PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abortus
2.1.1 Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
(pertemuan sel telur dan sel sperma) pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan.1
Abortus adalah terhentinya (mati) dan dikeluarkannnya
kehamilan sebelum janin berumur 20 minggu (dihitung dari haid
terakhir) atau berat janin kurang dari 500 gram dan panjang janin
kurang dari 25 cm (Ansar, 2010). Abortus merupakan berakhirnya
kehamilan dengan cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup.
Definisi lain yang sering digunakan adalah kelurnya janin neonatus
sebelum janin mencapai berat 500 gram.5
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan kejadiannya abortus dibagi menjadi dua, yaitu
sebagai berikut:
1. Abortus spontan terjadi secara alamiah tanpa interfensi luar
(buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Berdasarkan
gambaran kliniknya abortus dapat dibagi menjadi:2
a. Abortus completus (keguguran lengkap) adalah
pengeluaran semua hasil konsepsi dengan umur
kehamilan > 20 minggu kehamilan lengkap.
b. Abortus insipiens adalah perdarahan intrauterin
sebelum kehamilan lengkap 20 minggu dengan dilatasi
serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran hasil
konsepsi atau terjadi pengeluaran sebagian atau
seluruhnya.
c. Abortus incomplit adalah pengeluaran sebagian tetapi
tidak semua hasil konsepsi pada umur >20 minggu
kehamilan lengkap.
d. Abortus imminens adalah perdarahan intrauteri pada
umur < 20 minggu kehamilan lengkap dengan atau
tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks dan tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Hasil kehamilan yang
belum viabel berada dalam bahaya tetapi kehamilannya
terus berlanjut.
e. Missed abortion (keguguran tertunda) adalah kematian
embrio atau janin berumur < 20 minggu kehamilan
lengkap tetapi hasil konsepsi tertahan dalam rahim
selama ≥ 8 minggu.
f. Abortus habitualis adalah kehilangan 3 atau lebih hasil
kehamilan secara spontan yang belum viabel secara
berturut- turut.
g. Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai
infeksi genetalia interna sedangkan abortus sepsis
adalah abortus terinfeksi dengan penyebaran bakteri
melalui sirkulasi ibu.
2. Abortus Provocatus
Abortus provocatus adalah tindakan abortus yang disengaja
dilakkukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28
minggu atau berat janin 500 gram, abortus ini dibagi lagi
menjadi sebagai berikut:10
Abortus medisinalis adalah abortus yang dilakukan atas
dasar indikasi vital ibu hamil jika diteruskan
kehamilannya akan lebih membahayakan jiwa sehingga
terpaksa dilakukan abortus buatan. Tindakan itu harus
disetujui oleh paling sedikit tiga orang dokter.
Abortus kriminalis adalah abortus yang dilakukan pada
kehamilan yang tidak diinginkan, diantaranya akibat
perbuatan yang tidak bertanggung jawab, sebagian
besar dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih
sehingga menimbulkan komplikasi.
2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi
terdapat beberapa faktor sebagai berikut:10,11,12
1. Umur
Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya
usia ibu. Insiden abortus dengan trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia ibu. Resiko ibu mengalami aneuploidi yaitu
diatas 35 tahun karena kelainan kromosom akan meningkat
pada usia diatas 35 tahun.
2. Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan
kematian janin dan cacat bawahan yang menyebabkan hasil
konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi
dapat terjadi seperti:
Faktor kromosom, gangguan terjadi sejak semula
pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks.
Faktor lingkungan endometrium
Endometrium yang belum siap untuk menerima
implantasi hasil konsepsi.
Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak kehamilan
terlalu pendek
3. Kelainan Pada Plasenta
Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga
plasenta tidak dapat berfungsi.
Gangguan pada pembuluh darah plasenta yang
diantaranya pada penderita diabetes melitus
Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah
plasenta sehingga menimbulkan keguguran.
4. Penyakit Ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis,
malaria, sifilis, anemia dan penyakit menahun ibu seperti
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit
diabetesmilitus. Kelainan yang terdapat dalam rahim. Rahim
merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai
keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus,
uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas
operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan
serviks postpartum.
