DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat kesehatan,
kesempatan dan juga nikmat ilmu pengetahuan sehingga makalah kami yang
berjudul “ASURANSI SYARIAH” dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat
waktu. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai uswatun
hasanah bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan dari makalah ini,
masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat kami butuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kesimpulan .................................................................................................................. 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bisnis keuangan Islam telah memasuki era kebangkitan kembali.
Penerapan prinsip Islam pada sektor perekonomian mendapat dukungan dari
pemerintah walaupun pada dasarnya masyarakat Indonesia yang menjadi
penggeraknya. Kebangkitan bisnis keuangan Islam ini ditandai dengan banyaknya
lembaga keuangan Islam yang beroperasi seperti pada bidang perbankan, asuransi,
leasing, pegadaian, hotel, koperasi dan pada jenis lembaga keuangan lainnya.
Lembaga keuangan Islam lainnya yang mengikuti trend tumbuh dan
berkembang adalah asuransi Islam. Asuransi Islam tumbuh dan berkembang
seiring dengan tumbuh dan berkembangnya perbankan syariah. Walaupun
demikian, banyak masyarakat yang belum memahami apa dan bagaimana asuransi
Islam tersebut. Hal ini membutuhkan suatu informasi yang komprehensif untuk
memberikan pemahaman kepada khalayak umum agar tidak terdapat pemahaman
yang keliru atas asuransi Islam.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asuransi dan asuransi islam?
2. Bagaimana sejarah asuransi?
3. Apa landasan hukum asuransi islam?
4. Apa perbedaan asuransi islam dan kovensional?
5. Apa saja akad dan produk asuransi islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian asuransi dan asuransi islam
2. Mengetahui sejarah asuransi
3. Mengetahui landasan hukum asuransi islam
4. Mengetahui perbedaan asuransi islam dan konvensional
5. Mengetahui akad dan produk asuransi islam
1
Novi Puspitasari, Sejarah dan Perkembangan Asuransi Islam serta Perbedaannya
dengan Asuransi Konvensional, (Jember: Dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Jember), Vol. X No. 1, 2011, hal. 35.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Abdul Rahman Al-Ghazali, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), hal. 235-236.
3
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
ke-3, (Jakarta:Balai Pustaka, 2005), hal. 73.
4
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi,
Cetakan ke-1, (Yogyakarta: Ekonosia, 2003), hal. 98.
5
Frank E. Vogel dkk, Hukum Keuangan Islam, (Bandung: Nusamedia, 2007), hal. 124.
2
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.6
Dari definisi di atas tampak bahwa asuransi syariah bersifat saling tolong
melindungi dan tolong-menolong yang disebut dengan “ta‟awun”. Yaitu, prinsip
hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiah antara
sesama anggota peserta asuransi syariah dalam menghadapi malapetaka (risiko).
Oleh sebab itu, premi pada asuransi syariah adalah sejumlah dana yng dibayarkan
oleh peserta yang terdiri atas dana tabungan dan tabarru‟. Dana tabungan adalah
dana titipan dari peserta asuransi syariah (life insurance) dan akan mendapat
alokasi bagi hasil (al-mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang
diperoleh setiap tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan
dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan
klaim, baik berupa klaim nilai tunai maupun klaim manfaat asuransi. Sedangkan,
tabarru‟ adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan dan diikhlaskan oleh
peserta asuransi jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim
atau manfaat asuransi (life maupun general insurance).7
B. Sejarah Asuransi
Awalnya, asuransi diperkenalkan secara resmi pada abad ke-15 hingga
abad ke-18 yang dilakukan di Negara-negara Eropa, seperti Italia, Inggris, dan
lain-lain. Perusahaan yang pertama kali mempraktikkan asuransi adalah pada
masa William Gibbon pada tahun 1583. Sedangkan di Inggris terdapat pasar
asuransi terbesar di dunia yaitu Lioyd‟s of London yang lahir di sebuah warung
kopi pada zaman raja James II tahun 1688. Lioyd‟s merupakan pioner asuransi
dunia yang menjamin hampir segala macam risiko seperti bisnis, gempa bumi,
pencurian, dan lain-lain.8
6
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah.
