Anda di halaman 1dari 11

PONPES PUTRI

KH SAHLAN ROSJIDI

MODUL PEMBELAJARAN DARING

PENTINGNYA MENJAGA
KESEHATAN ORGAN
TUBUH MANUSIA

Materi ini diberikan sebagai


Penyusun: Dr. Ns. Sri Rejeki, M.Kep., Sp.Mat penggan kegiatan pembelajaran
ru n di Ponpes Putri KH Sahlan
Rosjidi semasa pandemi COVID-19

rusunawa@unimus.ac.id rusunawa.unimus.ac.id ponpesputri.unimus 0822-4553-7879


PENTINGYA MENJAGA KESEHATAN ORGAN TUBUH MANUSIA

(Tinjauan Kesehatan Organ Reproduksi dan hak Reproduksi Perempuan)

Dr. Ns. Sri Rejeki, M.kep., Sp.Mat

A. Pendahuluan.

Organ tubuh manusia merupakan alat yang penting dalam kehidupan manusia. Allah SWT
menciptakan setiap organ dalam tubuh manusia sesuai fungsinya untuk mempertahankan
keberlangsungan kehidupan manusia sampai ahkir hayatnya. Maka sudah selayaknya sebagai
manusia agar mensykurinya dengan cara memelihara, merawat dengan berbagai upaya agar tubuh
manusia tetap sehat dan akhirnya dapat beribadah sesuai tuntunan Allah SWT sebagai bekal kelak
kembali kepadaNya. Sebagaimana dalam surat Surat adz-Dzariyat Ayat 56 : “Kami tidak
menciptakan jin dan manusia kecuali kami perintahkan mereka untuk beribadah, yaitu merendah,
tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah SWT (Tafsir:al-Wajiz)

B. Kesehatan dalam Islam

Kesehatan merupakan hal yang penting dalam menjalani aktivitas kehidupan. Oleh karena
itu Islam sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dimana salah satu aspek
yang diperhatikan dalam islam adalah tentang kesehatan, sebab bila tubuh manusia dalam keadaan
sehat maka manusia bisa melakukan aktivitas ibadah baik Habluminalloh (hubungan manusia
dengan Tuhannya), dan habluminannas yaitu aktivitas sosial (hubungan manusia dengan manusia),
serta aktivitas dunia (hubungan manusia dengan alam) dengan baik terhadap semua aspek tersebut.

Kesehatan menurut pandangan islam terbagi menjadi 3 bagian yaitu, kesehatan jasmani,
kesehatan rohani dan kesehatan sosial. Kesehatan jasmani (fisik) merupakan kondisi optimal dari
seluruh anggota tubuh dalam menjalankan fungsinya, artinya tidak terjadi gangguan atau kelainan
pada seluruh organ dan anggota tubuh. Kesehatan jasmani sangat penting dalam mendukung
aktivitas lainnya. Oleh karena itu kita bisa mengambil hikmah dari setiap perintah Allah kepada
manusia yang banyak berupa aktivitas fisik yang memerlukan kondisi yang baik dan kuat, seperti
shalat, wudhu, puasa, dan ibadah lainnya. Ibadah fisik misalnya perintah Sholat. Dengan sholat
yang mampu meregangkan otot, dan melenturkan sendi-sendi apalagi dilakukan secara teratur setiap
hari.

Menjaga kesehatan jasmani dalam islam bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu Pertama,
dengan bersuci (Thoharoh) artinya menjaga kesucian dan kebersihan dari semua aspek kehidupan
mulai dari sekujur badan, makanan, pakaian, tempat tinggal maupun lingkungan. Kedua, menjaga
asupan makanan dengan memilih makanan yang baik dan halal. Dan baik diartikan ssebagai
makanan yang berkualitas mengandung zat-zat yang dibutuhkan tubuh sehingga tubuh manusia
tetap sehat. Selain itu aspek ketiga yaitu dengan olahraga. Ber-olah raga merupakan salah satu cara
yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk tetap menjaga kesehatan jasmani agar tetap
sehat seperti olahraga renang, memanah, berlari, berkuda, dan sebagainya.

