Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak pendapat menjelaskan bahwa seseorang sudah terlahir sebagai
seorang yang pintar atau bodoh, karena keduanya tercipta tergantung kepada
suatu kemampuan yang disebut dengan intelegensi. Tetapi, pernyataan tersebut
kurang tepat dan cenderung tidak benar. Karena berdasarkan teori
perkembangan kognitif Piagets, intelegensi seseorang ditentukan oleh
bagaimana dia mengasah kemampuan dan kematangan otaknya (Wadsworth,
1979). Berpikir merupakan salah satu bagian atau menjadi objek penting yang
harus dimiliki oleh setiap unsur pendidikan tinggi (Ricketts, 2004).
Apakah berpikir itu? Apa manfaatnya? Pertanyaan ini sekilas terdengar
aneh dan tidak selayaknya dipertanyakan. Terlebih lagi, jika dipertanyakan
pada “unsur pendidikan tinggi”. Karena unsur pendidikan tinggi sudah sangat
mengetahui dan memahami tentang apa dan bagaimana berpikir. Tetapi,
apakah pengetahuan dan pemahaman yang tinggi yang telah dimiliki oleh
unsur pendidikan tinggi tersebut telah memberikan hasil yang baik? Hasil yang
baik dalam pendidikan, tentunya mengacu kepada tujuan pendidikan nasional.
Dalam UU Nomor 2 Tahun 1989, tujuan pendidikan nasional adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sekarang, banyak peristiwa yang menggambarkan tidak tercapai
tujuanpendidikan nasional. Jika dilihat dalam proses belajar, banyak sikap
unsur pendidikan tidak menggambarkan pencapai tujuan tersebut. Penulis
secara khusus menyoroti sering terjadi tawuran antar mahasiswa di beberapa
perguruan tinggi di Indonesia. Banyak sekali jawaban yang bisa diberikan.
Salah satunya adalah kurang mampunya mahasiswa bersikap dan berbudaya
ilmiah. Menurut Jama (2008) ketidakmampuan mahasiswa untuk berbicara,
menulis dan bersikap ilmiah, karena sistem tidak menciptakan kondisi
mahasiswa untuk berpikir kritis.
Berpikir kritis ini bisa diaplikasikan dalam proses belajar di kelas. Hasil
penelitian di Western Cap Education Departement tahun 1998-2000
menunjukkan bahwa kemampuan kognitif outcomes berhubungan erat dengan
kemampuan berpikir kritis dan efektif. Temuan penelitian ini juga
memperlihatkan bahwa mahasiswa yang terlibat dan ikut melaksanakan
kebijakan, akan mampu bersikap ilmiah jika didukung dengan semua perangkat
kebijakan dan sistem di departemen tersebut (Abel et al, 2006).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian berfikir kritis


