Anda di halaman 1dari 15

NILAI MORAL DARI LAPISAN KEHIDUPAN

MASAYARAKA PESISIR PANTAI

Muh. Ikhsan Hasan D021191109

Universitas Hasanuddin, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Mesin, Kota


Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia
Telp : 082334210964 . Email : muhikhsanhasan2001@gmail.com
.....................................
ABSTRAK

Laut adalah sebuah tubuh air asin besar yang dikelilingi secara menyeluruh atau
sebagian oleh daratan. Laut adalah sebuah gambaran besar tentang negara kita yaitu
negara Indonesia, bagaimana tidak karena negara kita ini memang memiliki wilayah
perairan yang luas. Hal tersebut tentu menjadi andalan kita sebagai negara yang kaya
akan sumber daya dan hasil alam yang besar. Laut memiliki peran yang penting
dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat terutama masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah pesisir pantai. Sebagian diantara mereka lebih memilih
untuk menggantungkan dirinya untuk menjadi seorang nelayan demi menyambung
hidup. Artikel ini mengangkat judul Nilai moral dari lapisan kehidupan masyarakat
pesisir pantai. Adapun tujuan penulisan artikel ini adalah bukan untuk menjelaskan
tentang bagaimana kehidupan masyarakat yang tinggal pada daerah pesisir pantai
namun sebenarnya penulis ingin berbagi mengenai nilai moral apa yang dapat kita
ambil pelajaran pada masyarakat pesisir pantai. Ternyata bukan sekedar gambaran
bahwa kehidupan masyarakat pesisir pantai itu sangat keras, namun ada sebuah
pembelajaran penting yang dapat kita ambil dari kehidupan tersebut seperti tradisi
yang ada pada masyarakat pesisir pantai yang bernama Ngajaring, Eretan dan masih
banyak tradisi lainnya yang memiliki nilai positif dan penting kita terapkan dalam
kehidupan kita. Tujuan dari artikel ini difokuskan untuk lebih mempererat hubungan
antara sesama manusia, mengingat manusia adalah makhluk sosial yang pastinya
membutuhkan, berngantung dan tidak dapat pastinya untuk melangsungkan hidupnya
sendiri. Dengan kerja ataupun gotong royong untuk mencapai tujuan Bersama.
Kata Kunci : masyarakat pesisir pantai, tradisi, makhluk sosial
1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dengan
sekitar 17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari timur ke barat
sepanjang khatulistiwa dan 1.760 km dari utara ke selatan. Luas daratan Negara
Indonesia mencapai 1,9 juta km2 dan luas perairan laut Indonesia sekitar 7,9 juta
km2. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.791 km. Mengingat perairan
pantai atau pesisir merupakan perairan yang sangat produktif, maka panjangnya
pantai Indonesia merupakan potensi sumber daya alam (hayati) yang besar untuk
pembangunan ekonomi di negara ini (Edy Suhartono. 2009)
Secara geografis Indonesia mem-bentang dari 60 LU sampai 110 LS dan 920
sampai 1420 BT, terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang jumlahnya kurang
lebih 17.504 pulau. Tiga per-empat wilayahnya adalah laut (5,9 juta km2), dengan
panjang garis pantai 95.161 km, terpanjang kedua setelah Kanada. Melihat data diatas
Nampak jelas bahwa menggambarkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang
sangat luas. Hal tersebut juga menadikan juga negara Indonesia memiliki
kebudayaan, karena terdiri dari suku, budaya, dan bangsa.

Indonesia adalah negara dengan komposisi suku yang sangat beragam.Hasil


dari kerjasama BPS dan ISEAS (Institute of South Asian Studies) merumuskan
bahwa terdapat sekitar 633 suku yang diperoleh dari pengelompokan suku dan
subsuku yang ada di Indonesia. Ribuan pulau yang ada di Negara Kesatuan Republik
Indonesia merupakan salah satu ciri bahwa negera ini merupakan negara dengan
keragaman suku dan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Telah diakui di
tingkat internasional bahwa masyarakat Indonesia, baik secara vertikal maupun
horizontal, merupakan masyarakat paling majemuk di dunia selain Amerika Serikat
dan India (Agus Joko Pitoyo dan Hari Triwahyudi. 2017).