Kesehatan rohani (spiritul) merupakan kondisi seseorang yang terhindar dari gangguan-
gangguan jiwa dan dari gejala-gejala jiwa. Kesehatan rohani terjadi jika ada keseimbangan dan
hubungan yang baik secara spiritual antara Allah dengan manusia yang diwujudkan dari aktivitas
manusia dalam memenuhi semua perintah Allah.
1
C. Pentingnya menjaga kesehatan dalam islam

Islam merupakan agama yang memberikan perhatian utama terhadap kesehatan manusia.
Setiap Muslim wajib menjaga kesehatannya dan menyeimbangkannya dengan rohaninya. Sabda
Nabi Muhammad SAW, "Sungguh, badanmu memiliki hak atas dirimu." (HR. Muslim). Di antara
hak badan adalah memberikan makanan saat lapar, memenuhi minuman saat haus, memberikan
istirahat saat lelah, membersihkan saat kotor dan mengobati saatsakit.

Sedemikian besar perhatian Islam terhadap kesehatan badan pemeluknya, sampai-sampai di


dalam beberapa ayat Alquran, As-sunnah dan kitab-kitab fikih terdapat bahasan khusus
mengenaikesehatan. Sebaliknya, Islam melarang berbagai tindakan yang membahayakan fisik
sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam
kerusakan." (QS. Al-Baqarah: 195) dan "Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah
Mahapenyayang kepadamu." (QS.An-Nisaa':29).
Untuk menjaga kesehatan, syariat Islam juga memberikan berbagai keringanan di dalam beribadah
dengan tujuan meringankan, memudahkan dan tidak membuat payah badan.

Dalam pemberian keringanan berbuka bagi orang yang sakit dan bepergian, Allah SWT
berfirman, "Allah menghendaki kelonggaran dan tidak menghendaki kesempitan bagimu." (QS. Al-
Baqarah: 185). Dalam kaitannya dengan keringanan bertayamum, Allah SWT berfirman, "Allah
tidak menghendaki kesulitan bagimu, tetapi hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur." (QS. Al Maidah: 6).
Seorang Muslim wajib memelihara kesehatan badannya, sebagaimana kewajiban negara menjaga
kesehatan masyarakatnya dan menanggulangi wabah penyakit yang menyerang rakyatnya. Bahkan,
dalam kaitannya dengan penghindaran diri dari penyakit yang mewabah pada suatu kawasan,
seorang muslim diperkenankan untuk menghindarkan diri dari kawasan tersebut menuju kawasan
lain yang lebih aman."
Sorang Muslim dan muslimah harus senantiasa berupaya untuk menjaga kesehatanya dengan
berbagai cara termasuk memelihara organ tubuhnya agar tetap sehat.

D. Kesehatan Reproduksi Perempuan

Kesehatan reproduksi perempuan suatu kondisi dimana perempuan tidak mengalami sakit,
tidak terkena penyakit, tidak cacat, dan reproduksinya dapat berfungsi dengan baik. Melampaui
sehat fisik, sehat reprduksi bagi perempuan juga melingkupi kesehatannya secara mental terhindar
dari perasaan takut, cemas, tertekan, stress dll yang mengganggu kondisi organ dan sistem
reproduksinya. Sehat secara sosial adalah perempuan dapat mengambil keputusan terkait dengan
alat maupun fungsi reproduksinya, terhindar dari diskriminasi yang disebabkan adanya mitos dan
prasangka sosial terhadap dirinya akibat peran dan fungsi reproduksinya dan dimampukan
beradaptasi secara sosial dalam keadaan apapun yang terkait dengan fungsi reproduksinya. Selain
itu perempuan juga dapat melakukan sosialisasi secara baik dalam keluarga dan mewujudkan relasi
yang setara antara suami isteri, serta diakui, diterima keberadaannya dan dapat menjalankan peran-
peran sosialnya dalam masyarakat.

Dari data tercatat baik dari media maupun jurnal penelitian disampaikan sampai saat ini
upaya untuk mengatasi buruknya kesehatan reproduksi perempuan terus dilakukan oleh banyak
pihak. Berbagai kebijakan internasional yang mengikat telah kita miliki seperti Konvensi Persatuan
Bangsa-bangsa (PBB) tentang larangan praktek diskriminasi (Cedaw), konferensi ICPD
(Kependudukan dan Pembangunan) di Kairo ditegaskan perlunya pemenuhan hak reproduksi
perempuan, Undang-undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36/2009 yang memasukkan

2
pasal khusus tentang kesehatan dan hak reproduksi, dan sejumlah kebijakan lainnya baik nasional
maupun internasional.

Selain itu dari tataran agama, ada penegasan yang sangat kuat sebagaimana tercantum dalam
Al-Qur’an surat Luqman ayat 14 tentang kewajiban untuk melindungi perempuan dalam
menjalankan reproduksinya yang dalam bahasa Al Qur’an disebut wahnan ‘alâ wahnin (berat yang
bertambah-tambah). Sebagaimana dirumuskan dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
pasal 71 ayat (1), kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial
yang bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Sementara pengertian kesehatan reproduksi bagi
perempuan adalah suatu keadaan di mana organ-organ reproduksi, baik organ primer maupun
sekunder sehat dan berfungsi.

Adapun cakupan kesehatan reproduksi meliputi saat sebelum kehamilan, saat hamil,
melahirkan, dan sesudah melahirkan; pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, dan kesehatan
seksual; dan kesehatan sistem reproduksi.

Dilihat dari siklusnya kesehatan reproduksi meliputi:


a. Kesehatan reproduksi pada masa kehamilan
b. Kesehatan reproduksi masa kelahiran, memberikan asi
c. Kesehatan reproduksi masa remaja (haidl )
d. Kesehatankeha reproduksi masa pernikahan usia subur
e. Kesehatan reproduksi masa menopause

E. Hak-hak Kesehatan Reproduksi Perempuan

Dalam UU no 36 tahun 2009, disebutkan beberapa hak kesehatan reproduksi yaitu ” Bahwa
setiap orang berhak ” :
a. menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari
paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah.
b. menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan
yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma
agama.
c. menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak
bertentangan dengan norma agama.
d. memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan
dapat dipertanggungjawabkan.

2. Secara rinci, di samping hak-hak yuridis tersebut di atas, hak-hak reproduksi perempuan
antara lain :
a. Kesetaraan gender dalam kehidupan sosial sehari-hari, pekerjaan, mengungkapkan pendapat,
menerima informasi dan pelayanan kesehatan.
b. Hak untuk hidup
c. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan Kesehatan Reproduksi
d. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk
e. Remaja berhak mendapat informasi Kesehatan Reproduksi Remaja
f. Hak mendapatkan layanan dan perlindungan kesehatan
g. Memperoleh informasi mengenai pencegahan penularan IMS, HIV & AIDS
h. Mendapat pelayanan Kesehatan Reproduksi yang terbaik
i. Hak untuk menentukan apakah mau hamil atau tidak dan kapan akan hamil
j. Memperoleh pelayanan kontrasepsi yang aman, efektif, terjangkau, dapat diterima, & sesuai
3
dengan keinginan
k. Hubungan suami-istri yang saling menghargai
3. Islam memberikan kewajiban kepada para suami untuk memberikan hak-hak reproduksi kepada
isterinya, seperti diisyaratkan dalam ayat-ayat al-Qur’an yang telah disebutkan pada uraian
sebelumnya.

F. Hak Reproduksi Perempuan dalam Islam

Islam sangat menghargai dan memuliakan prempuan. Sejak awal, al-Qur’an sudah
mewasiatkan untuk berbuat baik kepada orang tua, terutama kepada ibu. Penekanan akan
penghormatan kepada ibu karena ibulah yang memang mengalami kesusahan terutama ketika
mengandung dan melahirkan. Hal tersebut seperti dinyatakan al-Qur’an:

“Kami wasiatkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tua, karena ibunya
telah mengandungnya dengan penuh kesusahan di atas kesusahan dan menyusuinya selama dua
tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu, dan hanya kepada-Ku kamu akan
kembali”. (QS. Luqman, 31: 412).

Ayat di atas terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan yang juga merupakan bagian dari hak-
hak perempuan. Dan seperti diketahui bersama bahwa hak-hak perempuan adalah bagian dari hak-
hak asasi manusia. Dari sini, menjelaskan persoalan kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi
perempuan menjadi sangat penting untuk dibicarakan di kalangan masyarakat luas, karena
membicarakan ini berarti membedah juga persoalan-persoalan kemanusiaan. Ironisnya, dalam
banyak kenyataan selama ini, perempuan masih belum sepenuhnya mendapatkan hak dan perlakuan
sebagaimana yang dinikmati laki-laki. Kaum perempuan masih dipinggirkan dan dinomorduakan.
Pada saat yang sama mereka juga harus melakukan tugas dan kerja berganda untuk menghidupi
rumah tangganya (suami dan anak-anaknya). Kenyataan ini dapat kita saksikan di mana-mana
terutama di desa-desa dan di kampung-kampung. Peristiwa-peristiwa sosial juga memperlihatkan
kepada kita tidak sedikit kaum perempuan yang diperlakukan secara kejam (baca; kekerasan).

Kekerasan terhadap perempuan terus berlangsung sampai hari ini di mana-mana dalam
bentuk yang bermacam-macam; fisikal, mental, dan seksual. Keadaan ini pada gilirannya
menimbulkan akibat-akibat yang parah dan membahayakan bagi fungsi-fungsi reproduksi dan bagi
tubuh mereka. Sebuah laporan internasional menyebutkan bahwa setiap tahun lebih dari setengah
juta perempuan mati karena sebab-sebab yang berkaitan dengan kehamilan dan melahirkan. Tujuh
puluh ribu perempuan meninggal karena pengguguran atau keguguran. Tujuh juta bayi meninggal
setiap tahun karena ibunya secara fisik belum siap melahirkan atau kurang mendapatkan perawatan
obsterik yang memadai (Lihat; Hak-hak Asasi Perempuan, Sebuah Panduan Konvensi-Konvensi
Utama PBB Tentang Hak Asasi Perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan, 2001).

Data-data ini menjelaskan betapa rapuh rentannya kesehatan reproduksi perempuan. Dan ini
berkaitan sangat erat dengan hak-hak reproduksi perempuan. Inti dari semua persoalan perempuan
pada akhirnya berujung pada hak-hak perempuan yang berjalan secara timpang. Posisi perempuan
secara sosial masih ditempatkan pada kondisi dan situasi yang tidak berdaya dan berada pada
kekuasaan yang serba bersifat laki-laki (Patriarkhi).

Hak reproduksi perempuan dalam Islam, dipaparkan dalam al-Quran secara metodologis
dijabarkan melalui tafsir fiqh, yaitu membandingkan penafsiran para ulama dari al-Qur’an dengan
kaidah ushul fiqh untuk menimbang suatu masalah yang dalam hal ini berkaitan dengan reproduksi
perempuan yaitu:

4
1. Hak menikmati hubungan seksual

Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kebutuhan meliputi kebutuhan biologis,


psikologis, sosial, spirituan dan kultural. Dalam memenuhi kebutuhanya iologis manusia ada
kebutuhan pemenuhan kebutuhsan seksual. Seks adalah naluri yang ada di dalam dirinya.
Dalam Islam, semua naluri kemanusiaan mendapatkan tempat yang berharga dan terhormat.
Naluri seksual harus disalurkan dan tidak boleh dikekang. Pengekangan naluri akan
menimbulkan dampak-dampak negatif, bukan hanya terhadap tubuh, tetapi juga akal dan
jiwa.

Pernikahan pada dasarnya adalah hubungan seksual (persetubuhan). Dalam terminologi


sosial nikah dirumuskan secara berbeda-beda sesuai dengan perspektif dan kecenderungan
masing-masing orang. Sebagian orang menyebut nikah sebagai penyatuan laki-laki dan
perempuan dalam ikatan yang disahkan oleh hukum. Dalam fiqh, mayoritas ahli fiqh
mendefinisikan nikah sebagai hak laki-laki atas tubuh perempuan untuk tujuan penikmatan
seksual. Meskipun dengan bahasa yang berbeda-beda tetapi ada kesepakatan mayoritas
ulama mazhab empat yang mendefinisikan nikah sebagai akad yang memberikan
kepemilikian kepada laki-laki untuk memperoleh kesenangan dari tubuh seorang
perempuan, karena mereka sepakat bahwa pemiliki kesenangan seksual adalah laki-laki

Islam hadir untuk menyelamatkan dan membebaskan kaum perempuan dari kehidupan yang
menyiksa. Al-Qur’an memberikan kepada kaum perempuan hak-hak yang sama dengan
laki-laki. Mereka (perempuan) memiliki hak atas laki-laki dengan baik2 . Karena itu bertitik
tolak dari pandangan ini kita bisa merumuskan nikah sebagai suatu perjanjian hukum yang
memberikan hak seksual kepada laki-laki dan perempuan untuk tujuan-tujuan yang
dikehendaki bersama.

2. Hak Menolak Hubungan Seksual

Berdasarkan asas keadilan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan, persoalan hubungan
hubungan seksual sesungguhnya dapat berlaku terhadap suami ketika dia menolak melayani
keinginan seks istrinya. Ibnu Abbas pernah mengatakan “aku suka berdandan untuk istriku
seperti aku suka dia berdandan untukku”3 Ucapan ini mengandung arti bahwa suami dan istri
perlu saling memberi dan menerima.