Definisi berpikir masih diperdebatkan dikalangan pakar pendidikan.
Diantara mereka masih terdapat pandangan yang berbeda-beda. Walaupun
tafsiran mereka itu berbeda-beda, namun umunya para tokoh pemikir setuju
bahwa pemikiran dapat dikaitkan dengan proses untuk membuat keputusan dan
menyelesaikan masalah. Istilah berpikir kritis (critical thinking) sering
disamakan artinya dengan berpikir konvergen, berpikir logis (logical thinking)
dan reasoning.
Berpikir kritis merupakan kemampuan menelaah atau menganalisis suatu
sumber, mengidentifikasi sumber yang relevan dan yang tidak relevan,
mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi, menerapkan berbagai strategi
untuk membuat keputusan yang sesuai dengan standar penilaian.
Berpikir ialah kegiatan memfokuskan pada eksplorasi gagasan,
memberikan berbagai kemungkinan-kemungkinan dan mencari jawaban-
jawaban yang lebih benar. Dalam konteks pembelajaran, pengembangan
kemampuan berpikir ditujukan untuk beberapa hal, diantaranya adalah :
1. Latihan berfikir secara kritis dan logis untuk membuat keputusan dan
menyelesaikan masalah dengan bijak, misalnya luwes, reflektif, ingin tahu,
mampu mengambil resiko, tidak putus asa, mau bekerjasama dan lain lain,
2. Mengaplikasikan pengetahuan, pengalaman dan kemahiran berfikir secara
lebih praktik baik di dalam atau di luar sekolah.
3. Menghasilkan idea atau ciptaan yang kreatif dan inovatif.
4. Mengatasi cara-cara berfikir yang terburu-buru, kabur dan sempit.
5. Meningkatkan aspek kognitif dan afektif, dan seterusnya perkembangan
intelek mereka.
6. Bersikap terbuka dalam menerima dan memberi pendapat, membuat
pertimbangan
Berpikir kiritis berbeda dengan berpikir biasa atau berpikir rutin. Berpikir
kritis merupakan proses berpikir intelektual di mana pemikir dengan sengaja
menilai kualitas pemikirannya, pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif,
independen, jernih dan rasional. Menurut Watson, G dan Glaser, E. M. 1980,
berpikir Kriitis merupakan Proses intelektual yang dengan aktif dan terampil
mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan dari pengamatan,
pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, untuk memandu keyakinan
dan tindakan
Ennis, (1985). Mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah berpikir
secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan
tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
B. Institusi pendidikan 
adalah sebuah lembaga badan yang menyelenggarakan
kegiatan pendidikan, belajar-mengajar, pelatihan. Institusi pendidikan formal di
antaranya seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menegah Pertama, Sekolah Menegah
Atas, dan Perguruan Tinggi.
Suatu pendidikan dikatakan kritis apabila pendidikan tersebut menjadi
arena untuk melakukan perlawanan terhadap politik ideologi yang
berkuasa. Pendidikan ini menghendaki perubahan struktur secara fundamental
dalam politik ekonomi masyarakat dimana pendidikan berada. Keterampilan
untuk berpikir kritis merupakan jantungnya pendidikan.
Maka dari itu lembaga pendidikan perlu membangun pondasi berpikir
kritis bagi segenap peserta didik.  Bahkan bagi tenaga pendidik itu sendiri.
Dalam menerapkan cara berpikir kritis, paling tidak ada beberapa hal yang
harus difasilitasi sebagai bagian dari sesuatu yang dengannya para murid
terlibat, untuk melatih keterampilan berpikir kritis.
Dalam literatur sendiri dijelaskan bahwa pendidikan harus melampaui
transfer pengetahuan dan pelatihan angkatan kerja masa depan; untuk
membantu kesadaran kritis, yang mengarah pada transformasi individu,
lingkungan belajar, dan masyarakat pada umumnya.
Dengan demikian, pendidikan kritis bukan hanya berfungsi dalam sistem
pendidikan yang berlaku di sekolah, melainkan juga bagaimana menerapkan
pemikiran kritis terhadap siswa. Serta memberikan peluang bagi siswa untuk
berpikir transformatif terhadap perubahan sosial di masyarakat. Bahwasanya
pendidikan di sekolah dilandaskan untuk membangun masyarakat yang
demokratis. Namun, terkadang dalam praktiknya anti-demokratis dengan tidak
memberikan ruang bagi tumbuhnya siswa yang kritis, toleransi dan
mulrikulturalisme.
C. Implikasi Berpikir Dalam Pendidikan
Berpikir diperlukan dan merupakan bagian dari pendidikan, Karena
program ini sangat mempengaruhi kualitas lulusan suatu perguruan tinggi
konsep berpikir kritis dalam pendidikan harus terintegrasi dengan baik, jika
outcomes dari perguruan tinggi tersebut ingin dibekali dengan kemampuan
berpikir. Konsep pemikiran menggambarkan mustahil jika produk suatu
perguruan tinggi yang mampu berpikir lahir tanpa adanya proses. Artinya,
seorang dosen sebagai bagian dari penyelenggara pendidikan harus terlibat
aktif menjadikan mahasiswanya berpikir. Dan mahasiswa juga harus ikut serta
dan mampu mengaplikasikannya dalam menyelesaikan setiap masalah yang
dihadapinya saat belajar.
Implikasi berpikir dalam pendidikan, memiliki alur dan proses yang cukup
jelas dan memahami alur dan proses tersebut tidaklah sulit. Tetapi, bagi
seorang dosen menjadi tugas yang berat tetapi mulia untuk mengajarkannya.
Menurut Russel (1956, dalam Burton et al, 1960) alur berpikir yang bisa
dipahami oleh mahasiswa dan dosen diawali dengan adanya stimulus,
kemudian diinterpretasikan, dilanjutkan dengan proses dan diakhiri dengan
lahirnya kesimpulan.
D. Cara Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis
Sifat intelektual seseorang perlu dikembangkan dan diasah agar menjadi
pemikir yang kritis. Tidak ada resep yang instan untuk mengembangkan sifat-
sifat intelektualitas dari seorang pemikir kritis. Sebab berpikir kritis
dikembangkan berdasarkan konsep-konsep dan prinsip, ketimbang prosedur
yang kaku, atau resep tertentu. Berpikir kritis menggunakan tidak hanya logika
(baik logika formal maupun informal), tetapi juga kriteria intelektual yang
lebih luas, meliputi kejelasan, kepercayaan (credibility), akurasi, presisi
(ketelitian), relevansi, kedalaman, keluasan, dan signifikansi (kemaknaan)
(Rahmat, 2005).
Menurut Slavi (1997), pengembangan kemampuan berpikir mencakup 4
hal, yakni
1. kemampuan menganalisis
2. membelajarkan siswa bagaimana memahami pernyataan,
3. mengikuti dan menciptakan argumen logis
4. mengiliminir jalur yang salah dan fokus pada jalur yang benar.
E. Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Ketika terjadi suatu proses interaksi didalam kelas dengan orang lain, cara-
cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan berpikir kritis adalah:
1. Membaca dengan kritis Untuk berpikir secara kritis seseorang harus
membaca dengan kritis pula. Dengan membaca secara kritis, diterapkan
keterampilan-keterampilan berpikir kritis seperti mengamati,
menghubungkan teks dengan konteksnya, mengevaluasi teks dari segi
logika dan kredibilitasnya, merefleksikan kandungan teks dengan
pendapat sendiri, membandingkan teks satu dengan teks lain yang
sejenis.
2. Meningkatkan daya analisis Dalam suatu diskusi dicari cara
penyelesaian yang baik, untuk suatu permasalahan, kemudian
mendiskusikan akibat terburuk yang mungkin terjadi
3. Mengembangkan kemampuan observasi atau mengamati Dengan
mengamati akan didapat penyelesaian masalah yang misalnya
menghendaki untuk menyebutkan kelebihan dan kekurangan, pro dan
kontra akan suatu masalah, kejadian atau hal-hal yang diamati. Dengan
demikian memudahkan seseorang untuk menggali kemampuan
kritisnya.
4. Meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi
Pengajuan pertanyaan yang bermutu, yaitu pertanyaan yang tidak
mempunyai jawaban benar atau salah atau tidak hanya satu jawaban
benar, akan menuntut siswa untuk mencari jawaban sehingga mereka
banyak berpikir.

