PROPOSAL SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam pembuatan skripsi
oleh
RENI
NPM. 114070045
oleh
Reni
NPM. 114070045
disahkan oleh:
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan kaunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian yang berjudul “Desain Modul Digital Berbasis Pendekatan
Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa”.
Penyusunan proposal ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam pembuatan skripsi pada Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon.
Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini belumlah sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga proposal skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ..............................................................................................i
DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
A. Judul ......................................................................................................................1
B. Latar Belakang ......................................................................................................1
C. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ...................................................................4
D. Rumusan Masalah .................................................................................................5
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................................5
F. Manfaat Penelitian .................................................................................................6
G. Definisi Operasional ..............................................................................................6
H. Kajian Teoritis .......................................................................................................7
I. Metodologi Penelitian ...........................................................................................11
1. Metode Penelitian .............................................................................................11
2. Model Penelitian ...............................................................................................12
3. Prosedur Penelitian ...........................................................................................12
4. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................................14
5. Instrumen Pengumpulan Data...........................................................................14
6. Teknik Pengolahan Data ...................................................................................15
J. Daftar Referensi ....................................................................................................18
ii
A. Judul
Desain Modul Digital Berbasis Pendekatan Matematika Realistik Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa.
B. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia, karena pendidikan merupakan tempat mengupayakan
perkembangan minat, bakat, serta kemampuan siswa secara optimal. Salah satu
tempat untuk memperoleh pendidikan adalah di sekolah dengan melibatkan
adanya proses pembelajaran yang harus dilalui siswa. Pembelajaran yang
didapatkan di sekolah, tentunya mengacu pada kurikulum yang ada di sekolah
tersebut. Seperti sekarang ini, kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013
dimana siswa dituntut untuk lebih berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam suatu pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika
ada beberapa kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh siswa, salah
satunya adalah kemampuan pemecahan masalah. Begitu pun menurut National
Council of Teacher Mathematic (Karlimah, dkk., 2010: 2) menetapkan ada 5
keterampilan proses yang harus dikuasai siswa melalui pembelajaran matematika,
yaitu: (1) pemecahan masalah (problem solving); (2) penalaran dan pembuktian
(reasoning and proof); (3) koneksi (connection); (4) komunikasi
(communication); serta (5) representasi (representation).
Gunantara, dkk., (2014: 5) mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan
masalah merupakan suatu kemampuan atau potensi yang dimiliki siswa untuk
menyelesaikan permasalahan serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, (Danoebroto, 2008: 75) dalam
kurikulum pendidikan di Indonesia dikatakan bahwa pendidikan matematika
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa menggunakan matematika
dalam pemecahan masalah dan pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus
dalam pembelajaran matematika. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya
kemampuan pemecahan masalah bagi siswa dalam pembelajaran matematika.
Diperkuat dengan pendapat Branca (Effendi, 2012: 2), yang mengemukakan
bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah jantungnya matematika. Hal ini
1
sejalan dengan NCTM (Effendi, 2012: 2) yang menyatakan bahwa pemecahan
masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal
tersebut tidak boleh dilepaskan dalam pembelajaran matematika.
Namun, fakta di lapangan belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih tergolong rendah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Ani Minarni, yang
dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
FMIPA UNY Yogyakarta, 10 November 2012 dengan judul penelitian Pengaruh
Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis, menunjukkan uji coba yang telah dilakukan di kelas IX pada salah
satu SMP Negeri di Kota Bandung pada awal bulan September 2011,
menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa cukup
rendah, yaitu dengan rata-rata hanya memperoleh skor 39 dari 100.
Shadiq (Minarni, 2012: 92) menyebutkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah yang rendah disebabkan oleh pembelajaran yang digunakan guru masih
didominasi pendekatan pembelajaran biasa yang kurang memberi penekanan pada
penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan siswa tidak terbiasa
terlibat dalam menyelesaikan masalah.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis selama kegiatan
PPL di MAN 1 Cirebon, ditemukan bahwa masih banyak siswa yang mengalami
kesulitan dalam belajar matematika. Tidak sedikit pula ditemui siswa yang kurang
tertarik mengikuti pembelajaran matematika, bahkan masih ada siswa yang takut
dan benci pada pelajaran matematika. Hal serupa dikemukakan oleh Ferdianto,
(2015: 306) “siswa beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang
membosankan dan tidak menyenangkan”.
Menurut salah satu guru matematika di MAN 1 Cirebon, masalah yang
sering dialami siswa adalah ketika diberikan soal yang sama persis dengan contoh
soal yang diberikan oleh guru, mereka masih bisa menyelesaikannya. Tetapi,
ketika soalnya berubah sedikit mereka kesulitan untuk mengerjakannya. Dan
masih banyak siswa yang kesulitan dalam menggambarkan bentuk soal ke bentuk
matematika. Ada juga beberapa siswa yang tahu rumus atau bahkan hafal, tetapi
2
ketika diberikan soal cerita mereka bingung harus menggunakan rumus yang
mana. Tidak hanya itu, masih banyak dari mereka yang merasa takut dan tidak
berani untuk menjelaskan hasil jawabannya di depan kelas. Penyebabnnya
dikemukakan oleh salah seorang siswa, yang mengatakan bahwa mereka hanya
terbiasa untuk menuliskan jawabannya di papan tulis, tetapi tidak terbiasa untuk
menjelaskannya melainkan gurulah yang nantinya akan menjelaskan.
Selain itu, Turmudi (Fuadi, dkk., 2016: 48) menambahkan bahwa
pembelajaran matematika yang disampaikan kepada siswa selama ini adalah
secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja
sehingga derajat kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah. Kondisi cara dan
hasil belajar matematika siswa yang kurang memuaskan antara lain dikemukakan
oleh Mettes, (Fuadi, dkk., 2016: 48) siswa belajar matematika hanya mencontoh
dan mencatat penyelesaian soal dari guru, sedangkan menurut Slettenhaar (Fuadi,
dkk., 2016: 48) pembelajaran matematika kurang melibatkan siswa belajar aktif.
Materi yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa salah satunya adalah
materi trigonometri, terutama pada submateri perbandingan trigonometri
diberbagai kuadran. Karena mereka menganggap terlalu banyak rumus yang
digunakan sementara pembelajarannya masih terpaku pada metode ceramah yang
mengacu pada hafalan konsep. Sehingga hal ini dapat menghambat keefektifan
dari tujuan pembelajaran tersebut.
Salah satu tercapainya tujuan pembelajaran adalah dengan adanya bahan
ajar yang menunjang kegiatan pembelajaran. Bahan ajar (Hamdani, 2011: 120)
adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun
tidak tertulis yang dapat digunakan untuk dapat membantu guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Menurut Hidayanto dan Irawan (2013: 2)
bahan ajar yang menggunakan masalah nyata berdasarkan kehidupan sehari-hari
merupakan titik awal pembelajaran yang dapat memberikan semangat lebih
kepada siswa untuk belajar matematika. Pembelajaran yang dimaksud adalah
dengan menggunakan pendekatan matematika realistik.
Pendekatan matematika realistik merupakan salah satu pendekatan dalam
pembelajaran matematika yang berorientasi pada permasalahan sehari-hari.
3
Seperti yang dikatakan oleh Wijaya (2012: 21) bahwa Pendekatan Matematika
Realistik merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang
menggunakan permasalahan realistik, yaitu permasalahan yang dapat dibayangkan
sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika. Freudenthal (Wijaya,
2012: 20) juga mengatakan bahwa “mathematics is a human activity”.
Berdasarkan pendekatan ini, matematika itu bukanlah tempat untuk memindahkan
matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa untuk menemukan
kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.
Salah satu jenis bahan ajar yang dapat digunakan oleh siswa adalah modul.
Modul juga dapat disajikan dalam bentuk digital atau elektronik. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTek), khususnya dalam bidang
pendidikan, penggunaan media pembelajaran menjadi semakin luas, seperti
dengan adanya komputer dan internet. Selain itu, banyak bermunculan aplikasi-
aplikasi yang dapat membantu siswa dalam belajar. Salah satunya adalah software
3D Pageflip Profesional, merupakan aplikasi yang mengandung efek tiga dimensi
seperti membolak-balik buku asli yang dapat dilengkapi dengan gambar, audio,
video, dan animasi bergerak yang lebih menarik. Dengan adanya modul yang
dikemas dalam bentuk digital ini diharapkan dapat membangkitkan respons siswa
dalam belajar matematika, karena pembelajaran yang tidak menggunakan media
pembelajaran, membuat siswa kurang bersemangat serta sering tidak
memperhatikan penjelasan dari guru. Menurut Hamalik (Arsyad, 2011:15)
penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar mampu
meningkatkan keinginan, minat, motivasi dan rangsangan serta membawa
pengaruh psikologis terhadap siswa. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka
peneliti mengambil judul proposal “Desain Modul Digital Berbasis Pendekatan
Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa”.
C. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dapat diidentifikasi sebagai
berikut.
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih tergolong rendah.
4
2. Siswa belajar matematika hanya mencontoh dan mencatat penyelesaian soal
dari guru.
3. Pembelajaran matematika kurang melibatkan siswa belajar aktif.
4. Kebanyakan guru masih menggunakan metode ceramah dalam proses
pembelajaran matematika.
5. Masih banyak siswa yang kurang tertarik atau bahkan takut terhadap
pembelajaran matematika.
Dari identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka batasan masalahnya
adalah sebagai berikut:
1. Materi dalam penelitian ini adalah trigonometri kelas X SMA/MA.
2. Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah modul berbasis
pendekatan matematika realistik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa.
3. Media pembelajaran yang digunakan berbantuan software “3D PageFlip
Professional”.
D. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana analisis kebutuhan siswa terkait materi trigonometri?
2. Bagaimana hasil validasi modul digital berbasis pendekatan matematika
realistik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa?
3. Bagaimana respons siswa terhadap modul digital berbasis pendekatan
matematika realistik pada materi trigonometri?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui analisis kebutuhan siswa terkait materi trigonometri.
2. Mengetahui validitas modul digital berbasis pendekatan matematika realistik
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
3. Mengetahui respons siswa terhadap modul digital berbasis pendekatan
matematika realistik pada materi trigonometri.
5
F. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini:
1. Bagi guru
Produk hasil penelitian ini dapat membantu guru untuk menyampaikan
materi dalam proses pembelajaran sehingga dapat menghasilkan susana belajar
yang lebih menarik, kondusif dan inovatif.
2. Bagi siswa
Sumber belajar bagi siswa dalam mempelajari materi matematika dengan
memanfaatkan bahan ajar yang dihasilkan.
3. Bagi sekolah
Sebagai masukan dan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
melalui pembelajaran matematika menggunakan modul digital dengan pendekatan
matematika realistik di sekolah.
4. Bagi peneliti
Memberikan pengalaman berharga dan wawasan kepada peneliti mengenai
upaya mendesain modul digital berbasis pendekatan matematika realistik untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
5. Bagi pembaca
Memberikan informasi dan sumber belajar tentang upaya meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa melalui modul digital berbasis
pendekatan matematika realistik.
G. Definisi Operasional
Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindari penafsiran
yang berbeda terhadap istilah-istilah atau variabel yang digunakan, berikut ini
akan dijelaskan istilah atau variabel-variabel tersebut.
1. Modul Digital, merupakan bahan ajar yang dikemas dalam bentuk elektronik
agar dapat memudahkan siswa dalam belajar mandiri kapanpun dan
dimanapun.