7
Arti Damisa, Asuransi dalam Perspektif Syariah, At-Tijaroh, (Padang: Dosen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Padangsidimpuan), Vol. 2 No. 2, Juli-Desember 2016, hal. 172.
8
Moh. Ma‟shum Billah, Kontekstual Asuransi Takaful dan Asuransi Modern, (Jakarta:
PT.Multazam Mitra Prima, 2010), hal. 14-16.
3
Perkembangan asuransi semakin pesat hingga masuk ke Indonesia melalui
penjajahan Belanda yang membuat maskapai-maskapai, salah satunya N.V
Levensverzekering Maatschappij van Nederlanden van 1845. Selanjutnya, masa
Jepang hingga kemerdekaan Indonesia. Pada masa kemerdekaan, mulai
bermunculan beberapa perusahaan asuransi seperti Dharma Nasional, PT Asuransi
Jiwasraya, dan lain-lain. Peleburan atas perusahaan asuransi milik Belanda ke
dalam perusahaan milik Negara juga terjadi pada masa awal kemerdekaan.9
Semakin berkembangnya perusahaan asuransi membuat umat Islam menelaah
teori tentang asuransi dalam perspektif Islam, serta membuat perusahaan asuransi
yang berlandaskan syariah Islam. Banyak kajian para cendekiawan muslim yang
membahas tentang asuransi syariah.
Perkembangan asuransi syariah di Indonesia diawali dengan dibentuknya
tim TEPATI (Tim Pembentukan Takaful Indonesia) yang disponsori oleh yayasan
Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bank Muamalat Indonesia (BMI),
Asuransi Tugu Mandiri, dan Departemen Keuangan. Setelah melakukan
persiapan, diadakanlah seminar nasional di Hotel Indonesia pada bulan Oktober
1993. Dengan bermodal 2,5 miliar rupiah sebagaimana persyaratan minimal
dalam Undang-Undang Asuransi, asuransi takaful berdiri di Indonesia.
Pada awalnya, pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia belum memiliki
landasan hukum yang kuat karena belum adanya Undang-Undang yang secara
khusus membahas tentang aturan pelaksanaan asuransi syariah. Praktik asuransi
syariah hanya berpatokan pada fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001 sebagai acuan pelaksanaan. Namun, sejak tahun 2010, seluruh
kegiatan bisnis sudah berpayung hukum. Departemen Keuangan (Depkeu) sudah
menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PKM.010/2010
tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha
Reasuransi dengan Prinsip Syariah. Peraturan yang ditandatangani Menteri
Keuangan (Menkeu) tertanggal 25 Januari 2010 itu merupakan PMK pertama
tentang asuransi syariah.
9
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2004), hal. 75.
4
Selanjutnya, terkait akar historisitas, terdapat perbedaan mendasar antara
asal usul asuransi syariah dengan sejarah asuransi konvensional. Lembaga
asuransi sebagaimana dikenal sekarang, sesungguhnya tidak dikenal pada masa
awal Islam. Akibatnya, banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa asuransi
tidak dapat dipandang sebagai praktek yang halal. Meskipun istilah asuransi
secara jelas belum dikenal pada masa Islam, namun terdapat beberapa aktifitas
dari kehidupan masa Rasulullah yang mengarah pada kegiatan asuransi. Misalnya,
konsep tanggung jawab bersama yang dikenal dengan sebutan aqilah.10
10
Arti Damisa, Asuransi dalam Perspektif Syariah, At-Tijaroh, hal. 173-174.
5
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar
syiar-syiar Allah, dan jangnlah melanggar kehormatan bulan-bulan haram,
jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang
qala-id, dan jangan pula (mengganggu) orang-orang yang mengunjungi
Bitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhan dari Tuhannya dan
apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu, dan
jangan sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mereka mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat sisksa-Nya.”
3) Perintah Allah untuk saling melindungi dalam keadaan susah, terdapat
dalam Q.S al-Quraisy (106): 4.
Artinya: ”Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali
dengan izin Allah, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya
6
Dia akan memberikan petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.”