F. Cara Mengajarkan Kemampuan Berpikir Kritis


Pada dasarnya mengajarkan kemampuan berpikir kritis dapat dengan
mudah dilakukan. Sayangnya, kondisi pembelajaran yang ada di kebanyakan
sekolah di Indonesia belum begitu mendukung untuk terlaksananya
pembelajaran ketrampilan berpikir yang efektif. Beberapa kendalanya antara
lain pembelajaran di sekolah masih terfokus pada guru, belum student centered,
dan fokus pendidikan di sekolah lebih pada yang bersifat
menghafal/pengetahuan faktual.
Berpikir kritis dapat diajarkan melalui:
1. Perkuliahan
2. Laboratorium
3. tugas rumah
4. Sejumlah latihan
5. Makalah
6. ujian.
Sedangkan strategi yang dapat digunakan guru dalam mengajarkan
kemampuan berpikir kritis siswa antara lain adalah
1. mengadakan alas penilaian untuk memberikan final siswa.
Menciptakan masalah merupakan 20% dari keseluruhan nilai
2. mendeskripsikan syarat pelajaran secara mendetail sesuai silabus
dengan menambah area online (alamat website) yang dapat
menyediakan akses informasi secara mudah
3. memberikan orientasi pelajaran
4. instruktur memberi pendapat untuk siswa dalam pemberian
masalah lewat e-mail untuk memberi penguatan yang positif, dan
beberapa hasil pelajaran dipadukan setelah pembelajaran usai
(Gie, 2003).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berpikir kritis merupakan kemampuan menelaah atau menganalisis suatu
sumber, mengidentifikasi sumber yang relevan dan yang tidak relevan,
mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi, menerapkan berbagai strategi
untuk membuat keputusan yang sesuai dengan standar penilaian.
Intitusi pendidikan adalah adalah sebuah lembaga badan yang
menyelenggarakan kegiatan pendidikan, belajar-mengajar, pelatihan. Institusi
pendidikan formal di antaranya seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menegah
Pertama, Sekolah Menegah Atas, dan Perguruan Tinggi.
B. Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi


pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun  kepada penulis demi sempurnanya makalah
ini dan penulisan makalah di kesempatan- kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini  berguna bagi penulis pada khususnya juga
para  pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Wadsworth BJ. 1979. Piaget’s theory of cognitive development, an introduction


for students of thinking tech/(diakses 1 Nopember 2008).
Ricketts JC. 2004. Critical thinking skills of FFA leaders. Journal of Southern
Agricultural Education Research. Vol. 54 (1): 7-20.
Jama J. 2008. Pentingnya budaya Ilmiah di UNP. Artikel Surat Kabar Kampus
Ganto. Edisi No. 146/Th XIX/Agustus-September 2008.
Abel et al. 2006. Better thinking-better learning; Introduction to Better Thinking.
Western Cape Education Departement, South Africa. In
http://www.wcape.school.za/curric ulum. (Diakses 1 Nopember 2008)
Ennis. R.H. 1985. Goals for A Critical Thinking I Curriculum. Developing Minds
A Resource Book for Teaching Thinking. Virginia: Association for Suopervisions
and Curriculum
Rahmat, J. 2005. Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak. Bandung: Mizan
Leraning Center (MLC)
Slavin. 1997. Educational Psycology Theory and Practice. Five Edition. Boston:
Allin and Bacon
Gie,The Liang. 2003. Teknik Berpikir Kreatif. Yogyakarta: Sabda Persada
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai