Anda di halaman 1dari 5

HIJRAH KE THAIF

Peristiwa hijrah Nabi Muhammad ke Thaif terjadi pada tahun ke-10 Kenabian ketika
para ketua dan pembesar musyrikin Quraisy menyadari bahwa Nabi tidak mempunyai tulang
punggung yang dapat melindungi beliau apabila disakiti dan dianiaya atau diperlakukan
dengan kejam karena orang yang beliau sayangi dan kasihi telah meninggal dunia, yaitu Abu
Thalib dan Khadijah sehingga disebut tahun kesedihan (Ammul Huzni), maka mereka
semakin menghalangi dan memusuhi beliau. Setiap hari, siang dan malam, beliau tidak henti-
henti menerima celaan,cercaan, penghinaan, dan perbuatan yang menyakitkan dari para
musyrikin Quraisy. Oleh sebab itu, teringat oleh beliau bahwa di kota Thaif ada seorang yang
masih termasuk keluarga dekat beliau dari keturunan Tsaqif. Di kota Thaif, merekalah yang
memegang kekuasaan. Ketika itu tinggal tiga orang, yaitu: Kinanah yang bergelar Abdu Jaffi,
Mas’ud yang bergelar Abdul Kulal, dan Habib. Ketiganya adalah anak dari Amr bin Umair
bin Auf ats-Tsaqafi dan masing-masing memegang kekuasaan di kota Thaif.
Nabi Muhammad memilih Thaif karena Thaif adalah wilayah yang sangat strategis
bagi masyarakat Quraisy. Bahkan kaum Quraisy sangat menginginkan wilayah tersebut dapat
mereka kuasai. Sebelumnya mereka telah mencoba untuk melakukan hal itu. Bahkan mereka
melompat ke lembah Wajj. Hal demikian lantaran Thaif memiliki sumber daya pertanian
yang sangat kaya. Hingga akhirnya orang-orang Tsaqif takut kepada mereka dan mau
bersekutu dengan mereka. Bergabung pula bersama mereka Bani Daus.[20] Tidak sedikit dari
orang-orang kaya di Makkah yang memiliki simpanan harta di Thaif. Disana juga mereka
mengisi waktu-waktu rehat pada musim panas. Adapun Kabilah Bani Hasyim dan Abdu
Syam senantiasa menjalin komunikasi baik dengan orang-orang Thaif. Pergerakan dakwah
yang penuh strategi yang dijalankan oleh Rasulullah ini sebagai bentuk upaya beliau, antusias
beliau, untuk mendirikan negara Islam tangguh yang sanggup bertahan dalam arena
pertarungan. Karena, sesungguhnya suatu negara yang kuat merupakan fasilitas dakwah yang
teramat penting dan utama. Maka tatkala beliau tiba di Thaif, beliau langsung menuju pusat
kekuasaan, tempat diputuskannya suatu ketetapan politik di Thaif.
Nabi SAW berharap apabila beliau datang ke Thaif dan bertemu dengan mereka,
mereka bisa mengikuti seruannya dan ikut serta menggerakkan dakwah beliau di kota itu.
Dengan demikian, penduduk kota itu akan segera mengikuti seruan beliau dan selanjutnya
mereka dapat memberi bantuan untuk kepentingan penyiaran Islam di kota Mekah. Dengan
tidak berpikir panjang, Nabi saw berangkat ke Thoif  secara diam-diam bersama Zaid bin
Haritsah (bekas budak Khadijah yang telah diangkat sebagai anak beliau)  dengan berjalan
kaki.
Setiba Nabi saw. di Thaif bersama Zaid, beliau mencari tempat kediaman orang yang
ditujunya, yakni para pemimpin Bani Tsaqif yang sedang berkuasa disana. Beliau lalu
menyatakan maksud kedatangannya kepada mereka, yaitu selain hendak menyambug tali
kasih sayang dengan mereka dan mengekalkan persaudaraan dengan mereka sepanjang adat
istiadat bangsa Arab, beliau menganjurkan kepada mereka supaya mengikut apa yang
diserukannya.
Setelah mereka mendengar seruan beliau, seketika itu penduduk Thaif yang bodoh
marah, mencaci maki, dan mendustakan beliau dengan perkataan-perkataan yang sangat
kasar. Mereka mengusir beliau dari rumah mereka dan pergi dari kota Thaif. Jika tidak,
beliau diancam akan dibinasakan saat itu juga.
Setelah mendengar celaan, caci maki, dan ancaman mereka, beliau mohon diri seraya
berkata, “Jikalau kamu tidak sudi menerima kedatanganku ke sini, tidak mengapa. Tetapi
janganlah kedatanganku kemari disiarkan kepada penduduk kota ini.”
Beliau tidak ingin hal tersebut terdengar oleh kaumnya sehingga akan memperunyam
keadaan. Karena dalam misinya ini, beliau berusaha melakukan serahasia mungkin, dan tidak
ingin tercium pergerakanya oleh kaum Quraisy,[21] karena beliau sangat memperhatikan hal-
hal berikut ini:
a. Saat berangkat ke Thaif, beliau tidak menggunakan kendaraan, namun dilakukan dengan
berjalan kaki, agar orang Quraisy tidak mengira bahwa beliau akan keluar dari Makkah.
Sebab jika sampai beliau menggunakan kendaraan, mereka akan membaca bahwa beliau
sedang menuju suatu tempat tertentu, dan boleh jadi mereka akan melakukan
penghadangan dan pencekalan.
b. Rasulullah mengajak Zaid, anak angkat beliau dalam keberangkatan tersebut. Jika
dicermati, dengan memiih Zaid sebagai teman perjalanan, terdapat beberapa aspek
keamanan yaitu, jika orang melihat bahwa ada orang lain yang menemani
keberadaannya, tentunya mereka akan membaca bahwa Rasulullah tidak bergerak
sendirian. Disamping itu, beliau mengenal Zaid sangat dekat. Beliau percaya Zaid dapat
menjaga rahasia, karena dia adalah orang yang ikhlas, jujur, dan amanah. Dan itulah
yang ditampakkan Zaid tatkala beliau diserang dengan lemparan batu. Dia dengan berani
melindungi Rasulullah dengan mnjadikan dirinya sebagai perisai beliau dari lemparan
tersebut walaupun kepalanya harus cedera.
c. Tatkala perlakuan para pemuka dan masyarakat Thaif sangat buruk kepada beliau. Beliau
dengan sabar menanggunnya, tidaklah beliau marah atau mendendam, namun beliau
hanya meminta agar mereka tidak menutupi semua kejadian ini. Inilah langkah
kerahasiaan yang sangat optimal. Sebab jika sampai orang Quraisy mengetahui hal itu,
tidak hanya mereka akan mencerca beliau, namun boleh jadi mereka akan semakin keras
dalam melakukan penindasan dan tekanan, maka semakin terhalangilah semua gerakan
beliau di dalam dan luar Makkah.[22]