2. 3D Pageflip Profesional, merupakan aplikasi yang dapat memberikan efek tiga
dimensi seperti membolak-balik buku asli yang dapat dilengkapi dengan
6
gambar, audio, video, dan animasi bergerak yang lebih menarik daripada Ms.
power point dan program pengembangan lainnya.
3. Pendekatan Matematika Realistik, salah satu pendekatan dalam pembelajaran
matematika yang berorientasi pada permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kemampuan Pemecahan Masalah, kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa
dalam menyelesaikan masalah berdasarkan langkah-langkah tertentu.
5. Teori belajar Bruner, salah satu teori yang relevan dengan penelitian ini adalah
teori belajar bruner. Dimana teori tersebut membagi tahap perkembangan
mental siswa menjadi tiga, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap
simbolik.
6. Respons Siswa, berupa tanggapan atau saran siswa setelah mengikuti
pembelajaran dengan modul digital berbasis pendekatan matematika realistik
pada materi trigonometri.
H. Kajian Teoritis
1. Modul Digital
Bahan ajar (Hamdani, 2011: 120) adalah seperangkat materi yang disusun
secara sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis yang dapat digunakan untuk
membantu guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Salah satu bentuk bahan ajar adalah modul. Modul (Hamdani, 2011: 220)
merupakan sarana pembelajaran yang disusun dalam bentuk tertulis secara
sistematis yang dapat membantu dan mendorong pembacanya untuk mampu
membelajarkan diri sendiri dan tidak tergantung pada media lain dalam
penggunaanya. Modul juga dapat disajikan dalam bentuk digital atau elektronik.
Menurut Sugianto, dkk., (2013: 102) modul elektronik merupakan bentuk
penyajian bahan ajar yang dikemas untuk dapat belajar mandiri, disusun secara
sistematis ke dalam unit pembelajaran terkecil untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu yang disajikan ke dalam format elektronik yang di
dalamnya terdapat animasi, audio, navigasi yang membuat pengguna lebih
interaktif dengan program tersebut.
Dalam pembuatan modul digital, diperlukan adanya aplikasi komputer
yang dapat menggabungkan teks bacaan dengan berbagai media (seperti musik,
7
animasi, video, flash) menjadi satu kesatuan yang utuh. Salah satu aplikasi
tersebut adalah 3D Pageflip Professional. Menurut Mindayula, dkk., (2017: 3)
Software 3D PageFlip profesional merupakan aplikasi unggulan yang khusus
digunakan untuk menampilkan materi dalam bentuk buku elektronik dengan efek
tiga dimensi seperti membolak-balik buku asli yang dapat dilengkapi dengan
gambar, audio, video, dan animasi bergerak yang lebih menarik daripada Ms.
power point dan program pengembangan lainnya. Bahan ajar yang menggunakan
3D PageFlip profesional, tidak hanya dapat dioperasikan melalui laptop saja,
melainkan juga melalui Tablet, Gadget, dan Smartphone, sehingga dimana pun
dan kapan pun siswa dapat belajar secara mandiri.
2. Pendekatan Matematika Realistik
Freudenthal (Wijaya, 2012: 20) mengemukakan bahwa “Mathematics is
human activity”. Maksudnya, matematika sebaiknya tidak diberikan sebagai suatu
produk jadi yang siap pakai, tetapi sebagai suatu bentuk kegiatan dalam
mengkonstruksi konsep matematika. Karena kebermaknaan suatu konsep
matematika merupakan konsep utama dalam Pendidikan Matematika Realistik.
Hal serupa dikemukakan oleh Laurens, dkk., (2014: 572) bahwa “The
concept of reality in RME is not limited to the reality experienced of the children,
but it can be anything that ever existed in their mind”. Sedangkan Suyitno (2015:
59) menyatakan “Mathematics is given informally first, students are actively
involved since the beginning of the learning, then reinforced by the provision of
material formally by the teacher”.
