Etika Keperawatan
Judul : Aplikasi Penerapan Hukum
Dosen Pengampu :
Ns. Lukman Aziz, S.Kep, MARS
2019
A. tanggung jawab hukum dalam perdata
Arti tanggung jawab secara kebahasaan adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan
sebagainya).Istilah tanggung jawab dapat dibedakan dengan pertanggungjawaban. Menurut
kamus besar bahasa indonesia, arti pertanggungjawaban adalah perbuatan bertanggung jawab
dan sesuatu yang dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian pada tanggung jawab lebih ditekankan pada adanya kewajiban
untuk menanggung yang dapat dikenakan, sedangkan pertanggungjawaban pada adanya
sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan, akibat dari dilakukannya suatu perbuatan atau
tindakan tertentu.
Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab akibat
perbuatan melanggar hukum (onrechtsmatigedaad) dan tanggung jawab akibat perbuatan
ingkar janji (wanprestasi). Segala kesalahan atau kelalaian penjual yang dapat menimbulkan
kerugian kepada pembeli khususnya, atau kepada masyarakat umumnya haruslah
bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkannya ini. Tanggung jawab ini tidak hanya
berlaku untuk kerugian barang yang diperdagangkan, tapi juga bertanggung jawab terhadap
iklan-iklan barang dan/atau jasa yang diiklankan.
Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum diatur dalam Pasal 1365
KUHPerdata, dimana diperlukan persyaratan tertentu agar si pelanggar hukum dapat
dimintai pertanggungjawaban.
“tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
1) Pertanggungjawaban dengan asas respondeat superior atau vicarious liability atau let’s
the master answer maupun the captain of ship melalui Pasal 1367 KUHPerdata, yang
menyatakan: “Seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di
bawah pengawasannya” dalam hal ini pertanggungjawaban akan muncul apabila
kesalahan terjadi dalam menjalankan tuganya. Sebagai bagian dari tim maupun orang
yang bekerja di bawah perintah dokter atau puskesmas, maka asisten perawat akan
bersama-sama bertanggung gugat kepada kerugian yang menimpa pasien.
2) Pertanggungjawaban dengan asas Zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354 KUHPerdata
yaitu “Jika seseorang dengan sukarela tanpa ditugaskan, mewakili urusan orang lain,
dengan atau tanpa setahu orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk
meneruskan serta menyelesaikan urusan itu, Ia harus membebani diri dengan segala
sesuatu yang termasuk urusan itu. Ia juga harus menjalankan segala kewajiban yang
harus ia pikul jika ia menerima kekuasaan yang dinyatakan secara tegas”. Dalam hal ini
konsep pertanggungjawaban terjadi seketika bagi seorang asisten perawat yang berada
dalam kondisi tertentu harus melakukan pertolongan darurat dimana tidak ada orang lain
yang berkompeten untuk itu sehingga asisten perawat menggantikan tugas atau peran dari
orang yang seharusnya berkompeten melaksanakan tugas tersebut.
3) Pertanggungjawaban langsung berdasarkan pasal 1365 KUHP perdata “Tiap perbuatan
yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”
dan pasal 1366 KUHP perdata “Setiap orang bertanggungjawab, mewajibkan bukan
hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian
yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya”. Berdasarkan
ketentuan pasal tersebut maka menurut penulis apabila seorang asisten perawat dalam
melakukan praktik pelayanan kesehatan tersebut melakukan kesalahan sehingga
mengakibatkan kerugian nyata pada pasien dan pasien tersebut menggugatnya maka
asisten perawat wajib memikul tanggung jawab perdata secara langsung.
d. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.
Perbuatan melawan hukum harus dibuktikan lebih dahulu adanya dasar
malpraktik yang tersebut tidak terpenuhi maka ijin dapat ditarik kembali. Di dalam
Undang-Undang Tenaga Kesehatan Tahun 2014, hal mendasar yang berkaitan dengan
perizinan yaitu:
a. Digunakan Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh MTKI yang
c. Masa berlaku Surat Ijin Praktek sesuai dengan Surat Tanda Registrasi.
