28922-Article Text-90431-1-10-20191231 PDF
28922-Article Text-90431-1-10-20191231 PDF
2
Fakultas Teknik, Universitas Khairun Ternate
Jalan Yusuf Abdurrahman, Kampus Gambesi, Kotak Pos 53 Ternate 97719 Ternate Selatan, Maluku Utara,
Indonesia Telepon/ Faks 0921-3110907
*Korespondensi: nezzarnebuchad@yahoo.co.id
Diterima: 13 Agustus 2018/Disetujui: 06 Desember 2019
Cara sitasi: Baksir A, Daud K, Wibowo ES, Akbar N, Haji I. 2019.Pemanfaatan sumber energi panas bumi
untuk pengeringan ikan di Desa Idamdehe Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 22(3): 423-432.
Abstrak
Indonesia memiliki 252 potensi geotermal yang tersebar di jalur pegunungan vulkanik, dimulai dari
Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku. Titik panas bumi ditemukan di Maluku Utara di Desa Idamdehe,
Kabupaten Halmahera Barat. Penelitian tentang kajian pemanfaatan panas bumi di Indonesia khususnya
Maluku Utara untuk kegiatan pengolahan hasil perikanan masih sangat minim, sehingga diperlukan suatu
pendekatan khusus dalam pemanfaatan. Penelitian bertujuan untuk memanfaatkan sumber panas untuk
pengolahan ikan. Pengeringan ikan menggunakan oven modifikasi. Pengujian menggunakan sampel ikan
selar kuning (Selaroides leptolepis). Pengukuran suhu lingkungan panas bumi dilakukan secara in situ. Hasil
penelitian diperoleh uap lingkungan panas bumi berkisar 70oC sampai 130oC. Proses pematangan ikan
berlangsung selama 4 jam dengan suhu tercatat dalam ruang oven bernilai 0oC, 50oC, dan 100oC. Panas
bumi dapat digunakan masyarakat untuk pengolahan ikan.
Abstract
Due to the location at the ring of fire, Indonesia has 252 geothermal potentials distributed in various
regions, from Java to Nusa Tenggara, together with Sulawesi and Maluku. Geothermal points are found in
North Maluku in Idamdehe Village, West Halmahera. Research on the usage of geothermal energy for fish
processing in Indonesia, especially North Maluku, is very limited. Therefore, this study was aimed to use
geothermal energy for fish processing using a modified oven. The sample used was the yellowstripe scad
(Selaroides leptolepis). In situ measurement was done to obtain the geothermal steam temperature which
is 70oC to 130oC. The experiments wewe done in 4 hours for the fish drying processed with three sets of
temperature including 0oC, 50oC and 100oC. The results suggest geothermal as a promising energy souce
for fish processing.
Figure 2 Drying fish instrument (Modification by Syuhada et al. 2015, Prasetyo et al.
2015), A. Vertical model, B. Horizontal model
Time (hour)
Figure 3. Geothermal Enviromental Temperature in Idamdehe Village
140
120 120 120 120
120
100 100 100
95
Temperature (oC)
100 90
100 100 100 100 100 100
80
60
50
40
20
0 0 0
09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00
Time (hour)
Figure 4 Temperature per hour, ( environment temperature, oven temperature)
Temperature Duration
Period Time (WIT) Process
(°C) (Minutes)
0 60 09.00-10.00 Start to dried the fish
50 120 10.00-11.00 On drying
One 100 180 11.00-12.00 On drying
100 240 12.00-13.00 On drying
100 240 13.00 The fish has been dried
0 60 14.00-15.00 Start to dried the fish
50 120 15.00-16.00 On drying
Two
100 180 16.00-17.00 On drying
100 240 17.00-18.00 The fish has been dried
jam pada pukul 11.00 WIT dengan satus pada pusat ikan dapat mencapai 60oC . Hal
ikan mentah, pukul 12.00 WIT suhu ruangan yang berbeda ditemukan Bintang et al. (2011)
oven bergerak naik 100oC dengan status di mana capaian suhu maksimal dalam alat
ikan setengah masak dan suhu bersifat stabil pengering tenaga surya adalah 50oC dengan
hingga pukul 13.00 WIT dengan status ikan suhu luar maksimal 38oC dengan lama
menjadi masak (Table 2). Tahapan pengujian pengeringan ikan 14 jam dan menurunkan
kedua dilakukan pukul 14.00 WIT dengan kadar air ikan 37oC. Perbedaan ini
meletakkan ikan ke dalam ruangan oven diakibatkan karena media pemanfaatan yang
dengan suhu 0oC. Nilai suhu masih berkisar berbeda, selain itu modifikasi alat pengering
0oC pada pukul 15.00 WIT dan temperatur turut memberikan pengaruh terhadap hasil
suhu naik menjadi 50oC pada pukul 16.00 pengujian pengeringan ikan. Penelitian Tuyu et
dengan status ikan mentah. Namun pada al (2014) melaporkan bahwa produk ikan selar
pukul 17.00 WIT terjadi kenaikan suhu asin yang dikeringkan dengan alat pengering
menjadi 100oC dengan status ikan setengah buatan (cabinet dryer) di atas delapan jam
masak, suhu dalam ruangan kemudian memiliki mutu yang baik. Syuhada et al.