3. Hak Menolak Kehamilan

Kehamilan merupakan harapan yang membahagiakan perempuan yang sudah menikah,


tetapi boleh jadi pada sisi yang lain merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki. Terlepas
apakah kehamilan itu dikehendaki atau tidak, akan tetapi al-Qur’an menyatakan bahwa
perempuan yang hamil selalu berada dalam kondisi yang sangat berat dan melemahkan.
Tingkat kelemahan itu akan semakin besar menjelang saat melahirkan. Beberapa masalah
gangguan kesehatan dapat dialami perempuan yang hamil, antara lain morning sickness
(sakit pada pagi hari), hipersalivasi (pengeluaran air liur), kram betis, varises, sinkope
(pingsan) dan kaki bengkak.Sementara itu melahirkan bagi perempuan merupakan saat-saat
paling kritis dalam kehidupannya. Resiko kematian seakan-akan benar-benar ada di
hadapan matanya disebabkan banyak hal. Resiko yang diakibatkan oleh kehamilan dan
melahirkan hanya dapat dirasakan oleh perempuan pemilik alat reproduksi. Resiko-resiko
tersebut yang paling sering terdengar adalah pendarahan dan keguguran.

5
Berkaitan dengan hal terseut islam sangat menghargai dan memuliakan perempuan. Nabi
Muhammad SAW yang bersabda “Kesyahidan itu ada tujuh, selain terbunuh dalam perang
sabilillah; orang yang mati karena keracunan lambungnya, yang tenggelam dalam air, yang
pinggangnya terserang virus, yang terkena lepra, yang terbakar api, yang tertimbun
bangunan dan perempuan yang mati karena melahirkan”. (Hadits riwayat Abu Dawud, an-
Nasai, Ibn Majah dan Ibn Hibban, lihat: al-Mundziri, at-Targhib wa at-Tarhib min al-Hadits
asy-Syarif, II/335).

Dalam hal ini Rosululloh memberikan jaminan surga bagi perempuan yang mati karena
melahirkan. Kedudukannya perempuan dihadapan Allah disamakan dengan prajurit di
medan perang melawan musuh. Pernyataan Rosulullah tersebut tidak lain merupakan
penghargaan yang tinggi bagi perjuangan perempuan yang mati karena melahirkan. Akan
tetapi ada anggapan sebagian orang bahwa karena kematian syahid merupakan pahala yang
besar dan ada jaminan masuk sorga, maka mereka kadang tidak perlu merasa harus
memberikan perhatian yang sungguh-sungguh.

Permasalahan sering terjadi saat kehamilan, persalinan dan nifas sehingga menimbulkan
angka kesakitan ibu dan angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi. Tiga
penyebab angka kematian ibu (AKI) yaitu perdarahan pasca persalina, Eklmpsia dan infeksi
(sepsis). Keadaan inilah yang menjadikan Indonesia menduduki rangking pertama di Asia
Tenggara dan keempat di Asia Pasifik.

Mengingat hal ini, maka adalah sangat masuk akal dan sudah seharusnya mendapat
pertimbangan kita semua terutama para suami jika perempuan mempunyai hak atau pilihan
menolak untuk hamil. Demikian juga dalam menentukan jumlah anak yang diinginkannya.
Tidak seorangpun mengingkari bahwa di dalam perut perempuanlah kandungan itu cikal-
bakal manusia berada dan meskipun ada peran laki-laki bagi proses pembuahan, tetapi
perempuanlah yang merasakan segala persoalannya. Walaupun terdapat kontroversi
mengenai siapa yang memiliki hak atas anak tetapi mayoritas ahli fiqh menyatakan bahwa
anak adalah hak ayah dan ibunya secara bersama-sama, karena keberadaannya merupakan
hasil kerjasama keduanya.

Oleh karena itu untuk memutuskan kapan mempunyai anak dan berapa anak yang
diinginkannya seharusnya juga menjadi hak istri, dan harus dibicarakan secara bersama-
sama. Dan dari sini juga memungkinkan meningkatkan daya tahan para istri atau para ibu
sehingga kerentanan pada masa kehamilan dan melahirkan bisa diperkecil sehingga
kematian karenanya juga bisa diminimalisir.

Penolakan istri untuk hamil dapat dilakukan melalui cara-cara dan alat-alat sebagaimana
diatur dalam program Keluarga Berencana. Ia dapat menggunakan cara pantang berkala, Azl
(senggama terputus) atau dengan alat-alat kontrasepsi lain yang disediakan. Istri berhak
menentukan sendiri alat yang sesuai dengan kondisinya. juga berhak untuk mendapatkan
keterangan dan penjelasan yang jujur dari pihak-pihak yang ahli mengenainya, seperti
dokter atau petugas kesehatan. Apabila dia tidak memiliki pengetahuan mengenai alat-alat
kontrasepsi yang sesuai dengan tubuhnya, maka adalah kewajiban dokter atau petugas yang
ditunjuk bagi keperluan untuk memberikan yang terbaik baginya.

3. Hak mengakhiri kehamilan (Aborsi)

Pada prinsipnya ilmu kesehatan melarang peng-akhiran kehamilan kecuali atas


pertimbangan khusus misalnya dengan kehamilan akan membahayakan ibu, atau
6
pertimbangan alin yang diputuskan oleh beberapa ahli. Demikian juga Islam mengharamkan
segala bentuk perusakan, pelukaan dan pembunuhan terhadap manusia. Nabi dalam salah
satu sabdanya mengatakan: “Janganlah membuat kerusakan (hal yang membahayakan) atas
diri sendiri dan atas orang lain”. Dalam ayat al-Qur’an juga dinyatakan: “janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali karena kebenaran”. Akan
tetapi dalam kehidupan kita seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit. Pada
persoalan pengguguran kandungan, misalnya ada dua pilihan yang sama-sama berat.
Menggugurkan janin dalam kandungan dapat berarti membunuh jiwa yang sudah hidup,
tetapi membiarkannya terus hidup di dalam perutnya karena alasan tertentu boleh jadi
mengakibatkan penderitaan atau bahkan kematian ibu.

Terhadap persoalan ini fiqh sesungguhnya menawarkan sejumlah pilihan. Pertama-tama


para ulama fiqh sepakat bahwa aborsi tidak boleh dilakukan sesudah janin berusia 120 hari
(empat bulan). Kandungan berusia 120 hari itu dalam pandangan mereka sudah merupakan
wujud manusia hidup dengan segala kelengkapannya, karena itu ia adalah benar-benar
manusia. Dalam banyak pandangan pengguguran kandungan pada usia janin ini sebenarnya
tidak bisa disebut sebagai aborsi tetapi pembunuhan. Sementara aborsi sebelum usia tersebut
para ahli Islam mempunyai pandangan yang sangat plural atau beragam. Para ulama
seluruhnya mendasarkan pandangannya terhadap hal ini pada suarh al-Mukminun ayat 12-
14 yang artinya “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah, kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim), kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha suci Allah, Pencipta Yang Paling
Baik”

Ayat ini menyebutkan fase-fase pembentukan manusia dalam tiga kategori: nutfah,
‘alaqah, dan mudghah. Pendirian paling longgar dikemukakan oleh al Hashkafi bermazhab
Hanafi. Aborsi, menurutnya, dapat dilakukan sebelum usia kandungan 120 hari, karena
suatu alasan atau tidak.Al Karabisi dari Mazhab Syafi’I, seperti dikutip al Ramli dalam
Nihayah al Muhtaj, hanya membenarkan aborsi ketika masih berupa nutfah (zygote).
Pendirian paling ketat dikemukakan oleh al-Ghazali dari mazhab Syafi’i. Ia mengharamkan
aborsi sejak terjadinya pembuahan. Pednapat ini dikemukakan juga oleh mayoritas mazhab
Maliki, Ibnu Hazm al Zhahiri dan sebagian Syi’ah.

Sepanjang yang dapat ditelusuri dari literature fiqh aborsi, atau isqath al haml, dan ijhadh
menurut bahasa fiqh, maka dapat dikemukakan sebuah kesepakatan ulama, tanpa melihat
usia kandungannya, bahwa aborsi dapat dilakukan sepanjang pembiaran janin di dalam perut
ibu sampai dengan kelahirannya dipastikan akan membahayakan dan mengancam hidup ibu,
dan kepastian ini didasarkan atas pertimbangan medis oleh dokter ahli. Pandangan ini
memperlihatkan bahwa pertimbangan keselamatan ibu lebih diutamakan ketimbang
kematian janin. Dalam pandangan fiqh kematian janin memiliki risiko lebih ringan
dibanding risiko kematian ibu, karena ibu adalah asal dari janin atau bayi. Eksistensinya
telah nyata. Ibu juga memiliki sejumlah kewajiban. Sementara janin atau bayi dalam
kandungan, meskipun mungkin telah eksis, tetapi ia tidak mewakili kewajiban terhadap
orang lain “jika terjadi dilemma, maka korbankan yang paling ringan risikonya”

Pandangan para ahli fiqh tentang motif aborsi di atas tampaknya masih terbatas pada
indikasi media dan kesehatan belaka. Motif-motif lain seperti indikasi sosial, ekonomi,
politik dan psikologis belum mendapatkan uraian panjang lebar. Tetapi sesungguhnya
7
menarik ketika kita mengamati bahwa sebagian ulama mazhab hanafi membolehkan aborsi,
meskipun bukan karena suatu alasan (bi ‘udzr aw bi ghair udzr).

Akhirnya, satu hal yang perlu digarisbawahi dalam hubungannya dengan relasi-relasi
kemanuasiaan, termasuk di dalamnya relasi berdasarkan gender ialah bahwa Islam
merupakan agama keadilan, agama yang menolak segala bentuk diskriminasi dan segala
bentuk kekerasan. Ia lahir untuk menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan yang luhur.
Kepadanyalah seluruh konstruksi pemikiran, konsep dan aturan kehidupan seharusnya
dirumuskan oleh kaum muslimin untuk kemudian diamalkan atau diaplikasikan dalam
kehidupan sosial mereka.

G. Pentingya Kesehatan Organ Reproduksi perempuan

Perempuan adalah tiang agama dapat diartikan bahwa peremuan harus kuat dan dapat
memelihara atau melestarikan kehidupan beragama. Kata memelihara mengandung makna
melestarikan peradapan melalui proses pendidikan, dan melanjutkan keturunan dari generasi ke
generasi berikutnya. Melanjutkan keturunan artinya ada proses regenerasi melalui reproduksi.
Generasi yang sehat akan lahir pada ibu yang sehat baik jasmani maupun rokhaninya. Proses
reproduksi tidak bisa lepas dari organ reproduksi perempuan. Oleh karena itu untuk mendapatkan
kehatan organ reproduksi perempuan maka harus dilakukan perawatan sebaik-baiknya. Perempuan
wajib memelihara organ reproduksinya agar tetap sehat, sehingga dapat menelahirkan keturunan
yang sehat.

Rosulullah SAW( diriwayatkan Imam Muslim) bersabda “ al-Thahuru Syathr al-Iman wa al-
Hamdulillah Tamla’ al-Mizan” ang artinya bersuci adalah bagian dari keimanan dan ungkapan
syukur pada Allah akan memberatkan timbangan amal. Sabda Rosulullah bermakna, betapa Islam
amat memperhatikan soal kesucian. Kesucian dalam makna kontekstualnya, tentu bukan hanya
dalam soal wudlu, lebih luas bermakna menjaga kebersihan dan kesehatan organ tubuhnya, dari
segala macam penyakit dan gangguan baik jasmani maupun rokhani(spiritual).

H. Cara Menjaga Kesehatan Organ Reproduksi perempuan

Kesehaatan organ reproduksi amat penting, maka sudah seharusnya kesehatannya dijaga
dengan baik. Beberapa upaya dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan reproduksi perempuan
yaitu:

1. Kebersihan organ intim (vagina)

Cara membersihkan organ intim (vagina) yang benar adalah dengan membasuhnya dari
depan ke belakang (dari arah vagina menuju anus), terutama setelah buang air kecil dan besar. Jika
dibersihkan dengan tidak tepat, kuman dari anus bisa terbawa menuju vagina. Hal ini bisa
menimbulkan infeksi pada vagina. Disarankan menggunakan sabun khusus kewanitaan yang tidak
mengandung alkohol, pewangi, atau antiseptik. Sabun jenis tersebut dapat menyebabkan iritasi dan
membunuh bakteri normal di vagina.

2. Konsumsi makanan sehat

Makanan sehat dan bergizi sangat dibutuhkan oleh tubuh. Maka konsumsi makanan yang
sehat dan bergizi seimbang sangat penting agar tubuh mendapatkan energi dan nutrisi yang
dibutuhkan untuk menunjang kesehatan organ reproduksi.

8
Beberapa nutrisi yang penting bagi kesehatan reproduksi perempuan adalah asupan protein, lemak
sehat, antioksidan, serat, serta vitamin dan mineral, seperti selenium, folat, zat besi, dan zinc.
Nutrisi-nutrisi tersebut bisa diperoleh dari buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, susu, telur,
daging, dan ikan. Penuhi kebutuhan cairan tubuh dengan mengonsumsi sekitar 8 gelas air per hari.
Batasi mengkonsumsi kafein dengan mengkonsumsi tidak melebihi 2 cangkir kopi per hari. Selain
itu juga disarankan agar menghindari konsumsi makanan cepat saji.

3. Manajemen Stres

Stres berlebihan dapat berdampak pada depresi, gangguan cemas, hingga gangguan proses
terjadinya menstruasi hingga sampai berkaitan dengan tingkat kesuburan. Oleh karena itu, penting
untuk mengurangi stres agar tidak berdampak lebih lanjut pada kesehatan reproduksi.

Sters dalam kehidupan manusia khususnya perempuan tidak dapat dihindarkan. Stres ringan
memang dibutuhkan karena dengan stres manusia termotivasi untuk berusaha sehingga kehidupan
manusia akan maju dan sukses. Tetapi stres berlebihan akan merangsang hormon perusak sehingga
menggangu kesehatan tubuh. Untuk itu stres harus dikelola/dimanagemen. Ada beberapa cara
mengatasi stres, yaitu dengan relaksasi, menghirup aroma therapi, masage/pijat, yoga dan kegiatan
fisik laniya seperti olah raga,

4. Menjaga kesimbangan berat badan

Berat badan harus dijaga agar ideal. Tidak terlalu kurus ataupun gemuk. Berqat badan ideal
sesuai dengan indeks massa tubuh (IMT). Berat badan berlebih (obesitas) atau justru terlalu rendah
(kurus) dapat mengganggu ovulasi dan produksi hormon yang mengatur kesuburan seorang
perempuan.

5. Melakukan kebiasaan sehat

Mempraktekkan kebiasaan sehari-hari yang sehat untuk menjaga kesehatan organ reproduksi
perempuan:

• Istirahat yang cukup. Orang dewasa, baik pria maupun wanita, membutuhkan waktu tidur
selama 7-9 jam setiap malamnya.
• Berhenti merokok. Merokok dapat mengurangi jumlah dan kualitas sel telur, serta
mengganggu kesehatan rahim.
• Hindari minuman beralkohol. Mengonsumsi minuman beralkohol dapat meningkatkan
risiko gangguan oulasi.
• Hindari penggunaan obat-obatan dan suplemen, termasuk obat herbal, di luar anjuran dokter.
• Bagi perempuan yang sudah berkeluarga, gunakan alat kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan .
• Hindari perilaku seks berisiko, yaitu hubungan seks tanpa kondom dan sering berganti
pasangan seksual. Hal ini penting untuk mencegah penyakit menular seksual.

9
I. Kesimpulan
1. Organ reproduksi perempuan mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk kesehatan biologis,
psikologis, dan spiritual dari perempuan sendiri, selain itu juga berfungsi untuk melanjutkan
keturuan dan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.

2. Organ reproduksi perempuan sangat rentan terhadap gangguan dan penyakit maka harus dijaga
kesehatanya dengan berbagai upaya melaui perawatan, kebersihan dan asupan nutrisi yang cukup

3. Perempuan berhak memperoleh perlindungan untuk kesehatan reproduksinya

4. Hak reproduksi perempuan dilindung oleh undang-undang Kesehatan reproduksi

5. Agama islam menghargai dan memuliakan perempuan berkaitan dengan tugas reproduksinya.

Kepustakaan
• Potter. P, Ann Griffin Pery,. Fundamental of Nursing; Concep Process And Prectice, 4th
ed Missoury: Mosby Year Book Inc. St Louis. 2006.
• Booklet Kesehatan Reproduksi Menuju Keluarga Sakinah, Pimpinan Pusat 'Aisyiyah
• Abd. Rahman Al Jaziri, Al-fiqh ‘ala Mazahib al Arba’ah, IV, hal. 2
• H.R Abu Daud dan Tirmizi, dalam “sunan Abi Daud I hal. 61, “Sunan al Tirmizi”, hal. 190
• Ida Bagus Gde Manuaba (2011), Memahami Kesehatan reproduksi wanita, Penerbit Arcan

10

Anda mungkin juga menyukai