Dengan kata lain, bila masa berlaku Surat Tanda Registrasi sudah habis maka
Surat Ijin Praktek juga habis.
B. Pertanggung jawaban Hukum dalam Pidana
Dalam bahasa inggris pertanggungjawaban pidana disebut sebagai responsibility, atau
criminal liability. Konsep pertanggungjawaban pidana sesungguhnya tidak hanya menyangkut
soal hukum semata-mata melaikan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan umum
yang dianut oleh suatu masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat, hal ini
dilakukan agar pertanggungjawaban pidana itu dicapi dengan memenuhi
keadilan.Pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk untuk menentukan apakah seorang
tersangka atau terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang telah terjadi.
Dengan kata lain pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk yang menentukan apakah
seseornag tersebuut dibebasakn atau dipidana.
Menurut Chairul Huda bahwa dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas,
sedangkan dapat dipidananya pembuat adalah atas dasar kesalahan, hal ini berarti bahwa
seseorang akan mempunya pertanggungjawaban pidana bila ia telah melakukan perbuatan yang
salah dan bertentangan dengan hukum. Pada hakikatnya pertanggungjawaban pidana adalah
suatu bentuk mekanisme yang diciptakan untuk berekasi atas pelanggaran suatu perbuatan
tertentu yang telah disepakati.
Unsur kesalahan merupakan unsur utama dalam pertanggungjawaban pidana. Dalam pengertian
perbuatan tindak pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban pidana , perbuatan pidana hanya
menunjuk kepada apakah perbuatan tersebut melawan hukum atau dilarang oleh hukum,
mengenai apakah seseorang yang melakukan tindak pidana tersebut kemudian dipidana
tergantung kepada apakah seseorang yang melakukan perbuatan pidana tersebut memiliki unsur
kesalahan atau tidak.
Unsur perbuatan merupakan salah satu unsur yang pokok pertanggungjawaban pidana,
karena seseornag tidak dapat dipidana apabila tidak melakukan suatu perbuatan dimana
perbuatan yang dilakukan merupan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang hal itu sesuai
dengan asas legalitas yang kita anut. Asas legalitas nullum delictum nulla poena sine praevia
lege poenali artinya tidak dipidana suatu perbuatan apabila tidak ada Undnag-Undang atau aturan
yang mengatur mengenai larangan perbuatan tersebut.
b. Unsur kesalahan
Kesalahan yang dalam bahasa asing disebut dengan schuld adalah keadaan psikologi
seseorang yang berhubungan dengan perbuatan yang ia lakukan yang sedemikian rupa sehingga
berdasarkan keadaan tersebut perbuatan tersebut pelaku dapat dicela atas perbuatannya.
Pengertian kesalahan di sini digunakan dalam arti luas. Dalam KUHP kesalahan digunakan
dalam arti sempit, yaitu dalam arti kealpaan sebagaimana dapat dilihat dalam rumusan bahasa
Belanda yang berada dalam pasal 359 dan 360.
c. Kesengajaan
Dalam tindak pidana kebanyakan di Indonesia memiliki unsur kesengajaan atau opzettelijik
bukan unsur culpa. Hal ini berkaitan bahwa orang yang lebih pantas mendapatkan hukuman
adalah orang yang melakukan hal tersebut atau melakukan tindak pidana dengan unsur
kesengajan. Mengenai unsur kesalahan yangdisengaja ini tidak perlu dibuktikan bahwa pelaku
mengetahui bahwa perbuatananya diancam oleh undnag-undang , sehingga tidak perlu
dibuktikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku merupaka perbuatan yang bersifat “jahat”. Sudah cukup dengan membuktikan bahwa
pelaku menghendaki perbuatannya tersebut dan mengetahui konsekuensi atas perbuataannya. Hal
ini sejalan dengan adagium fiksi, yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui isi
undang-undang, sehingga di anggap bahawa seseorang mengetahui tentang hukum, karena
seseorang tidak dapat menghindari aturan hukum dengan alasan tidak mengetahui hukum atau
tidak mengetahui bahwa hal itu dilarang. Kesengajan telah berkembang dalam yurisprudensi dan
doktrin sehingga umumnya telah diterima beberapa bentuk kesengajaan, yaitu :
Sengaja sebagai maksud dalam kejahatan bentuk ini pelaku benar-benar menghendaki
(willens) dan mengetahui (wetens) atas perbuatan dan akibat dari perbuatan yang
pelaku perbuatan. Diberi contoh A merasa dipermalukan oleh B, oleh karena itu A
memiliki dendam khusus terhadap B, sehingga A memiliki rencana untuk mencelakai
B, suatu hati A membawa sebilah pisau dan menikam B, menyebabkan B tewas,
maka perbuatan A tersebut dapat dikatakan adalah perbuatan yang benar-benar ia
kehendaki. Matinya B akibat tikaman pisau A juga dikehndaki olehnya.
