Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PORTOFOLIO

“SUBKONJUNGTIVA BLEEDING”

Disusun Oleh:
dr. Nurul Khusnul Chotimah

RSAL Dr. Mintohardjo


Periode Februari 2019 – Juni 2019
BERITA ACARA

Portofolio ini telah disetujui untuk memperlengkap Program Internsip Dokter Indonesia.

Jakarta, Juni 2019


Dokter Pendamping

(dr. Irma Ferial)


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapakan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah portofolio yang
berjudul “SUBKONJUNGTIVA BLEEDING”. Makalah portofolio ini diajukan dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menempuh tercapainya Program Internsip
Dokter Indonesia. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah berpartisipasi dan
membantu dalam penulisan makalah portofolio ini.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang


sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama:

1. dr. Wiweka, MARS, selaku Kepala Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
2. dr. Eko Budi Prasetyo Sp. An, KIC, selaku Wakamed Rumah Sakit Angkatan Laut dr.
Mintohardjo.
3. dr. Pribadi Arief, Sp. B-KBD, selaku Wakabin Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
4. dr. Irma Ferial, selaku dokter pendamping wahana Rumah Sakit Angkatan Laut dr.
Mintohardjo.
5. Seluruh teman-teman medis dan paramedis Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Angkatan Laut
dr. Mintohardjo yang telah memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan makalah
portofolio ini.
6. Kepada seluruh sahabat-sahabat internsip saya yang memberikan semangat dan
inspirasi dalam pembuatan makalah portofolio ini.

Kritik dan saran penulis harapkan guna memperoleh hasil yang lebih baik dalam
menyempurnakan makalah portofolio. Semoga makalah portofolio ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Juni 2019

Penulis
BAB I
IDENTITAS PASIEN

I. 1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. S
Usia : 15 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status Menikah : Belum Menikah
Tanggal Periksa : 18 Oktober 2016

I.2 ANAMNESIS
 Keluhan Utama
Mata kiri merah
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSAL dr. Mintoharjo Poliklinik Mata dengan keluhan utama
mata kiri merah.
Pasien mengeluhkan mata kiri merah dirasakan sudah kurang lebih 7 hari yang
lalu dan belum hilang sampai saat ini. Mata merah pada mata kiri dirasakan pertama
kali saat bangun tidur dipagi hari. Penglihatan pasien tidak mengalami penurunan
namun pasien merasa terganggu dengan warna merah seperti darah pada mata kirinya.
Pasien juga mengeluhkan awalnya mengalami batuk kurang lebih selama 2 bulan
sebelum munculnya warna merah pada mata. Rasa nyut-nyutan pada mata yang terkait
(-), keluhan ini dirasakan tiba-tiba ketika pasien tidur. Keluhan lain pandangan kabur
(-), mata berair (-), kotoran mata berlebih (-), gatal (-), riwayat trauma atau
kemasukan benda asing (-), konsumsi obat jantung (-).
 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa : disangkal
Konjungtivitis : disangkal
Trauma mata : disangkal
Diabetes Melitus : disangkal
Hipertensi : disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa : disangkal
Hipertensi : disangkal
 Riwayat alergi:
Riwayat alergi makanan (-), alergi obat-obatan (-)
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pelajar. Biaya pengobatan ditanggung BPJS. Kesan
ekonomi cukup.

I. 3 PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital Sign :
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 84 x / menit
- Respirasi : 24 x / menit
- Temperatur : 36,6 0C
 Kepala : bentuk kepala normocephal
 Wajah : Simetris, nyeri ketok sinus (-), edema (-)
 Telinga : normotia, sekret -/-, gendang telinga intak +/+
 Hidung : deviasi septum (-), massa -/-, sekret -/-
 Mulut :sianosis (-), tonsil T1-T1, uvula di tengah, faring hiperemis (-),
 Leher : KGB membesar (-), JVP 5 + 1 cm mmHg, refluks hepatojugular
(-)
 Thorax : Normochest, jejas (-), retraksi suprasternal (-)
- Pulmo