5. Riwayat Abortus
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadian ini sekitar
3-5% jumlah kejadian abortus. Data menunjukan bahwa
setelah 1 kali abortus pasangan akan beresiko mengalami
abortus sebesar 15%.
6. Faktor Infeksi
Infeksi termasuk yang diakibatkan oleh TORC (toksoplasma,
rubella, cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin
sering dihubungkan dengan abortus.
7. Obat-obatan rekreasional dan toksin lingkungan
Peranaan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang
dianggap teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti
tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada mungkin
hal ini merupakan salah satu yang berperan terjadinya abortus.
2.1.4 Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis,
diikuti nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas
dan dianggap benda asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila
pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi khorialis belum
menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsepsi dapat
keluar seluruhnya. Apabila kehamilan 8-14 minggu villi khorialis
sudah menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dapat dilepaskan
sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan dari pada plasenta.
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat,
maka dia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Pada janin yang
telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses modifikasi
janin mengering dan karena cairan amion menjadi kurang oleh sebab
diserap dan menjadi agak gepeng. Dalam tingkat lebih lanjut menjadi
tipis. Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan
ialah terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek,
perut membesar karena terasa cairan dan seluruh janin bewarna
kemerah-merahan.2
2.2.3 Penanganan
Penanganan abortus inkomplit adalah sebagai berikut:14
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang
dari 16 minggu evakuasi dapat dilakukan secara digital atau
dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Jika
perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau
misoprostol 400 mg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia
kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi
dengan:
Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan metode
evaluasi yang terpilih. Evaluasi dengan kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan jika AVM tidak tersedia.
Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri
ergometrin 0,2 mg IM atau Misoprostol 400 mg per
oral (dapat diulang sesudah 4 jam jika perlu).
3. Jika kehamilan lebih dari 6 minggu :
Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV
(garam fisiologis atau larutan Ringer Laktat) dengan
kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi.
Jika perlu berikan misoprostol 200 mg per vaginam
setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
(maksimal 800 mg)
Evakuasi hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
2.2.4 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus antara lain:7
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-
sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah.
Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila petolongan
tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada
uterus dalam posisi hiperrentrofleksi.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap
abortus tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplit
yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang tidak aman.
4. Syok
Syok pada abortus bias terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dan karena infeksi berat.
2.2.2 Epidemiologi
PenyakIt hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di
dunia termasuk di Indonesia, yang terdin dari Hepatitis A, B, C,D, dan
E. Virus Hepatitis B telah menginfeksi 2 milyar orang di dunia, sekitar
240 juta orang diantaranya menjadi pengidap Hepatitis B kronik,
sedangkan unutk pendirita Hepatitis C di dunia diperkirakan sebesar
170 juta orang. Indoneisa merupakan negara dnegan endemisitas tinggi
hepatitis B, terbesar kedua di negara South East Asian Region (SEAR)
setelah Myanmar.Sehingga saat ini diperkirakan terdapat 28 juta
penduduk indoensia yang terinfeksi Hepatitis B dan C, 14 juta
diantaranya berpotensi menjadi kronik.9
Sementara itu, berdasarkan Infodatin (2018) Presentase Ibu hamil
HBsAg reaktif tertinggi yaitu Nusa Tenggara Barat (6,15%), Nusa
Tenggara Timur (5,26%) dan Papua (3,92%). Sedangkan Provinsi
Kalimantan Tengah belum ditemukan ibu hamil yang positif HBsAg.8
Dapat dilihat proporsi HBsAg dan HBeAg pada ibu hamil di dunia,
dimana di Negara Asia prevalensi HBsAg berkisar antara 1,7-17%
dengan proporsi HBeAg 8-64%, di Asia tengah dan Afrika HBsAg 3-11
% dan HBeAg 8-19%, sedangkan di Eropa Selatan HBsAg berkisar
antara 1-3% dengan HBeAg 4-5%.15
Tingginya prevalensi VHB dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain; faktor geografik, dimana umumnya prevalensi VHB lebih tinggi
didaerah tropik dibandingkan dengan di daerah beriklim sedang dan
lebih tinggi pada penduduk di daerah urban dibandingkan dengan
penduduk di daerah rural. engaruh etnik terhadap prevalensi VHB dapat
dilihat pada penduduk etnik Cina di USA, dimana didapatkan
prevalensi pengidap kronik VHB lebih tinggi dibandingkan dengan
golongan penduduk kulit putih di USA.15
Hepatitis tertinggi terdapat pada kelompok umur 45-54 dan 65-74.