konstan hingga status ikan menjadi masak (2012) dalam perancangan dan pengujian
pada pukul 18.00 WIT (Table 2). Kenaikan sistem pengering ikan dalam pemanfaatan
suhu ruangan bergerak lambat, dikarenakan energi panas bumi menyimpulkan bahwa
media oven membutuhkan waktu untuk peralatan penukar panas ini bekerja sangat
memanaskan ruangan. Hal lain dikarenakan efektif karena dengan temperatur air pemanas
daya hantar panas dari suatu media ke media sekitar 85oC dapat memanaskan udara
lainnya membutuhkan waktu. pengering mencapai 60oC.
Secara keseluruhan berdasarkan dua
kali pengujian, maka disimpulkan bahwa KESIMPULAN
lama proses pengeringan ikan menggunakan Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh
oven modifikasi adalah empat jam. Proses informasi bahwa uap lingkungan panas
dan waktu pengeringan ikan yang diperoleh bumi 70oC sampai 130oC. Nilai temperatur
menggambarkan bahwa alat oven dapat uap panas bumi meningkat seiring dengan
menjadi alat alternatif karena efektif untuk peningkatan kedalaman galian. Pengujian
pengeringan ikan. Proses pengeringan ikan pengeringan ikan dengan oven modifikasi
yang dilakukan jika dibandingkan dengan ditemukan pematangan ikan membutuhkan
menggunakan kompor, maka waktu yang waktu 4 jam dengan suhu tercatat dalam ruang
diperoleh masuk dalam kategori lama oven bernilai 0oC, 50oC dan 100oC.
dalam proses pengeringan ikan. Ikan
hasil pengeringan selama 4 (empat) jam DAFTAR PUSTAKA
memiliki karakteristik yang sama dengan Abdjul S, Djamalu Y, Antu ES. 2016.Rancang
hasil pengeringan atau pematangan ikan bangun alat pengering ikan asin efek
menggunakan media lain seperti kompor. rumah kaca berbentuk prisma segi empat
Baksir et al. (2018) mengatakan bahwa dengan variasi batu sebagai penyimpan
suhu uap panas yang tinggi memengaruhi panas. Jurnal Teknologi Pertanian
pematangan ikan. Hasil penelitian yang Gorontalo. 1(1):38-49.
ditemukan berbeda dengan laporan Akbardiansyah, Desniar, Uju. 2018.
Baksir et al. (2018) dengan menggunakan dua Karakteristik ikan asin kambing-kambing
metode yakni tradisional dan konvensional di (Canthidermis maculata) dengan
sumber panas bumi Desa Idamdehe, dimana penggaraman kering. Jurnal Pengolahan
lama proses pematangan ikan diperoleh Hasil Perikanan Indonesia. 21(2): 345-
selama 30 menit-1 jam. Penelitian lainnya 355.
juga dilakukan Sulistijowati et al. (2011) Ansar, Cahyawan, Safrani. 2012. Karakteristik
namun menggunakan lemari asap, di mana pengeringan chips mangga menggunakan
pada pengasapan panas suhu asap mencapai kolektor surya kaca ganda. Jurnal
120-140oC dalam waktu 2-4 jam, dan suhu Teknologi dan Industri Pangan. 23(2):