). Jadi pada
fasilitas atau sarana untuk mendukung hakekatnya, kebijakan kriminalisasi
pelaksanaan peraturan itu. (4) Kesadaran terhadap tindak pidana teknologi informasi
hukum dari masyarakat yang terkena merupakan bagian dari kebijakan kriminal
peraturan. Selain ke 4 (empat) syarat (criminal policy) dengan menggunakan
tersebut penegakan hukum di dunia maya sarana hukum pidana (penal), dan oleh
juga sangat tergantung dari pembuktian karena itu termasuk bagian dari "kebijakan
dan yuridiksi yang ditentukan oleh undang- hukum pidana" (penal policy), khususnya
undang. 2. Kebijakan pemerintah kebijakan formulasinya. Selanjutnya
Indonesia dengan diundangkannya menurut Barda Nawawi Arief kebijakan
Undang-Undang No. 11 tahun 2008 kriminalisasi bukan sekedar kebijakan
tentarig Informasi dan Trarisaksi menetapkan/ merumuskan/
Elektroriik (UU ITE) merupakan payung memformulasikan perbuatan apa yang
hukum pertama yang mengatur dunia dapat dipidana (termasuk sanksi
siber (cyberlaw), sebab muatan dan pidananya), melainkan juga mencakup
cakupannya yang luas dalam membahas masalah bagaimana kebijakan
formulasi/legislasi itu disusun dalam satu
1
Artikel skripsi.
2
NIM: 0707712074.

98
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

kesatuan sistem hukum pidana (kebijakan 2. Bagaimana kebijakan aplikatif yang


legislatif) yang harmonis dan terpadu.3 dilakukan oleh aparat penegak hukum
Kebijakan penanggulangan cybercrime dalam upaya penanggulangan tindak
secara teknologi, diungkapkan juga dalam pidana teknologi informasi ?
IIIC (Internatonal Information Industry 3. Bagaimana sebaiknya kebijakan
Congress) yang rnenyatakan :4 formulasi dan kebijakan aplikatif hukum
The IIIC recognizes that goverment pidana dalam penanggulangan tindak
action and international traties to pidana teknologi informasi di masa yang
harmonize laws and coordinate legal akan datang?
procedures are key in the fight against
cybercrime, but warns that these should C. METODE PENELITIAN
not be relied upon as the only Pendekatan hukum normatif
instuments. Cybercrime is enabled by dipergunakan dalam usaha menganalisis
technology and requires a healty reliance bahan hukum dengan mengacu kepada
on technology for its solution. norma-norma hukum yang dituangkan
Bertolak dari pengertian di atas maka dalam peraturan perundang-undangan dan
upaya atau kebijakan untuk melakukan putusan pengadilan.
penanggulangan tindak pidana di bidang
teknologi informasi yang dilakukan dengan TINJAUAN PUSTAKA
menggunakan sarana "penal" (hukum A. PENGERTIAN KEBIJAKAN HUKUM
pidana) maka dibutuhkan kajian terhadap PIDANA
materi/substansi (legal subtance reform) Pengertian kebijakan hukum dan
tindak pidana teknologi informasi saat ini. hukum pidana di atas memberikan definisi
Dalam penanggulangan melalui hukum kebijakan hukum pidana (penal
pidana (penal policy) perlu diperhatikan policy/criminal law policy/ strafrechts
bagaimana memformulasikan (kebijakan politiek) sebagai, bagaimana
legislatif) suatu peraturan perundang- mengusahakan atau membuatan
undangan yang tepat untuk menanggulangi merumuskan suatu perundang-undangan
tindak pidana di bidang teknologi informasi pidana yang baik.5 Pengertian demikian
pada masa yang akan datang, serta terlihat pula dalam definisi "penal policy"
bagaimana mengaplikasikan kebijakan yang dikemukakan oleh Marc Ance1,6
legislatif (kebijakan yudikatif/yudisial atau bahwa penal policy adalah suatu ilmu
penegakan hukum pidana in conereto) sekaligus seni yang pada akhirnya
tersebut oleh aparat penegak hukum atau mempunyai tujuan praktis untuk
pengadilan. memungkinkan peraturan hukum positif
dirumuskan secara lebih baik dan untuk
B. PERUMUSAN MASALAH memberi pedoman tidak hanya kepada
1. Bagaimana kebijakan formulasi hukum pembuat undang-undang, tetapi juga
pidana terhadap tindak pidana teknologi kepada pengadilan yang menerapkan
informasi saat ini ? undang-undang dan juga kepada para

3 5
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, ha1.259. Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,
4
ITAC, "IIIC Common Views Paper On: Cybercrime ", 2003, ha1.25.
th 6
IIIC 2000 Millenium Congress, September 19 , 2000, Marc Ancel, Social Defence, A Modern Approach to
ha1.5. Lihat dalam Barda Nawawi Arief, Masalah Criminal Problem (London, Routledge & Kegan
Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Pau1,1965,ha1.4-5), lihat dalam Barda Nawawi
dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Arief, Ibid.,ha1.21.
Prenada Media Group, Jakarta, 2007, ha1.240.

99
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

penyelenggara atau pelaksana putusan Saat ini Indonesia telah memiliki cyber
pengadilan. law untuk mengatur dunia maya berikut
sanksi bila terkaji cybercrime baik di wilayah
B. TEKNOLOGI INFORMASI DAN Indonesia maupun di luar wilayah hukum
PERKEMBANGANNYA Indonesia yang akibatnya dirasakan di
Perkembangan teknologi informasi yang Indonesia. Cybercrime terus berkembang
terjadi pada hampir setiap negara sudah seiring dengan revolusi teknologi informasi
merupakan ciri global yang mengakibatkan yang membalikkan paradigma lama
hilangnya batas-batas negara (borderless). terhadap kejahatan konvensional ke arah
Negara yang sudah mempunyai kejahatan virtual dengan memanfaatkan
infrastruktur jaringan informasi yang lebih instrumen elektronik tetapi akibatnya
memadai tentu telah menikmati hasil dapat dirasakan secara nyata.
pengembangan teknologi informasinya, Penanggulangan cybercrime oleh aparat
negara yang sedang berkembang dalam penegak hukum sangat dipengaruhi oleh
pengembangannya akan merasakan adanya peraturan perundang-
kecenderungan timbulnya neo- undangan.Terdapat beberapa perundang-
7
kolonialisme. Hal tersebut menunjukan undangan yang berkaitan dengan teknologi
adanya pergeseran paradigma dimana informasi khususnya kejahatan yang
jaringan informasi merupakan infrastruktur berkaitan dengan Internet sebelum
bagi perkembangan suatu negara. disahkannya UU ITE.
Jaringan informasi melalui komputer Penegakkan hukum cybercrime
(interconnected computer networks) dapat sebagaimana telah dilakukan Mabes Polri
digolongkan dalam tiga istilah yaitu pada tahun 2007 di atas dilakukan dengan
ekstranet, intranet dan internet. Intranet menafsirkan cybercrime ke dalam
adalah "a private network belonging to an perundang-undangan KUHP dan khususnya
organization, usually a corporation, undang-undang yang terkait dengan
accessible only by the organization's perkembangan teknologi informasi seperti:
members, employes, or others with 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999
authorization 8 dan ekstranet adalah "a tentang Telekomunikasi.
fancy way of saying that a corporation has 2. Undang-Undang No.19 tahun 2002
opened up portions of its intranet to tentang Hak cipta.
authorized users outside the corporation.9 3. Undang-Undang No 25 Tahun 2003
tentang Perubahan atas Undang-Undang
PEMBAHASAN No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak
A. ASPEK-ASPEK YANG BERHUBUNGAN Pidana Pencucian Uang.
DENGAN TINDAK PIDANA TEKNOLOGI 4. Undang-Undang No 15 Tahun 2003
INFORMASI tentang Pemberantasan Tindak Pidana
1. Aspek Perundang-undangan yang Terorisme.
Berhubungan dengan Tindak Pidana
Teknologi Informasi 2. Aspek Aparatur Penegak Hukum
Penegak hukum di Indonesia mengalami
kesulitan dalam menghadapi merebaknya
7
Lihat di www.ristek.go.id, Perlunya Studi cybercrime. Hal ini dilatarbelakangi masih
Perbandingan dalam Pengembangan Teknologi sedikitnya aparat penegak hukum yang
Informasi di Indonesia.2001di akses pada tangga1 29
Agustus 2008.
memahami seluk-beluk teknologi informasi
8
Lihat di http://netforbeginners.mining;s.com (internet), di samping itu aparat penegak
diakses pada tangga130 Agustus 2008. hukum di daerah pun belum siap dalam
9
Ibid

100
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

mengantisipasi maraknya kejahatan ini aktivitas komunikasi antara yang satu


karena masih banyak aparat penegak dengan yang lain, serta pengguna jasa
hukum yang gagap teknologi "gaptek" hal kegiatan internet dan media lainnya.
ini disebabkan oleh masih banyaknya Sebagai objek, masyarakat dijadikan
institusi-institusi penegak hukum di daerah sasaran dan korban kejahatan bagi segenap
yang belum didukung dengan jaringan aktivitas kriminalisasi Internet.
Internet.
Berdasarkan data Polri, kasus kejahatan B. PEMBUKTIAN DALAM PENEGAKAN
dunia maya yang terjadi selama kurun HUKUM TINDAK PIDANA TEKNOLOGI
waktu 4 (empat) tahun dari tahun 2002 INFORMASI
sampai dengan tahun 2005 terdapat 48 Pada hakekatnya, pembuktian dimulai
(empat puluh delapan) kasus. Dari 48 sejak adanya suatu peristiwa hukum.
(empat puluh delapan) kasus yang Apabila ada unsur-unsur pidana (bukti awal
dilaporkan tersebut, 25 (dua puluh lima) telah terjadinya tindak pidana) maka
kasus telah dinyatakan P-21 oleh Jaksa barulah dari proses tersebut dilakukan
Penuntut Umum.10 penyelidikan (serangkaian tindakan
penyelidik untuk mencari dan menemukan
3. Sarana dan Fasilitas dalam suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
Penanggulangan Cybercrime pidana guna menentukan dapat atau
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tidaknya dilakukan penyelidikan menurut
tertentu, maka tidak mungkin penegakan cara yang diatur dalam undang-undang ii),
hukum akan berlangsung dengan lancar. yang diatur dalam Undang-undang Nomor
Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dalam
mencakup tenaga manusia yang pasal 1 angka 13.
berpendidikan dan trampil, organism' yang Menurut M.Yahya Harahap, pembuktian
baik, peralatan yang memadai, keuangan adalah ketentuan-ketentuan yang berisi
yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal penggarisan dan pedoman tentang cara-
itu tidak terpenuhi, maka mustahil carayang dibenarkan undang-undang
penegakan hukum akan mencapai membuktikan kesalahan yang didakwakan
tujuannya. kepada terdakwa.11 Menurut Pitlo,
"pembuktian adalah suatu cara yang
4. Kesadaran Hukum Masyarakat dilakukan oleh suatu pihak atas fakta dan
Dalam konsep keamanan masyarakat hak yang berhubungan dengan
modern, sistem keamanan bukan lagi kepentingannya".12 Menurut Subekti, yang
tanggung jawab penegak hukum semata, dimaksudkan dengan "membuktikan"
namun menjadi tanggung jawab bersama adalah meyakinkan hakim tentang
seluruh elemen masyarakat. Dalam kebenaran dalil ataupun dalil-dalil yang
pandangan konsep in masyarakat di dikemukakan oleh para pihak dalam suatu
samping sebagai objek juga sebagai subjek. persengketaan.13 "Pembuktian tentang
Sebagai subjek, masyarakat adalah pelaku
11
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan
Dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang
10
Petrus Reinhard Golose, Penegakan Pengadilan , Banding, Kasasi, dan Peninjauan
Hukum Cybercrime dalam Sistem Hukum Indonesia Kembali. Edisi Kedua, Sinar Grafika, Bandung, 2000,
dalam Handout Seminar Nasional tentang hal.273.
12
“Penanganan Masalah Cybercrime di Indonesia dan Edmon Makaritn, Kompilasi Hukum Telematika,
Pengembangan Kebijakan Nasional Yang Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003,hal. 417.
13
Menyeluruh Terpadu, diselenggarakan oleh Deplu, Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita,
BI, dan Depkominfo, Jakarta, 10 Agustus 2006, hal.6 Jakarta, 1995, hal. 1.

101
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

benar tidaknya terdakwa melakukan Undang-Undang No.8 Tahun 1997


perbuatan yang didakwakan, merupakan Tentang Dokumen Perusahaan telah mulai
bagian yang terpenting dalam hukum acara mengatur ke arah pembuktian data
pidana".14 elektronik.18 Melalui undang-undang ini
Dalam hukum pembuktian dikenal istilah pemerintah berusaha mengatur pengakuan
notoire feiten notorious (generally known) atas microfilm dan media lainnya seperti
yang berarti setiap hal yang "sudah umum alat penyimpan informasi yang bukan
diketahui" tidak lagi perlu dibuktikan dalam kertas dan mempunyai tingkat
pemeriksaan sidang pengadilan".15 Hal ini pengamanan yang dapat menjamin keaslian
tercantum dalam Pasal 184 ayat (2) KUHAP dokumen yang dialihkan atau
yang berbunyi, "hal yang secara umum ditransformasikan, misalnya Compact Disk-
diketahui tidak perlu dibuktikan. "Menurut Read Only Memory (CD-ROM) dan Write-
Yahya Harahap, mengenai pengertian "hal One-Read-Many (WORM) sebagai alat bukti
yang secara umum sudah diketahui" yang sah, diatur dalam Pasal 12 Undang-
ditinjau dari segi hukum, tiada lain daripada Undang Dokumen Perusahaan.
"perihal" atau "keadaan tertentu" atau Pengaturan informasi dan data
omstandigheiden atau circumstances, yang elektronik tercantum di dalam beberapa
sudah sedemikian mestinya atau undang-undang khusus yang lain yaitu Pasal
kesitnpulan atau resultan yang 38 UU No. 15/2002 tentang Tindak Pidana
menimbulkan akibat yang pasti Pencucian Uang, Pasal 27 UU No. 16/2003
16
demikian". jo UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan
Berkaitan dengan membuktikan Tindak Pidana Terorisme, dan Pasal 26 (a)
sebagaimana diuraikan di atas, dalam UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas
hukum acara pidana (KUHAP) secara tegas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan
disebutkan beberapa alat-alat bukti yang Tindak Pidana Korupsi. Pengaturan
dapat diajukan oleh para pihak yang terhadap alat bukti dalam perundang-
berperkara di muka persidangan. undangan di Indonesia dapat dilihat dalam
Berdasarkan Pasal 184 KUHAP,17 alat-alat tabel di bawah
bukti ialah: Keterangan saksi, keterangan Tabel.3 Mat Bukti Informasi dan Data
ahli, surat, petunjuk, dan keterangan Elektronik dalam Undang-Undang
terdakwa. Dalam perkembangannya,
keberadaan informasi dan data elektronik No Undang-Undang Pasal Keterangan
diakui sebagai "alat bukti lain" selain yang 1 UU No.8 tahun Pengakuan atas
diatur dalam Pasal 184 KUHAP, Pasal 164 1997 ttg Mikrofilm dan
Herzien Inlancls Reglements (HIR) dart 1903 Dokumen Pasa11 media penyimpan
Perusahaan 2 yang lain seperti
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Compact Disk-Read
(bukti tulisan, bukti dengan saksi, Only Memory (CD-
persangkaan-persangkaan, pengakuan dan 2 UU No 20/2001 Pengakuan
ROM), dan bukti
Tentang petunjuk sebagai
Write-Once-Read-
sumpah). Pasal
Perubahan alat
Manybukti yang sah.
(WORM),
26
atas UU No. 31/ Bukti petunjuk juga
huruf
1. Alat Bukti Informasi dan Data Elektronik 1999 ttg Pemberantasan dapat diperoleh dari
(a)
Tindak Pidana alat bukti lain yang
14
Korupsi berupa informasi
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, yang diucapkan,
Sinar Graftka, Jakarta, 2005, hal. 245. dikirim, diterima,
15 18
M.Yahya Harahap, “Pembahasan atauUniversal
Isis Ikhwansyah, Prinsip-Prinsip disimpan
Bagi
Permasalahan….”, Op. Cit.,hal.276 Kontak Melalui E-Commerce dan secara elektronik
Sistem Hukum
16
Ibid. ,hal.276. Pembuktian Perdata dalam Teknologi Informasi,
17
Ibid, hal.107. dalam Cyberlaw: Suatu Pengantar, ELIPS, Bandung,
2002, hal.36.

102
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

3 UU No. 15/2002 alat bukti elektronik program komputer, jasa telepon


tentang Pasal
Tindak atau digital
Pidana 38
Pencucian evidence adalah alat
atau telekomunikasi atau jasa
Uang (huruf bukti lain berupa komputer.
b) informasi yang 2. Pengertian "anak kunci" (Pasal
diucapkan,
4 UU No. 16/2003 Alat bukti
dikirimkan,
178/182) yang di dalamnya
Pasal
jo UU No.
27
berupa
diterima, atau termasuk kode rahasia, kunci masuk
15/2003 ttg informasisecara
disimpan yang komputer, kartu magnetic, silly &
huruf
Pemberantasan disimpan secara
elelctronik dengan
Tindak
(b)
Pidana elektronik
alat optik dengan
atau yang
yang telah deprogram untuk
dan (c)
Terorisme, alat
serupaoptik.
dengan Data,
itu. membuka sesuatu. Menurut Agus
Informasi
rekaman Elektronik
atau Raharjo,20 maksud dari anak kunci
dan/atau
informasi Dokumenyang
Elektronik
terekam dan/atau
secara ini kemungkinannya adalah
5 UU No.11 tahun 2008
Pasal
ttg Informasi
5 hasil Dan Tran saksi Elektronik
cetaknya
elektronik password atau kode-kode tertentu
merupakan alat seperti privat atau public key
bukti hukum sah.
Serta merupakan infrastructure.
perluasan dari alat 3. Pengertian "surat" (Pasal 188/192)
yang bukti yang sah termasuk data tertulis atau
Dalam UU No. 15/2002 tentang Tindak
sesuai dengan
Pidana Pencucian Uang, Pasal 27 UU
Hukum Acara yang No. tersimpan dalam disket, pita
16/2003 jo UU No. 15/2003 berlaku di tentang magnetic, media penyimpanan
Indonesia. komputer atau penyimpanan data
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
dan Pasal 26 (a) UU No. 20/2001 tentang elektronik lainnya.
Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang 4. Pengertian "ruang" (Pasal 189/193)
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi termasuk bentangan atau terminal
menyatakan informasi dan bukti elektronik komputer yang dapat diakses
dikatakan sebagai alat bukti baru yang dengan cara-cara tertentu. Maksud
merupakan pelengkap dari alat-alat bukti dari ruang ini kemungkinan
yang telah dikenal dalam Pasal 184 KUHAP. termasuk pula dunia maya atau
Penerapan alat bujkti informasi dan data maya atau antara cyberspace atau
elektronik dalam perundang-undangan virtual reality.
sering mengakibatkan multitatsir diantara 5. Pengertian "masuk" (Pasal 190/194)
aparat penegak hukum terutama path saat termasuk mengakses komputer atau
pemeriksaan pengadilan. Hal tersebut masuk ke dalam sistem komputer.
dikarenakan belum adanya rambu yang Pengertian masuk menurut Agus
jelas terhadap pengakuan alat bukti Raharjo di sini adalah masuk ke
tersebut. dalam sistem jaringan informasi
Konsep Rancangan Undang-Undang global yang disebut internet dan
KUHP 2000, di mana konsep ini mengalami kemudian baru masuk ke sebuah
perubahan sampai dengan 2008 telah situs atau website yang di dalamnya
mengatur alat bukti elektronik yaitu:19 berupa server dan komputer yang
Dalam Buku I (Ketentuan Umum) Dibuat termasuk dalam pengelolaan situs.
Ketentuan mengenai alat bukti: Jadi ada 2 pengertian masuk, yaitu
1. Pengertian "barang" (Pasal 174/178) masuk ke internet dan masuk ke
yang di dalamnya termasuk benda situs.
tidak berwujud berupa data dan 6. Pengertian jaringan telepon" (Pasal
191/195) termasuk jaringan
19
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana
20
Dalam Perspektif Kajian Perbandingan, PT. Citra Agus Raharjo, CyberCrime Pemahaman dan Upaya
Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal.131-133. Pencegahan Kejahatan Berteknologi, PTCitra Aditya
Bakti, Bandung, 2002, hal. 236

103
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

komputer atau sistem komunikasi a. surat yang menurut Undang-Undang


komputer. harus dibuat &lam bentuk tertulis;
Dengan meningkatnya aktivitas dan
elektronik, maka alat pembuktian yang b. surat beserta dokumennya yang
dapat digunakan secara hukum harus juga menurut Undang-Undang harus dibuat
meliputi informasi atau dokumen elektronik dalam bentuk akta notaris atau akta
untuk memudahkan pelaksanaan yang dibuat oleh pejabat pembuat
hukumnya. Selain itu hasil cetak dari akta.22
dokumen atau Informasi tersebut juga Surat yang menurut undang-undang
harus dapat dijadikan bukti yang sah secara harus dibuat tertulis seperti dalam
hukum. Untuk memudahkan pelaksanaan pembuatan dan pelaksanaan surat-surat
penggunaan bukti elektronik (baik dalam terjadinya perkawinan dan putusnya
bentuk elektronik atau hasil cetak), maka perkawinan, surat-surat yang menurut
bukti elektronik dapat disebut sebagai undang-undang harus dibuat dalam bentuk
perluasan alat bukti yang sah, sesuai tertulis, perjanjian yang berkaitan dengan
dengan hukum acara yang berlaku di transaksi barang tidak bergerak, dokumen
Indonesia, sebagaimana tertulis dalam yang berkaitan dengan hak kepemilikan dan
Pasal 5 UU ITE: juga dokumen lainnya yang menurut
1. Informasi Elektronik dan/atau peraturan perundang-undangan
Dokumen Elektronik dan/atau hasil mengharuskan adanya pengesahan notaris
cetaknya merupakan alat bukti atau pejabat yang berwenang.
hukum yang sah. Bukti elektronik baru dapat dinyatakan
2. Informasi Elektronik dan/atau sah apabila menggunakan sistem elektronik
Dokumen Elektronik dan/atau hasil yang sesuai dengan peraturan yang berlaku
cetaknya sebagaimana dimaksud pada di Indonesia. Suatu bukti elektronik dapat
ayat (1) merupakan perluasan dari alat memiliki kekuatan hukum apabila
bukti yang sah sesuai dengan Hukum informasinya dapat dijamin keutuhannya,
Acara yang berlaku di Indonesia. dapat dipertanggungjawablcan, dapat
3. Informasi Elektronik dan/atau diakses dan dapat ditampilkan, sehingga
Dokumen Elektronik dinyatakan sah menerangkan suatu keadaan orang yang
apabila menggunakan Sistem mengajukan suatu bukti elektronik harus
Elektronik sesuai dengan ketentuan dapat menunjukkan bahwa informasi yang
yang diatur dalam Undang-Undang dimilikinya berasal dari sistem elektronik
ini.21 yang terpercaya.
Namun bukti elektronik tidak dapat Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU ITE,
digunakan dalam hal-hal spesifik informasi elektronik memiliki kekuatan
sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 5 hukum sebagai alat bukti yang sah, bila
ayat (4) UU ITE menyatakan Ketentuan informasi elektronik ini dibuat dengan
mengenai Informasi Elektronik dan/atau menggunakan sistem elektronik yang dapat
Dokumen Elektronik sebagaimana dipertanggungjawabkan sesuai dengan
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: perkembangan teknologi informasi. Bahkan
secara tegas, Pasal 6 UU ITE menentukan
bahwa "Terhadap semua ketentuan hukum
21
Pasal 5 ayat (1),(2) dan (3) Undang-Undang No.11
22
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang No.11 tahun 2008
Elektronik, diundangkan pada 28 April 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
Lembaran Negara No.58. diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara
No.58.

104
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

yang mensyaratkan bahwa suatu informasi regeling).24 Tindakan seperti ini, menurut
harus berbentuk tertulis atau asli selain Pasal 14 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4), 1970 tentang kekuasaan kehakiman,
persyaratan tersebut telah terpenuhi dibenarkan karena seorang Hakim tidak
berdasarkan undang-undang ini jika boleh menolak untuk memeriksa, mengadili
informasi elektronik tersebut terjamin dan memutuskan suatu perkara dengan
keutuhannya dan dapat alasan peraturan perundang-undangan
dipertanggungjawabkan, dapat diakses, yang tidak menyebutkan, tidak jelas, atau
dapat ditampilkan sehingga menerangkan tidak lengkap (asas ius curia novit). Bila
suatu keadaan". keputusan Hakim yang memuat eigen
Penegasan terhadap informasi regeling ini dianggap tepat dan dipakai
elektronik dan dokumen elektronik dapat berulang-ulang oleh Hakim-hakim lainnya,
dijadikan menjadi alat bukti penyidikan, maka keputusan ini akan menjadi sebuah
penuntutan dan pemeriksaan di sidang sumber hukum bagi peradilan
25
pengadilan tertulis di dalam Pasal 44 UU ITE (rechtspraak).
yang isinya sebagai berikut :23 Dengan dasar-dasar di atas, seorang
a. alat bukti sebagaimana dimaksud Hakim diberikan keleluasan untuk
dalam ketentuan Perundang- menemukan hukum (eeditsvinding), baik
undangan; dan dengan cara Melakukan interpretasi hukum
b. alat bukti lain berupa Informasi (wetinteepeetatie), maupun dengan
Elektronik dan/atau Dokumen menggali, mengikuti dan memahami nilai-
Elektronik sebagaimana dimaksud nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 Metoda interpretasi yang dapat digunakan
serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan claim pencarian kekuatan hukum dari akta
ayat (3). elektronik dan tanda tangan elektronik
Sesungguhnya pandangan yang khususnya adalah interpretasi analogi,
mengatakan alat bukti elektronik tidak interpretasi ekstensif dan interpretasi
dapat menjadi alat bukti tertulis tidaklah sosiologis.26
mutlak, karena sangat tidak relevan di Metoda interpretasi analogis dilakukan
jaman teknologi tetap memandang alat dengan memberi ibarat terhadap suatu
bukti tertulis hanya yang berbentuk kata-kata sesuai dengan asas hukumnya,
konvensional. Disinilah Hakim dituntut sehingga suatu peristiwa yang pada
untuk berani melakukan tembosan hukum awalnya tidak dapat dimaksudkan, lalu
karena dia yang paling berkuasa dalam dianggap sesuai dengan ketentuan
memutuskan suatu perkara dan karena dia peraturan tersebut, misalnya menyambung
juga yang dapat memberi suatu vonnis van aliran listrik dianggap mencuri/mengambil
de rechter (keputusan hakim) yang tidak aliran listrik sebagaimana yang ditegaskan
langsung dapat didasarkan atas suatu dalam yurisprudensi tetap Hoge Raad der
peraturan hukum tertulis atau tidak Nederlanden (pengadilan tertinggi di
tertulis. Dalam hal ini, Hakim harus Belanda). Berdasarkan asas konkordansi,
membuat suatu peraturan sendiri (eigen pengadilan Indonesia menggunakan
yurisprudensi ini untuk menjawab
24
E. Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar
23
Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang No. 11 tahun Dalam Hukum Indonesia, cetakan kesebelas,
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, penerbit P.T. Ichtiar Baru dan Penerbit Sinar
diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara Harapan, Jakarta, 1989, hal.121.
25
No.58. Ibid.
26
Ibid, hal.203.

105
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

kebingungan Hakim dalam menyelesaikan c. Perubahan terhadap tanda tangan


kasus penyalahgunaan/ pencurian listrik.27 elektronik yang terjadi setelah waktu
Di Indonesia sendiri terdapat putusan penandatanganan dapat diketahui;
pengadilan yaitu putusan d. Perubahan terhadap informasi
MARI.Nomor.9/KN/1999, yang dalam elektronik yang berhubungan
putusannya hakim meneritna hasil print dengan tanda tangan elektronik
Out sebagai alat bukti surat. Kemudian dapat diketahui setelah waktu
kasus pidana yang diputus di Pengadilan penandatanganan;
Negeri Jakarta Timur mengetengahkan e. Terdapat cara tertentu yang dipakai
bukti e-mail (electronic mail) sebagai salah untuk mengidentifikasi siapa
satu alat bukti. Setelah mendengar penandatangannya;
keterangan ahli bahwa dalam transfer data f. Terdapat cara tertentu untuk
melalui e-mail tersebut tidak terjadi menunjukkan bahwa penandatangan
tindakan manipulatif, hakim memvonis telah memberikan persetujuan
terdakwa dengan hukuman satu tahun terhadap informasi elektronik yang
penjara karena terbukti telah melakukan ditandatangani.
tindakan cabul berupa penyebaran tulisan Orang yang menggunakan tanda tangan
dan gambar.28 elektronik atau terlibat dalamnya
mempunyai kewajiban untuk
2. Tanda Tangan Elektronik mengamankan tanda tangan agar tanda
Salah satu alat yang dapat digunakan tersebut tidak dapat dapat disalahgunakan
untuk menentukan keaslian atau oleh orang yang tidak berhak. Pengamanan
keabsahan suatu bukti elektronik adalah tanda tangan elektronik sesuai Pasal 12 (2)
tanda tangan elektronik. Tanda tangan UU ITE meliputi syarat :30
elektronik harus dapat diakui seem hukum a. Sistem tidak dapat diakses oleh
karena penggunaan tanda tangan orang lain yang tidak berhak;
elektronik lebih cocok untuk suatu b. Penandatangan harus waspada
dokumen elektronik. terhadap penggunaan tidak sah dari
Agar suatu tanda tangan elektronik data pembuatan tanda tangan oleh
dapat diakui kekuatan hukumnya, maka orang lain;
syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai c. Penandatangan harus menggunakan
Pasal 11 ayat (1) UU 11 E adalah:29 cara atau instruksi yang dianjurkan
a. Data pembuatan tanda tangan oleh penyelenggara tanda tangan
elektronik hanya terkait kepada penanda elektronik. Penandatangan harus
tangan saja; memberitahukan kepada orang yang
b. Data pembuatan tanda tangan elektronik mempercayai tanda tangan tersebut
hanya berada dalam kuasa atau kepada pihak pendukung
penandatangan pada saat layanan tanda tangan elektronik
penandatanganan; apabila ia percaya bahwa:
1. Data pembuatan tanda tangan
27
Ibid, ,hal.127. telah dibobol; atau
28
Di akses dari 2. Tanda tangan dapat
http://www.hukumonline.comiartikel_detail dengan menitnbulkan risiko, sehingga ada
judul "Data Elektronik sebagai Alat Bukti Masih
Dipertanyakan" pada tanggal 30 Agustus 2008.
29 30
Pasal 11 Undang-Undang No.11 tahun 2008 Pasal 12 Undang-Undang No.11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara
No.58. No.58 .

106
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

kemungkinan bobolnya data kehandalan prosedur yang digunakannya.


pembuatan tanda tangan Dari sudut kekuatan hukum dan akibat
elektronik tersebut. hukum, jelaslah tipe securisie yang akan
d. Dalam hal sertifikat Elektronik mendapatkan nilai pembuktian lebih unggul
digunakan untuk mendukung tanda daripada tanda tangan elektronik
tangan elektronik, penanda tangan sederhana.
harus memastikan kebenaran dan Selain itu, menurut Penulis, butir (f)
keutuhan semua informasi yang pada Pasal 11 ayat (1) sebaiknya dihapus
terkait dengan sertifikat elektronik karena dari sudut pandang teknis, butir (e)
tersebut. sudah cukup untuk membuktikan bahwa
Menurut Penulis, penggunaan kata "data Penandatangan telah memberikan
pembuatan tanda tangan elektronik" persetujuamiya dengan menandatangani
hendaklah disederhanakan menjadi "tanda akta elektronik tersebut dengan tanda
tangan elektronik", agar lebih jelas dan tangan elektronik miliknya. Munn, tintuk
mudah dimengerti karena tidak ada tanda membuktikan apakah persetjjuan
tangan elektronik tanpa data. Tanda tangan Penandatangan tersebut datang tanpa
elektronik yang diatur di Peraturan unsur paksaan, digunakanlah fakta-fakta
Pemerintah sesuai dengan wewenang yang hukum dalam proses peradilanlah, bukan
akan diberikan Pasal 11 ayat (2) UU ITE piranti lunak yang digunakan.
harus memberikan perbedaan antara tanda Berkaitan dengan pembuktian R.
tangan elektronik simple (sederhana) dan Subekti. mengatakan bahwa, "beban
tanda tangan elektronik securisee pembuktian harus dilakukan dengan adil
31
(diamankan/terkualifikasi). dan tidak berat sebelah, karena suatu
Ketentuan-ketentuan Pasal 11 pembagian beban pembuktian yang berat
merupakan syarat-syarat minimal (yang sebelah berarti a priori menjerumuskan
harus diintegrasikan dengan pasal 12) pihak yang mendapat beban terlalu berat
untuk dipenuhi agar sebuah tanda tangan kedalam jurang kekalahan".32 Berkaitan
elektronik menikmati "asas praduga dengan beban pembuktian terhadap tanda
kehandalan" (presomption de fiabilite) yang tangan elektronik, hendaknya dibebankan
memberikan kekuatan hukum dan akibat kepada pihak yang mempunyai alat-alat
hukum yang sama dengan tanda tangan yang memadai untuk membuktikan bahwa
manuskrip. Tanda tangan elektronik tanda tangan elektronik tersebut dibuat
securisee (diamankan/terkualifikasi) dengan prosedur yang handal daft dapat
seharusnya yang diatur dalam Peraturan dipertanggungjawabkan.
Pemerintah nantinya dan berhak untuk Sistem beban pembuktian terhadap
menikmati presomption de fiabilite. Kecuali tanda tangan elektronik hendaknya
dibuktikan lain, keuntungan dari asas ini diserahkan kepada penyelenggara
adalah jaminan praduga kehandalan sertifikasi tanda tangan elektronik. Dengan
identitas dari pengguna dan integritasnya demikian, kesulitan hakim dalam hal
dengan akta yang dilekatinya. membuktikan unsur-unsur tersebut
Ketidakmampuan pengguna untuk terutama dengan menggunakan alat bukti
menikmati asas ini, menciptakan kesulitan elektronik dapat diringankan oleh saksi ahli
kepada mereka dalam membuktikan karena penyelenggara sertifikasi tanda
tangan elektroniklah yang mempunyai
31 kemampuan teknis dan peralatan teknik
Julius Singara, Alemoire : la cryptologie et la
preuve electronique de la France a l'Indonesie, D.E.A.
32
lnformatique et Droit, Universite Montpellier I, R. Soesilo , RIB/HIR Dengan Penjelasan, Politeia,
armee universitaire, Montpellier, 2003-2004, hal.80 Bogor, 1995, hal. 113.

107
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

untuk membuktikan kehandalan dan hukum Indonesia, yang memiliki


keamanan prosedur yang mereka gunakan. akibat hukum di wilayah hukum
Pengaturan data elektronik sebagai alat Indonesia dan/atau di luar wilayah
bukti walau bagaimanapun telah hukum Indonesia dan merugikan
melakukan pembaharuan mengenai kepentingan Indonesia.33
substansi hukum, yang ada dalam hukum
acara pidana (KUHAP) Indonesia, HIR dan Undang-Undang ini memiliki jangkauan
KU!-! Perdata. Tetapi perluasan alat bukti yurisdiksi tidak semata-mata untuk
tersebut akan terasa sia-sia jika aparat perbuatan hukum yang berlaku di
penegak hukumnya belum siap atau belum Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga
mampu untuk itu dibutuhkan pengetahuan negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk
dari kemampuan aparat penegak hukum perbuatan hukum yang dilakukan di luar
dalam teknologi informasi serta keyakinan wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik
dan pandangan yang luas hakim dalam oleh warga negara Indonesia maupun
menafsirkan hukum sebagai upaya warga negara asing atau badan hukum
penegakan hukum dunia mayantara di Indonesia maupun badan hukum asing yang
Indonesia. memiliki akibat hukum di Indonesia,
mengingat pemanfaatan Teknologi
C. YURISDIKSI HUKUM PIDANA DALAM Informasi untuk Informasi Elektronik dan
PENANGGULANGAN CYBERCRIME Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas
Pengaturan teknologi informasi yang teritorial atau universal. Yang dimaksud
diterapkan oleh suatu negara berlaku untuk dengan "merugikan kepentingan Indonesia"
setiap orang yang melakukan perbuatannya adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada
baik yang berada di wilayah negara menigikan kepentingan ekonomi nasional,
tersebut maupun di luar negara apabila perlindungan data strategis, harkat dan
perbuatan tersebut memiliki akibat di martabat bangsa, pertahanan dan
Indonesia. Butuhnya pengaturan yurisdiksi keamanan negara, kedaulatan negara,
ekstrateritorial dikarenakan suatu tindakan warga negara, serta badan hukum
yang merugikan kepentingan orang atau Indonesia.34
negara dapat dilakukan di wilayah negara Perluasan pengaturan yurisdiksi
lain. Oleh karena itu, peraturan mengenai ekstrateritorial dalam tindak pidana
cyberlaw harus dapat mencakup perbuatan teknologi informasi dimaksudkan untuk
yang dilakukan di luar wilayah Indonesia melindungi jaringan komunikasi/informasi
tapi merugikan kepentingan orang atau yang saat ini telah menjadi kepentingan
negara dalam wilayah Indonesia. intemasional/global. Pengaturan yurisdiksi
Undang-Undang No.11 tahun 2008 ekstrateritorial sama dengan prinsip atau
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik azas ubikuitas sehingga sangat beralasan
(UU 11E) telah mengatur masalah yurisdiksi dalam menghadapi tindak pidana
yang di dalamnya sudah menerapkan asas mayantara. Sebagaimana ditulis oleh Barda
universal. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 2
UU ITE:
33
Undang-Undang ini berlaku untuk Pasal 2 Undang-Undang No.11 tahun 2008
setiap Orang yang melakukan tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
perbuatan hukum sebagaimana diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara
No.58.
diatur dalam undang-undang ini, 34
Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang No.11 tahun
baik yang berada di wilayah hukum 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
Indonesia maupun di luar wilayah diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara
No.58.

108
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

Nawawi Arief,35 mengusulkan untuk sering dilakukan oleh beberapa kedutaan


memberlakukan prinsip ubikuitas (the besar, yang disalurkan nielalui interpol ke
principle of ubiquity) atas tindak pidana Mabes Polri atau yang disalurkan ke
mayantara. Alasannya saat ini semakin Kepolisian Daerah mengalami jalan buntu.
marak terjadi cybercrime seiring dengan Hal tersebut dapat terlihat dari data
pertumbuhan penggunaan internet. Yang korespondensi kasus cybercrime Interpol
dimaksud dengan prinsip atau azas Indonesia dari tahun 2006 sampai dengan
ubikuitas adalah prinsip yang mengatakan tahun 2008 di bawah ini :
bahwa delik-delik yang dilakukan atau Tabel.7
terjadi di sebagian wilayah teritorial negara Data Korespondensi Kasus Cybercrime
sebagian di luar wilayah teritorial suatu Interpol 2006-200836
negara (ekstrateritorial) harus dapat NO HASIL PENYELIDKAN
JUMLAH
dibawa ke dalam yurisdikgi setiap negara TAHUN Proses
KASUS Selesai Penyidikan
yang terkait.
1 2006 28 7 21
Berdasarkan Pasal 2 dan penjelasan
UUITE path dasarnya tetap dianut asas-asas 2 2007 31 - 31
ruang berlakunya hukum pidana dalam 3 2008 38 - 38
KUHP yaitu didasarkan path asas teritorial
TOTAL 7
(pasal 2-5 KUHP), asas personal/nasional 90
aktif (pasal 7 KUHP), dan asas universal
(pasal 8 KUHP), hanya ada perubahan dan Penyelidikan dan penyidikan atas
perkembangan formulasinya yaitu: komplain yang tidak tuntas tersebut
- Memuat ketentuan tentang lingkup dikarenakan berbagai faktor seperti faktor
yurisdiksi yang bersifat transnasional keterbatasan sumber daya manusia yang
dan internasional serta memuat dimiliki aparat penegak hukum, faktor
ketentuan khusus terhadap tindak biaya, sarana atau fasilitas, sulitnya
pidana teknologi informasi. menghadirkan korban juga dikarenakan
- Subjek hukum tidak hanya terhadap faktor prinsip kedaulatan wilayah dan
perorangan baik warga negara Indonesia kedaulatan hukum masing-masing Negara.
ataupun warga negara asing yang Menurut Masaki Hamano sebagaimana
memiliki akibat hukum di Indonesia dikutip oleh Barda Nawawi Arief Ada tiga
tetapi juga 'terhadap badan hukum asing lingkup yurisdiksi di ruang maya
(koorporasi) (cyberspace), yang dimiliki suatu negara
Berlakunya asas-asas ruang hukum berkenaan dengan penetapan dan
pidana dalam KUHP sebenarnya tidak perlu pelaksariaan pengawasan terhadap
lagi diatur di dalam UU ITE, maka lebih setiap peristiwa, setiap orang dan setiap
aman dan lebih luas jangkauannya apabila benda. Ketiga katagori yurisdiksi
UU ITE menegaskan berlakunya asas-asas tersebut, yaitu: 37
ruang berlakunya hukum pidana menurut
KUHP dengan menambah/memperluas hal-
hal yang belum ditegaskan dalam KUHP. 36
Sumber dari situs Interpol Indonesia
Problema dalam penerapan pengaturan http://vvvvw.interpol.go.id di akses pada tanggal 28
yurisdiksi ekstrateritorial adalah dalam hal September 2008.
37
penegakan hukumnya. Beberapa komplain Masaki Hamano,"Comparative Study in the
Approach to Jurisdiction in Cyberspace" Chapter:
The Principle of Jurisdiction,,hal.l. lihat dalam Barda
35
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, Raja
Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, Grafindo Persada, Jakarta, 2006.,ha1.27-28.
hal.253.

109
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

1. Yurisdiksi Legislatif (legislatif menjalankan peraturan yaitu polisi,


jurisdiction atau jurisdiction to jaksa dan hakim khusus menangani
prescribe); cybercrime . (3) Adanya fasilitas atau
2. Yurisdiksi Yudisial (judicial sarana untuk mendukung pelaksanaan
jurisdiction atau jurisdiction to peraturan itu. (4) Kesadaran hukum dari
adjudicate); dan masyarakat yang terkena peraturan.
3. Yurisdiksi Eksekutif (executive Selain ke 4 (empat) syarat tersebut
jurisdiction atau jurisdiction to penegakan hukum di dunia maya juga
enforce). sangat tergantung dari pembuktian dan
Berdasarkan ketiga katagori yurisdiksi yuridiksi yang ditentukan oleh undang-
menurut Masakl Hamano di atas undang.
perbuatan yang dapat menimbulkan 2. Kebijakan pemerintah Indonesia
masalah dalarn UU ITE ketika warga dengan diundangkannya Undang-
negara Indonesia melakukan tindak Undang No. 11 tahun 2008 tentarig
pidana di luar Indonesia (asas Informasi dan Trarisaksi Elektroriik (UU
persona/nasionalitas aktif) tanpa ITE) merupakan payung hukum
akibatnya dirasakan di Indonesia. Hal pertama yang mengatur dunia siber
tersebut sangat terkait dengan masalah (cyberlaw), sebab muatan dan
yurisdiksi judisial (kewenangan mengadili cakupannya yang luas dalam
atau menerapkan hukum) dan yuriisdiksi membahas pengaturan di dunia maya
eksekutif (kewenangan melaksanakan seperti perluasan alat bukti elektronik
putusan) karena masalah yurisdiksi sama dengan alat bukti yang sudah
judisial/adjudikasi dan yurisdiksi dikenal selama ini, diakuinya tanda
eksekutif sangat terkait dengan tangan elektronik sebagai alat
kedaulatan wilayah dan kedaulatan verifikasi, dan autentikasi yang sah
hukum masing-masing Negara, karena suatu dokumen elektronik, serta
konstitusi suatu negara tidak dapat pengaturan perbuatan-perbuatan yang
dipaksakan kepada negara lain karena dilakukan dalam cyberspace sebagai
dapat bertentangan dengan kedaulatan suatu tindak pidana.
dan konstitusi negara lain, oleh karena 3. Peraturan mengenai cyberlaw harus
itu hanya berlaku di negara yang dapat mencakup perbuatan yang
bersangkutan saja, sehingga dibutuhkan dilakukan di luar wilayah Indonesia tapi
kesepakatan Internasional dan kerjasama merugikan kepentingan orang atau
dengan negara-negara lain dalam negara dalam wilayah Indonesia.
menanggulangi tindak pidana teknologi Undang-Undang No.11 tahun 2008
informasi. tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) telah mengatur
PENUTUP masalah yurisdiksi yang di dalamnya
A. KESIMPULAN sudah menerapkan asas universal.
1. Dalam menjamin keamanan, keadilan
dan kepastian hukum dalam penegakan B. SARAN
hukum (law enforcement) di dunia 1. Diaturnya alat pembuktian inforinasi,
cyber dapat terlaksana dengan baik dokumen elektronik dan tanda tangan.
maka harus dipenuhi 4 (empat) syarat elektronik yang dapat digunakan
yaitu: (1) Adanya aturan perundang- secara hukum diharapkan dapat
undangan khusus yang mengatur dunia memudahkan pelaksanaan penegakan
cyber. (2) Adanya lembaga yang akan hukum terhadap tindak pidana