5) Penghargaan Allah terhadap perbuatan mulia yang dilakukan manusia,
terdapat dalam Q.S al-Baqarah (2): 261.
c. Ijtihad
7
1) Fatwa Sahabat, raktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman
(ganti rugi) pernah dilaksankan oleh Umar bin Khattab. Beliau berkata “
Orang-orang yang namanya tercantum dalam diwam tersebut berhak
menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk
pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak disengaja)
yang dilakukan oleh salah satu seorang anggota masyarakat mereka.”
2) Ijma‟, para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan dalam hal
„aqilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Adanya ijma‟
atau kesepakatan ini tampak dengan tidak adanya sahabat yang lain
menentang pelaksanaan „aqilah ini.
3) Qiyas, konsep asuransi yang dilakukan sekarang ini sama dengan „aqilah
pra islam yang kemudian diterima oleh Rasulullah SAW menjadi bagian
dari hukum islam.
4) Istihsan, kebaikan dari kebiasaan „aqilah di kalangan suku Arab kuno
terletak pada kenyataan bahwa sistem „aqilah dapat menggantikan atau
menghindari balas dendam bedarah yang berkelanjutan.11
11
Putra Halomoan Hasibuan, Yurispudentia, Analisis Hukum Asuransi Syariah Dengan
Hukum Asuransi Konvensional, (Padang: IAIN Padangsidimpuan), Vol. 2 No. 1, Juni 2016, hal.
72-73.
12
Abu Fikri Hidayatullah, Skripsi, Prinsip-Prinsip Sistem Operasional Asuransi Syariah
pada PT. AJS Bumi Putera Cabang Serang, (Banten: UIN Sultan Maulana Hasanuddin Bnten),
2019, hal. 40-41.
8
Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
73 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Usaha Peransuransian.
Adapun peraturan yang secara tegas menjelaskan tentang asuransi
islam baru pada Surat Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan No.
Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
Selain itu, peraturan pemerintah tentang asuransi islam antara lain
diatur dalam:
1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
421/KMK.06/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Keputusan Bagi
Direksi dan Komisaris Perusahaan Peransuransian.
2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
421/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi.
3) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
423/KMK.06/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Peransuransian.
4) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi.
5) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
425/KMK.06/2003 tentang Perizinan Peny elenggaraan Kegiatan Usaha
Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
6) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan reasuransi.
9
jawab atas hak milik seseorang yang dikuasakan kepada kita , diatur dan
diakui dalam islam. Tanpa prinsip ini, maka suatu perjanjian akan
merupakan perjanjian taruhan atau perjanjian perjudian dan dapat
menimbulkan niat jahat untuk menyebabkan terjadinya kerugian dengan
tujuan memperoleh keuntungan.
2) Prinsip Utmost Good faith (Prinsip iktikad baik atau peinsip kejujuran
yang sempurna)
Kedua belah pihak dalam prinsip ini adalah adanya informasi yang benar
dari masing-masing pihak. Artinya, informasi yang diberikan tidak
mengandung unsur kebohongan, penipuan, dan kecurangan. Karena
dalam perjanjian (akad) muamalah satu sama lain harus saling memenuhi
akad atau perjanjian tersebut.
3) Prinsip Idemnity
Idemenity adalah kompensasi keuangan yang eksak, cukup untuk
mengembalikan tanggung pada posisi keuangan sesaat sebelum kejadian
terjadi. Bertujuan memberikan ganti rugi terhadap kerugian yang diderita
oleh tertanggung yang disebabkan oleh bahaya.
4) Prinsip Proximate Cause
Proximate cause adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan
terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau beruntutan dan
interverensi kekuatan lain, diawali dengan bekerja dengan aktif dari suatu
sumber baru dan independen.
5) Prinsip Subrogation
Subrogation merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti
rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan
kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian. Prinsip ini
bertujuan mencegah tertanggung mendapat ganti kerugian yang melebihi
kerugian yang dideritanya.
