Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping Pendamping
2. OBJEKTIF
STATUS INTERNIS
Keadaan Umum : Lemas, kesan gizi cukup
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign
Tekanan Darah : 165/101 mmHg
Nadi : 101x /menit
Suhu : 37º C
Respirasi : 20x /menit
Kepala
o Kepala : Normochepal
o Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
o THT : Hipertrofi tonsil (-/-), faring hiperemis (-/-)
o Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II Intensitas Normal, regular, bising (-)
Abdomen
Supel, nyeri tekan (-)
Kulit : dalam batas normal
Ekstremitas
o atas : akral hangat (+/+), edema (-/-), petekie (+/-)
o bawah : akral hangat (+/+), edema (-/-), petekie (-/-)
STATUS OBSTETRI :
TFU : 3 jari dibawah pusat, uterus teraba keras
PPV : lochia rubra ± 10 cc
Vaginal touche : tidak dilakukan
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb : 12,4 g/dL
Hct : 43 %
AL : 8 x 103/uL
AT : 270 x 103/uL
AE : 4,5 x 106/uL
Golongan Darah: A
Kimia Klinik
GDS : 98 mg/dl
SGOT : 35 u/l
SGPT : 28 u/l
Creatinine : 0,6 mg/dl
Ureum : 26 mg/dl
Hemostasis
PT : 13,3 detik
APTT : 33,1 detik
INR : 1,080
Elektrolit
Na Darah : 139
K Darah : 4.3
Cl Darah : 105
HbsAg : non reaktif
URINALISIS
Protein Kualitatif : ++
Positif (+2)
4. ASSESSMENT
Pasien datang dengan post kejang setelah melahirkan. Dari pemeriksaan fisik, pasien
memiliki tekanan darah 165/101 mmHg dan dari pemeriksaan penunjang didapatkan
proteinuria +2 yang mendukung diagnosis eklamsia post partum,. Apabila tidak
ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang-kejang
berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan
yang disebut status epileptikus.
5. TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi Eklamsia
Eklamsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba-tiba
yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas
yang menunjukan gejala preeklamsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal
dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis. Istilah eklamsia berasal dari
bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena
seolah-olah gejala eklamsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda
lain.
Eklamsia dibedakan menjadi eklamsia gravidarum (antepartum), eklamsia
partuirentum (intrapartum), dan eklamsia puerperale (postpartum), berdasarkan saat
timbulnya serangan. Eklamsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin
meningkat saat mendekati kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklamsia terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sekitar 75% kejang eklamsia terjadi
sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang
juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.
Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working
Group on Blood Pressure in Pregnancy, preeklamsia adalah timbulnya hipertensi
disertai dengan proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Saat ini edema pada wanita hamil dianggap sebagai hal yang
biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis preeklamsia. Hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90
mmHg. Proteinuria adalah adanya protein dalam urin dalam jumlah ≥300 mg/dl
dalam urin tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing.
Komplikasi Perinatal
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga
tonus otot uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme
arterioli pada miometrium makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter
makin berkurang sehingga dampaknya pada denyut jantung janin (DJJ) seperti
terjadi takikardi, kompensasi takikardi dan selanjutnya diikuti bradikardi.
Terjadinya komplikasi neonatal pada kasus eklamsia seperti asfiksia
neonatorum (26%), prematuritas (17%), aspirasi mekoneum (31%), sepsis
(4%), ikterus (22%). Sebanyak 64,1% bayi dilaporkan harus mendapatkan
perawatan di Special Care Baby Unit dengan indikasi prematuritas, berat badan
bayi lahir rendah, asfiksia neonatorum berat , ikterus neonatal, sepsis neonatal.
Angka kematian perinatal pada kasus eklampsia adalah 5411,1 per 1000
kelahiran hidup diaman 51,4% kematian intrauterin dan 48,6% kematian
neonatal. Penyebab kematian perinatal terbanyak adalah asfiksia (33,3%),
sindrom distress respirasi (22,2%), dan prematuritas (22,2%).
d) PLAN
Diagnosis:
P1A0 post partum spontan dengan eklamsia
Pengobatan:
Infus RL 20 tpm
SP MgSO4 1 gr/ jam sampai dengan jam 24.00
Injeksi furosemide 20 mg/ 12 jam
Injeksi ampisilin 1 gr / 8 jam
Dopamet 3 x 500 mg
Diet lunak
Rawat ICU
Pendidikan: Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai keadaan pasien dan
prognosisnya.