Anda di halaman 1dari 26

STUDI TENTANG HIDROGEOLOGI DAERAH KOTA

TERNATE KECAMATAN TERNATE UTARA


PROVINSI MALUKU UTARA

USULAN KERJA PRAKTEK

Disusun Oleh :

ANDIKA HALIL
07381711048

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air tanah sebagai sumberdaya alam yang terbarukan memiliki peranan penting
dalam penyediaan kebutuhan air untuk berbagai keperluan. Peranan air tanah yang
semakin vital tersebut, maka dalam pemanfaatannya harus memperhatikan
keseimbangan dan pelestarian. Selain itu air tanah sebagai salah satu sumberdaya
air, saat ini telah menjadi permasalahan yang komplek, sehingga diperlukan
kesadaran diri guna mengurangi dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari
kegiatan eksploitasi air tanah yang tidak terkendali.
Peran air tanah yang cukup penting tersebut, apabila dieksploitasi secara
berlebihan melebihi potensi yang ada dimungkinkan akan dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap kuantitas dan kualitas air tanah itu sendiri maupun
lingkungannya. Air tanah secara alamiah dibatasi oleh batas-batas hidraulika yang
dikontrol oleh kondisi geologi dan hidrogeologi wilayah setempat.
Sebagaimana diketahui bahwa sumber air bersih di pulau Ternate saat ini
masih mengandalkan sumber air tanah dalam (sumur dalam) dan sebagian kecil
lagi berupa mata air yang berasal dari gunung Gamalama. Hal ini cukup
memprihatinkan dimana pertumbuhan pembangunan di Kota Ternate sangat pesat
yang diikuti oleh laju pertambahan penduduk yang signifikan setiap tahun, di
khawatirkan 10 tahun lagi lahan terbuka sebagai daerah resapan air telah berubah
fungsi sebagai kawasan terbangun/hunian yang menyebabkan potensi air tanah
akan semakin berkurang. Diharapkan setelah dari penelitian Kerja Praktek ini
maka dapat diketahui kualitas dan kuantitas air masyarakat Kota Ternate, dan
dapat terpenuhi saat ini maupun masa yang akan datang. Untuk itu dibutuhkan
langkah-langkah riil berupa tindakan kesadaran diri untuk menjaga kualitas air
tanah di Kota Ternate khususnya di Kecamatan Ternate Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Dari Kerja Praktek ini agar bagaimana kita dapat mengetahui kualitas dan
kuantitas air bersih di Kota Ternate khususnya Kecamatan Ternate Utara.

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah, mengenai tentang kualitas
air tanah dan potensi air tanah di daerah Kota Ternate khususya pada
Kecamatan Ternate Utara.

1.4 Tujuan Kerja Praktek


1. Untuk memberikan informasi tentang kualitas air tanah di daerah Kota
Ternate khususnya Kecamatan Ternate Utara.
2. Untuk mengtahui potensi air tanah di daerah penelitian

1.5 Manfaat Kerja Praktek


1. Maanfaat dari penelitian adalah dapat menambah pengetahuan dan
mengetahui informasi tentang kualitas dan potensi air tanah di kota ternate
khususnya kecamatan ternate utara.
2. Mendapatkan pengalaman di lapangan dengan melihat langung dan
mengerjakan dengan sendirinya serta membandingkan dengan ilmu yang
di peroleh secara teori di lingkungan akademik
BAB II
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2.1 Letak dan Kesampaian Daerah Penelitian


Lokasi kerja praktek ( KP ) saya berada di Kecamatan Ternate Utara Kota
Ternate Provinsi Maluku Utara. Yang tidak jauh dari tempat tinggal saya,
hanya memerlukan waktu 5 – 10 menit untuk sampe ke lokasi kerja praktek
bisa menggunakan kendaraan Mobil atau Motor.