6) Prinsip Contribution
10
Contribution (kontribusi) menurut sudut pandang asuransi terbagi
menjadi dua, yaitu sudut pandang penanggung (perusahaan asuransi) dan
sudut pandang tertanggung (pemegang polisi).13
13
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Syariah Islam Tinjauan
Teoritis dan Praktis, hal. 170-178.
14
Gesti Weningtyas, https://www.cekaja.com Diakses pada 11 April 2020.
11
Dalam asuransi syariah menggunakan pola saling menanggung resiko
antara perusahaan dan peserta (risksharing). Pada dasarnya, dalam asuransi
syariah sekumpulan orang akan saling membantu dan tolong menolong, saling
menjamin dan bekerja sama dengan cara mengumpulkan dana hibah (tabarru).
Sedangkan dalam asuransi konvensional memindahkan resiko dari peserta kepada
perusahaan secara penuh (risk transfer).
5. Wakaf
Meski ada perbedaan antara Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional,
peran asuransi masih sama, yaitu memberikan perlindungan bagi peserta. Namun
ada manfaat produk Asuransi Syariah yang tidak ada di Asuransi Konvensional,
yaitu Wakaf.
6. Pengawas Dana
Dalam asuransi syariah, terdapat pihak ketiga dari luar yang menjadi
pengawas kegiatan asuransi, mereka disebut sebagai Dewan Pengawas Syariah
(DPS). Sedangkan asuransi konvensional tidak memiliki dewan pengawas khusus.
Dewan pengawas untuk asuransi konvensional adalah berdasarkan hukum yang
berlaku di negara tersebut. Biasanya, asuransi yang terdaftar dan resmi akan
diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
7. Objek dan Pengelolaan Dana
Dalam asuransi syariah, membatasi pengelolaan dananya hanya untuk
objek-objek yang halal (jelas) dan tidak boleh mengandung syubhat. Sebaliknya,
Asuransi Konvensional bebas memilih instrumen investasi, tanpa melihat halal
atau non-halal, yang terpenting objek tersebut mendatangkan keuntungan.
8. Pembayaran Klaim
Asuransi syariah menggunakan sistem pencairan dana di tabungan
bersama, yaitu dana yang sudah nasabah ikhlaskan untuk tolong menolong antar
nasabah. Sedangkan dalam asuransi konvensional dapat diketahui berdasarkan
perbandingan resiko dan modal. Selain itu, dana pertanggungan juga diambil dari
rekening perusahaan asuransi.
9. Investasi Dana
12
Dalam asuransi syariah, jika premi dari nasabah belum dipakai, maka dana
tersebut diinvestasikan kepada lembaga keuangan yang berbasis syariah dan
didasarkan pada sistem bagi hasil. Adapun dalam asuransi konvensional
pengelolaan investasinya pada sistem bunga yang mengandung unsur maghrib.
10. Surplus underwriting
Di dalam asuransi syariah, semua keuntungan yang didapatkan oleh
perusahaan terkait dengan dana asuransi, akan dibagikan kepada semua peserta
asuransi tersebut. Namun akan berbeda dengan perusahaan asuransi
konvensional, di mana seluruh keuntungan yang didapatkan akan menjadi hak
milik perusahaan asuransi tersebut.
11. Zakat
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada asuransi konvensional
tidak ada zakat yang wajib dibayarkan. Hal ini berbeda dengan asuransi syariah
yang mewajibkan pesertanya untuk membayar zakat yang jumlahnya akan
disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan.
13
3. Adanya bagi hasil antara peserta dengan perusahaan asuransi Islam atas hasil
investasi yang ada berdasarkan atas skema yang dijanjikan.
4. Bagi hasil dalam penentuan rate premi pada berbagai produk tabungan dan
juga produk non tabungan.
2. Akad Tabarru‟
Akad tabarru‟ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Kemudian
akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru‟ tidak bisa berubah
menjadi akad tijaroh. Dalam akad tabarru‟ (hibah), peserta memberikan hibah
yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.17
15
Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keungan Islam, hal. 181-182.
