Anda di halaman 1dari 9

MANIFESTASI KLINIK

 Bersin berulang
Pada dasarnya bersin merupakan hal normal terutama pagi hari atau saat kontak
dengan banyak debu. Hal ini merupakan mekanisme ‘self cleaning process’
yang bersifat fisiologis. Bersin dikatakan patologis jika terjadi lebih dari 5 kali
dalam satu waktu serangan.
 Hidung berair / Rhinorrhea
 Mata dan hidung gatal
 Lakrimasi
 Hidung tersumbat

Gambar 1.1 Manifestasi klinik rinitis alergi


JEAN TOLONG SESUAIN INI GAMBAR KEBERAPA

DIAGNOSIS

Diagnosis rinitis alergi dapat di tegakkan melalui;

1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis saja. Dalam anamnesis terdapat beberapa hal yang perlu ditanyakan
diantaranya ;
 Manifestasi klinik dari rinitis alergi
Namun gejala yang muncul tidak selalu lengkap seperti yang telah
disebutkan. Terkadang keluhan hidung tersumbat merupakan satu-
satunya gejala yang dikeluhkan.
 Perlu ditanyakan riwayat alergi lain dan riwayat alergi pada keluarga
(atopi) seperti asma dan urtikaria
 Frekuensi serangan dan pengaruh terhadap kualitas hidup

2. Pemeriksaan Fisik
 Rhinoskopi Anterior
- Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid
- Terdapat sekret encer dan banyak
- Jika gejala persisten konka inferior tampak hipertrofi
 Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone
appearance)
 Lidah tampak seperti gambaran peta (Geographic tongue)
 Tanda Spesifik pada Anak
- Alergic Shiner
Bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis
vena sekunder akibat obstruksi nasal
- Alergic salute
Kebiasaan menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan
karena gatal
- Alergic crease
Munculnya garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga
bawah akibat kebiasaan mengosok-gosok hidung
- Facies Adenoid
Gangguan pertumbuhan gigi-geligi akibat mulut sering terbuka
dengan lengkung langit-langit yang tinggi
3. Pemeriksaan Penunjang
Invitro
 Hitung Eosinofil dalam darah tepi normal atau meningkat
 Pemeriksaan IgE total normal atau meningkat jika alergi pasien lebih dari
satu macam penyakit misal rinitis alergi juga menderita asma bronkial
atau urtikaria
 Sitologi hidung
Sitologi dari sekret hidung walaupun tidak dapat memastikan diagnosis
tapi berguna untuk pelengkap

Invivo

Bisa digunakan untuk mencari alergen penyebab timbulnya rinitis alergi,


dilakukan dengan :

 Pemeriksaan Cukit Kulit/ Skin Prick Test

Indikasi Tes Cukit ( Skin Prick Test )

- Rinitis alergi : Apabila gejala tidak dapat dikontrol dengan


medikamentosa sehingga diperlukan kepastian untuk mengetahui
jenis alergen maka di kemudian hari alergen tsb bisa dihindari.
- Asthma : Asthma yang persisten pada penderita yang terpapar
alergen (perenial).
- Kecurigaan alergi terhadap makanan. Dapat diketahui makanan
yang menimbulkan reaksi alergi sehingga bisa dihindari.
- Kecurigaan reaksi alergi terhadap sengatan serangga

Pesiapan Pasien
- Menghentikan pengobatan antihistamin 5-7 hari sebelum tes
- Menghentikan pengobatan jenis antihistamin generasi baru paling
tidak 2-6 minggu sebelum tes.
- Usia : pada bayi dan usia lanjut tes kulit kurang memberikan
reaksi.
- Jangan melakukan tes cukit pada penderita dengan penyakit kulit
misalnya urtikaria, SLE dan adanya lesi yang luas pada kulit.
- Pada penderita dengan keganasan,limfoma, sarkoidosis, diabetes
neuropati juga terjadi penurunan terhadap reaktivitas terhadap tes
kulit ini.

Prosedur
Tempat paling baik dilakukannya Skin Prick Test adalah pada
daerah volar lengan bawah sedikitnya dua sentimeter dari lipat siku dan
pergelangan tangan. Pertama-tama dilakukan desinfeksi dengan alkohol
pada area volar, dan tandai area yang akan kita tetesi dengan ekstrak
alergen. Ekstrak alergen diteteskan satu tetes larutan alergen ( Histamin/
Kontrol positif ) dan larutan kontrol ( Buffer/ Kontrol
negatif)menggunakan jarum ukuran 26 ½ G atau 27 G atau blood lancet.
0
Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 45 menembus
lapisan epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa
menimbulkan perdarahan. Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen
memasuki kulit. Tes dibaca setelah 15-20 menit dengan menilai bentol
yang timbul.
Gambar 1.2 A. Cara menandai ekstrak alergen yang diteteskan pada lengan
B. Sudut melakukan cukit pada kulit dengan lance
C. Contoh reaksi hasil positif pada tes cukit

Interpretasi Tes Cukit ( Skin Prick Test )

Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization


Committee of Northern (Scandinavian) Society of Allergology dengan
membandingkan bentol yang timbul akibat alergen dengan bentol positif
histamin dan bentol negatif larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai
berikut :

- Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)


- Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
- Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol
yang timbul besarnya antara bentol histamin dan larutan
kontrol.
- Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari
diameter bento histamin dinilai ++++ (+4).

Di Amerika cara menilai ukuran bentol menurut Bousquet (2001)


seperti dikutip Rusmono sebagai berikut :

0 : reaksi (-)
1+ : diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)
2+ : diameter bentol 1-3mm dari kontrol (-)
3+ : diameter bentol 3-5 mm > dari kontrol (-)
4+ : diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai eritema.
Semakin besar bentol maka semakin besar sensitifitas terhadap alergen
tersebut, namun tidak selalu menggambarkan semakin beratnya gejala klinis
yang ditimbulkan. Pada reaksi positif biasanya rasa gatal masih berlanjut 30-60
menit setelah tes.

Tes kulit dapat memberikan hasil positif palsu maupun negatif


palsu karena tehnik yang salah atau faktor material/bahan ekstrak
alergennya yang kurang baik.

Kelebihan Skin Prick Test dibanding Test Kulit yang lain


- Karena zat pembawanya adalah gliserin maka lebih stabil jika
dibandingkan dengan zat pembawa berupa air.
- Mudah dialaksanakan dan bisa diulang bila perlu.
- Tidak terlalu sakit dibandingkan suntik intra dermal
- Resiko terjadinya alergi sistemik sangat kecil, karena volume
yang masuk ke kulit sangat kecil.
- Pada pasien yang memiliki alergi terhadap banyak alergen, tes ini
mampu dilaksanakan kurang dari 1 jam.

Namun demikian, tes Cukit untuk alergen makanan kurang dapat


diandalkan kesahihannya dibandingkan alergen inhalan seperti debu rumah dan
polen. Skin test untuk alergen makanan seringkali negatif palsu.

 Pemeriksaan Skin Test


Menyuntikan ekstrak alergen (senyawa test) secara subkutan lalu diamati
reaksi yang timbul
 Uji Intrakutan/intradermal tunggal atau berseri (Skin End-point Titration)
biasanya untuk alergen inhalan
 Uji IPDFT (Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test) biasanya
untuk alergi makanan
Gambar 1.3 Skin Test

PATOFISIOLOGI

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu
immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase
allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam
dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung
24-48 jam.

 Tahap sensitisasi
Ketika suatu allergen terhirup, maka makrofag atau monosit atau sel
langerhans pada epitelium yang melapisi saluran pernapasan berperan sebagai
sel penyaji atau Antigen Presenting Cells (APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, fragmen alergen
akan dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan
melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk
berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya
di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke
jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel
mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi
yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi.

 Reaksi alergi fase cepat


Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka
kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi mastosit
dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk
(Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan
Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4
(LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF),
berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage
Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi
Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus
sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga
akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Leukotrien dan
prostaglandin (PGD2) menyebabkan vasodilatasi sehingga muncul gejala
tersumbat (Schwinghammer in DiPiro et al., 2009). Pada RAFC, sel mastosit
juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel
eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini
saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pajanan.

 Reaksi alergi fase lambat


Reaksi alergi fase lambat terjadi 4-8 jam setelah fase cepat. Pada RAFL
ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil,
limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan
sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating
Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung.
Sumber : Benjamini. Et al, 2000

Gambar 1.4 Patofisiologi rinitis alergi

Anda mungkin juga menyukai