Namun dengan banyaknya suku tersebut tidak menjadikan masalah bahwa


negara ini tidak dapat menjadi negara kesatuan. Indonesia dengan semboyan Bhineka
Tunggal Ika ini menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang
terdiri dari beraneka ragam suku, budaya, ras, agama dan bahasa. (Gina Lestari 2015)

Perbedaan antara kultur masyarakat dapat mempengaruhi hubungan timbal


balik antara masyarakat. Terutama masyarakat perkotaan dengan masyarakat
pedesaan. Bukan untuk membandingkan bahwa antara kedua bagian itu menjadi celah
untuk menjadikannya sebuah perpecahan, namun untuk mengaitkan hubungan dan
mengambil sebuah impact yang bernilai baik untuk keduanya. Pada kehidupan ini ada
sangat banyak konflik yang terjadi, hal itu pastinya dipengaruhi juga oleh banyak
faktor dan salah satunya karena tidak adanya rasa kesatuan dan kerja sama antara
sesama masyarakat. Untuk mengatasi masalah konflik tersebut dibutuhkan kesadaran
dari tiap-tiap masyarakat secara bersih dan sadar diri demi mencapai tujuan bersama.
Salah satunya dengan tetap menjaga sebuah tradisi yang melekat pada masyarakat
untuk tetap menjalin erat pada sesama masyarakat.

Tradisi menjadi salah satu jalan untuk dapat menjadi media bagi masyarakat
untuk bisa bekerja sama dalam menyelesaikan atau mencapai tujuannya. Contohnya
saja tradisi yang ada pada masyarakat pesisir pantai dimana orang dalam proses
pencaharian ikan di laut pun dilakukan secara gotong roying. Tradisi itu masih ada
dan nilai dari tradisi tersebut sangatlah baik. Salah satu tradisi tersebut adalah
ngajaring, dan eretan.

Manusia sebagai makhluk sosial atau manusia yang hidup berkelompok, maka
pasti saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai makhluk sosial dan hidup
berkelompok dalam kehidupan sehari-hari, tentu tidak luput dari namanya interaksi
atau komunikasi. Komunikasi mempermudah manusia dalam berinteraksi, sehingga
maksud dan tujuan yang mau disampaikan dapat terwujud. Dalam hal ini manusia
memiliki dan kepentingan yaitu kepentingan pribadi dan kepentingan bersama
(masyarakat). Manusia secara pribadi maupun sebagai makhluk sosial ingin
memenuhi kebutuhan secara umum, yaitu kebutuhan ekonomis, kebutuhan biologis
dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan ini manusia tidak dapat berdiri
sendiri, ia harus bekerja sama dengan orang lain atau masyarakat. Tanpa mengadakan
kerja sama dan hubungan keutuhan tersebut tidak akan dapat terpenuhi, oleh sebab itu
manusia baik secara pribadi maupun secara bersama saling memerlukan dan saling
melakukan hubungan antara sesama makhluk sosial.
2. PEMBAHASAN

2.1 Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir adalah sekelompok warga yang tinggal di wilayah pesisir


yang hidup bersama dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber daya di wilayah
pesisir. Masyarakat yang hidup di kota-kota atau permukiman pesisir memiliki
karakteristik secara sosial ekonomis sangat terkait dengan sumber perekonomian dari
wilayah laut (Prianto, 2005). Demikian pula jenis mata pencaharian yang
memanfaatkan sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah
pesisir seperti nelayan, petani ikan, dan pemilik atau pekerja industri maritim.
Masyarakat pesisir yang di dominasi oleh usaha perikanan pada umumnya masih
berada pada garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai pilihan mata pencaharian,
memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tidak mengetahui dan menyadari
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