16
Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah
17
Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah
14
Akad Tabarru' adalah akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu
Peserta kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para
Peserta, yang tidak bersifat clan bukan untuk tujuan komersial.18 Menurut fatwa
Dewan Syari‟ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru‟
Pada Asuransi Syari‟ah menyatakan, bahwa kedudukan para pihak dalam akad
tabarru‟ adalah:
a. Dalam akad tabarru‟ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah
b. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana
tabarru‟ (mu‟amman/mutabarra‟ lahu, dan secara kolektif selaku penanggung
(mu‟ammin/mutabarri‟)
c. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad
wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
a. Akad Wadiah
18
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip
Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah
19
Junaidi Abdullah, Akad-akad dalam Asuransi Syariah, Tawazun: Journal of Sharia
Economic Law, Vol. 1 No. 1, 2018, hal. 18-19.
15
Wadiah, berarti meninggalkan atau menjaga. Akad ini memiliki beberapa
landasan Islam, di antaranya adalah dalam QS an-Nisaa ayat 58 yang berbunyi:
"sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya" dan juga QS. al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi:
"Hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanah". Selain landasan Islam
berupa ayat suci Al-Qur'an, juga terdapat landasan Islam berupa hadis Rasululah
SAW. riwayat Abu Daud yang berbunyi" "tunaikanlah amanah yang dipercayakan
ke-padamu dan janganlah kamu mengkhianati terhadap orang yang meng-
khianatimu". Berdasarkan ini, maka para ulama menyatakan bahwn akad wudiah
boleh digunakan untuk kegiatan yang bersifat tolong- menolong dalam dunia
asuransi Islam.
Akad wadiah yang digunakan dalam asuransi Islam ini adalah wadiah yad
dhamanah, di mana pihak yang dititipkan dana, dalam hal ini perusahaan asuransi
Islam berhak untuk memanfatkan dana tersebut. Penitipan dilakukan dalam
rekening giro. Di Indonesia, PT. Asuransi Islam Mubarakah adalah salah satu
contoh perusahaan asuransi yang menggunakan akad wadiah yad dhamanah.
Dana-dana yang terkumpul dari nasabah asuransi Islam, yaitu premi akan
dititipkan kepada perusahaan asuransi Islam untuk kemudian dana tersebut
dikelola oleh perusahaan asuransi Islam.
b. Akad wakalah
Wakalah, berarti penyerahan, atau pendelegasian. Dengan begitu secara
ringkas dapat dikatakan balwa wakalah merupakan pelimpahan atau
pendelegasian wewenang dari satu pihak untuk dilaksanakan oleh pihak lainnnya.
Adapun landasan Islam dari akad wakalah dalam dunia muamalah adalah QS, al-
Kahfi ayat 19, QS. Yusuf ayat 55, QS. al-Baqarah ayat 283 dan QS. al-Maaidah
ayat 2. Sementara Hadis Rasulullah SAW. yang menjelaskan tentang wakalah
disampaikan secara tegas dalam Hadis Riwayat Malik dalam kitab Al Muwatha
yang berbunyi: "Rasulullah mewakilkan kepada Abu Rafi' dan seorang Anshar
untuk mengawinkan (kabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah". Dari berbagai
landasan tersebut, maka para ulama fikih bersepakat (ijma) bahwa akad wakalah
diizinkan dalam muamalah. Termasuk dalam hal ini adalah dalam asuransi Islam.
16
Di asuransi Islam, konsep wakalah banyak dipakai dengan adanya konsep
pemasaran, di mana dunia asuransi Islam mendelegasikan berbagai macam
informasi dan manfaat menggunakan asuransi Islam melalui tenaga-tenaga
pemasaran mereka.
Dalam asuransi syariah akad wakalah yang digunakan ialah akad Wakalah
bil Ujrah. Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa
kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru' dan/
atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan
imbalan berupa ujrah (fee). (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Menurut fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 52/DSNMUI/
III/2006Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syari‟ah dan Reasuransi
Syari‟ah, objek Wakalah bil Ujrah meliputi antara lain:
a. Kegiatan administrasi
b. Pengelolaan dana
c. Pembayaran klaim
d. Underwriting
e. Pengelolaan portofolio risiko
f. Pemasaran
g. Investasi20
c. Akad musyarakah
Musyarakah, berarti perjanjian antara dua pihak ataupun lebih dalam
melaksanakan suatu usaha tertentu. Adupun landasan Islam dari akad musyarakah
dalam muamalah adalah QS an-Nisaa ayat 12 dan juga QS. Shaad ayat 24.