Gambar 2.1 Peta Lokasi Kerja Praktek

2.2 Geologi dan Geomorfologi Pulau Ternate


Secara geografis Kota Ternate terletak pada posisi 0 o -2o Lintang Utara dan
126o -128o Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata dari permukaan laut yang
beragam dan disederhanakan/dikelompokan dalam 3 kategori, yaitu ; Rendah (0 -
499 M), Sedang (500-699 M), Tinggi (lebih dari 700 M). Luas wilayah Kota
Ternate adalah 5.795,4 Km2 dan lebih didominasi oleh wilayah laut 5.633,34
Km2 sedangkan luas daratan 162,069 Km2.
Jika dilihat dari peta geologi, Kota Ternate terdiri dari deretan gunung api
dimulai dari gunung api muda, gunung api dewasa dan gunung api tua yang
menghasilkan berbagai endapan yaitu, endapan piroklastik dan endapan jatuhan
piroklastik yang mengandung blok dan bom andesit serta andesit basalt dengan
diameter 6 mm hasil erupsi September 1990 , endapan lahar muda dan bongkah
andesit dan andesit basalt meruncing tanggung sampai membulat tanggung
didalam matrik lanau dan pasir masih lepas termasuk endapan lahar yang terjadi
pada 1840, 1897, dan 1907 dll.
Kota Ternate juga terdapat 3 buah danau yaitu danau tolire besar (maar tolire
jaha) dan danau tolire kecil (maar tolire kecil) yang terbentuk dari endapan
letusan freatik dan endapan bahan gunung api frakmental sebagian terkonsolidasi
tak terpilih litologi aneka ragam didekat maar sedangkan dilereng maar sebagian
endapan tumpuan dasar berlapis bagus dengan struktur bom sag. Maar tolire jaha
dan maar tolire kecil terbentuk September 1775. Serta danau laguna (maar
laguna) yang terbentuk dari endapan letusan freatik, pada daerah sekitar maar
laguna terdapat batuan berupa breksi gunung api tak terpilah dan terkonsolidasi
lemah. Sedangkan dibagian lereng sebagai endapan tumpuan dasar berlapis
dengan struktur bom sag dan lapilli tumbuhan.
Kondisi geologi pada daerah lokasi kerja praktek termasuk gunung api
dewasa. Daerah lokasi kerja praktek terdapat endapan letusan litoran- breksi
gunungapi litik dan tuff kaca hialoklastik berlapis bagus dengan fragmen mononik
dari andesit dasit kacaan. Endapan ini terbentuk oleh letusan gas yang mengalir
masuk laut.
2.2.1 Statigrafi
Pulau ternate terdiri dari gunung api aktif yaitu gunung gamalama, secara
geologi pulau ternate tersusun oleh batuan batuan gunung api dimana batuan-
batuan tersebut di hasilkan oleh aktifitas gunung gamalama yang pernah terjadi
sebelumnya, hasil dari aktifitas tersebut di kelompokan menjadi beberapa formasi
yaitu sebagai berikut :
a. Endapan Permulaan
 Alluvial (al) – lanau, pasir dan kerikil
 Endapan piroklastika rombakan (pr) - abu, tuf lapilli dan beberapa
lapisan lapilli batu apung dari Gm terkonsolidasi lemah tak teruraikan
struktur sedimen fluvial banyak di jumpai
b. Gunung Api Gmalama Muda (Gm)
 Endapan piroklastika muda (Gmpm) - endapan jatuhan piroklastika,
mengandung blok dan andesit basalt. Diameter maksimum 6m hasil
erupsi September 1980
 Endapan lahar muda (Gmlm) - bongkah andesit dan andesit basalt
meruncing tanggung sampai membulat tanggung di dalam matrik
lanaudan pasir masih lepas. Termaksud endapan lahar yang terjadi pada
1840, 1897dan 1907
 Endapan piroklastika tua (Gmpt) - endapan jatuhan piroklastika
berupa abu, scoria dan frakmen litik sebagian besar terjadi pada masa
sejarah manusia
 Lava 1907 – lava andesit basalt hasil erupsi November 1907
 Endapan letusan freatik maar tolire jaha dan tolire kecil – endapan
batuan gunung api fragmental sebagian terkonsolidasi tak terpilah,
litologi aneka ragam di dekat maar, sedangkan di lereng maar sebagian
endapan tumpuan dasar berlapis bagus, berstruktur bom sag. Terbentuk
September 1775
 Lava 1763 (GmL7) – lava blok jenis andesit abu-abu hitam vesikuler di
cirikan oleh fenokris plagioklas euhedral sekitar 40% di erupsikan 1763
 Breksi letusan gunung dan percikan– sebagian besar berupa bom
kerakroti andesit, kandungan-kandungan tuf kuning kecoklatan
teralterasi. Terbentuk sekitar lubang erupsi pada 1763
 Lava 1737 (GmL6) - lava blok jenis andesit basal hitam, fesikuler
mengandung fenokris plagioklas euhedral sekitar 45% di erupsikan pada
maret 1737
 Endapan aliran plagioklas tika (Gmpf) – tersingkap buruk sebagian
terdiri dari bom kerakroti jenis andesit, vesikuler, kacaan
 Lava 5 (GmL5) – lava blok jenis andesit basal hitam vesikuler dengan
venokris plagioklas sekitar 40% bentuk subhedral
 Lava 4 (GmL4) – lava blok jenis andesit abu-abu vesikuler
 Lava 3 (GmL3) – lava blok jenis andesit abu-abu vesikuler
 Lava 2 (GmL2) – lava blok jenis andesit abu-abu vesikuler di cirikan
oleh venokris plagioklas sangat kecil
 Lava 1 (GmL1) – lava blok jenis andesit abu-abu vesikuler di cirikan
oleh venokris plagioklas membundar (sekitar 40%)
 Endapan letusan feratik maar laguna– di dekat mar berupa gunung api
tak terpilah, terkonsolidasi lemah sedang di lerengnya sebagai endapan
tumpuan dasar berlapis dengan struktur bom sag dan lapilli tumbuhan
 Endapan lahar tua (Gmlt) – bongkah andesit dan andesit basal
meruncing tanggung sampai membulat tanggung terkonsolidasi kuat di
dalam matrik pasir dan lanau. Membentuk tebing terjal sepanjang lembah
yang tertoreh dalam.
 Lava tak teruraikan (GmLu) – lava tua tak teruraikan sebagian besar
andesit abu-abu massif di sisipi oleh sekitar endapan lahar pada tempat
yang lebih rendah. (Gambar 2.2) Peta Gologi Pulau Ternate.
(Gambar 2.2) Peta Geologi Pulau Ternate

2.2.2 Geomorfologi
Kondisi geomorfologi Pulau Ternate dapat digambarkan melalui keragaman
bentuk lahan yang dimilikinya. Berdasarkan hasil interpretasi citra dan
pengecekan lapangan terdapat 12 tipe bentuk lahan (landform) yang didominasi
oleh bentuk lahan asal proses vulkanik.
Tabel 23. bentuklahan (landform) Pulau Ternate dan luasannya
No Jenis landform Luas
(ha)
1 Kawah 1,9
2 Lereng puncak kerucut vulkanik 146
3 Lereng atas kerucut vulkanik 899
4 Lereng tengah kerucut vulkanik 2.690
5 Lereng bawah kerucut vulkanik 3.160
6 Lereng kaki fluvio vulkanik 2.650
7 Aliran lava 271
8 Maar laguna 16,6
9 Maar Tolire besar 24,3
10 Maar Tolire kecil 2,1
11 Gisik pantai (beach) 253
12 Daratan pantai anthropogenik 25,1

Jumlah 10.13
0
Sumber : Geo Eye diolah (2012)

a. Kawah (Crater)
Kawah G. Gamalama merupakan hasil erupsi yang bersifat eksplosif,
terletak pada puncak kerucut vulkanik dan merupakan kawah utama sejak
letusan tahun 1538. Tipe letusan letusan G. Gamalama hampir selalu bersifat
magmatik dengan atau tanpa leleran lava. Kawah ini diberi nama Arafat
berbentuk melingkar hampir sempurna yang dikelilingi oleh material
piroklastik. Pada citra bentuklahan ini terlihat mempunyai tekstur sangat
kasar. Kawah gunungapi ini mempunyai luasan sekitar 1,9 ha atau sekitar
0,019% dari seluruh luasan daerah penelitian (G. Gamalama). Menurut
Direktorat Vulkanologi (1979) kawah ini dibagi ke dalam 4 kawah yang
mencerminkan suksesi peristiwa letusan, yaitu Kawah 1 (K1) dengan ukuran
300 x 250 m berada pada ketinggian 1715 – 1666 m, kawah 2 (K2) dengan
ukuran 180 x 150 m berada pada ketinggian 1670 – 1663 m, kawah 3 (K3)
dengan ukuran 70 x 50 m berada pada 1663 m, dan kawah 4 (K4) dengan
ukuran 30 m berada pada 1680 – 1666 m.

Kawah Arafat ini menurut Direktorat Vulkanologi (1979) berada di


sebelah utara gunungapi Gamalama, terbentuk dari letusan yang terjadi pada
kawah Kekau atau Bukit Melayu yang merupakan bagian pinggir kawah
tertua. Kawah Arafat sesungguhnya merupakan sisa dari puncak kawah
kerucut gunungapi yang lebih tinggi. Setelah itu terbentuk sebuah puncak
kerucut yang lebih rendah bernama G. Madiena. Kerucut yang sekarang
masih aktif mempunyai posisi lebih rendah lagi, ke arah utara dengan pinggir
kawah terendah berada di sebelah timur laut. Di dalam kawah aktif ini
terdapat solfatara bersuhu tinggi (>1000C).
b. Kerucut vulkanik (volcanic cone)
Kerucut vulkanik merupakan tubuh gunungapi yang secara umum
berbentuk kerucut, hasil dari deposisi produk erupsi vulkanik, dan memiliki
lereng yang bervariasi dari agak miring hingga sangat curam. Tubuh
gunungapi Gamalama dapat dipilah menjadi lima betuklahan, yaitu (1)
Lereng puncak kerucut vulkanik (peak slope volcanic cone) (2) Lereng atas
kerucut vulkanik (upper slope volcanic cone); (3) Lereng tengah kerucut
vulkanik (middle slope volcanic cone); (4) Lereng bawah kerucut vulkanik
(lower slope volcanic cone) dan (5) Lereng kaki fluvio vulkanik (fluvio-
volcanic foot slope).

Lereng puncak kerucut vulkanik (peak slope volcanic cone) memiliki luas
sekitar 146 ha atau sekiat 1,4% dari luasan total G. Gamalama yang meliputi
kawah dan hamparan lahan yang ditutupi oleh material piroklastik dengan
lereng agak landai. Di atas bentuklahan ini tidak terlihat adanya vegetasi
yang tumbuh, mungkin dikarenakan oleh suhu yang tinggi pada material
endapan dan/atau belum terjadinya pelapukan terhadap material hasil erupsi.
Pada citra kenampakan bentuklahan ini mempunyai warna agak coklat tua
dengan tektur halus.

Lereng atas kerucut vulkanik (upper slope volcanic cone) memiliki luas
sekitar 899 ha (8,9%). Bentuklahan ini terlihat berwarna hijau karena tertutup
oleh vegetasi dan adanya garis rekahan. Rekahan ini muncul diduga
disebabkan oleh letusan yang sangat dahsyat pada waktu terbentuknya G.
Madiena. Di atas bentuklahan ini juga terlihat alur-alur bekas aliran lahar
(Barangka) yang menuju ke arah barat laut. Kenampakan ini diduga berasal
dari letusan Gunung Kekau atau Bukit Melayu dan dapat menjadi salah satu
bukti terjadinya perpindahan titik erupsi G. Gamalama. Bentuklahan ini
tersusun atas beberapa bagian, yaitu di sebelah barat dan selatan tersusun
oleh batuan dari Gamalama Dewasa (Gd) dengan lereng agak curam, sebelah
utara dan timur tersusun oleh batuan dari Gamalama Muda (Gm) dengan
lereng curam dan sebelah tenggara tersusun oleh batuan dari Gamalama Tua
(Gt).