contoh A ingin mengambil tas yang berada dibelakang estalase took, untuk mencapai
tas tersebut maka A perlu memecahkan kaca estalase, maka pecahnya kaca tersebut
bukan kehendak utama yang ingin dicapi oleh A, namunperbuatan itu dilakukannya
demi mencapai tujuan yang lain.kesengajaan menghancurkan kaca merupakan
sengaja dengan kesadaran tenatang keharusan.
d. Kealpaan (culpa)
Dalam konsepsi negara hukum, setiap perbuatan hukum itu harus sesuai dengan
hukum yang berlaku (rechtmatigheid). Negara hukum juga menghendaki agar ketika
terjadi perbuatan hukum yang menyimpang dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain
atau terlanggarnya hak-hak subyek hukum lain, maka perlu diselesaikan melalui lembaga
peradilan.Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab ketika terjadi perbuatan
hukum yang menyimpang dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain atau terlanggarnya
hak-hak subyek hukum lain (masyarakat) oleh penyelenggara tugas-tugas pemerintahan
dan pelayanan, terlebih dahulu perlu dikemukakan tentang jabatan pemerintahan yang
dilekati fungsi dan kewenangan pemerintahan. Logemann mengatakan bahwa Negara dan
organisasi jabatan “de staat is ambtenorganisatie” dan dalam suatu Negara itu ada jabatan
pemerintahan, yakni lingkungan pekerjaan tetap yang dilekati dengan wewenang untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan, yakni semua tugas-tugas kenegaraan selain
bidang pembuatan undang-undang dan peradilan,”elke werkzaamheid van de overhead,
welke niet als wetgwving of alsrechtspraak is aan te merken” Tugas dan wewenang yang
melekat pada jabatan ini dijalankan oleh manusia (natuurlijke persoon), yang bertindak
selaku wakil jabatan dan disebut pemangku jabatan atau pejabat. Setiap penggunaan
wewenang oleh pejabat selalu disertai dengan tanggung jawab, sesuai dengan prinsip
“deen bevoegdheid zonder verantwoordenlijkheid” (tidak ada kewenangan tanpa
pertanggungjawaban). Karena wewenang itu melekat pada jabatan, namun dalam
implementasinya dijalankan oleh manusia selaku wakil atau fungsionaris jabatan, maka
siapa yang harus memikul tanggung jawab hukum ketika terjadi penyimpangan harus
dilihat secara kasuistik karena tanggung jawab itu dapat berupa tanggung jawab jabatan
dan dapat pula berupa tanggung jawab dan tanggung gugat pribadi
1. Pengertian Tanggung jawab Jabatan
Berdasarkan ketentuan hukum, pejabat hanya menjalankan fungsi dan
wewenang, arena pejabat tidak memiliki wewenang. Yang memiliki dan dilekati
wewenang adalah jabatan. Dalam kaitan ini, Logemann mengatakan bahwa,
berdasarkan Hukum Tata Negara, jabatanlah yang dibebani dengan kewajiban, yang
diberi wewenang untuk melakukan perbuatan hukum. Hak dan kewajiban berjalan
terus, tidak peduli dengan pergantian pejabat. Karena kewenangan itu melekat pada
jabatan, sementara tanggungjawab dalam bidang publik itu terkait dengan
kewenangan, maka beban tanggungjawab itu pada dasarnya juga melekat pada
jabatan.