Pemeriksaan Pulmo Dekstra Pulmo Sinistra


Inspeksi Pergerakkan dada simetris dekstra dan sinistra
Palpasi Vocal fremitus normal pada kedua lapang pulmo
Perkusi Sonor pada kedua lapang pulmo
Auskultasi Vesikuler (+), Ronkhi (-), Wheezing (-)
- Cor
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis ICS V
o Perkusi :
- Batas kanan atas jantung di parasternal kanan ICS II
- Batas kanan bawah jantung di linea parasternal kanan ICS IV
- Apex jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS IV
- Pinggang Jantung di linea parasternal kiri ICS II
o Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
- Inspeksi : Datar, jejas (-), asites (-)
- Auskultasi : BU (+) normal,
- Palpasi : Supel, (-) nyeri tekan (-) hepatomegali (-), splenomegali (-).
splenomegali (-), nyeri ketok CVA (-).
- Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
 Extremitas :
- Akral hangat ext. superior +/+ ext. inferior +/+
- Sianosis ext superior -/- ext. inferior -/-
- Edema ext. superior -/- ext. inferior -/-
- CRT < 2 detik
b. Status Ophthalmicus

No. Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister


1. Visus 6/6 6/6
2. Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. Palpebra Superior
Edema (-) (-)
Hematom (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Vulnus Laserasi (-) (-)
Entropion / Ektropion (-)
(-)
4. Palpebra Inferior
Edema (-) (-)
Hematom (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Vulnus Laserasi (-) (-)
Entropion / Ektropion (-) (-)
5. Konjungtiva
Hiperemi (-) (-)
Injeksi Konjungtiva (-) (-)
Injeksi Siliar (-) (-)
Sekret (-) (-)
Perdarahan (-) (+)
6. Kornea
Permukaan Jernih Jernih
Edema (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Keratic precipitates (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
7. COA
Kedalaman Cukup Cukup
Isi (Hifema / Hipopion) (-) (-)
8. Iris
Sinekia (-) (-)
9. Pupil
Diameter ± 2 mm ± 2 mm
Reflek pupil (+) (+)
10. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
11. Corpus Vitreum
Kejernihan Jernih Jernih
12. Fundus Reflex (+) Cemerlang (+) Cemerlang
13. Funduskopi
Papil Batas tegas, warna Batas tegas, warna
jingga, CDR 0,3, jingga, CDR 0,3,
ekskavasasi (-), ekskavasasi (-),
edema (-), fundus edema (-), fundus
tigroid (-), myopic tigroid (-), myopic
cresent (-) cresent (-)
Vasa AVR 2:3, AVR 2:3,
medialisasi (-), medialisasi (-),
mikroaneurisma (-), mikroaneurisma (-),
crossing sign (-) crossing sign (-)
Makula Fovea refleks (+) Fovea refleks (+)
Retina Perdarahan (-) Perdarahan (-)
14. TIO Palpasi Normal Palpasi Normal

OD OS

I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada kasus ini pemeriksaan penunjang tidak diusulkan. Sesuai dengan teori yang ada
bahwa pemeriksaan penunjang yang seharusnya diusulkan adalah pemeriksaan darah lengkap
untuk melihat fungsi dari pembekuan darah untuk melemahkan konjungtiva bleeding akibat
gangguan fungsi pembekuan darah
I. 5 DIAGNOSIS BANDING

1. Subkonjungtiva bleeding tipe spontan: Dipertahankan karena perdarahan pada


subkonjungtiva karena pasien mengalami batuk sejak 2 bulan yang lalu dan sampai
sekarang belum membaik. Salah satu penyebab subkonjungtiva bleeding spontan
adalah karena batuk mengejan yg kuat.
2. Subkonjungtiva bleeding tipe trauma: Disingkirkan karena pasien sebelumnya tidak
mengalami trauma tumpul maupun trauma tajam.

I. 6 DIAGNOSA

OS subkonjungtiva bleeding

I.7 TERAPI

OS Perdarahan Konjungtiva

 Medikamentosa

1. Sistemik: Asam Traneksamat P.O 1 gram 3-4 x sehari selama 7 hari.

2. Topikal: Cendo Vasacon teteskan 1-3 tetes dalam sehari.

3. Parenteral: -

4. Operatif: -

 Nonmedikamentosa

Kompres hangat untuk mengurangi keluhan.

 Edukasi

- Menjelaskan kepada pasien bahwa perdarahan yang ada pada konjungtiva (mata)
pasien akan terserap dengan sendirinya dalam waktu 2-3 minggu.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa perdarahan pada mata yang dialami dapat sembuh
dengan sendirinya.
- Menyarankan untuk mengobati batuknya.
I.8 PROGNOSA

Oculus Dexter
Quo ad visam : Bonam
Quo ad sanam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad kosmetikam : Bonam

Oculus Sinister

Quo ad visam : Bonam


Quo ad sanam : Dubia Ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia Ad B`onam
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad kosmetikam : Dubia Ad Bonam

I.9 KOMPLIKASI

 Limfoma adneksa okuler.

I.10 RUJUKAN

Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan karena dari pemeriksaan klinis tidak
ditemukan kelainan yang berkaitan dengan disiplin ilmu kedokteran lainya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PERDARAHAN KONJUNGTIVA

Definisi
Perdarahan subkonjunctiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh darah
dibawah lapisan konjunctiva.
Etiologi
Hematom Subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan-keadaan dimana pembuluh
darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragic, anemia, pemakaian
antikoagulan dan batuk rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma
langsung maupun tidak langsung, yang kadang–kadang menutupi perforasi jaringan bola
mata yang terjadi. Pada fraktur basis cranii akan terlihat hematom kaca mata karna berbentuk
kacamata biru pada kedua mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena trauma mayor, minor, atau sebab
yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian depan. Secara klinis, perdarahan
subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah
konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah
yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Hal ini akan berlangsung lebih dari 2
sampai 3 minggu.
Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang mudah pecah
atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara konjungtiva dan sklera.
Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya pembuluh darah konjungtivalis
atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan penyebabnya (perdarahan
subkonjungtiva idiopatik). Manuver Valsava sebelumnya (misalnya, batuk, tegang, muntah-
muntah, mengejan) juga bisa menjadi penyebab perdarahan subkonjungtiva. Penyebab lain
meliputi hipertensi dan gangguan fungsi koagulasi, misalnya karena obat antikoagulan atau
penyakit leukemia. Selain itu, infeksi umum yang berhubungan dengan demam, defisiensi
vitamin C (scurvy), trauma mata tumpul atau tajam, benda asing, pembedahan pada mata, dan
konjungtivitis juga dapat menjadi kemungkinan penyebabnya. Berbagai macam obat-obatan
seperti obat antiinflamasi nonsteroid, aspirin, kontrasepsi, vitamin A dan D juga berhubungan
dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva juga telah
dilaporkan sebagai akibat emboli dari patah tulang panjang, kompresi dada, angiografi
jantung, operasi jantung, dan operasi-operasi lain.

Klasifikasi 
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba – tiba (spontan).
Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah
rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi,arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian
antikoagulan dan batuk rejan. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi
unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk
kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan
terlebih dahulu. (vaughan, 124)