Penderita hepatitis banyak ditemukan pada petani/nelayan/buruh
dibanding pekerjaan lain.9
2.2.3 Etiologi
Virus Hepatitis B (VHB) merupakan virus hepatitis pertama pada
manusia yang protein dan genomenya dapat diidentifikasi dan tergolong
keluarga Hepadnaviridae yaitu suatu virus yang hepatotropik dengan
genome DNA. VHB hanya bisa hidup pada manusia, chimpanzee dan
beberapa jenis primate lainnya, tetapi sampai sekarang belum bisa
dilakukan pembiakan.
VHB disebut partikel Dane sesuai nama penemu virus tersebut.
Partikel Dane mempunyai penampang 42-47 nm dan terdiri dari core
dan selubung (envelope) yang disebut Hepatitis B Surface Antigen
(HBsAg). Produksi HBsAg lebih banyak dari produksi core dan dalam
darah pengidap infeksi VHB, tampak dua macam HBsAg yaitu yang
berbentuk bulat (spheric) dengan penampang 17 – 25 nm dan HBsAg
berbentuk tubuler (filament) dengan penampang 20 nm).15
Pola Penularan
Walaupun infeksi VHB dapat ditularakan dengan berbagai cara, tetapi pola
penularan infeksi VHB dapat dibagi menjadi dua yaitu;15
1. Secara vertikal
Pola penularan vertical ialah penularan VHB dari ibu dengan HBsAg
positif ke bayi yang dilahirkannya.
a. Sebelum persalinan yang disebut infeksi VHB in-utero
Yang dimaksud dengan penularan VHB in-utero ialah penularan
atau tramsmisi VHB dari ibu ke bayi di dalam rahim ibu, yang
kemudian menyebabkan bayi mengalami infeksi VHB. Sebagai bukti
yang pasti bahwa terjadinya infeksi in-utero ialah jika bayi yang baru
lahir di dalam hatinya sudah terdapat VHB.15
Secara klinis karena masa inkubasi VHB adalah 6 minggu sampai
6 bulan, maka bayi dikatakan mengalami infeksi VHB in-utero, jika
bayi berumur 1 bulan sudah menunjukkan HBsAg positif (Wong, et
al. 1980). Infeksi VHB in-utero pada dasarnya terjadi karena
masuknya VHB dai ibu ke bayi di dalam kandungan, melalui robekan
kecil plasenta yang menyebabkan terjadinya microtransfusion darah
ibu yang mengandung partikel Dane ke bayi (Lin. et.al., 1987). Jika
hasil pemeriksaan PCR pada bayi harike-0 positif, berarti ada genom
VHB yang masuk ke bayi.15
b. Selama persalinan disebut infeksi VHB perinatal.
Yang dimaksud dengan infeksi perinatal VHB ialah infeksi VHB
padabayi yang terjadi pada saat dilahirkan dari ibu dengan HBsAg
positif. Pada penularan VHB vertikal, HBsAg pada bayi umumnya
positif 3 bulan setelah persalinan. Mekanisme terjadinya penularan
VHB perinatal belum jelas, tetapi beberapa teori yang dikemukakan
antara lain; melalui lesi kulit, mata, darah ibu, air ketuban yang
tertelan oleh bayi pada saat persalinan dan kontak dengan lendir
serviko-vaginal.15
2.2.6 Patogenesis
1. Pada hepatitis akut
Pada awal infeksi VHB, akan muncul alfa interferon di dalam
darah yang menimbulkan panas badan dan malaise pada pasien.
meningkatnya aktifitas sel NK (Natural Killer) dalam beberapa minggu
pertama dari infeksi akut, disertai dengan munculnya sel T-helper (Th
atau CD4 limfosit) yang desensitisasi khususnya terhadap epitop yang
mengandung HBc peptide.
