Anda di halaman 1dari 10

JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan, Baksir et al.

Available online: journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi

PEMANFAATAN SUMBER ENERGI PANAS BUMI UNTUK PENGERINGAN


IKAN DI DESA IDAMDEHE KABUPATEN HALMAHERA BARAT PROVINSI
MALUKU UTARA

Abdurrachman Baksir1, Kadri Daud2, Eko S Wibowo1, Nebuchadnezzar Akbar1*,


Irfan Haji1
Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Khairun Ternate
1

2
Fakultas Teknik, Universitas Khairun Ternate
Jalan Yusuf Abdurrahman, Kampus Gambesi, Kotak Pos 53 Ternate 97719 Ternate Selatan, Maluku Utara,
Indonesia Telepon/ Faks 0921-3110907
*Korespondensi: nezzarnebuchad@yahoo.co.id
Diterima: 13 Agustus 2018/Disetujui: 06 Desember 2019

Cara sitasi: Baksir A, Daud K, Wibowo ES, Akbar N, Haji I. 2019.Pemanfaatan sumber energi panas bumi
untuk pengeringan ikan di Desa Idamdehe Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 22(3): 423-432.

Abstrak
Indonesia memiliki 252 potensi geotermal yang tersebar di jalur pegunungan vulkanik, dimulai dari
Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku. Titik panas bumi ditemukan di Maluku Utara di Desa Idamdehe,
Kabupaten Halmahera Barat. Penelitian tentang kajian pemanfaatan panas bumi di Indonesia khususnya
Maluku Utara untuk kegiatan pengolahan hasil perikanan masih sangat minim, sehingga diperlukan suatu
pendekatan khusus dalam pemanfaatan. Penelitian bertujuan untuk memanfaatkan sumber panas untuk
pengolahan ikan. Pengeringan ikan menggunakan oven modifikasi. Pengujian menggunakan sampel ikan
selar kuning (Selaroides leptolepis). Pengukuran suhu lingkungan panas bumi dilakukan secara in situ. Hasil
penelitian diperoleh uap lingkungan panas bumi berkisar 70oC sampai 130oC. Proses pematangan ikan
berlangsung selama 4 jam dengan suhu tercatat dalam ruang oven bernilai 0oC, 50oC, dan 100oC. Panas
bumi dapat digunakan masyarakat untuk pengolahan ikan.

Kata kunci: geotermal, Idamdehe, metode modern, oven modifikasi

Utilization of Geothermal Energy for Fish Drying in Idamdehe Village, West


Halmahera, North Maluku Province

Abstract
Due to the location at the ring of fire, Indonesia has 252 geothermal potentials distributed in various
regions, from Java to Nusa Tenggara, together with Sulawesi and Maluku. Geothermal points are found in
North Maluku in Idamdehe Village, West Halmahera. Research on the usage of geothermal energy for fish
processing in Indonesia, especially North Maluku, is very limited. Therefore, this study was aimed to use
geothermal energy for fish processing using a modified oven. The sample used was the yellowstripe scad
(Selaroides leptolepis). In situ measurement was done to obtain the geothermal steam temperature which
is 70oC to 130oC. The experiments wewe done in 4 hours for the fish drying processed with three sets of
temperature including 0oC, 50oC and 100oC. The results suggest geothermal as a promising energy souce
for fish processing.

Keywords: geothermal, Idamdehe, modern methods, modified oven

423 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan, Baksir et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

PENDAHULUAN Penelitian sumber panas bumi Maluku


Wilayah Indonesia terletak di antara tiga Utara dilakukan Rosli (2005) tentang
lempeng bumi yang aktif, yaitu lempeng Pasifik, penyelidikan magnet daerah panas bumi
lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia Akesahu Pulau Tidore, Provinsi Maluku Utara
(Hutabarat dan Evans 2006, Wibisono 2011). serta oleh Sundhoro (2005) tentang geologi
Lempeng aktif artinya lempeng tersebut selalu panas bumi daerah Akesahu, Kecamatan
bergerak dan saling berinteraksi. Lempeng Tidore, Kota Tidore Kepulauan, Maluku
Pasifik bergerak relatif ke Barat, lempeng Indo Utara. Syuhada et al. (2012) melakukan
Australia relatif ke utara dan lempeng Eurasia penelitian untuk kegiatan pemanfaatan
bergerak relatif ke tenggara (Dahuri et al. panas bumi untuk bidang perikanan melalui
2008, Rompas et al. 2008). Indonesia memiliki perancangan dan pengujian sistem pengering
gunung berapi dengan jumlah kurang lebih ikan memanfaatkan sumber energi panas bumi
240 buah, di mana hampir 70 di antaranya Ie-Suum Kabupaten Aceh Besar. Freedy et al.
masih aktif (Arsip 2013), sehingga masuk (2013) melakukan kajian tentang pengolahan
dalam jajaran pegunungan aktif di dunia (ring ikan pora-pora (Mystacoleucus padangesis)
of fire), yang tersebar dari barat hingga timur asap dengan asap cair menggunakan alat
Indonesia (Suharmanto et al. 2013). Selain itu, pengering sumber panas berbeda. Kegiatan
Indonesia juga berada pada jalur The Pacific pengawetan ikan juga masih dilakukan
Ring of Fire (Cincin Api Pasifik). Cincin dengan cara konvensional yaitu dengan cara
Api Pasifik membentang di antara subduksi pengasapan, pengeringan dan penggaraman
maupun pemisahan lempeng Pasifik dengan (Girrard 1992, Irawan 1997, Ghazali et al.
lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, 2014, Yuliastri et al. 2015, Akbardiansyah
lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca et al. 2018).
yang bertabrakan dengan lempeng Amerika Salah satu titik panas bumi ditemukan di
Selatan (Nontji 2007, Arsip 2013). Maluku Utara di Desa Idamdehe, Kabupaten
Potensi geotermal yang cukup besar ini Halmahera Barat. Pemanfaatan panas bumi
belum dimanfaatkan secara optimal untuk di daerah ini telah dilakukan sebagai objek
dikembangkan pada skala industri pengolahan wisata masyarakat lokal, namun pemanfaatan
dalam sektor perikanan. Sektor perikanan untuk kegiatan perikanan sendiri belum
Maluku Utara sendiri menunjukkan potensi dilakukan. Selama ini proses pengeringan
sumber daya alam yang tinggi, di mana ikan dilakukan dengan memanfaatkan media
produksi perikanan tangkap yakni 218.097 panas melalui paparan sinar matahari dan
ton dan produksi perikanan budidaya yaitu proses pengasapan menggunakan kayu bakar,
103.975 ton (KKP 2015). Produksi tangkapan sedangkan pemanfaatan melalui potensi
dan budidaya yang tinggi, dapat menggunakan panas bumi (geotermal) belum dilakukan.
sumber panas bumi sebagai media untuk Kurangnya pengetahuan akan potensi
pengolahan. Hasil kajian pemanfaatan panas bumi ini, menjadi salah satu faktor
panas bumi untuk kegiatan industri telah penting dilakukan penelitian untuk adanya
dilakukan Kementerian ESDM (2011) yang pemanfaatan secara optimal.
melaporkan bahwa lapangan panas bumi
Jailolo diperkirakan memiliki potensi untuk
dimanfaatkan sebagai energi listrik sebesar 75 BAHAN DAN METODE
MW. Arahman dan Putra (2015) melaporkan Bahan dan Alat
tentang perkiraan suhu reservoir panas Penelitian dilaksanakan di Desa Idamdehe,
bumi dari sumber mata air panas di nagari Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku
panti, Kabupaten Pasaman menggunakan Utara (Figure 1). Kegiatan pengeringan ikan
persamaan geotermometer sebagai dasar dilakukan di lokasi pegunungan yang terdapat
penentuan potensi panas bumi, sedangkan potensi panas bumi. Proses pengeringan ikan
Mulyana et al. (2017) melaporkan tentang dilaksanakan pada pagi hingga sore hari.
model pendayagunaan energi geotermal Metode penelitian yang dilakukan adalah
entalpi rendah (direct-use) di Jawa Barat. eksperimen lapangan yakni kajian penelitian

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 424


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan, Baksir et al.