Lereng tengah kerucut vulkanik (midlle slope volcanic cone) memiliki


luas 2.690 ha (26,5%) dari citra GeoEye terlihat hijau hingga hijau tua karena
bervegetasi, bertekstur agak halus. Pada bagian aliran lava tampak sudah
ditumbuhi semak belukar. Kemiringan lereng bervariasi dari miring hingga
sangat curam, namun secara umum mempunyai kemiringan yang lebih kecil
daripada lereng atas kerucut vulkanik. Bentuklahan ini tersusun atas
beberapa bagian, di sebelah barat dan selatan tersusun oleh batuan dari
Gamalama Dewasa (Gd) dengan lereng agak curam, di sebelah utara dan
timur tersusun oleh batuan dari Gamalama Muda (Gm) dengan lereng curam
dan di sebelah tenggara tersusun oleh batuan dari Gamalama Tua (Gt). Pada
bagian tenggara dari bentuklahan ini terdapat suatu perkampungan kecil,
mungkin merupakan perkampungan terpencil dan tertinggi di wilayah
penelitian.

Lereng bawah kerucut vulkanik (lower slope volcanic cone) memiliki luas
3.160 ha (31,2 %) dan secara umum mempunyai kemiringan lereng lebih
kecil daripada lereng tengah kerucut vulkanik. Bnetuklahan ini tersusun oleh
material beragam, di sebelah barat dan selatan tersusun oleh batuan dari
Gamalama Dewasa (Gd), di sebelah utara dan timur tersusun oleh batuan dari
Gamalama Muda (Gm) dan di sebelah tenggara tersusun oleh batuan dari
Gamalama Tua (Gt). Pada bentuklahan ini terdapat aliran lava yang sudah
ditumbuhi oleh vegetasi, sehingga pada citra terlihat warna hijau muda
dengan tekstur halus. Selain itu juga terdapat Maar Laguna. Berhubung pada
bentuklahan ini mempunyai kemiringan lereng yang agak landai, terutama di
sebelah timur, maka di atas bentuklahan ini banyak ditempati permukiman
dari sebagian besar penduduk. Kondisi ini agak berbeda dengan bagian di
sebelah barat yang mempunyai lereng miring hingga curam, sehingga pada
bagian ini sebagian besar lahan digunakan sebagai lahan perkebunan dan
hutan. Bentulahan ini dicirikan oleh warna hijau tua yang dominan, sedikit
berwarna hijau muda yang mencerminkan vegetasi dan warna coklat yang
mencerminkan lahan-lahan terbuka yang belum ditumbuhi vegetasi.

Lereng kaki fluvio vulkanik (Fluvio-volcanic foot slope) pada citra


ditandai dengan warna coklat sebagai cerminan permukiman, dikarenakan
sebagian besar dari dataran yang ditempati oleh penduduk dengan tanaman
pekarangan yang berwarna hijau. Bentuklahan ini memiliki luas 2.650 ha
(26,1%) dengan kemiringan lereng secara umum landai, mencerminkan
bentuklahan deposisional, baik berupa endapan lahar maupun aliran
piroklastik. Di atas bentuklahan ini terdapat Maar tolire Besar.
c. Aliran lava (Lava Flow)
Pada citra aliran lava terlihat jelas dengan pola berkelok yang
mencerminkan suatu aliran. Akumulasi leleran lava yang tampak jelas di atas
tubuh gunungapi ini adalah hasil erupsi G. Gamalama pada tahun 1737,
1763, 1840, 1897 dan 1907 ke arah timur laut dan mencapai pantai Kulaba
dan Batu angus (Pratomo et al, 2011). Dari citra tampak berwarna hijau
muda karena telah bervegetasi berupa semak belukar dan bertekstur halus di
bagian atas, namun pada bagian bawah berwarna agak kehitaman dan
bertekstur kasar yang mencirikan batuan lava yang belum ditumbuhi oleh
vegetasi. Aliran lava memiliki luas 271 ha atau 2,71% dari luasan total G.
Gamalama.
d. Maar
Pada lokasi penelitian terdapat tiga maar yaitu maar Tolire Besar, Tolire
Kecil dan Laguna. Maar Tolire Besar dicirikan dengan bentuk oval memiliki
luasan 24,3 ha atau 0,2% dari total luasan daerah penelitian dan berada di
sebelah barat laut kawah Arafat, sedangkan Tolire Kecil berada di sebelah
timur laut arah pantai dari Tolire besar. Kedua maar ini berada pada lereng
kaki vulkanik yang terjadi akibat erupsi pada tgl 5 – 7 September 1775.
Erupsi didahului oleh beberapa kali gempa besar kemudian diikuti oleh
letusan uap air (letusan freatik) yang disertai dengan suara gemuruh. Adapun
proses erupsi freato–magmatik yang terjadi akibat interaksi antara intrusi
magma dengan air tanah menghasilkan ledakan dahsyat dan menghasilkan
kawah besar sehingga ketika terisi air melahirkan maar. Maar ini tersusun
oleh endapan letusan freatik berupa breksi letusan dan endapan tumpuan
dasar (Pratomo et al, 2011). Kedua maar ini berisi air tawar dengan tinggi
permukaan air hampir sama dengan muka air laut dan tergenang sepanjang
tahun.

Maar Laguna terletak di sebelah selatan G. Gamalama memiliki luas 16,6


ha atau 0,16% dari luasan total, berbentuk oval dan terbentuk akibat erupsi
freatik pada akhir pra-sejarah. Maar ini diperkirakan berhubungan dengan
sistem magmatik dari pusat erupsi gunungapi Gamalama Muda (Gm)
(Pratomo et al, 2011).
e. Gisik pantai (Beach)
Gisik Pantai membentang mengelilingi G. Gamalama terbentuk dari pasir
halus berwarna hitam di bagian utara dan kerikil pada bagian selatan. Pasir
hitam berasal dari bahan vulkanik yang terbawa oleh lahar menuju pantai,
sedangkan kerikil berasal dari hasil proses abrasi batuan vulkanik di
sepanjang pantai, Bentuklahan ini mempunyai lereng yang datar dan sudah
banyak dihuni oleh penduduk, mempunyai pola memanjang dengan
perbedaan warna yang sangat kontras antara biru laut dan agak kecoklatan
yang mencirikan pasir. Luasan gisik pantai mencapai sekitar 253 Ha atau
2,5% dari total luasan Pulau Ternate.

Selain itu pada wilayah pantai ini juga terdapat daratan reklamasi yang
terbentuk akibat penimbunan material batuan dan tanah oleh manusia
(anthropogenik) yang dimulai dari tahun 2006 hingga 2009, sehingga
sebagian dari perairan laut di tepi pantai menjadi daratan baru. Bentuklahan
ini memiliki luas 25,1 ha (0,2%) dan sebagian besar berada pada sebelah
timur G. Gamalama. (Gambar 2.2.2) Peta Geomorfolgi bentuk lahan
(Landform)
(Gambar 2.2.2) Peta Geomorfolgi bentuk lahan (Landform)

2.3 Topografi Kota Ternate


Kondisi topografi lahan kepulauan Ternate adalah berbukit bukit dengan
sebuah gunung berapi yang masih aktif dan terletak ditengah pulau Ternate.
Permukiman masyarakat secara intensif berkembang di sepanjang garis pantai
kepulauan. Pulau Ternate memiliki kelerengan fisik terbesar diatas 40 % yang
mengerucut kearah puncak gunung Gamalama terletak ditengah - tengah Pulau.
Didaerah pesisir rata-rata kemiringan adalah sekitar 2% sampai 8%. Kedalaman
laut adalah bervariasi, pada beberapa lokasi disekitar Pulau Termate, terdapat
tingkat kedalaman yang tidak terlalu dalam, sekitar 10 meter sampai pada jarak
sekitar 100m dari garis pantai sehingga memungkinkan adanya peluang reklamasi.
Tetapi pada bagian lain terdapat tingkat kedalaman yang cukup besar dan berjarak
tidak jauh dari garis pantai yang ada. Selanjutnya dijelaskan bahwa kondisi
topografi Kota Ternate juga ditandai dengan keberagaman ketinggian dari
permukaan laut (Rendah: 0-499 M, Sedang: 500-699 M, dan Tinggi: lebih dari
700 M). (Gambar 2.3) Peta Topografi Pulau Ternate
(Gambar 2.3) Peta Topografi Pulau Ternate
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Pengertian Air Tanah


Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah (Permen ESDM 02 Tahun 2017). Menurut Herlambang (1996:5)
air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat didalam ruang
antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk
lapisan tanah yang disebut akifer. Air tanah bergerak dari atas ke bawah, air tanah
juga bergerak dari bawah ke atas (gaya kapiler). Air tanah bergerak horisontal
pada dasarnya mengikuti hukum hidrolika, air bergerak horisontal karena adanya
perbedaan gradien hidrolik. Gerakan air tanah mengikuti hukum Darcy yang
berbunyi “volume air tanah yang melalui batuan berbanding lurus dengan tekanan
dan berbanding terbalik dengan tebal lapisan (Utaya, 1990:35).
Proses pembentukan akuifer dan karakteristik airtanah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu genesa yang menunjukkan proses geomorfologi masa
lampau, kondisi lingkungan pengendapan saat pembentukan batuan, komposisi
mineral batuan penyusun akuifer, proses dan pola pergerakan airtanah di dalam
akuifer, serta lamanya airtanah tinggal dalam akuifer atau terjebak pada suatu
lapisan batuan (Appelo dan Postma, 1994).

3.1.2 Siklus Hidrogeologi


Hidrogeologi (hidrologi air tanah) adalah cabang hidrologi yang
berhubungan dengan air tanah dan didefinisikan sebagai ilmu tentang
keterdapatan, penyebaran dan pergerakan air di bawah permukaan bumi (Chow,
1978). Hidrogeologi mempunyai makna yang sama akan tetapi penekanannya
lebih besar dalam aspek ke-geologian (Todd, 1980). Oleh karena itu uraian
tentang air tanah tidak akan lepas dari ilmu hidrologi, mulai dari kejadian air
tanah, pergerakan air tanah dan sampai mencapai lajur jenuh didalam akifer serta
pelepasannya di permukaan tanah.

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke
bumi dan kembali ke atmosfir melalui proses kondensasi, presipitasi, evaporasi
dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci
proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air mengalami
evaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk air hujan, salju, hujan
batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Air tanah dan air
permukaan merupakan sumber air yang mempunyai ketergantungan satu sama
lain, air tanah adalah sumber persediaan air yang sangat penting; terutama di
daerah-daerah dimana musim kemarau atau kekeringan yang panjang
menyebabkan berhentinya aliran sungai. Banyak sungai dipermukaan tanah yang
sebagian besar alirannya berasal dari sumber air tanah, sebaliknya juga aliran
sungai yang merupakan sumber utama imbuhan air tanah. Secara umum terdapat 2
sumber air tanah yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Air hujan yang meresap kedalam tanah melalui pori-pori atau retakan dalam
formasi batuan dan akhirnya mengalir mencapai permukaan air tanah.
2. Air dari aliran air permukaan diatas tanah seperti danau, sungai, reservoir dan
lain sebaginya yang meresap melalui pori-pori tanah masuk kedalam lajur
jenuh.

Gambar 3.1 - Skema Daur Hidrologi global dalam aliran permukaan dan aliran air tanah
dalam sistim terbuka (Levin, 1985 dalam Toth, 1990)

Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat ber-evaporasi kembali ke


atas atau langsung jatuh yang kemudian di-intersepsi oleh tanaman sebelum
mencapai tanah.

3.2 Ruang Penyimpanan Air Tanah

3.2.1 Umum
Suatu formasi geologi yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan
melalukan air tanah dalam jumlah berarti ke sumur-sumur atau mata air-mata air
disebut akuifer. Lapisan pasir atau kerikil adalah salah satu formasi geologi yang
dapat bertindak sebagai akuifer. Wadah air tanah yang disebut akuifer tersebut
dialasi oleh lapisan lapisan batuan dengan daya meluluskan air yang rendah,
misalnya lempung, dikenal sebagai akuitard. Lapisan yang sama dapat juga
menutupi akuifer, yang menjadikan air tanah dalam akuifer tersebut di bawah
tekanan (confined aquifer). Di beberapa daerah yang sesuai, pengeboran yang
menyadap air tanah tertekan tersebut menjadikan air tanah muncul ke permukaan
tanpa membutuhkan pemompaan. Sementara akuifer tanpa lapisan penutup di
atasnya, air tanah di dalamnya tanpa tekanan (unconfined aquifer), sama dengan
tekanan udara luar. Semua akuifer mempunyai dua sifat yang mendasar:
1) kapasitas menyimpan air tanah dan
2) kapasitas mengalirkan air tanah.
Namun demikian sebagai hasil dari keragaman geologinya, akuifer sangat
beragam dalam sifat-sifat hidroliknya (kelulusan dan simpanan) dan volume
tandonnya (ketebalan dan sebaran geografinya). Berdasarkan sifat-sifat tersebut
akuifer dapat mengandung air tanah dalam jumlah yang sangat besar dengan
sebaran yang luas hingga ribuan km2 atau sebaliknya. Ditinjau dari kedudukannya
terhadap permukaan, air tanah dapat disebut:
1) air tanah dangkal (phreatic), umumnya berasosiasi dengan akuifer tak
tertekan, yakni yang tersimpan dalam akuifer dekat permukaan hingga
kedalaman - tergantung kesepakatan - 15 sampai 40 m.
2) air tanah dalam, umumnya berasosiasi dengan akuifer tertekan, yakni
tersimpan dalam akuifer pada kedalaman lebih dari 40 m (apabila
kesepakatan air tanah dangkal hingga kedalaman 40 m). Air tanah dangkal
umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat (miskin) dengan membuat sumur
gali, sementara air tanah dalam dimanfaatkan oleh kalangan industri dan
masyarakat menengah keatas.
Sebaran akuifer serta pengaliran air tanah tidak mengenal batas-batas kewenangan
administratif pemerintahan. Suatu wilayah yang dibatasi oleh batasan-batasan
geologis yang mengandung satu akuifer atau lebih dengan penyebaran luas,
dimana terjadi proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah
berlangsung disebut cekungan air tanah

3.2.2 Pengaliran dan Imbuhan


Air Tanah Air tanah dapat terbentuk atau mengalir (terutama secara
horisontal), dari titik/daerah imbuh (recharge), seketika itu juga pada saat hujan
turun, hingga membutuhkan waktu harian, mingguan, bulanan, tahunan, puluhan
tahun, ratusan tahun, bahkan ribuan tahun, tinggal di dalam akuifer sebelum
muncul kembali secara alami di titik/daerah luah (discharge), tergantung dari
kedudukan zona jenuh air, topografi, kondisi iklim dan sifat-sifat hidrolika
akuifer. Oleh sebab itu, kalau dibandingkan dalam kerangka waktu umur rata-rata
manusia, air tanah sesungguhnya adalah salah satu sumber daya alam relatif tak
terbarukan. Jika jumlah total pengambilan air tanah dari suatu sistem akuifer
melampaui jumlah rata-rata imbuhan, maka akan terjadi penurunan muka air tanah
secara menerus serta pengurangan cadangan air tanah dalam akuifer. Jika ini hal
ini terjadi, maka kondisi demikian disebut pengambilan berlebih (over
exploitation), dan penambangan air tanah terjadi.