2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik


Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung
atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang –
kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi. Pada fraktur basis kranii akan
terlihat hematoma kaca mata karena berbentuk kacamata yang berwarna biru pada kedua
mata (racoon eyes). Trauma tumpul yang mengenai konjungtiva dapat menyebabkan dua hal,
yaitu :
a) Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap
kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan
konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini telah dapat
mengakibatkan edema konjungtiva.
Kemosis adalah nama yang diberikan untuk edema atau pembengkakan pada konjungtiva.
Pembuluh darah konjungtiva membesar karena kompresi venaorbital dan dalam kasus yang
parah konjungtiva dapat menjadi edema sehingga terbentuk sebuah kantong berisi cairan
menggantung di bawah kelopak mata. Hal ini terjadi terutama dengan peradangan tetapi juga
dapat terjadi secara terpisah, misalnya karena abnormalitas aliran orbita atau obat-obatan
tertentu. Selain itu kemosis konjungtiva mungkin terjadi karena alergi, meskipun agen
penyebabnya seringkali tidak dapat ditemukan. Pengeringan (xerosis) dari konjungtiva
ditandai oleh permukaan konjungtiva yang tumpul yang sedikit bersinar atau tidak sama
sekali. Selanjutnya keratinisasi dari sel epitel dapat terjadi. Xerosis biasanya berkembang
sebagai akibat dari paparan jangka panjang (lagoftalmos) atau defisisensi air mata mayor.
Kekurangan vitamin A jarang terjadi, tetapi biasanya khas untuk xerosis, yang sering
ditekankan diregio fisura palpebra atau Bitot’s spot.
Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga
bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. Pada edema konjungtiva dapat diberikan
dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva.
Sedangkan jika telah terjadi kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan diinsisi sehingga
cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.(Sidarta ilyas, 261) Selain karena
trauma tumpul kemosis konjungtiva juga dapat diakibatkan oleh konjungtivitis alergika.
(Vaughan, Oftalmologi umum 102)
Penyebab kemosis konjungtiva adalah sebagai berikut:
• Gangguan infeksi: Mukormikosis, rhinocerebral/phycomyco's, gonokok atau meningokok
dan terutama konjungtivitis adenovirus
• Peradangan: iritasi, benda asing
• Alergi, gangguan autoimun: conjunctival contact allergy, skleritis/episkleritis,konjungtivitis
alergi, konjungtivitis vernal
• Gangguan vaskuler dan vena, arteriosklerosis: trombosis sinus kavernosus,angioedema
• Gangguan vegetatif, autonomik, endokrin: peningkatan tekanan intrakranial,oftalmopati
tirotoksis
• Trauma: trauma kimia, trauma tumpul
Obat-obatan: antibiotik, ACE inhibitor, analgetik

b) Hematoma subkonjungtiva
Bila perdarahan ini timbul sebagai akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa
tidak terdapat robekan di di bawah jaringan konjungtiva atau sklera.Kadang – kadang
hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk seperti perforasi bola
mata. Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan
subkonjungtiva akibat trauma. Apabila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong
disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan
eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.
Manifestasi klinis
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan
subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.

Perdarahan Subkonjungtiva
• Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada permulaan.
Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa penuh dibawah konjungtiva palpebre.
Ketika hematoma menjadi larut akan mengalami iritasi mata sedang.
• Perdarahan subkonjungtiva sendiri akan jelas terlihat, permukaannya berwarna merah terang
dan halus disekitar sklera bahkan seluruh permukaan sklera dapat terisi darah.
• Pada perdarahan subkonjungtiva spontan (idiopatik), tidak ada darah yang akan keluar dari
mata. Jika mengusapkan tisu ke bola mata maka tidak akan didapati darah di tisu tersebut.
• Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudianakan berkurang
perlahan ukurannya karena diabsorpsi.Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah
dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus,
yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah.
 Pada pasien tertentu, harus segera dikonsulkan ke dokter spesialis mata, misalnya jika pasien
merasa nyeri pada matanya, terjadi perubahan visus (misalnya, penglihatan kabur,
penglihatan ganda, kesulitan melihat), terdapat riwayat cedera atau trauma baru-baru ini,
terdapat riwayat gangguan perdarahan, atau riwayat tekanan darah tinggi.

Diagnosis

Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu
penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari
bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi
untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan.
Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.
 
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal
anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika
nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan.
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan
pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva
terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang,
pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial
tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit, serta protein C dan S.
 
Pasien dengan pendarahan berulang, tes laboratorium seperti Prothrombin Time (PT),
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) dan hitung darah lengkap harus diperiksa
untuk menyingkirkan penyakit sistemik. Tes laboratorium ini juga penting untuk pasien yang
menggunakan obat antikoagulan seperti heparin dan warfarin, penyakit von Willebrand's,
hemofili, dan defisiensi vitamin K. Tes laboratorium PT adalah untuk protrombin, yang
merupakan protein yang diproduksi oleh hati dan yang produksinya tergantung pada vitamin
K. PT mengevaluasi mekanisme pembekuan ekstrinsik, termasuk faktor I, II, V, VII dan X.

Terapi
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pada bentuk-bentuk
berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva
untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien
yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya,
kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. 

Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa perdarahan yang ada pada konjungtiva (mata)
pasien akan terserap dengan sendirinya dalam waktu 2-3 minggu.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa perdarahan pada mata yang dialami dapat sembuh
dengan sendirinya.

Medikamentosa
1. VASACON
KOMPOSISI :
Nafazolin HCl.
INDIKASI :
Sembab pada mata, menghilangkan gejala-gejala konjungtivitis (radang selaput ikat mata)
yang diakibatkan oleh bakteri, alergi, & yang berkaitan dengan musim semi, mengurangi
blefarospasme (kejang pada kelopak mata), mengontrol hiperemia (kelebihan darah di satu
bagian tubuh) pada selaput ikat kelopak mata dan selaput ikat bola mata & berbagai kondisi
yang ditandai oleh vaskularitas kornea superfisial.
CARA KERJA
Nafazolin Hidroklorida, suatu senyawa turunan imidazolin yang memiliki efek
simpatomimetik dengan waktu kerja relatif panjang. Mekanisme kerja nafazolin hidroklorida
adalah sebagai dekongestan yang membatasi respon vaskular konjungtiva dengan cara
vaksokontriksi.

PERHATIAN :
Glaukoma sudut sempit.
KEMASAN :
Larutan untuk mata 15 ml.
DOSIS :
Teteskan 1-3 tetes.

2. ASAM TRANEKSAMAT
Farmakologi :
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten
dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator
plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen,
fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan
untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.

Indikasi :
 Fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, traumatic hyphaemia, neoplasma tertentu,
komplikasi
 pada persalinan (obstetric complications) dan berbagai prosedur operasi termasuk
operasi kandung kemih, prostatektomi atau konisasi serviks.
 Hemofilia pada pencabutan gigi dan profilaksis pada angioedema herediter.

Kontraindikasi :
 Penderita yang hipersensitif terhadap asam traneksamat.
 Penderita perdarahan subarakhnoid.
 Penderita dengan riwayat tromboembolik.
 Tidak diberikan pada pasien dengan pembekuan intravaskular aktif.
 Penderita buta warna.

Dosis :
 Fibrinolisis lokal : angioneuritik edema herediter; 1-1 gram (oral) 2-3 x sehari.
 Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi IV pelan-pelan)
pada 3 hari pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai pada hari ke-4
setelah operasi sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis). Untuk mencegah
perdarahan ulang dapat diberikan peroral 1 gram 3-4 x sehari selama 7 hari.
 Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemofilia :

Efek samping :
 Gangguan pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare) gejala ini akan hilang bila
dosis dikurangi.
 Hipotensi jarang terjadi.

Peringatan dan perhatian :


 Hati-hati jika diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal karena risiko
akumulasi.
 Hati-hati jika diberikan pada penderita hematuria.
 Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui.
 Hati-hati pada setiap kondisi yang merupakan predisposisi trombosis.
 Hati-hati pemberian pada anak-anak.

Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 –
2minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan
subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti
yang telah disebutkan diatas.
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan)
harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick Amengenai
perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan
kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari
limfoma adneksa okuler.

Anda mungkin juga menyukai