Figure 1 Map of research site on Idamdehe Village

dalam situasi nyata dengan memanipulasikan media/alat pengeringan. Oven kemudian


satu atau lebih variabel bebas (Kerlinger 1986, diletakkan pada sumber panas bumi di
Ghazali et al. 2014). tanah yang telah digali sedalam 40 cm.
Peletakan oven pada kedalaman tanah 40 cm,
Metode Penelitian dikarenakan uap suhu panas bumi lebih tinggi
Pengukuran suhu lingkungan panas seiring meningkatnya kedalaman. Proses ini
bumi dan suhu ruang oven modifikasi dilakukan untuk memudahkan corong oven
Pengambilan data suhu lingkungan pada bagian bawah mudah memerangkap uap
dilakukan selama 6 hari dan selama 9 jam panas bumi yang naik ke permukaan. Panas
per hari menggunakan termometer. Teknik bumi yang menyentuh oven kemudian akan
pengukuran suhu dilakukan dengan cara menghantarkan panas ke dalam ruangan
meletakkan termometer ke dalam galian tanah pengeringan. Panas kemudian terperangkap,
dengan menggunakan sekop pada kedalaman sehingga akan mengakibatkan akumulasi
30 cm. Termometer ditancapkan ke dalam panas/kenaikan suhu di dalam oven. Teknik
tanah agar dapat mengukur suhu lingkungan pengeringan ikan ini dilakukan dengan
selama 9 jam setiap harinya. Nilai suhu beberapa tahapan yakni ikan disiapkan
kemudian dicatat setiap jam dan ditabulasikan sebanyak 40 ekor, dimasukkan ke dalam oven,
ke dalam tabel. Pengukuran temperatur digantung, diletakkan, gali tanah sedalam 40
dilakukan selama enam hari. Pengukuran cm, oven dimasukkan ke dalam galian, tutup
temperatur juga dilakukan berdasarkan galian agar oven tertanam, tutup oven dengan
kedalaman 20 cm dan 40 cm. Pengukuran terpal, dan dibiarkan hingga ikan masak.
suhu ruangan oven juga dilakukan dengan
cara meletakkan termometer di dalam ruang Perancangan alat
pengering oven dan kemudian suhunya Perancangan suatu alat untuk dijadikan
dicatat setiap jam. media sebagai penyalur panas dibuat untuk
meminimalisasi terjadinya kontaminasi
Pengujian sampel ikan dengan oven bahan beracun. Hal ini dikarenakan hasil uap
modifikasi panas bumi yang dekat dengan magma berupa
Proses pengeringan ikan menggunakan H2O, CO2, SO2, H2Sdan HCl (Syuhada et al.
media oven modifikasi sebagai bahan 2012). Proses pembuatan alat pengering ikan
penyimpan panas dilakukan selama 10 jam. berdasarkan literatur (Syuhada et al. 2015 dan
Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan Prasetyo et al. 2015) dan telah dimodifikasi
ikan secara horizontal dan vertikal pada setiap (Figure 2).

425 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan, Baksir et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

Figure 2 Drying fish instrument (Modification by Syuhada et al. 2015, Prasetyo et al.
2015), A. Vertical model, B. Horizontal model

Pengukuran suhu dilakukan pada pematangan ikan menggunakan oven


lemari pengering ikan dengan menggunakan modifikasi. Data hasil penelitian diolah
termometer. Peralatan pengeringan ikan menggunakan Microsoft Excel, kemudian
dibuat secara tertutup untuk mencegah udara dianalisis secara deskriptif, disajikan dalam
luar masuk, kontaminasi dan uap panas bumi. bentuk grafik, diagram dan tabel
Ruang pengeringan berukuran 40 cm x 40
cm. Pada bagian bawah dibuat seperti corong, HASIL DAN PEMBAHASAN
agar suhu panas bumi dapat dengan mudah Temperatur Uap Lingkungan Panas
terperangkap dan cepat menghasilkan panas. Bumi
Spesifikasi peralatan/media pengeringan Hasil pengukuran panas bumi
yakni tinggi 80 cm, lebar 40 cm, panjang memperlihatkan bahwa terjadi variasi
gantungan 10 cm dan karak alas pengering temperatur uap lingkungan (Figure 3). Nilai
5 cm. uap panas yang dihasilkan dari panas bumi
berkisar antara 70-120OC. Pengukuran
Analisis Data dilakukan enam hari dan selama sembilan
Analisis data berupa perbandingan jam per hari pada kedalaman 30 cm. Hasil
suhu berdasarkan kedalaman, lama proses yang sama juga diperoleh Baksir et al (2018)
Temperature (oC)

Time (hour)
Figure 3. Geothermal Enviromental Temperature in Idamdehe Village

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 426


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan, Baksir et al.

di lokasi yang sama yaitu di Idamdehe kegiatan tradisional seperti pematangan


dengan nilai suhu 100oC. Hasil penelitian di telur, pengeringan cengkeh dan biji pala.
lokasi lain juga diperoleh Laksminingpuri Selain itu Mulyana et al. (2017) mengatakan
dan Martinus (2013) yang menemukan bahwa penggunaan tidak langsung sumber
temperatur pada lapangan panas bumi geotermal indirect-use adalah penggunaan
Kamojang berkisar antara 177-253,4OC. Hal energi panas dari sumber geotermal dengan
yang berbeda dilaporkan Syuhada et al. (2012) terlebih dahulu mengonversinya ke bentuk
yang menemukan temperatur lingkungan air energi lain seperti energi listrik. Johannesson
panas berkisar diantara 30-40OC di Desa dan Chatenay (2014) dalam Mulyana et al.
Ie Su’um, Kabupaten Aceh Besar. Selain itu (2017) menjelaskan bahwa pemanfaatan
Sukendar et al. (2016) menemukan bahwa sumber geotermal golongan direct-use untuk
kisaran suhu permukaan tanah di daerah pembangkit listrik dry steam, flash steam
Gunung Salak berkisar diantara 6-35OC. dan binery system jarang dilakukan terutama
Syuhada et al. (2012) menjelaskan bahwa karena alasan ekonomis.
temperatur lingkungan sangat berpengaruh Sumber energi panas bumi merupakan
terhadap perubahan cuaca. salah satu sumber terbarukan yang sangat
Pengukuran temperatur uap lingkungan potensial. Setiawan (2012) mengatakan energi
berdasarkan kedalaman 20 cm, 30 cm dan 40 ini memiliki emisi karbon yang amat rendah
cm dilakukan enam hari dan selama sembilan dan memiliki ongkos operasional yang murah
jam per hari dan menunjukan adanya dan stabil, tidak tergantung pada fluktuasi
perbedaan. Nilai temperatur pada kedalaman harga sebagaimana halnya sumber energi
20 cm adalah 90oC, pada kedalaman 30 fosil. Desa Idamdehe memiliki potensi energi
cm nilai temperatur sebesar 100oC dan geotermal dalam jumlah yang besar. Akan
kedalaman 40 cm nilai temperatur mencapai tetapi pemanfaatannya terbatas untuk sumber
105oC (Table 1). Nilai konduktivitas panas geotermal. Energi geotermal yang ditemukan
bumi di lokasi penelitian berasosiasi dengan ini dapat diberdayakan, sehingga diharapkan
kondisi dan lingkungan geologi di sekitarnya, akan meningkatkan pembangunan
sehingga semakin dalam galian tanah nilai perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
konduktivitas uap panas semakin besar. Hal di desa ini. Pemerintah dapat memanfaatkan
ini dimungkinkan akibat semakin ke bawah potensi panas bumi dengan membangun
galian tanah, maka semakin dekat dengan pembangkit tenaga listrik baru yaitu
sumber uap panas bumi. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Hasil pengukuran temperatur lingkungan (PLTP) yang potensinya di daerah Jailolo
panas bumi menunjukkan bahwa energi sebesar 75 MW (Tama 2014).
panas bumi khususnya uap panas masuk Surana (2010) dalam Mulyana et al.
dalam kategori menengah. Berdasarkan (2017) melaporkan bahwa pada saat ini di
DOE National Laboratory (2004), kategori Indonesia fasilitas yang memanfaatkan
temperatur sumber energi geotermal fluida geotermal sebagai akuakultur
direct-use adalah berentalpi rendah hingga atau ternak ikan hanya berada di provinsi
menengah dengan kisaran temperatur Lampung. Surana et al. (2010) menjelaskan
pada 20-150 atau 68-302, akan tetapi dapat bahwa pelaksanaan penelitian ini
dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk menggunakan metode campuran dengan cara
menggabungkan air panas geotermal dengan
Table 1 Environmental temperature based on air sungai sebagai media pertumbuhan ikan
the depth of soil lele. Mulyana et al. (2014) melaporkan bahwa
di daerah Jawa Barat terdapat energi geotermal
Temperature (oC) Depth of soil (cm) dalam jumlah besar dengan kualitas uap
90 20 sangat baik, bahkan di tingkat dunia, dicirikan
100 30 dengan tekanan 37 kg/cm3 dan temperatur
105 40 sekitar 250oC. (Chang et al. 2010).