3.2.3 Bentuk Wadah Air Tanah


Perlapisan tanah kaitannya dengan kemampuan menyimpan dan meloloskan
air dibedakan atas empat jenis perlapisan yaitu:
1) Aquifer, adalah lapisan/formasi yang dapat menyimpan dan mengalirkan air
dalam jumlah besar. Lapisan batuan ini bersifat permeable seperti kerikil,
pasir dll.
2) Aquiclude, adalah lapisan/formasi yang dapat menyimpan air tetapi tidak
dapat mengalirkan air dalam jumlah besar, seperti lempung, tuff halus, silt.
3) Aquifuge adalah lapisan/formasi batuan yang tidak dapat menyimpan dan
mengalirkanair, contohnya batuan granit dan batuan yang kompak
4) Aquitard, adalah lapisan/formasi batuan yang dapat menyimpan air tetapi
hanya dapat meloloskan air dalam jumlah yang sangat terbatas.
Gambar 3.2 skema perlapisan akuqefer

Menurut Krusseman dan Ridderman (1970) dalam Utaya (1990:41-42)


berdasarkan atas sebaran akuifer dan non akuifer dibawah permukaan tanah,
dikenali adanya sistim akifer sebagai berikut :
1) Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer) lapisan lolos air yang hanya sebagian
terisi oleh air dan berada di atas lapisan kedap air. Permukaan tanah pada
aquifer ini disebut dengan water table (preatik level), yaitu permukaan air
yang mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan atmosfer.
2) Akuifer Tertekan (Confined Aquifer) yaitu aquifer yang seluruh jumlahnya
air yang dibatasi oleh lapisan kedap air, baik yang di atas maupun di bawah,
serta mempunyai tekanan jenuh lebih besar dari pada tekanan atmosfer.
3) Akuifer Semi Tertekan (Semi Confined Aquifer) yaitu aquifer yang
seluruhnya jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi lolos
air dibagian bawahnya merupakan lapisan kedap air.
4) Akuifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer) yaitu aquifer yang bagian
bawahnya yang merupakan lapisan kedap air, sedangkan bagian atasnya
merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya masih
memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian aquifer ini merupakan
peralihan antara aquifer bebas dengan aquifer semi tertekan.
Gambar 3.3 - Skema perlapisan akuifer floridan

Jumlah air tawar terbesar tersimpan dalam bumi (Chow, 1978) dan
berdasarkan Prakiraan Jumlah Air di Bumi menurut UNESCO, 1978; dijelaskan
bahwa jumlah air tanah yang ada dibumi jauh lebih besar dibandingkan jumlah air
permukaan sebesar 98% yaitu semua air di daratan tersembunyi dibawah
permukaan tanah didalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. Akan tetapi
Tolman (1937) dalam Wiwoho (1999:26) mengemukakan bahwa air tanah
dangkal pada akifer yang terdapat pada material yang belum termampatkan di
daerah beriklim kering menunjukan konsentrasi unsur-unsur kimia yang tinggi
terutama musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan kapiler air
tanah dan tingkat evaporasi yang cukup besar. Besar kecilnya material terlarut
tergantung pada lamanya air kontak dengan batuan. Semakin lama air kontak
dengan batuan semakin tinggi unsurunsur yang terlarut di dalamnya. Disamping
itu umur batuan juga mempengaruhi tingkat kegaraman air, sebab semakin tua
umur batuan, maka semakin tinggi pula kadar garam-garam yang terlarut di
dalamnya.

Lapisan yang mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan permeable, seperti
lapisan yang terdapat pada pasir atau kerikil, sedangkan lapisan yang sulit dilalui
air tanah disebut lapisan impermeable, seperti lapisan lempung atau geluh.
Lapisan yang dapat menangkap dan meloloskan air disebut akuifer. Lapisan tanah
yang berisikan air terletak dibawah permukaan tanah dinamakan lajur jenuh
(saturated zone) dan diatasnya terletak lajur tidak jenuh (unsaturated zone)
berisikan air dan udara. Disamping air tanah bergerak dari atas ke bawah, air
tanah juga bergerak dari bawah ke atas (gaya kapiler). Air bergerak horisontal
pada dasarnya mengikuti hukum hidrolika, air bergerak horisontal karena adanya
perbedaan gradien hidrolik. Gerakan air tanah mengikuti hukum Darcy yang
berbunyi “volume air tanah yang melalui batuan berbanding lurus dengan tekanan
dan berbanding terbalik dengan tebal lapisan (Utaya, 1990:35).