Antibodi yang pertama muncul adalah anti-pre S1 dan anti pre-S2,
yang diduga untuk mengontrol infeksi, tetapi tidak mengontrol
penyebaran VHB ke dalam sel hati, sampai sel hati yang mengalami
infeksi dihancurkan oleh sel T sitotoksik (Tc). Interferon juga
merangsang munculnya MHC I pada permukaan sel hati, tetapi tidak
pada sel hati yang tidak mengandung VHB. Sel Tc akan beraksi dengan
mengadakan penempelan dengan MHC I yang memunculkan HBc
peptide pada permikaannya, sehingga terjadi lisis sel hati dan eliminasi
VHB.15
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarakan anamnesis, pemeriksaan fisik
yang sesuai dengan manifestasi klnis diatas dan pemeriksaan penunjang
seperti:
Didapatkan kelainan test faal hepar, bilirubin, SGOT, SGPT dan
alkalinfosfatase/ bilirubin urine (+), protombin time memanjang, USG hepar
didapatkan pembesaran dan USG Janin normal.17
Sementara itu, Tes laboratorium petanda serologik VHB yang dipakai
untuk menegakkan diagnosis adalah:15
1. HbsAg (antigen permukaan virus hepatitis B)
Positifnya HBsAg dalam darah seorang individu menunjukkan
individu tersebut menderita infeksi VHB. Pada proses penyembuhan
HBsAg menjadi negatif dan kalau sampai 6 bulan setelah terjadinya
infeksi HBsAg tetap positif, keadaan ini menunjukkan telah terjadinya
infeksi VHB kronik. Metode yang paling peka dan spesifik untuk
deteksi HBsAg adalah RIA (Radio Immuno Assay) diikuti oleh ELISA
(Enzyme Linked Sorbent Assay) dan kemudian RPHA (Reserved
Passive Hemaglutination Assay). Untuk pemeriksaan semi kuantitatif
yang paling praktis adalah RPHA karena tidak diperlukan pengenceran
serum secara seri.
2.2.8 Pencegahan
Pencegahan penularan VHB dapat dilakukan dengan melakukan
aktifitas seksual yang aman, tidak menggunakan bersama obat-obatan
yang mempergunakan alat seperti jarum suntik, tidak memakai bersama
alat-alat yang bisa terkontaminasi darah, memakai pengaman waktu
kerja kontak dengan darah, dan melakukan vaksinasi untuk mencegah
penularan.15
Salah satu cara yang paling tepat untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas adalah pencegahan infeksi VHB dengan vaksinasi hepatitis
B, karena belum ada pengobatan yang efektif untuk penyakit hati
kronik dan KHP. Ibu dengan HBeAg positif sangat infeksius sehingga
90% bayi yang lahir dari ibu ini akan tertular pada saat atau tidak begitu
lama setelah persalinan, dengan risiko terjadinya pengidap kronik. 15
a. Imunisasi Hepatitis B
1. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif dilakukan dengan menyuntikkan vaksin HB yang
dibuat dari partikel HBsAg, untuk merangsang pembentukan
atau timbulnya anti-HBs. Antibodi yang timbul setelah
pemberian vaksin memerlukan waktu, karena itu pada post
eksposure vaccination vaksin harus diberikan dalam waktu tidak
lebih dari 24 jam setelah melahirkan. Vasin HB bisa berupa
vaksin plasma yang berasal dari plasma pengidap kronik VHB
atau berupa vaksin HB rekombinan yang dibuat secara rekayasa
genetik. HB vaksin imunologik pada bayi dan pemberian dosis
dewasa pada bayi yang lahir dari ibu dengan HBeAg negatif
memberikan proteksi sebesar 90%, jika bayi lahir dari ibu
dengan HBsAg positif hanya sebesar 70-75%. Dan untuk
mencapai proteksi 90% perlu diberikan satu dosis HBIG segera
setelah lahir.15
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif dilakukan dengan memberikan suntikan
Hepatitis B Immune Globulin (HBIG), yang merupakan sediaan
anti-HBs dalam titer tinggi. Keuntungan dari pemberian HBIG
segera setelah persalinan ialah dapat mencegah sebagian besar
penularan VHB vertikal yang sebagian besar terjadi pada saat
persalinan. Tetapi pemberian HBIG tanpa vaksin akan
menyebabkan bayi masih mudah terinfeksi VHB setelah HBIG
hilang dalam darah, dan infeksi VHB akan terjadi setelah bayi
berumur 6 bulan.15
2.2.8 Tatalaksana
Semua penderita hepatitis dirawat untuk evaluasi penyakit dan
pengobatannya. Pengobatan medik bertujuan untuk memperbaiki
keadaan umum, meningkatkan ketahanan sel hepar dan mencegah
berlanjutnya kerusakan sel akibat virus. Mengurangi bebankerja sel
hepar.