Berserah diri dan berdoa kepada Allah


Sungguh, Bani Amr adalah orang-orang yang tercela, bukannya menutupi peristiwa
itu, mereka malah membesar-besarkannya dengan melakukan aksi penyerangan kepada
Rasul. Mereka melempari beliau hingga berdarah-darah. Hingga akhirnya beliau dan Zaid
terpojok di perkebunan Atabah dan Syaibah. Keduanya adalah putra Rabi’ah yang sedang
berada di dalam kebun tersebut. Lalu setelah melihat kondisi yang demikian, orang-orang
Tsaqif yang semula mengejar beliau akhirnya kembali pulang. Lalu beliau bersandar di salah
satu batang anggur. Di sana beliau dan anak angkatnya Zaid terduduk lemas, berusaha
memulihkan tenaga dari apa yang baru saja keduanya rasakan, dan kedua putra Rabi’ah si
pemilik kebun melihat kepada beliau dan Zaid. Keduanya pun menyaksikan dengan mata
kepala apa yang diterima Rasulullah dari keburukan orang-orang Tsaqif. Maka dalam kondisi
yang lemah dan tekanan psikis tersebut, beliau bermunajat kepada-Nya mengharap ridha-Nya
semata.
“Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku,
dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Engkaulah Peindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku!
Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram
terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Jika Engkau tidak murka
kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau
limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi
kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akhirat dari murka-Mu yang hendak
Engkau turunkan dan mempermasalahkan diriku. Engkau berkenan, sungguh tiada daya dan
kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu”[23]

Pertemuan Addas dengan Nabi Muhamad SAW


Utbah dan Syaibah yang sedang berada di kebun itu selalu mengamati gerak-gerik
Nabi dan Zaid. Keduanya pun mengetahui bahwa kedua orang itu tengah menderita karena
tampak oleh mereka bahwa keduanya sedang terluka parah dan berlumuran darah. Timbullah
rasa kasihan mereka terhadap dri Nabi dan Zaid. Mereka lalu menyuruh bujangnya bernama
Addas supaya mengantar sepiring anggur kepada Nabi.
Addas adalah seorang pengikut agama Nasrani. Ketika ia mendapat perintah dari
tuannya supaya mengantar sepiring anggur, ia segera mengambil buah dan diantarkannya
kepada Nabi. Sebelum anggur itu diantar, Addas dipesan oleh tuannya bahwa apabila anggur
itu telah sampai, Nabi segera dipersilakan memakannya. Pesan itu oleh Addas dipeerhatikan
benar-benar. Setelah sampai kepada Nabi saw, Addas mempersilahkan beliau untuk segera
memakanya. Sepiring anggur itu diterima Nabi saw dengan baik dan sebagian anggur itu
diberikan kepada Zaid lalu mereka segera memakannya. Ketika hendak memakannya mereka
membaca bismillah.
Addas selalu memperhatikan gerak-gerik Nabi saw. dari jauh, Utbah dan Syaibah
memperhatikan juga. Sesudah Nabi dan Zaid memakan buah anggur tadi, Addas lalu bertanya
kepada Nabi tentang kalimat yang dibaca oleh beliau ketika makan.
Beliau bertanya, “dari negeri apakah engkau wahai Addas? Dan apa
agamamu?”   dia menjawab, aku seorang Nasrani dan aku adalah seorang yang berasal dari
negeri Ninawa.”
Rasul bertanya lagi, “ apakah dari desa seorang lelaki yang shaleh bernama Yunus bin
Mata?”
Addas menjawab, “ Apa yang engkau ketahui tentang Yunus bin Mata?”
Beliau bersabda, “Dia adalah saudaraku, dia seorang Nabi dan aku pun seorang
Nabi.”
Lalu Addas langsung memeluk Rasulullah, mencium tangan dan kakinya. Melihat
tingkah Addas, kedua putra Rabi’ah yang merupakan majikannya berkata antara satu dengan
yang lainnya, “budakmu telah dirusak di hadapanmu.” Maka ketika Addas datang kembali
kepada majikannya, keduanya berkata,”celakalah engkau wahai Addas, mengapa engkau tadi
mencium kepada tangan dan kaki lelaki itu?”
Addas menjawab,”wahai tuanku, tidak ada di muka bumi ini yang lebih baik dari
lelaki ini. Sungguh dia telah menyampaikan kepadaku tentang suatu perkara yang tak seorang
pun mengetahuinya selain aku.”
Keduanya berkata, “celakalah engkau, jangan sampai dia membuatmu berpaling dari
agamamu, sesungguhnya agamamu lebih baik daripada agamanya.” [24]
D.    Keteladanan terkait dengan kesabaran Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa
hijrah ke Thaif dan Habsyah
Nabi Muhammad Saw adalah seorang manusia yang mulia pilihan Allah SWT. Tak
salah jika perkataan dan perbuatannya dijadikan sebagai teladan oleh umat Islam dalam
kehidupan manusia. Sikapnya yang lembut dan tak pendendam menjadikan ciri suri tauladan
yang dicontohkan beliau. Rasulullah juga selalu tenang dan tidak gegabah dalam
menjalankan suatu misi atau peperangan untuk menyiarkan agama Islam.
Begitu juga ketika Rasulullah melakukan hijrah ke negeri Habsyah dan Thaif.
Beberapa teladan yang dapat dipetik dalam peristiwa tersebut adalah diantaranya:
1. Tidak mengandalkan keajaiban di luar kemampuan manusia biasa. Apa yang dapat
dilakukan diperhitungkan dengan matang.
2. b.Sabar dalam menghadapi setiap musuh yang menghadang beliau.
3. Tidak membalas kekerasan yang dilakukan oleh musuh.
4. Hijrah Rasulullah Saw dilakukan semata-mata hanya untuk menyiarkan agama Islam.
5. Tawakal selalu melekat dalam hatinya dalam menghadapi segala masalah.

Anda mungkin juga menyukai