427 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan, Baksir et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

140
120 120 120 120
120
100 100 100
95
Temperature (oC)

100 90
100 100 100 100 100 100
80

60
50
40

20

0 0 0
09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

Time (hour)
Figure 4 Temperature per hour, ( environment temperature, oven temperature)

Perbandingan Temperatur Uap panas terbatas dan media penghantar


Lingkungan dengan Oven Modifikasi panas memiliki kapasitas maksimal dalam
Pengujian variabel temperatur ruangan menghantarkan panas.
oven dan suhu lingkungan diperoleh nilai yang Perbedaan nilai temperatur pada
berbeda. Pengambilan data dilakukan selama setiap jam kemungkinan diakibatkan
sembilan jam dengan dua kali pengujian. karena perbedaan media penghantar panas.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu Pada oven, suhu uap panas yang naik dan
lingkungan pada awal pengukuran sebesar terkepung di bagian bawah hingga samping
90oC. Nilai temperatur selama sembilan jam membutuhkan waktu untuk menghantarkan
bergerak dari awal panas 90oC hingga 120oC. bahan panas pada suhu ruangan oven yang
Suhu uap lingkungan panas bumi naik setiap menggunakan alumunium. Sehingga suhu
jam berkisar 5oC-20oC (Figure 4). Hal ini ruangan oven lama mengalami panas dan
menggambarkan bahwa terjadi kenaikan memberikan pengaruh terhadap termometer
suhu secara perlahan, mengikuti panas sinar ruangan oven. Yani et al. (2009) menjelaskan
matahari. Bintang et al. (2013) mengatakan bahwa efesiensi media dipengaruhi energi
bahwa proses pengeringan dan kenaikan suatu panas yang diterima oleh penyerap dan
media sangat dipengaruhi oleh teriknya sinar koefisien pindah panas pelat penyerap.
matahari. Temperatur oven menunjukkan Imbir et al. (2015) mengatakan bahwa
perubahan, di mana pengukuran awal perubahan suhu alat pengering sangat
memperoleh nilai suhu 0oC dan selama dua ditentukan suhu lingkungan terutama
jam mencapai nilai 50oC, setelah itu terjadi sinar matahari yang dapat menembus alat
kenaikan suhu 100oC pada pengukuran jam pengering. Penelitian terdahulu tentang suhu
keempat, kemudian nilai tetap konstan hingga ruangan pengering juga dilaporkan Ansar
pengkuran jam ke sembilan. Kenaikan suhu et al. (2012) yang menunjukkan bahwa
ruangan oven bersamaan dengan perubahan terjadi perbedaan suhu pada ruang kolektor
suhu uap lingkungan panas bumi, namun pada dan suhu lingkungan yang diukur untuk
nilai 120oC uap suhu lingkungan panas bumi, pengukuran chips mangga. Laporan yang
kondisi suhu ruang oven tetap berada pada berbeda disampaikan Abdjul et al .(2016)
nilai 100oC. Hal ini dimungkinkan karena pada rancang bangun alat pengering ikan
kemampuan ruang oven dalam menyimpan asin, di mana panas yang tersimpan pada alat

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 428


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan, Baksir et al.

Figure 5 Fish drying procces with modified oven.


pengering dari pukul 17.00 WITA sampai uap panas bumi terlebih dahulu menyentuh
pada pukul 20.00 WITA yaitu 40°C dengan badan oven, kemudian bahang panas akan
suhu ruang berkisar antara 30°C sampai 37°C. memanaskan alumunium terlebih dahulu.
Alat pengeringan oven dibuat menggunakan
Hasil Pengujian Sampel Ikan dengan alumunium dan zinc/seng, dikarenakan bahan
Oven Modifikasi ini mampu mengalirkan panas dengan cepat
Pengujian proses pengeringan atau dan tahan terhadap korosi. Majanasastra
pematangan ikan menggunakan oven (2016) menjelaskan bahwa jenis alumunium
modifikasi dilakukan selama sepuluh jam dan zinc/seng merupakan media yang sifatnya
(Figure 5 dan Table 2). Alat pengering oven baik untuk konduksi panas dan konduksi
hasil modifikasi digunakan sebagai media listrik, serta tahan karat.
perantara penghantar panas, selain itu juga Proses pematangan ikan dimulai pada
menghindari terjadinya kontaminasi dari uap pukul 09.00 hingga 18.00 WIT (Waktu
panas bumi. Media kemudian ditanam dengan Indonesia Tengah) dan dilakukan menjadi
kedalaman galian 40 cm dan dibungkus dua tahap yakni tahap pertama pukul 09.00
menggunakan terpal, hal ini dimaksudkan sampai dengan 13.00 WIT serta tahap kedua
untuk memerangkap temperatur uap panas pukul 14.00 sampai dengan 18.00 WIT (Table
bumi yang keluar (Table 2). 2). Pematangan ikan dalam oven dilakukan
Pengujian pematangan ikan dilakukan selama 4 jam, pada tahapan awal pematangan/
selama 10 jam, dengan suhu yang bervariasi pengeringan ikan, suhu dalam ruang oven
(Figure 4). Ruangan tempat penyimpan berada pada 0oC. Peletakan ikan pada pukul
ikan pada oven membutuhkan waktu untuk 09.00 WIT berstatus mentah, kemudian suhu
meningkatkan suhu. Hal ini dikarenakan ruangan oven naik menjadi 50oC setelah dua

Table 2 The process of fish drying explained by duration and temperature

Temperature Duration
Period Time (WIT) Process
(°C) (Minutes)
0 60 09.00-10.00 Start to dried the fish
50 120 10.00-11.00 On drying
One 100 180 11.00-12.00 On drying
100 240 12.00-13.00 On drying
100 240 13.00 The fish has been dried
0 60 14.00-15.00 Start to dried the fish
50 120 15.00-16.00 On drying
Two
100 180 16.00-17.00 On drying
100 240 17.00-18.00 The fish has been dried

429 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan, Baksir et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

jam pada pukul 11.00 WIT dengan satus pada pusat ikan dapat mencapai 60oC . Hal
ikan mentah, pukul 12.00 WIT suhu ruangan yang berbeda ditemukan Bintang et al. (2011)
oven bergerak naik 100oC dengan status di mana capaian suhu maksimal dalam alat
ikan setengah masak dan suhu bersifat stabil pengering tenaga surya adalah 50oC dengan
hingga pukul 13.00 WIT dengan status ikan suhu luar maksimal 38oC dengan lama
menjadi masak (Table 2). Tahapan pengujian pengeringan ikan 14 jam dan menurunkan
kedua dilakukan pukul 14.00 WIT dengan kadar air ikan 37oC. Perbedaan ini
meletakkan ikan ke dalam ruangan oven diakibatkan karena media pemanfaatan yang
dengan suhu 0oC. Nilai suhu masih berkisar berbeda, selain itu modifikasi alat pengering
0oC pada pukul 15.00 WIT dan temperatur turut memberikan pengaruh terhadap hasil
suhu naik menjadi 50oC pada pukul 16.00 pengujian pengeringan ikan. Penelitian Tuyu et
dengan status ikan mentah. Namun pada al (2014) melaporkan bahwa produk ikan selar
pukul 17.00 WIT terjadi kenaikan suhu asin yang dikeringkan dengan alat pengering
menjadi 100oC dengan status ikan setengah buatan (cabinet dryer) di atas delapan jam
masak, suhu dalam ruangan kemudian memiliki mutu yang baik. Syuhada et al.
konstan hingga status ikan menjadi masak (2012) dalam perancangan dan pengujian
pada pukul 18.00 WIT (Table 2). Kenaikan sistem pengering ikan dalam pemanfaatan
suhu ruangan bergerak lambat, dikarenakan energi panas bumi menyimpulkan bahwa
media oven membutuhkan waktu untuk peralatan penukar panas ini bekerja sangat
memanaskan ruangan. Hal lain dikarenakan efektif karena dengan temperatur air pemanas
daya hantar panas dari suatu media ke media sekitar 85oC dapat memanaskan udara
lainnya membutuhkan waktu. pengering mencapai 60oC.
Secara keseluruhan berdasarkan dua
kali pengujian, maka disimpulkan bahwa KESIMPULAN
lama proses pengeringan ikan menggunakan Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh
oven modifikasi adalah empat jam. Proses informasi bahwa uap lingkungan panas
dan waktu pengeringan ikan yang diperoleh bumi 70oC sampai 130oC. Nilai temperatur
menggambarkan bahwa alat oven dapat uap panas bumi meningkat seiring dengan
menjadi alat alternatif karena efektif untuk peningkatan kedalaman galian. Pengujian
pengeringan ikan. Proses pengeringan ikan pengeringan ikan dengan oven modifikasi
yang dilakukan jika dibandingkan dengan ditemukan pematangan ikan membutuhkan
menggunakan kompor, maka waktu yang waktu 4 jam dengan suhu tercatat dalam ruang
diperoleh masuk dalam kategori lama oven bernilai 0oC, 50oC dan 100oC.
dalam proses pengeringan ikan. Ikan
hasil pengeringan selama 4 (empat) jam DAFTAR PUSTAKA
memiliki karakteristik yang sama dengan Abdjul S, Djamalu Y, Antu ES. 2016.Rancang
hasil pengeringan atau pematangan ikan bangun alat pengering ikan asin efek
menggunakan media lain seperti kompor. rumah kaca berbentuk prisma segi empat
Baksir et al. (2018) mengatakan bahwa dengan variasi batu sebagai penyimpan
suhu uap panas yang tinggi memengaruhi panas. Jurnal Teknologi Pertanian
pematangan ikan. Hasil penelitian yang Gorontalo. 1(1):38-49.
ditemukan berbeda dengan laporan Akbardiansyah, Desniar, Uju. 2018.
Baksir et al. (2018) dengan menggunakan dua Karakteristik ikan asin kambing-kambing
metode yakni tradisional dan konvensional di (Canthidermis maculata) dengan
sumber panas bumi Desa Idamdehe, dimana penggaraman kering. Jurnal Pengolahan
lama proses pematangan ikan diperoleh Hasil Perikanan Indonesia. 21(2): 345-
selama 30 menit-1 jam. Penelitian lainnya 355.
juga dilakukan Sulistijowati et al. (2011) Ansar, Cahyawan, Safrani. 2012. Karakteristik
namun menggunakan lemari asap, di mana pengeringan chips mangga menggunakan
pada pengasapan panas suhu asap mencapai kolektor surya kaca ganda. Jurnal
120-140oC dalam waktu 2-4 jam, dan suhu Teknologi dan Industri Pangan. 23(2):

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 430


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan, Baksir et al.

153-157. Irawan A. 1997. Pengawetan ikan dan hasil


Arrahman R, Putra A. 2014. Perkiraan suhu perikanan. Solo(ID): Penerbit CV Aneka.
reservoir panas bumi dari sumber mata Kementerian Energi dan Sumberdaya
air panas di Nagari Panti, Kabupaten Mineral. 2017. Potensi panas bumi
Pasaman menggunakan persamaan Indonesia jilid 2. Jakarta(ID): Direktorat
geotermometer sebagai dasar penentuan Panas Bumi , Direktorat Jenderal Energi
potensi panas bumi. Jurnal Fisika Unand. Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi,
4(4): 391-396. Kementerian Energi dan Sumber Daya
Arsip Media Kearsipan Nasional. 2013. Arsip Mineral.
dan manajemen bencana di negeri cincin [KKP]Kementerian Kelautan dan Perikanan.
api. Edisi 60/Januari-April. 2015. Kelautan dan perikanan dalam
Baksir A, Daud K, Wibowo ES, Akbar N, Haji. angka 2015. Jakarta(ID): Pusat Data
2018. Pengolahan ikan menggunakan Statistik dan Informasi.
sumber panas bumi di Desa Idamdehe Majanasastra RBS. 2016. Analisis sifat
Kabupaten Halmahera Barat Provinsi mekanik dan struktur mikro hasil proses
Maluku Utara. Jurnal Pengolahan Hasil hydroforming pada material tembaga
Perikanan Indonesia. 21(3): 547-553. (Cu) C84800 dan aluminium Al 6063.
Bintang MY, Pongoh J, Onibala H. 2013. Jurnal Imiah Teknik Mesin. 4(2): 15-30.
Konstruksi dan kapasitas alat pengering Mulyana C, Nurhilal O, Saad AH, Taufik A.
ikan tenaga surya sistem bongkar pasang. 2014. Prediksi penurunan uap pembangkit
Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. listrik tenaga geotermal dihubungkan
1(2): 40-43. dengan strategi pemeliharaan di masa
Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 2008. yang akan datang. Berkala Fisika. 17(2):
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan 73-78.
lautan secara terpadu. Jakarta(ID): PT Mulyana C, Luthfi N, Saad AH. 2017. Model
Pradnya Paramita. pendayagunaan energi geotermal entalpi
DOE National Laboratory. 2004. Geothermal rendah (direct-use) di Jawa Barat. Jurnal
Technologies Program : Direct Use. Ilmu dan Inovasi Fisika. (1): 11 – 23.
Washington(US): Department of Energy. Nontji A. 2007. Laut Nusantara. Jakarta(ID):
Freddy M, Syahrul, Dahlia. Kajian pengolahan Djambatan.
ikan pora-pora (Mystacoleucus Prasetyo DYB, Darmanto YS, Swastawati
padangesis) asap dengan asap cair F. 2015. Efek perbedaan suhu dan lama
menggunakan alat pengering sumber pengasapan terhadap kualitas ikan
panas berbeda. Jurnal online mahasiswa bandeng (Chanos chanos Forsk) cabut
fakultas perikanan dan ilmu kelautan duri asap. Jurnal Aplikasi Teknologi
universitas riau. 1(2): 1-10. Pangan. 4(3): 94-98.
Ghazali RR, Swastawati F, Romadhon . 2014. Rompas RM, Hutabarat S, Rompas JR. 2008.