1. Cukupkan kebutuhan cairan dan elektrolit, kalori dan protein dengan
infus dan diet.
2. Batasi zat lemak
3. Istirahat baring total
4. Hindarkan obat hepatotoksik
5. Kortikosteroid, antivirus
6. Enzim pencernaan/ hepatoprotektor
7. Roborantia18
Pada tatalaksana tidak ada yang membedakan prinsip terhadap
BAB III
LAPORAN KASUS
Suami Pasien
Nama : Riki
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Alamat : Jl. Wahitam, Lorong Famili 2, Pakjo, Kota Palembang,
Sumatera Selatan
3.2. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 01 Maret 2020
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam.
C. Riwayat Menstruasi
Usia Menarke : 12 tahun
Sikluas Haid : 28 hari
Lama Haid : 6-7 hari, 2 kali ganti pembalut/hari
Keluhan Saat Haid : Tidak ada
HPHT : 08 Desember 2019
D. Riwayat Perkawinan
Status Pernikahan : 1x
Lama Menikah : 2 tahun
Usia Menikah : 22 tahun
E. Riwayat Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi apapun.
F. Riwayat ANC
2 kali di Puskesmas
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular.
Murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: cembung, skar operasi (-), striae gravidarum
(-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : hepar lien tidak teraba pembesaran
Genitalia : discharge (-)
Ekstremitas : akral dingin (-/-) edema (-/-)
B. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
Inspeksi : Perut tampak sedikit cembung, striae gravidarum
(-), luka bekas SC (-)
Palpasi : TFU teraba 2 jari dibawah pusat, nyeri tekan pada
perut bawah (+)
Pemeriksaan Dalam
Inspekulo: Warna portio livide, OUE terbuka dan terdapat
beberapa jaringan dan darah yang keluar dari OUE, tidak
ditemukan erosi, laserasi atau polip serviks, fluksus (+) darah.
Pemeriksaan Serologi/Imunologi
HbsAG Positif Negatif
3.6 Penatalaksanaan
Observasi keadaan umum, tanda vital dan perdarahan
IVFD Ringer Laktat gtt 20x/menit
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV
Rencana Kuretase 02 Maret 2020 pukul 10.00 WIB
3.7 Follow Up
Hari/Tanggal Follow Up
Senin, 02 Maret 2020 S/ (-)
Pukul 11.00 WIB
O/ KU: tampak sakit ringan
Sensorium: compos mentis
TD: 110/70 mmHg
N: 80 x/menit
RR: 21x/menit
T: 36,5oC
BAB IV
PEMBAHASAN
5.1 Simpulan
1. Abortus inkompletus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.
2. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang penulisan diagnosis pada kasus sudah tepat yaitu G1P0A0
hamil 12 minggu dengan Abortus Inkompletus + Hepatitis B.
3. Tatalaksana kasus abortus inkompletus cukup tepat, dimana pasien
diterapi dengan IVFD Ringer Laktat gtt 20x/menit, ceftriaxone 2 x 1
gr IV, dan dilanjutkan tindakan kuretase.
5.1 Saran
Berdasarkan uraian diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah:
1. Dalam menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan kasus abortus
inkompletus harus tepat dan cepat sehingga kondisi ibu dapat di
tatalaksana dengan baik dan tidak timbul komplikasi yang tidak
diinginkan.
2. Sebaiknya pasien berkonsultasi dengan dokter Sp.OG sehingga tidak
terjadi abortus berulang pada kehamilan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA