Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

Rhinosinusitis Maksilaris Kronik Dextra

OLEH
Chairul Fahmi
H1A 015 013

Pembimbing
dr. I Gusti Ayu Trisna, Sp.THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Epitel traktus respiratorius merupakan titik utama interaksi antara organisme


hidup dan lingkungannya. Oleh karena itu, epitel ini memiliki fungsi pelindung
dan adaptif yang memungkinkannya berfungsi sebagai barrier (penghalang) bagi
elemen lingkungan yang berbahaya bagi organisme hidup. Epitel traktus
respiratorius berperan peran penting dalam etiologi penyakit dan gangguan pada
saluran pernafasan.1
Rhinosinusitis kronis adalah contoh penting dari penyakit tersebut. Penyakit
ini adalah merupakan salah satu kondisi medis yang paling umum ditemukan
namun patofisiloginya paling sulit dipahami. Meskipun diperkirakan prevalensi
15,7% di antara populasi umum di Amerika Serikat, rhinosinusitis kronis tetap
merupakan penyakit yang sulit ditangani dengan pilihan pengobatan saat ini.
Meskipun memiliki efektifitas yang rendah, penanganan medis Rhinosinusitis
kronis telah sedikit mengalami perubahan selama bertahun-tahun, dan bahkan
dengan adanya kemajuan teknis yang cepat di bidang pembedahan. Pilihan bedah
untuk rhinosinusitis kronis hanya menawarkan solusi tamponade, dengan kejadian
kambuhan pasca operasi yang tinggi. Dengan demikian, pemahaman
rhinosinusitis kronis yang lebih baik berpotensi menawarkan solusi yang lebih
baik untuk pengelolaan penyakit ini.1,2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal, yang umumnya disertai
atau dipicu oleh peradangan pada cavum nasi (rhinitis), sehingga sering
disebut sebagai rhinosinusitis3

2.2 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosilier didalam kompleks ostiomeatal (KOM). Mukus juga
mengandung subtansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernapasan. 3

Organ-organ yang membentuk KOM terletak berdekatan dan bila terjadi


edama maka mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi yang mula-mula bersifat
serosa. Kondisi ini dapat dianggap sebagai rhinosinusitis non bacterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. 3

Bila kondisi ini menetapt, maka sekret yang berkumpul dalam sinus
merupakan media yang baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri. Sekret
menjadi purulen. Keadaan ini disebut rhinosinusitis akut bakterial dan
membutuhkan terapi antibiotik. 3

Jika terapi tidak berhasil dan inflamsi berlanjut, maka akan terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan merupakan
rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi

2
kronik, yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada
keadaan ini mengkin diperlukan tindakan operasi. 3

2.3 Etiologi
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis
akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%), Haemophylus influenza (20-40)
dan Moraxella catarrhalis (4%). Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih
berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong kea rah bakteri gram
negative dan anerob.3

2.4 Gejala dan Tanda


Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala
yang tak jelas biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin.
Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala
mendadak. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta
nyeri pada palpasi dan perkusi. Secret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
terkadang berbau busuk. Bentuk inisiatif non-produksif seringkali ada.
Transluminasi berkurang bila sinus penuh cairan.
Keluhan sinusitis kronis tidak khas, dapat berupa salah satu dari sakit kepala
kronis, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguan pada
telinga akibat sumbatan kronik tuba eustachius, gangguan ke paru seperti
bronchitis dan yang paling penting adalah serangan asma yang sulit diobati. Pada
anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. 3
Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan
naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis untuk diagnosis yang lebih
tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus dimeatus medius (pada sinusitis
maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
etmioid posterior dan sfenoid). 3
Pada rhinositis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering kali ada
pembengkakan dan kemerahan didaerah kantus medius. 3

3
Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah foto polos atau CT scan.
Foto polos posisi waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi
sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan (air flud level) atau penebalan mukosa. 3
2.5 Diagnosis
Menurut diagnosis Task Force Adult Rhinosinusitis oleh AAO-HNS dapat
ditegakan dengan 2 atau lebih kriteria mayor/ 1 mayor dan 2 atau lebih kriteria
minor:
Kriteria mayor Kriteria minor
- Sekret purulent pada cavitas nasalis - Nyeri kepala
- Nyeri fasial, tekanan, kongesti dan - Demam (semua non akut)
penuh - Nafas berbau
- Obstruksi nasal, penyumbatan, secret - Lelah
purulent - Sakit gigi
- Demam (hanya pada rhinositis akut) - Batuk
- Hyposmia dan anosmia - Nyeri dan rasa penuh di telinga

2.6 Talaksanaan
Tujuan terapi sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah
kompikasi dan mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsipnya adalah dengan
membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih
secara alami3

Antibiotik dan dekongestan merupakan pilihan pada sinusitis akut bakterial,


untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka
sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin
seperti amoksilin dan jika diperkirakan kuman telah resisten atau produksi beta
lakmatase maka dapat diberikan amoksisilin – asam klavunat atau jenis
sefalosporin generasi kedua. Pada sinusitis, antibioti diberikan selama 10-14
hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronis diberikan
antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. 3

4
Selain dekongestan oral dan topikal terapi lain yang dapat diberikan jika
diperlukan seperti analgetik, mukolitik, stroid oral atau topikal, pencucian
rongga hidung dengan NaCl. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat
antikolinergiknya dapat menyeabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada
alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi kedua. Irigasi sinus
maksila juga merupakan terapi tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat
dipertimbangkan pada kelainan alergi yang berat. 3

Menurut EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis an Nasal


Polyps) 2007, penatalaksaan pada rhinosinusitis terbagi menjadi beberapa
skema seperti berikut: 4

Skema penatalaksanaan rhinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan


kesehatan primer

5
Skema penatalaksanaan rhinosinusitis akut pada dewasa untuk dokter spesialis
THT

Skema penatalaksanaan rhinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung


pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT

6
Skema penatalaksanaan rhinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada dewasa
untuk dokter spesialis THT

7
BAB III

LAPORAN KASUS

8
1.1 Identitas Pasien

Nama pasien : Ny. M


Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Ampenan, Mataram
Tanggal Pemeriksaan : 07 Maret 2020

1.2 Anamnesis
- Keluhan utama : keluar cairan dari hidung
- Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Provinsi NTB dengan keluhan
keluar cairan pada lubang hidung kanan. Pasien mengaku sering
mengeluarkan cairanyang kental berwarna putih. Keluhan sering keluar
cairan ini terutama dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, tetapi dam 4 bulan
terakhir, cairan keluar semakin kental berwarna hijau. Pasien sering
merasakan nyeri kepala seperti ditusuk, tetapi saat ini keluhan nyeri kepala
pasien dirasakan berkurang. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri
yang dirasakan pada pipi kanan. Keluhan tersebut telah dirasakan sejak 4
bulan yang lalu. Nyeri dirasakan semakin memberat jika pasien
menunduk. Selain itu pasien juga mengeluhkan sering mencium bau
busuk. Nyeri pada dahi, nyeri pada belakang mata dan pangkal hidung,
nyeri pada bagain atas kepala, nyeri pada belakang telinga disangkal oleh
pasien. Riwayat demam jika pilek kambuh, lemah lesu disangkal oleh
pasien.

- Riwayat penyakit dahulu

9
 Pasien mengaku keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu dan
memberat dalam 4 bulan terakhir
 Riwayat asma, tekanan darah tinggi, kencing manis disangkal
- Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa
- Riwayat alergi
Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan disangkal.
- Riwayat pengobatan
Pasien sebelumya berobat di tempat praktik dokter akan tetapi belum ada
perubahan. Pasien tidak dapat mengingat obat apa yang diberikan.
- Riwayat pribadi dan sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga

1.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Respirasi : 16 x/menit
 Temperatur : 36,4 oC
- Status Lokalis

Pemeriksaan telinga
No. Area Telinga kanan Telinga kiri
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, hematoma (-), nyeri normal, hematoma (-), nyeri
tarik aurikula (-) tarik aurikula (-)

10
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-), Serumen (-), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-), sekret furunkel (-), edema (-), sekret
(-) (-)

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), kolesteatom (-), perforasi (-), kolesteatom (-),
cone of light (+) cone of light (+)

MT intak MT intak
Cone of light (+) Cone of light (+)

Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan Hidung Hidung Kanan Hidung Kiri
Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-), Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-) nyeri tekan (-), deformitas (-)
Vestibulum nasi Hiperemis (+), Normal, ulkus (-)
Sekret mukopurulen (+)
Cavum nasi Bentuk (normal), hiperemis Bentuk (normal), mukosa pucat
(+), ulkus (-), kavum nasi
sempit
Meatus nasi media Mukosa hiperemis (+), sekret Mukosa hiperemis (-), sekret(-),
(+) mukopurulen, massa (-) massa (-)
Konka nasi inferior Edema (+), mukosa hiperemi Edema (-), mukosa hiperemi (-)
(+)
Septum nasi Deviasi (-), benda asing(-), Deviasi (-), benda asing(-),
perdarahan (-), ulkus (-) perdarahan (-), ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

11
Bibir & mulut Mukosa bibir & mulut basah, berwarna merah muda
Geligi Warna mukosa gusi merah muda, hiperemi (-), gigi berlubang (-)
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-)
Tonsila palatina Kanan: T0, Hiperemi (-), detritus (-), kripte melebar (-)
Kiri: T0, Hiperemi (-), detritus (-), kripte melebar (-)

1.4 Assessment
Diagnosis
- Rhinosinusitis maksilaris kronis dextra

Diagnosis banding
- Sinusitis dentogen
- Rhinitis kronis

1.5 Planning
1.5.1 Penunjang diagnostik
- Rontgen water’s
1.5.2 Terapi
- Pro irigasi sinus maksilaris AD
- Mukolitik diberikan dengan tujuan untuk mengencerkan dahak yang
menghalangi saluran pernapasan
- R/ Acetyl Cistein 3 x 200 mg
- Antibiotic untuk menghilangkan bakteri penyebab sinusitis
- R/ Amoxicillin 3 x 500 mg

12
- Nasal dekongestan diberikan dengan tujuan untuk menghilangkan
pembengkakan dan membuka sumbatan ostium sinus.
- R/ Demacolin 3 x 500 mg

1.5.3 Edukasi
- Menjelaskan mengenai indikasi dari irigasi sinus yang akan dilakukan
- Istirahat cukup agar proses penyembuhan penyakit dapat berjalan
dengan baik
- Antibiotic yang diberikan diminum sampai habis
- Konsul ke poli gigi untuk mencari kemungkinan terdapat fokal infeksi
pada gigi
- Kontrol kembali 3 hari selanjutnya atau setelah melakukan Rontgen
water’s

1.6 Prognosis
Dubia ad bonam.

BAB IV
PEMBAHASAN

Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar dan juga paling seing
mengalami infeksi atau peradangan. Pada kasus ini didiagnosis dengan

13
rhinosinusitis maksilaris kronis yang ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan keluar cairan pada lubang hidung kanan
sejak 3 bulan yang lalu, tetapi dam 1 bulan terakhir, cairan keluar semakin kental
berwarna hijau. Pasien sering merasakan nyeri kepala seperti ditusuk, tetapi saat
ini keluhan nyeri kepala pasien dirasakan berkurang. Selain itu pasien juga
mengeluhkan nyeri yang dirasakan pada pipi kanan. Keluhan tersebut telah
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan semakin memberat jika pasien
menunduk. Selain itu pasien juga mengeluhkan sering mencium bau busuk. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan mukosa cavum nasi yang edema, tanpak hiperemis
dan sempit. Terlihat pula adanya sekret berwarna mukopurulen pada meatus
medius dan tampak adanya edema dan hiperemi pada konka nasi inferior.
Terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi untuk meredakan gejala,
mengatasi infeksi dan irigasi sinus. Untuk mengencerkan dahak yang
menghalangi saluran pernapasan diberikan Acetyl Cistein 3 x 200 mg, antibiotik
untuk menghilangkan bakteri penyebab sinusitis diberikan Cefixime 2 x 200 mg.
Nasal dekongestan + analgetik + antihistamin diberik Demacolin 3 x 500 mg.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Al Sayed, AA, Aqu R.U, and Massoud, E. Models for the study of nasal
and sinus physiology in health and disease: A review of the literature.
Laryngoscope Investig Otolaryngol. 2017 Oct 31;2(6):398-409
2. Brook, I. Chronic Sinusitis. 2017. Medscape.
https://emedicine.medscape.com/article/232791-overview . Apr 21. 2017.
Accessed Jan. 16, 2018.
3. Mangunkusumo, Endang. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Ed, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
Leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2007.
4. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J. et al., European Position Paper on
Nasal Polyps 2007. Rhinology. 2007. 45; suppl. 20: 1-139.

15

Anda mungkin juga menyukai