Analisa tingkat keamanan ikan manyung Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta(ID):
(Arius thalassinus) asap yang diolah Sekretaris Dewan Kelautan Indonesia.
dengan metode pengasapan berbeda. Rosli LR. 2005. Penyelidikan magnet daerah
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil panas bumi akesahu Pulau Tidore,
Perikanan. 3(4): 31-38. Provinsi Maluku Utara. Pemaparan Hasil
Girrard JP. 1992. Technology of meat and meat Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi
products. New York(US): Ellis Horwood. 2005.
Hutabara S, Evans SM. 2006. Pengantar Setiawan S. 2012. Energi panas bumi dalam
oseanografi. Jakarta(ID): UI Press. kerangka MP3EI :Analisis terhadap
Imbir E, Onibala N, Pongoh J. 2015. Studi prospek, kendala, dan dukungan
pengeringan ikan layang (Decapterus sp.) kebijakan. Jurnal Ekonomi dan
asin dengan penggunaan alat pengeringan Pembangunan. 20(1): 1-28.
surya. Jurnal Media Teknologi Hasil Suharmanto P, Fitria AN, Ghaliyah S. 2015.
Perikanan. 3(3): 13-18. Indonesian geothermal energy potential

431 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan, Baksir et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

as source of alternative energy power Syuhada A, Sary R, Purba R. 2012. Perancangan


plant. KnE Energi. 1: 119-124. dan pengujian sistem pengering ikan
Sukendar PM, Sasmito B, Wijaya AP. 2016. memanfaatkan sumber energi panas
Analisis sebaran kawasan potensial bumi Ie-Suum Kabupaten Aceh Besar.
panas bumi Gunung Salak dengan Seminar Nasional Mesin dan Industri
suhu permukaan, indeks vegetasi dan (SNMI7) 2012: 68-75.
geomorfologi. Jurnal Geodesi Undip.5(2): Tuyu A, Onibala H, Makapedua DM. 2014.
66-75. Studi lama pengeringan ikan selar
Sulistijowati RS, Djunaedi OS, Nurhajati J, (Selaroides sp.) asin dihubungkan dengan
Afrianto E, Udin Z. 2011. Mekanisme kadar air dan nilai organoleptik. Jurnal
pengasapan ikan. Bandung(ID): Unpad Media Teknologi Hasil Perikanan. 2(2):
Press. 20-26.
Sundhoro H. 2005. Geologi panas bumi daerah Wibisono MS. 2011. Pengantar Ilmu Kelautan.
Akesahu, Kecamatan Tidore, Kota Tidore Jakarta(ID): UI Press.
Kepulauan, Maluku Utara. Pemaparan Yani E, Abdurrachim, Pratoto A. 2009.
Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Perhitungan efisiensi kolektor surya pada
Bumi 2005. pengering surya tipe aktif tidak langsung.
Surana T, Atmojo JP, Suyanto, Subandriya Jurnal Teknik. 31: 26-33.
A. 2010. Development of geothermal Yuliastri V, Suwandi R, Uju. 2015. Hasil
energy direct use in Indonesia. GHC penilaian organoleptik dan histologi lele
BULLETIN:11-15. asap pada proses pre-cooking. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
18(2): 190-204.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 432

Anda mungkin juga menyukai