Gambar 3.4 Gerakan air tanah dan jenis lapisannya

3.3 Imbuhan dan Luahan Air Tanah


3.3.1 Daerah Imbuhan (Recharge Area)
Daerah imbuhan air adalah daerah resapan air yang mampu menambah air
tanah secara alamiah pada suatu cekungan air tanah. Pengertian tersebut
menunjukkan bahwa tidak semua daerah yang mampu meresapkan air hujan
kedalam tanah otomatis merupakan daerah imbuhan. Air hujan yang jatuh di
daerah imbuhan pada awalnya mengisi lajur tidak jenuh dan mengubahnya
menjadi jenuh sehingga muka air tanah semakin naik/dangkal. Letak daerah
imbuhan biasanya berada di kawasan hulu aliran sungai dengan morfologi berupa
perbukitan/pegunungan yang memiliki elevasi lebih tinggi. Karena kedudukan
muka air tanah didaerah imbuhan awalnya relatif dalam maka kenaikan muka air
tanah tersebut membentuk kolom air yang cukup tebal dan menimbulkan tekanan
hidraulika yang cukup kuat untuk menekan ke bawah sehingga air hujan meresap
akan terus mengalir kebawah dan akan menambah volume air tanah yang terdapat
di lajur jenuh. Sehingga selama hujan berlangsung, permukaan tanah didaerah
imbuhan selalu mampu meresapkan air hujan yang jatuh dipermukaan tanah.

3.3.2 Daerah Luahan (Discharge Area)


Daerah luahan air tanah adalah daerah keluaran air tanah yang berlangsung
secara alamiah pada suatu cekungan air tanah. Letak daerah luahan biasanya
berada didaerah hilir dengan morfologi berupa dataran rendah. Penentuan batas
antara daerah imbuhan dan daerah luahan sangat penting dalam pelaksanaan
upaya konservasi air tanah. Prinsip keseimbangan air tanah berkaitan erat dengan
aspek keseimbangan dari dua komponen yaitu imbuhan (recharge) dan
pendayagunaan / luahan air tanah (discharge).

Gambar 3.5 Skema ruang imbuhan dan ruang luahan air tanah
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metode Kerja praktek


Teknik pengambilan data dilapangan dilakukan beberapa tahapan diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Studi Literatur dilakukan dengan mengumpulkan data, referensi dan
informasi-informasi lain yang  terkait dengan judul Studi Hidrogeologi
daerah Kecamatan Ternate Utara Kota Ternate Provinsi Maluku Utara.
2. Penelitian langsung di lapangan meliputi.

4.2 Jenis-jenis Data


Jenis – jenis data yang di pakai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan penelitian ini di awali denga pengumpulan data sekunder seperti
peta Geologi, peta Topografi, peta Geomorfologi dss.
2. Melakukan pengamatan di lapangan untuk mendapatkan data primer.
Hasil pengamatan data primer dan data sekunder di analisa dan di bahas
sehinga dapat di simpulkan. Gambar 4.1 diagram alir penelitian.

4.3 Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data didasarkan pada data yang diambil langsung dari lapangan,
yaitu mendiskripsikan seluruh kegiatan pengambilan sampel air tanah pada
sumur gali dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan
Dalam pengerjaan Kerja Praktek ini akan menggunakan metode pengumpulan
data  sebagai berikut ini :

1. Studi Literatur
Metode pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai buku dan media lain
seperti studi literatur tentang penelitian terdahulu, yang menyangkut hidrologi di
ternate.
2. Metode Observasi
metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan mengadakan
pengamatan langsung di lapangan mulai dari lokasi awal untuk pengembilan
sampel air tanah pada sumur gali yang akan di uji, dengan tujuan mencari tahu
kadar air tanah dan data yang telah di dapatkan akan diolah.
3. Wawancara
Wawancara merupakan sebuah metode dalam penelitian dengan cara
melakukan tanya jawab atau wawancara langsung dengan teknisi dan karyawan
pada PDAM Kota Ternate. Wawancara yang dimaksudkan di sini adalah guna
memperoleh keterangan atau informasi terkait dengan kadar air tanah sebagai
pelengkap data agar lebih akurat.
4. Dokumentasi.
Memanfaatkan dokumen tertulis, gambar, foto atau benda-benda lain yang
berkaitan dengan study yang diteliti.
BAGAN ALIR PENELITIAN

Latar Belakang :
- Air tanah sebagai sumber daya
- Air tanah harus di kelola dengan baik

Judul :
Studi hidrogeologi di daerah kota ternate kecamatan ternate utara

Tujuan Penelitian :
- Memberikan informasi tentang kualitas air tanah
- Potensi air tanah

Metode Penelitian

Data Sekunder :
- Peta Geologi, Data Primer :
- Peta Topografi Data sumur gali
- Peta Geomorfologi
- dds

Analisis Data Dan Pembahasan

Penutup

Gambar 4.1 diagram alir penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan Bambang Prastistho, Puji


Pratiknyo, Achmad Rodhi, C. Prasetyadi, M. Ridwan Massora, Yulian Kurnia
Munandar Hubungan Struktur Geologi dan Sistem Air Tanah Edisi ke-1,
Cetakan ke-1 Kementerian Riset, Teknologi Dan Pendidikan Tinggi ISBN 978-
602-5534-11-9
Pusat Penelitian Geoteknologi, LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135 Rizka
Maria, Anna F Rusydi, Hilda Lestiana, Sunarya Wibawa Hidrogeologi Dan
Potensi Cadangan Airtanah Di Dataran Rendah Indramayu Ris.Geo.Tam Vol.
28, No.2, Desember 2018 (181-192) ISSN 0125-9849, e-ISSN 2354-6638

Anda mungkin juga menyukai