110
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

teknologi informasi di Indonesia, tetapi Caldwell, Kave. “Applying Old Law to New
hal tersebut haras didukung dengan Technology”, The Commercenet
pengetahuan dan keterampilan, serta Newsletter The Public Policy Report. Vol.
kerja sama antara aparat penegak 2 No. 7 Agustus 2000.
hukum balk lingkup regional maupun Chandra, Fransisca Haryanti., Internet :
internasional mengingat tindak pidana Information Superhighway. Makalah
cybercrime yang borderless. pada Penataran Kualitas Dosen di Bidang
2. Yurisdiksi cyberspace sangat Pengolahan Data dan Penyusunan
berpengaruh dalam penegakan Presentasi Melalui Media Komputer bagi
hukummengingat jarak, biaya dan Dosen PTS Kopertis Wilayah VI di
kedaulatan masing-masing negara. Semarang, 4-8 September 1995.
Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama Didik J.Rachbini, "Mitos dan Implikasi
Internasional baik mutual assistance, Globalisasi " : Catatan Untuk Bidang
perjanjian ekstradisi dan kesepakatan Ekonomi dan Keuangan, Pengantar edisi
atau kerjasama dengan negara-negara Indonesia dalam Hirst, Paul dan
lain terkait kejahatan cybercrime Grahame Thompson, Globalisasi adalah
dalam upaya penegakan hukum dalam Mitos, Jakarta, Yayasan Obor, 2001.
menanggulangi tindak pidana teknologi Freddy Haris, Cybercrime dari Persfektif
informasi. Akademis, Lembaga Kajian Hukum dan
Teknologi Fakultas Hukum Universitas
DAFTAR PUSTAKA Indonesia.
Abdul Mu’in M., Teknologi Informasi Dalam Hanny Kamarga, Belajar Sejarah Melalui E-
Sistem Jaringan Perpustakaan Perguruan Learning : Alternatif Mengakses Sumber
Tinggi. www.yahoo.com. Diakses pada Informasi Kesejarahan, PT Intimedia,
tanggal 1 September 2008. Jakarta, 2002.
Abdul Wahib dan Mohammad Labib, Hoefnagels, G. Peter., The Other Side of
Kejahatan Mayantara (Cybercrime), Criminology, An Inversion of the Concept
Refika Aditama, Bandung, 2005. of Crime, 972.
Abadinsky, Howard., Prohobition and Horton, Paul B dan Chester L.Hunt,
Parole : Theory and Practice, Prentice- Sosiologi, Erlangga, Jakarta, 1984,
Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, ha1.237.
1977. lbrahim. Johannes., Kartu Kredit Dilematis
Agus Raharjdo, Cybercrime Pemahaman Antara Kontrak dan Kejahatan. Bandung:
Dan Upaya Pencegahan Kejahatan Refika Aditama, 2004.
Berteknologi, Op.Cit. Jeff Zalesky, Spritualitas Cyberspace,
Andi Hamzah, Aspek-Aspek Pidana di Bagaimana Teknologi Komputer
Bidang Komputer, 1998. Mempengaruhi Kehidupan
Anton M. Moelijono, (et.al)., Kamus Besar Keberagaman Manusia, Mizan,
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Bandung, 1999.
Jakarta,1998. Marc Ancel, Social Defence, A Modern
A. Mulder ,"Strafrechtspolitiek" Delikt en Approach to Criminal Problem (London,
Delinkwent Mei 1980,ha1.333, lihat Routledge & Kegan Pau1,1965,ha1.4-5).
dalam Barda Nawawi Arief, Meliala. Adrianus., Menyingkap Kejahatan
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Krah Putih. Jakarta: Pustaka Sinar
Kebijakan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Harapan,1993.
Bakti, Bandung, 2003.

111
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013

M.Arief Mansur dan Alistaris Gultom, Sahetapy, J.E., Teori Kriminologi Suatu
CyberLaw; Aspek Hukum Teknologi Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung,
Informasi, Op. Cit. 1992.
Muladi, Demokratisasi,HakAsasi Manusia -------------., dan Mardjono Reksodiputro,
dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Paradoks Dalam Kriminologi, Rajawali
Habibie Center, Jakarta, 2002, hal.269. Press, Jakarta, 1989.
Moeljatno. Perbuatan Pidana dan Sapardjaja. Komariah Emong., Ajaran Sifat
Pertanggungjawaban Dalam Hukum Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum
Pidana. Yogyakarta: 1969. Pidana Indonesia. Bandung: Alumni,
Naskah akademik RUU tindak pidana di 2002.
bidang Teknologi Informasi disusun oleh Silalahi, Darwin. “Banyak Negara Bersiap
Mas Wigantom Roes Setiyadi. dengan Ekononmi Berbasis Internet,“
-------------., Asas-Asas Hukum Pidana. Harian Kompas,. Tanggal 10 April 2000.
Jakarta, Bina Aksara, 1983 Soemadipradja. R Achmad S., Hukum
Nitibaskara, Tubagus Ronny Rahman., Pidana dalam Yurisprudensi. Bandung:
Ketika Kejahatan Berdaulat: Sebuah Armico, 1990.
Pendekatan Kriminologi, Hukum dan Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana,
Sosiologi,Peradaban, Jakarta, 2001. Alumni, Bandung, 1977, hal. 100.
Onno W Purbo, Kebangkitan Nasional Ke-2 Sutanto, Hermawan Sulistyo, dan Tjuk
Berbasis Teknologi Informasi, Computer Sugiarto, Cybercrime-Motif dan
Network Research Group, ITB,2007. Lihat Penindakan, Pensil 324, Jakarta
dalam yclday@garuda.drn.go.id. Pada
tanggal 5 Agustus 2008. Undang-Undang:
Pattiradjawane, Rene L., “Globalisasi dan Undang-Undang Nomor I 1 Tahun 2008
Teknologi Menuju Keseimbangan Baru,” Tentang Informasi dan Tmnsaksi
Harian Kompas, Tanggal 28 April 2000. Elektronik.
Pontier, J.A. (Penerjemah: B. Arief Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Sidharta). Penemuan Hukum. Bandung: tentang Perbanbankan junto Undang-
Jendela Mas Pustaka, 2008. Undaag Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Rahardjo. Agus., Cybercrime. Pemahaman Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
dan Upaya Pencegahan Kejahatan 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Berteknologi. Bandung: Citta Aditya
Bakti, 2002. Lain-Lain:
Reksodiputro, Mardjono., Sistem Peradilan Abidin M Asyek www.groups.
Pidana Indonesia (Melihat Pada google.mm/group/imssumatra
Kejahatan dan Penegakan Hukum Dalam Majalah Warta Ekonomi No. 9, 5 Maret
Batas-Batas Toleransi), Pidato 2001
Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Majalah CyberTECH , dengan judul “Steven
bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Haryanto” ,6 November 2002.
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, Majalah Gatra No.23 Tahun XIV17-23 April
30 2008.
Romli Atmasasmita, Ruang Lingkup www.bankgaransi blogspot.com. Modus
Berlakunya Hukum Pidana terhadap Kejahatan Kartu ATM dan Kartu Kredit.
Kejahatan Transnasional Terorganisasi, www.idsirtii.or.id. Mewaspadai Kejahatan
artikel dalam Padjajaran Jilid XXIV No.2 Layanan Perbankan Elektronik. 2010
tahun 1996.

112

Anda mungkin juga menyukai