Laporan Akhir Fixxxxxxxxx
Laporan Akhir Fixxxxxxxxx
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang
bersifat mutlak dan setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi - tingginya (UU No. 36 Tahun 2009). Kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemerintah telah menyelenggarakan kegiatan upaya kesehatan untuk mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat antara lain meliputi pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan dengan cara promosi tentang kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan baik secara mental maupun fisik (rehabilitasi) yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/ atau masyarakat
meliputi segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, alat
kesehatan dan fasilitas pelayanan teknologi. Sarana pelyanan kesehatan meliputi,
apotek, puskesmas dan rumahsakit.
Rumah sakit yang merupakan salah satu sarana kesehatan, sebagai rujukan
pelayanan kesehatan memiliki fungsi utama dalam menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien. Pelayanan kesehatan
yang bermutu tentunya tidak terlepas dari pelayanan farmasi rumah sakit.
Tuntutan pasien dan masyarakat tentang mutu pelayanan farmasi di era sekarang ini
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (drug oriented)
ke paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi Pharmaceutical Care
(pelayanan kefarmasian). Hal tersebut diperjelas dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa standar pelayanan farmasi rumah sakit
meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
serta pelayanan farmasi klinik. Oleh karenanya penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau
bagisemua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasiklinik.
Pengendalian mutu merupakan mekanisme kegiatan pemantauan dan
penilaian terhadap pelayanan yang diberikan secara terencana dan sistematis
sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan
mekanisme tindakan yang diambil (Permenkes, 2016). Berdasarkan Permenkes RI
Nomor 72 Tahun 2016, kegiatan pengendalian mutu ini diharapkan dapat
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat. Peran
farmasis dalam pelayanan kefarmasian ditinjau dari dua macam aspek antara lain
aspek pelayanan kefarmasian yang professional dan aspek manajerial yang
berkaitan dengan pengelolaan obat sebagai suatu komoditas. Sebagai seorang
yang profesional, farmasis harus memiliki kompetensi, kemampuan akademik
(famakoterapi, farmasi klinik, patofisiologi dan sediaan), komitmen, tanggung
jawab dan keterampilan dalam berkomunikasi dengan pasien, masyarakat maupun
tenaga kesehatan yang lain. Sebagai seorang manajer, farmasis harus memiliki
kemampuan dalam perencanaan, pengaturan, pengarahan, monitoring, evaluasi,
komunikasi dan bersikap efisien, efektif serta proaktif. Dua aspek tersebut tercakup
dalam lingkar sepuluh kegiatan PPOSR (Pengelolaan dan Penggunaan Obat Secara
Rasional) yang meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, penggunaan dan informasi, pemberian dan informasi, pemantauan
rasionalitas, pemantauan efektivitas serta pemantauankeamanan.Semakin tingginya
tuntutan tersebut, sehingga mahasiswa Program Studi Farmasi perlu melakukan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) di rumah sakit.Praktek Kerja Lapangan ini
dilakukan di RSU Haji Surabaya pada tanggal 13 Januari 2020 - 08 Februari
2020.Pelaksanaan PKL ini dapat memberikan bekal yang cukup tentang
ketrampilan tenaga teknis kefarmasian.
Rumah Sakit Umum (RSU) Haji Surabaya adalah rumah sakit milik
pemerintah Provinsi Jawa Timur yang didirikan berkenaan peristiwa yang menimpa
para Jamaah Haji Indonesia di terowongan Mina pada tahun 1990. Rumah Sakit
Umum (RSU) Haji Surabaya Terakreditasi 16 pelayanan tahun 2012-2015 dan
Terstandarisasi ISO tahun 2007-2013, Setelah itu Akreditasi Type B Pendidikan
2013 dan Akreditasi Paripurna Juli 2015, Terakhir Kerjasama pendidikan : - S1
Keperawatan Unair, D4 Kebidanan Unair, Stikes Hangtua, Universitas
Muhammadiyah Sby, PPNI Mojokerto, Stikes Jombang, D3 Kebidanan Unusa, S1
Stikes ABI, Unipa, UNUSA.
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya adalah salah satu Rumah Sakit di Jawa
Timur yang tergolong dalam Rumah Sakit Pendidikan yang mampu memberikan
fasilitas dalam menerapkan kegiatan pelatihan bagi mahasiswa terutama mahasiswa
Politeknik “Medica Farma Husada” Mataram untuk menerapkan ilmu yang sudah
di dapatkan dan dapat diaplikasikan dalam bentuk praktek kerja lapangan.
Diharapkan mahasiswa praktek dapat mengetahui kegiatan pengelolaan obat yang
ada di Rumah Sakit. Praktek ini sangat besar manfaatnya bagi mahasiswa dalam
menerapkan pengetahuan teoritis yang didapatkan dari perguruan tinggi secara
langsung melalui Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini, diharapkan dapat
menghasilkan seorang Tenaga Teknis Kefarmasian yang benar-benar handal dan
profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
B. Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Setelah menjalankan PKL ini, mahasiswa diharapkan :
1. Memperoleh pengetahuan dan pemahaman secara mendalam mengenai peran
dan fungsi di rumah sakit baik dari aspek manajerial maupunklinis.
2. Mampu memahami dan mempraktekkan konsep Pharmaceutical Care dalam
pelayanan kepadapasien.
3. Mampu menjalin kerjasama dan komunikasi dengan tenaga kesehatan maupun
pasien secaraprofesional.
C. Manfaat Praktek Kerja Lapangan
Melalui kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) diharapkan mahasiswa
mendapatkan C pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan kegiatan
kefarmasian khususnya di Instalasi Farmasi RSU Haji Surabaya yang dilakukan
secara utuh dan terpadu, memahami bagaimana peranan farmasis yang sebenarnya
di rumah sakit serta meningkatkan keterampilan para calon Tenaga Teknis
Kefarmasian dalam bidang Farmasi dan kemampuan berkomunikasi, baik dengan
tenaga kesehatan, pemerintah ataupunmasyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Pemerintah
Indonesia, 2009).Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut.Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitati.Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik
secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit (Pemerintah
Indonesia, 2009).
4. Instalasi Farmasi
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk
merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi
produk menjadi orientasi pasien.Untuk itu kompetensi Apoteker perlu
ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat
diimplementasikan.Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar
dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan
demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan
rumah di negara sendiri. Perkembangan di atas dapat menjadi peluang
sekaligus merupakan tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan
kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara
komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi
klinik.Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan
Sistem Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen
kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi
tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk
melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif. Dalam
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan
bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan
kefarmasian harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan
terjangkau. Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di
Rumah Sakit harus mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang
selanjutnya diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktik
kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus
menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur
dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tersebut dan perkembangan konsep Pelayanan
Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan Kefarmasian dengan
Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau kembali Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 34 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan
farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia,
sarana, dan peralatan.Apoteker dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan
Kefarmasian tersebut juga harus mempertimbangkan faktor risiko yang
terjadi yang disebut dengan manajemen risiko.Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.
Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan steril
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan oleh Rumah
Sakit yang mempunyai sarana untuk melakukan produksi sediaan steril.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
8. Ketentuan Redaksional
a. Susunan
1. Formularium Obat Rumah Sakit disusun berdasarkan ketentuan pada
Buku Daftar Obat Essensial Nasional Tahun 2017, Formularium
Nasional Tahun 2015 beserta perubahannya, E-catalog obat, dan
usulan dari SMF/DPJP. Obat dikelompokkan berdasarkan kelas,
subkelas farmakoterapi.
2. Bentuk sediaan, kekuatan sediaan yang tercantum dalam Formularium
Obat Rumah Sakit adalah mengikat.
b. Tata Nama
1. Nama obat ditulis dengan nama generik sesuai dengan Farmakope
Indonesia Edisi IV Tahun 1995.
2. Obat yang sudah lazim digunakan dan tidak mempunyai nama generik,
dituis dengan nama lazim. Misalnya : garam oralit.
3. Obat kombinasi ditulis dengan nama generiknya masing-masing
komponen zat berkhasiatnya disertai kekuatan masing-masing
komponen.
4. Untuk beberapa hal yang dianggap perlu, nama sinonim ditulis
diantara tanda kurung.
c. Pengertian Dan Singkatan
a) Pengertian
1. Bentuk sediaan
Bentuk sediaan adalah bentuk obat sesuai proses
pembuatan obat tersebut dalam bentuk seperti yang akan
digunakan, misalnya : tablet salut enterik, injeksi intravena.
2. Kekuatan sediaan
Kekuatan sediaan adalah kadar zat berkhasiat dalam
sediaan obat jadi. KekuatanKekuatan sediaan dalam bentuk garam
atau esternya, maka garam atau esternya dicantum,kan dalam tanda
kurung, misalnya : amilorid tablet 5 mg (hidroklorida). Sedangkan
untuk kekuatan kandungan zat sebagai, misalnya : klorokuin tablet
150 mg (sebagai fosfat).
3. Kemasan
Kemasan adalah wadah kecil yang berhubungan langsung dengan
obat
b) Singkatan
Amp : ampul
Btl : botol
Bls : blister
ih : inhalasi
inj : injeksi
inj dlm minyak : injeksi dalam minyak
i.a. : injeksi intraarteri
infiltr : injeksi infiltrasi
i.k. : injeksi intrakutan
i.m. : injeksi intramuskular
i.v. : injeksi intravena
p.v. : injeksi paravertebral
s.k. : injeksi subkutan
kaps : kapsul
kapl : kaplet
klg : kaleng
ktg : kantong
lar : larutan
lar rektal : larutan rektal
lar infus : larutan infus
serb : serbuk
serb aktif : serbuk aktif
serb inj : serbuk injeksi
serb inj i.v. : serbuk injeksi intravena
serb kering : serbuk kering
sir : sirup
sir kering : sirup kering
sup : supositoria
susp : suspensi
tab : tablet
tab scored : tablet dengan tanda belah
tts : tetes
c) Lain-lain
Penulisan informasi pada kolom keterangan dimaksudkan untuk
obat-obat dengan pemakaian sebagai berikut :
1) Diperlukan pemantauan terhadap kemungkinan timbulnya efek
samping
2) Pembatasan indikasi
3) Terbatasnya untuk kasus-kasus tertentu
4) Diperlukan monitoring ketat atau pertimbangan medis
5) Diperlukan perhatian terhadap sifat/cara kerja obat
6) Diperlukan cara atau perlakuan khusus
7) Diperlukan fasilitas tertentu
9. Pengelolaan PerbekalanFarmasi
a. Perencanaan
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan
harus mempertimbangkan:
a. Anggaran yang tersedia;
b. Penetapan prioritas;
c. Sisa persediaan;
d. Data pemakaian periode yang lalu;
e. Waktu tunggu pemesanan; dan
f. Rencana pengembangan.
b. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan.Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga
yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan
kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan
jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan
spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang
dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian
lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
harus mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali
untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi
tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. Untuk Rumah Sakit
pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan
pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
a) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu
Obat.
2) Persyaratan pemasok.
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b) Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/ terjadi
repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus
dibuat baru (recenter paratus).
c. Pemusnahan Dan Pelaporan
a) Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penarikan
sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary
recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
1. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
2. telah kadaluwarsa;
3. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
4. dicabut izin edarnya.
b) Tahapan pemusnahan terdiri dari:
1. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan;
2. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
3. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait;
4. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
5. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku
d. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan
dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan
Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan,
semester atau pertahun).Jenis-jenis pelaporan yang dibuat
menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pencatatan dilakukan
untuk:
1. persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2. dasar akreditasi Rumah Sakit;
3. dasar audit Rumah Sakit; dan
4. dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
1) komunikasi antara level manajemen;
2) penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan
di Instalasi Farmasi; dan
3) laporan tahun
10. Psikotropika
Undang – undang republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika menyatakan beberapa ketentuan untuk mengatur tentang
psikotropika, diantaranya adalah :
1. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh seletif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
2. Pabrik obat adalah perusahaan berbadan hukum yang memiliki izin dari
materi untuk melakukan kegiatan produksi obat dan bahan obat, termasuk
psikotropika.
3. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat,
menghasilkan, mengemas, dan/atau mengubah bentuk psikotropika.
4. Kemasan psikotropika adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi
dan/atau membungkus psikotropika, baik yang bersentuhan langsung
maupun tidak.
5. Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran
atau penyerahan psikotropika, baik dalam rangka perdagangan, bukan
perdagangan maupun pemindahtanganan.
6. Perdagangan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka
pembelian dan/atau penjualan, termasuk penawaran untuk menjual
psikotropika, yang kegiatan lain yang berkenaan dengan
pemindahtanganan psikotropika dengan memperoleh imbalan.
7. Pedangan besar farmasi adalah perusahaan berbadan hukum yang memiliki
ijin dari menteri untuk melakukan kegiatan penyaluran sediaan farmasi,
termasuk psikotropika dan alat kesehatan.
8. Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam
rangka memindahkan psikotropika dari satu tempat ke tempat yang lain,
dengan cara moda atau sara angkutan apapun, dalam rangka produksi dan
peredaran.
9. Dokumen pengangkutan adalah surat jalan dan atau faktur yang memuat
keterangan tentang identitas pengirim, dan penerima, bentuk, jenis, dan
jumlah psikotropika yang diangkut.
10. Transito adalah pengangkutan psikotroika di wilayah republic idonesia
dengan atau tanpa berganti sarana angkutan antara dua Negara lintas.
11. Penyerahan adalah setiap kegatan memberikan psikotropika, baik antar
penyerah maupun kepada pengguna dalam rangka pelayanan kesehatan
12. Lembga penelitian dan atau lembaga pendidikan adalah lembaga yang
secara khusus atau yang salah satu fungsinya melakukan kegiatan
penelitian dan atau menggunakan psikotropika dalam penelitian,
pengembangan, pendidikan, atau pengajaran dan telah mendapat
persetujuan dari mentri dalam rangka kepentingan ilmu pengetahuan.
13. Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan atau kekayaan,
baik merupakan badan hukum maupun tidak.
14. Menteri adalah mentri yang beeanggung jawab di bidang kesehatan.
Ruang ligkup pengaturan dibidang psikotropika dalam undang undang
psikotropika no 5 tahun 1997 adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan
psikotropika yang mempunyai potensi yang mengakibatkan sindrom
ketergantungan.Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom
ketergantungan digolongkan menjadi :
a. Psikotropika golongan I : psikotropika yang tidak menggunakan untuk
tujuan pengobatan dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat yaitu
obt psikotropika dengan daya candu, seperti ekstasi, LAD dan STP
b. Psikotropika golongan II : pemakaian obat jenis ini bersama digunakan
untuk menyembuhkan suatu penyakit. Penggunaannya harus sesuai dengan
resep doter, agar tidak memberikan efek kecanduan. Contohnya yaitu
Ritalin, metilfenidat, dan amfetamin.
c. Psikotropika golongan III : psikotropika golongan III akan memberikan
kecanduan yang termasuk level sedang. Harus sesuai resep dokter,
sehingga tidak berbahaya jika digunakan dengan berlebih, pengguna akan
kehilangan kesadaran dan dapat mengakibatkan kematian. Contohnya
pentobarbital, flunitrazepam, lumibal dan lain sebagainya.
d. Psikotropika golongan IV : psikotropika golongan IV memiliki resiko
lebih minim dibandingkan dengan golongan lain.harus digunakan dengan
resep dokter, karena penyalahgunaan golongan ini cukup tinggi.
Contohnya diazepam, nitrazepam (dumolit, mogadon, BK).
Jenis psikotropika golongan I, II, III, IV sebagaimana dimaksud pada ayat
2 pertama kali ditetapkan dan dilampirkan dalam undang undang psikotropika
no 5 tahun 97 yang merupakan bagian yang tak terpisahkan.Ketentuan lebih
lanjut untuk penetapan dan perubahan jenis jenis psikotropika sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 diatur oleh mentri. Tujuan pengaturan di bidang
psikotropika :
1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan
dan ilmu pengetahuan
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan pskotropika
3. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
11. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-
Undang ini. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan
kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan
dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.Produksi adalah
kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan
Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau
nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk
mengemas dan/atau mengubah bentuk Narkotika. Impor adalah kegiatan
memasukkan Narkotika dan Prekursor Narkotika ke dalam Daerah Pabean.
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan Prekursor
Narkotika dari Daerah Pabean.6. Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika.Surat Persetujuan Impor adalah surat
persetujuan untuk mengimpor Narkotika dan Prekursor Narkotika. Surat
Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan untuk mengekspor Narkotika dan
Prekursor Narkotika. Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan memindahkan Narkotika dari satu tempat ke tempat lain dengan cara,
moda, atau sarana angkutan apa pun.
Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran sediaan farmasi, termasuk Narkotika dan alat kesehatan.Industri
Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk
Narkotika. Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari suatu
negara ke negara lain dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik
Indonesia yang terdapat kantor pabean dengan atau tanpa berganti sarana
angkutan. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau
menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada
Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan
untuk menggunakan Narkotika secara terusmenerus dengan takaran yang
meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya
dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan
psikis yang khas. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika
tanpa hak atau melawan hukum. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses
kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari
ketergantungan Narkotika. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan
pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas
pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat.
Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang
bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu,
turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi
konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau
mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika. Penyadapan adalah kegiatan
atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadap
pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi yang dilakukan
melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya. Kejahatan
Terorganisasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang
terstruktur yang terdiri atas 3 (tiga) orang atau lebih yang telah ada untuk suatu
waktu tertentu dan bertindak bersama dengan tujuan melakukan suatu tindak
pidana Narkotika.Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau
kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segala
bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan
Prekursor Narkotika.Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
digolongkan ke dalam:
1. Narkotika Golongan I;
2. Narkotika Golongan II; dan
3. Narkotika Golongan III.
BAB III
PEMBAHASAN
Pengkajian Administrasi
Resep/Skirining Farmasetik
Resep Klinis
Entry Data
Double cek/Obat
dicek kembali
Penyerahan Obat ke
pasien beserta KIE
Ruang
Konseling
G x
I
F
A
Meja
B
Kerja
D
GUDANG
STOK OBAT
TOILET
Keterangan :
A : Komputer entry data
B : Rak obat syurp, salep, dan tablet 1
C : Rak obat tablet paten Dan
D : Kulkas obat High Alert dan Kulkas Obat
E : Tempat peracikan obat
F : Rak Dokumentasi depo JKN
G :Rak obat syurp, salep, dan tablet 2 dan obat high alert
H : Ruang karyawan
I : Kasir, Loket pembayaran dan penyerahan obat
X : Lemari Narkotika dan Psikotropika
PASIEN
ADMINISTRASI
FARMASETIS
SKRINING RESEP KLINIS
OBAT DISIAPKAN
BILA UMUM
MEMBAYAR
OBAT DICEK
KEMBALI
OBAT DISERAHKAN
KE PASIEN BESERTA
d. Layout/Tata letak Penyimpanan Obat
Penyimpanan sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di
instalasi farmasi merupakan kegiatan mengatur, menata, menjamin dan
mempertahankan baik keamanan, kualitas sedian farmasi, alat kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP) di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.
a) cek suhu ruangan dan refrigerator serta kelembaban ruangan setiap 4 jam, catat
pada form pencatatan suhu dan kelembaban.
b) Apabila terjadi kenaikan suhu, cek tempat adanya kerusakan dan laporkan pada
petugas IPS apabila ada kerusakan AC atau kulkas.
c) atur dan letakan perbekalan farmasi pada lemari/rak penyimpanan sesuai dengan
penggolongan.
d) jenis barang, diurut sesuai abjad, sifat sediaan.
e) Obat yang termasuk High Alert Medications disimpan pada rak/tempat tersendiri
dan diberi label penanda ’’High Alert’’ pada obat, kotak obat (kemasan obat) dan
rak obat yang ditempati.
f) untuk obat larutan konsentrasi tinggi (High ConcentrateMedication) harus
disimpan terpisah di lemari terkunci.
g) untuk obat yang termasuk NORUM, beri label penanda‘’NORUM’’ pada
kotak obat dan rak obat yang ditempati dan simpan dengan diselingi minimal 2 (dua)
obat lain.
h) letakan dan atur perbekalan farmasi secara FIFO (First In FirstOut) dan FEFO (Firts
Expired First Out).
i) Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 tahun 2018, Almari
tersebut harus mempunyai 2 (dua) kunci yang satu untuk menyimpan Narkotika
sehari-hari dan lainnya untuk Narkotika persediaan dan morfin, phetidin dan garam-
garamnya.
j) Obat Narkotika dan Psikotoprika harus disimpan pada lemari yang mempunyai
ukuran 40 x 80 x 100 cm, dapat berupa almari yang dilekatkan di dinding atau
menjadi satu kesatuan dengan almari yang besar.
e. Denah depo umum
Keterangan :
A : sirup, salep, obat tetes mata dan alat medis
B : high alert dan obat keras
C : high alert dan obat keras
D : lemari penyimpanan obat dan OOT (Obat-Obat Tertentu)
K : kulkas
W : washtafel
X : psikotropika dan narkotika
MR : meja racikan
: pengambilan resep
Ya
Petugas depo rawat inap konfirmasi ke ruangan ODC
(one day care) tentang waktu MRS pasien pada H-1
Sebelum dilakukan pengadaan obat HIV, apoteker harus mengetahui sisa stok obat
HIV, expire date obat, jumlah pasien yang menggunakan obat HIV tertentu
Apabila obat yang dilakukan pengadaan memiliki expire date jauh dapat dipesan
lebih dan disimpan sebagai stok
Apabila obat yang dilakukan pengadaan memiliki expire date dekat maka obat
tersebut dipesan sesuai kebutuhan
Pasien HIV yang datang mengambil obat membawa resep dokter dari poli
dalam
Pasien membawa resep tersebut ke depo farmasi Rawat Inap dan memberikan
resep tersebut kepada apoteker yang ada
KETERANGAN :
A
.
A: Ruang tunggu
B: Komputer
C C: Loket resep dan obat
B D: Berkas
E: Meja racikan
F: Rak obat Oral
E P1 F1 G: Meja Kerja
B H: Rak High alert oral
I: Rak Obat Topical
J: Lemari es obat High alert
F2 K: Lemari Narko dan Psiko
G L: Rak Injeksi paten
D M: Rak Obat Kemoterapi
N: Rak alat kesehatan
F3
O: Rak infuse
P: Pintu
Q: Rak injeksi
R: Rak injeksi High Alert
I H S: Kulkas
J T: Rak-rak
P2
L
N1 N2
M
G
UDANG Q1
G Q R
2 1
Q3
N3 O3
S
T
4. Depo Farmasi IGD
a. Jam kerja
Pagi : 07:00 – 15:30
Siang : 15:00 – 22:00
Malam : 22:00 – 07:00
b. Jumlah karyawan 10 (sepuluh)
Apoteker : 1 (satu) orang
TTK :8 (delapan) orang
PRS : 1 (satu) orang
c. Pengaturan penyimpanan obat
a) Sistem penyimpanan obat di Depo Igd Rumah Sakit Umum Haji Surabaya
berdasarkan jenis sediaan, secara abjad
b) Obat fast moving diletakkan di atas meja kerja untuk mempermudah saat
melakukan penyapan obat untuk melayani resep. Obat – obat fast moving yang
diletakkan diatas meja meliputi :
1) Omeprazole kapsul
2) Ranitidine tablet
3) Paracetamol tablet
4) CTM tablet
5) Dexametasone tablet
6) Neo diagon tablet
7) Asam mefenamat tablet
8) Ambroxol tablet
9) Cefixime 100mg tablet
10) Miniaspi tablet
11) Clopidogreal tablet
12) ISDN tablet
13) Wate for injection
14) Infuset
15) Spuit
16) Ventolin nebul
17) Pulmicort 0,5 nebul
18) Pulmicort 0,25 nebul
19) Bricasma nebul
20) Dexametasone injeksi
21) Ranitidine injeksi
22) Metamizole injeksi
23) Ondansetron 4 mg/ml injeksi
24) Ketorolac injeksi
25) Buscopan
26) Furosemide injeksi
27) Phytomenadion 10 mg/ampl
28) Diphenhidramin injeksi
d. Alur pelayanan resep IGD
B
D D
H
B
B
B
G
B
KETERANGAN :
A : Komputer
B : Alat kesehata
C : Obat Generik
D : Obat Paten
E : Almari Hight Alert
F : Ruang K3
G : Kulkas
H : Peletakkan Obat Masuk
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mahasiswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman secara mendalam
mengenai peran dan fungsi di rumah sakit baik dari aspek manajerial
maupunklinis.
2. Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekkan konsep Pharmaceutical
Care dalam pelayanan kepadapasien.
3. Mahasiswa mampu menjalin kerjasama dan komunikasi dengan tenaga
kesehatan maupun pasien secaraprofesional.
B. Saran
Sebaiknya dilakukan peningkatan pengontrolan dan
pengawasan terhadap persediaan obat untuk peningkatan
kedisiplinan dalam pencatatan kartu stok obat agar kontrol
persediaan obat lebih mudah dilakukan sehingga RSU Haji
Surabaya dapat meningkatkan pelayanan disetiapunitnya.
LAMPIRAN LAMPIRAN
Komite Akreditasi RS, 2018, Standar Akreditasi Nasional Rumah Sakit Edisi 1
Dr. Pane DC. Merry, 2020, Levofloxacin, https://www.alodokter.com/levofloxaci
n, diakses pada tanggal 2 Januari 2020.
Halodoc, 2020, Cendo Gentamicin 0,3% salep mata ,35mg https://www.alodoc.co
m/cendo-gentamicin-0-3-salep-mata-3-5-g, diakses pada tanggal 2
Januari 2020.
Halodoc, 2020, Cendo Catarlenet Minidose 0,6% Eye Drops 5ml, https://www.alo
doc.com/cendo-catarlenet-minidose-0-6-eye-drops-5-ml, diakses pada
tanggal 2 Januari 2020.