Adapun dalam Hadits Rasulullah SAW., landasan Islam musyarakah adalah
Hadits Riwayat Abu Daud yang berbunyi: "Aku (Allah SWT) merupakan pihak
ke tiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tiduk meng- khianati
yang lainnya", Konsep asuransi Islam pada dasarnya merupakan konsep
20
Junaidi Abdullah, Akad-akad dalam Asuransi Syariah, Tawazun: Journal of Sharia
Economic Law, hal. 18-19.
17
musyarakah di mana terdapat perusahaan asuransi yang memiliki tenaga dan juga
keahlian, serta peserta asuransi Islam yang memiliki dana dan juga modal.21
Adapun beberapa produk asuransi Islam yang sudah ada di Indenesia di
antaranya adalah:
1. Produk tabungan. Produk tabungan dapat digunakan sebagai sarana investasi,
juga dapat digunakan sebagai tabungan untuk keperluan naik haji, atau juga
untuk kepentingan pendidikan. Rata-rata manfaat yang akan diterima oleh
para pemegang polis asuransi Islam untuk produk ini adalah penyetoran dana
rekening tabungan, baik pemegang polis masih hidup dalam masa perjanjian
ataupun mengundurkan diri sebelum masa perjanjian berakhir. Adapun bila
pemegang polis asuransi Islam produk tabungan meninggal dunia dalam masa
perjanjian asuransi, maka pihak ahli warisnya juga akan memperoleh bagian
keuntungan atas hasil investasi dana rekening tabungan dengan menggunakan
prinsip mudarabah serta selisih dari rencana awal menabung serta premi yang
sudah dibayarkan. Khusus untuk konsep asuransi Islam tabungan untuk
pendidikan, maka anak, sebagai penerima hibah dana asuransi tersebut akan
menerima dana hingga masa pendidikannya di perguruan tinggi sesuai dengan
kebijakan yang diterapkan perusahaan asuransi Islam. Bila anak selaku
penerima hibah asuransi Islam meninggal sebelum sempat menikmati
tabungan asuransi Islam pendidikan yang telah dirintis oleh orang tuanya,
maka dana tersebut akan dibayarkan kepada para ahli warisnya
2. Produk asuransi Islam bukan tabungan. Program ini dapat dibagi ke dalam
beberapa jenis, yaitu santunan yang dapat diberikan kepuda ahli waris
nasabah asuransi Islam yang mengalami kematian dalam masa perjanjian
asuransi, atau biasa disebut al-khairat, santunan bagi ahli waris bila nasabah
wafat karena kecelakaan dalam masa perjanjian, dan juga dana asuransi Islam
untuk kepentingan kesehatan.
3. Produk asuransi Islam bukan tabungan untuk kepentingan umum (general
Islamic insurance). 22
21
Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keungan Islam, hal. 183.
18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan tabarru‟
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Perkembangan asuransi syariah di
Indonesia diawali dengan dibentuknya tim TEPATI (Tim Pembentukan Takaful
Indonesia) yang disponsori oleh yayasan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia
(ICMI), Bank Muamalat Indonesia (BMI), Asuransi Tugu Mandiri, dan
Departemen Keuangan. Setelah melakukan persiapan, diadakanlah seminar
nasional di Hotel Indonesia pada bulan Oktober 1993. Asuransi syariah
berpatokan pada Al-Quran dan sunah Nabi SAW.
Di dalam asuransi syariah, semua keuntungan yang didapatkan oleh
perusahaan terkait dengan dana asuransi akan dibagikan kepada semua peserta
asuransi tersebut. Sedangkan asuransi konvensional, seluruh keuntungan yang
didapatkan akan menjadi hak milik perusahaan asuransi tersebut. Akad yang
digunakan dalam asuransi syariah yaitu akad tijarah dan akad tabarru.
22
Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan, hal. 182.
19
DAFTAR PUSTAKA
20