(1) (2)
Gambar (1) dan (2) Masyarakat Pesisir
Sumber https://kumparan.com/

Usman (2003) mengemukakan bahwa lingkungan alam sekitar akan


membentuk sifat dan perilaku masyarakat. Lingkungan fisik dan biologi
mempengaruhi interaksi sosial, distribusi peran sosial, karakteristik nilai, norma
sosial, sikap serta persepsi yang melembaga dalam masyarakat. Dikatakannya pula
perubahan lingkungan dapat merubah konsep keluarga. Nilai-nilai sosial yang
berkembang dari hasil penafsiran atas manfaat dan fungsi lingkungan dapat memacu
perubahan sosial. Masyarakat kawasan pesisir cenderung agresif, dikemukakan oleh
Suharti (2000) karena kondisi lingkungan pesisir yang panas dan terbuka, keluarga
nelayan mudah diprovokasi, dan salah satu kebiasaan yang jamak di kalangan
nelayan (masyarakat pesisir) adalah karena kemudahan mendapatkan uang
menjadikan hidup mereka lebih konsumtif.

Purba (2002) menyatakan berbagai persoalan sosial dalam pengelolaan


lingkungan sosial antara lain: berkembangnya konflik atau friksi sosial,
ketidakmerataan akses sosial ekonomi, meningkatnya jumlah pengangguran,
meningkatnya angka kemiskinan, meningkatnya kesenjangan sosial ekonomi,
kesenjangan akses pengelolaan sumberdaya, meningkatnya gaya hidup (konsumtif),
kurangnya perlindungan pada hak-hak masyarakat lokal/tradisional dan modal sosial,
perubahan nilai, memudarnya masyarakat adat, lemahnya kontrol sosial, perubahan
dinamika penduduk, masalah kesehatan dan kerusakan lingkungan. Masyarakat
pesisir yang dimaksudkan dalam uraian ini adalah mereka yang hidup dan menetap di
kawasan pesisir dan laut. Secara khusus masyarakat pesisir yang dimaksudkan dalam
uraian ini adalah para nelayan tradisional yang oleh karena ketidakberdayaannya
dalam segala aspek, baik materi, pengetahuan, maupun teknologi, menjadikan mereka
miskin dan tertinggal (Suhartono, 2007).

Namun hal itu hanyalah gambaran kasar tentang bagaimana masyarakat


pesisir, di lingkungan masyarakat pesisir sebenarnya memiliki nilai dan junjungan
tinggi akan Kerjasama yang erat dibanding dengan masyarakat di kota. Pada
umumnya masyarakat pesisir tersebut sebahagian besar sampai sekarang masih kental
dengan ajaran nenek moyang ataupun budaya serta tradisi yang dipertahankan.
Tradisi tersebut yang akan tetap ada dan menjadi simbol masyarakat pesisir karena
hal tersebut memang dianggap penting dan memiliki arti yang baik untuk semua
orang.
2.2 TRADISI MASYARAKAT PESISIR

Tradisi (Bahasa Latin : traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam


pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu
negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.1 Hal yang paling mendasar dari
tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis
maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Tradisi dalam pengertian yang lain adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang
turun temurun yang masih dijalankan di masyarakat. Suatu masyarakat biasanya akan
muncul semacam penilaian bahwa caracara yang sudah ada merupakan cara yang
terbaik untuk menyelesaikan persoalan. Sebuah tradisi biasanya tetap saja dianggap
sebagai cara atau model terbaik selagi belum ada alternatif lain.

Sumber tradisi pada umat ini bisa disebabkan karena sebuah „Urf (kebiasaan)
yang muncul di tengah-tengah umat kemudian tersebar menjadi adat dan budaya atau
kebiasaan tetangga lingkugan dan semacamnya kemudian dijadikan sebagai model
kehidupan.2 Kalimat ini tidak pernah dikenal kecuali pada kebiasaan yang sumbernya
adalah budaya, pewarisan dari satu generasi ke generasi lainnya, atau peralihan dari
satu kelompok yang lain yang saling berinteraksi. Yang mana tujuan dari tradisi atau
budaya ini tidak lain untuk sebagai bentuk simbolis masyarakat tertentu. Disisi ain
dari simbol, tradisi juga menjadi mesia untuk dapat menjalin silaturahmi sesama
masyarakah bahkan utnuk dapat mencapai jutuan bersama. Contohnya saja Tradisi
masyarakat pesisir pantai yaitu Ngajaring dan Eretan.

(3) (4)
Gambar (3) dan (4) Tradisi Eretan atau Ngajaring
Sumber https://pacitanku.com
Ngajaring merupakan bentuk kegiatan bersama dengan menarik jaring reret
yang telah disebar dengan menggunakan perahu dan kemudian menariknya ke bibir
pantai. Besar kecilnya jumlah tangkapan langsung dijual dan kemudian hasilnya
dibagi rata bagi semua mereka yang ikut menarik jaring reret ataupun pada sbagaian
orang menyebut dengan tradisi eret atau eretan adalah mencari ikan dengan metode
jaring panjang yang dipasang melingkari teluk. Kedua ujung jaring ada di daratan dan
kemudian ditarik bersama untuk menggiring ikan kearah pesisir. Ikan yg berhasil
digiring nantinya akan terperangkap ke dalam jaring panjang tersebut, atau
menangkap ikan jaring keruk.

2.3 MANUSIA SOSIAL

Manusia sebagai makhluk sosial atau manusia yang hidup berkelompok, maka
pasti saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai makhluk sosial dan hidup
berkelompok dalam kehidupan sehari-hari, tentu tidak luput dari namanya interaksi
atau komunikasi. Komunikasi mempermudah manusia dalam berinteraksi, sehingga
maksud dan tujuan yang mau disampaikan dapat terwujud. Dalam hal ini manusia
memiliki dan kepentingan yaitu kepentingan pribadi dan kepentingan bersama
(masyarakat). Manusia secara pribadi maupun sebagai makhluk sosial ingin
memenuhi kebutuhan secara umum, yaitu kebutuhan ekonomis, kebutuhan biologis
dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan ini manusia tidak dapat berdiri
sendiri, ia harus bekerja sama dengan orang lain atau masyarakat. Tanpa mengadakan
kerja sama dan hubungan keutuhan tersebut tidak akan dapat terpenuhi, oleh sebab itu
manusia baik secara pribadi maupun secara bersama saling memerlukan dan saling
melakukan hubungan antara sesama makhluk sosial.

Namun seiring dengan perkembangan zaman di era globalisasi ini nilai-nilai


kepedulian sosial terus mengalami degradasi khususnya dikalangan generasi muda
atau kalangan pelajar. Nilai-nilai kepedulian sosial yang saat ini mulai luntur
contohnya sikap acuh tak acuh, sikap ingin menang sendiri, tidak setia kawan dan lain
sebagainya. Penyebab lunturnya nilai-nilai tersebut sangat beragam, diantaranya
karena kesenjangan sosial atau status sosial, karena sikap egois masing-masing
individu, kurangnya pemahaman atau penanaman tentang nilai-nilai peduli sosial,
kurangnya sikap toleransi, simpati dan empati. Begitu juga dengan kehidupan
bermasyarakat di daerah perkotaan. Hidup di kota akan terasa sangat berbeda dengan
di pedesaan. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di perkotaan memiliki ambisi
yang kuat untuk memimpin sebuah organisasi atau memiliki target yang besar dalam
bercita-cita. Jadi wajar saja jika kita berada di lingkungan perkotaan seperti sekarang
masyarakat akan jauh lebih mementingkan diri sendiri dibanding orang lain dalam
memenuhi kebutuhan. Namun tidak semua masyarakat seperti itu, namun secara
kasar tersebut adalah menjadi sebuah gambaran bagaimana masyarakat perkotaan.

2.4 HUBUNGAN KETIGA POIN DAN IMPLEMENTASI DALAM


KEHIDUPAN

Pada tiga poin pembahasan diatas memiliki tujuan dan menjadi sekaligus
menjadi alasan mengapa saya mengangkat tema “nilai moral dari lapisan kehidupan
masyarakat pesisir pantai” karena memang saya menganggap hal ini adalah hal yang
sangat baik serta penting untuk kita pelajari dan fahami ataupun kita tanamkan dalam
diri masing masing secara bersama bahwa dari kehidupan masrayakat pesisir pantai
yang telah diulas sebelumnya ternyata terdapat suatu kebiasaan hidup masyarakat
yang dapat kita angkat dan dijadikan contoh yang baik untuk diterapkan dalam
kehidupan.

1. Dimulai dari kulit terluar dari kehidupan masyarakat pesisir yaitu kerasnya
kehidupan yang dimulai kerja keras dengan lebih banyak meluangkan waktu untuk
mengais rezeki sendiri di laut untuk menyambung hidup yang memiliki nilai moral
yang baik yaitu untuk tidak pernah putus asa dengan keadaan yang kita miliki
sekarang namun pilihan yang paling benar untuk kita lakukan adalah terus menjalani
dengan sabar dan berusaha serta berdoa untuk bisa melangkah dan melewati segala
tantangan hidup.
2 Tradisi tersebut adalah tradisi Ngajaring ataupun eretan dimana masyarakat akan
bekerja sama untuk turun tangan secara langsung untuk melakukan penangkapan ikan
, dimulai dari penyebaran jaring kelaut secara bersama-sama menggunakan perahu
hingga jaring tersebut ditarik ke daratan secara bersama-sama dan hasil tangkapan
tersebut akhirnya akan dibagi rata ataupun dijual.
Pada tradisi ini sangat banyak menganding nilai positif yang baik untuk
dicontohi diantaranya untuk mengetahui bahwa melakukan kegiatan secara bersama
itu sangat baik, disisi lain meringankan untuk melakukan sesuatu ternya kita sudah
dapat berbuat kebaikan juga. Mengingat kita adalah makhluk sosial, sudah wajar kita
harus saling tolong menolong dalam hidup ini. Didisisi lain dari nilai gotong royong
serta kebersamaan yang didapatkan, pada tradisi ini juga mangajarkan kita untuk
dapat saling memercayai ataupun memberikan kepercayaan kepada orang lain,
dewasa dalam berfikir dan tidak egois dalam berindak kerena sebelum melakukan
sesuatu itu mempertimbangkan siapa saja yang akan terlibat jika ingin melakukan
seseuatu. Seperti halnya sekarang, kita penghadapai cobaan yang berat dimana
hamper semua orang di bumi ini terlibat yaitu melawan pandemic Covid-19 ini. Kita
mesti tidak egois dan mesti percaya bahwa dengan tetap tinggal di rumah ataupun
menghindari kegiatan yang kurang penting di luar rumah ataupun juga mendengarkan
himbauan dari pemerintah adalah suatu nilai yang sama seperti yang ada pada tradisi
masyarakat pesisir tersebut. Makanya untuk mencapai tujuan bersama seperti
menghadapi pandemi Covid-19 ini kita mesti sadar diri dan tanamkan rasa kerja sama
yang solid sesame manusia, saling percaya dan tidak egois untuk bersama-sama
meghentikan pertumbuhan Covid-19 ini di Indonesia.
3. KESIMPULAN

Tradisi adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang turun temurun yang masih
dijalankan di masyarakat. Suatu masyarakat biasanya akan muncul semacam
penilaian bahwa caracara yang sudah ada merupakan cara yang terbaik untuk
menyelesaikan persoalan. Sebuah tradisi biasanya tetap saja dianggap sebagai cara
atau model terbaik selagi belum ada alternatif lain. Tradisi ini memiliki nilai yang
baik dan harus diaplikasikan dalam kehidupan, bukan hanya sekedar menjadi simbol
dari suatu daerah tertentu.
Manusia sebagai makhluk sosial atau manusia yang hidup berkelompok, maka
pasti saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai makhluk sosia kita mesti
berinteraksi antara orang lain untuk dapat melakukan sesuatu yang mana akan
menguntungkan kedua belah pihak.
Kita memerlukan hidup ini untuk dapat menjadi kehidupan yang lebih baik
dengan menanamkan perilaku-perilaku yang baik pada setiap manusia tanpa
terkecuali. Dengan tetap mempertahankan tradisi dan kultur masyarakat yang dapat
menjadi simbol dan media untuk mempererat silaturahmi sesame masyarakat seperti
tradisi masyarakat pesisir yaitu ngajaring atau eretan. Bukan untuk sekedar jadi
tradisi saja namun yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana mengaplikasikan
nilai-nilai yang positif untuk kehidupan kita sekarang. Untuk menciptakan kehidupan
yang lebih baik pastinya kita butuh semua pergerakan dan uluran tangna untuk
bekerja sama dengan semua pihak untuk dapat menjadikan kehidupan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Website
- “Bhinneka Tunggal Ika: Arti dan Maknanya. kompas.com. 15 Desember 2019. 17
Mei 2020. https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/15/080000269/bhinneka-
tunggal-ika-arti-dan-maknanya

- “Makhluk sosial”. id.wikipedia.org. 11 Maret 2019. 17 Mei 2020.


https://id.wikipedia.org/wiki/Makhluk_sosial
- “Manusia Sebagai Makhluk Sosial yang Modern”. kompasiana.com. 18 Juni 2015. 17
Mei 2020.

- “Unik, Tradisi Eretan Eretan Menjaring Ikan Secara Tradisional Tetap Lestari”.
Pacitanku.com. 13 November 2018. 17 Mei 2020.
https://pacitanku.com/2018/11/13/tradisi-eretan-eretan-menjaring-ikan/

- “5 Tradisi unik Tentang Hari Nelayan”. anwarsyafeidb.blogspot.com. 3 Mei 2016. 17


Mei 2020. http://anwarsyafeidb.blogspot.com/2016/04/hari-nelayan-s.html#

- https://www.kompasiana.com/herdarina/54f97aa6a3331191658b4756/manusia-
sebagai-makhluk-sosial-yang-modern

Sumber Jurnal
- Agus Joko Pitoyo dan Hari Triwahyudi. 2017. Dinas Perkembangan Etnis Di
Indonesia Dalam Konteks Persatuan Negara. Populasi. 25(1): 65

- Edy Suhartono. 2009. Identifikasi Kualitas Perairan Pantai AKibat Limbat Domestik
Pada Mounsun Timur Dengan Metode Indeks Pencemaran. Wahana Teknik Sipil.
14(1): 51

- Ety Nur Inah. 2013. Peranan Komunikasi Dalam Pendidikan. Jurnal Al-Ta’dib. 6(1):
177

- Prianto, E. 2005. Proseding. “Fenomena Aktual Tema Doktoral Arsitektur Dan


Perkotaan”.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

- Rini Lestari. 2016. Transmisi Nilai Prososial Pada Remaja Jawa. Indigenous. 1(2): 34
- Ridwan Lasabuda. 2013. Pembangunan Wilayah Pesisir Dan Lautan Dalam
Perspektif Negara Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax . 1(2): 92-93

Sumber Buku

- Purba, Johny, 2002. Pengelolaan Lingkungan sosial. Yayasan Obor Indonesia,


Jakarta, 156. Bukuu

- Suhartono . 2007. Kajian Dinamika Pengelolaan Sumberdaya Pesisir-Pendekatan

- Usman, S. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 310 hal

Sumber Lain

- Suharti, 2000. Potret Nelayan Kenjeran. Socialforum.hyoermart.net/_cusudi/


00000007.htm

Anda mungkin juga menyukai