Pendekatan matematika realistik berorientasi pada masalah nyata dalam
kehidupan sehari-hari yang menekankan pada proses keterampilan matematika,
berdiskusi, berkolaborasi, dan berdebat dengan teman sekelas sampai mereka
menemukan sendiri makna belajar matematika.
Begitu pula menurut Saifiyah, dkk., (2017: 178) menyatakan bahwa salah
satu bidang ilmu yang sangat erat dengan kehidupan sehari-hari adalah
matematika, oleh sebab itu suatu pembelajaran akan dapat dirasakan siswa apabila
setiap pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
8
Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan
matematika realistik (Budhiani, 2010: 29), sebagai berikut:
Langkah 1: Mengawali dengan masalah nyata atau kontekstual
Pada awal kegiatan pembelajaran, guru mengawali dengan masalah-
masalah kontekstual atau masalah-masalah nyata yang dekat dengan
kehidupan siswa sehari-hari.
Langkah 2 : Guru memberikan petunjuk-petunjuk
Pada langkah ini, guru menyampaikan beberapa petunjuk atau saran
penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan. Guru tidak
menyelesaikan masalah kontekstual yang telah diberikan. Penjelasan
ini hanya sampai siswa mengerti maksud soal.
Langkah 3 : Menyelesaikan masalah
Siswa menyelesaikan masalah pada lembar kerja siswa, dapat
individual atau kelompok. Guru mengingatkan bahwa penyelesaian
masalah tidak selalu dengan cara yang sama, sehingga siswa diminta
mengerjakan dengan caranya sendiri-sendiri.
Langkah 4 : Mendiskusikan Jawaban
Jawaban dari lembar kerja siswa yang telah dikerjakan pada langkah
didiskusikan bersama, bisa dalam diskusi kelompok maupun diskusi
kelas.
Langkah 5 : Menarik kesimpulan
Pada akhir proses pembelajaran, guru menarik kesimpulan
berdasarkan hasil diskusi siswa.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Suherman (2008: 14) problem solving adalah mencari atau
menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma).
Memecahkan masalah matematik berbeda dengan menyelesaikan soal matematik.
Soal yang biasanya digunakan dalam pemecahan masalah ialah soal non rutin,
yaitu soal yang tidak langsung dapat diselesaikan melainkan membutuhkan
berbagaimacam langkah untuk menyelesaikan soal tersebut.
9
Sedangkan Schoenfeld (2016: 5) mengemukakan bahwa “problem solving
is not usually seen as a goal in itself, but solving problems is seen as facilitating
the achievement of other goals. Problem solving has a minimal interpretation:
working the tasks that have been presented”.
Hudojo (Inawati, 2012: 81) menegaskan bahwa dengan adanya
kemampuan pemecahan masalah, dapat membantu siswa dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapinya hingga masalah tersebut tidak lagi menjadi
masalah baginya.
Kemampuan memecahkan masalah menjadi bagian yang sangat penting
yang harus dimiliki oleh siswa dalam belajar matematika. Karena, pada dasarnya
salah satu tujuan belajar matematika bagi siswa adalah agar siswa mempunyai
suatu keterampilan atau pun kemampuan dalam memecahkan masalah, terlebih
dalam mengerjakan soal-soal matematika.
Sumarmo (2015: 51) mengemukakan beberapa indikator dari kemampuam
pemecahan masalah matematis, diantaranya:
a. Mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah.
b. Membuat model matematik dari suatu masalah dan menyelesaikannya.
c. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika
dan atau di luar matematika.
d. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta
memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.
4. Teori Belajar Bruner
Menurut Budiningsih (2012: 41) kegiatan belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif apabila guru mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
dapat menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Sementara Rajagukguk (2011: 431)
mengemukakan bahwa teori belajar bruner merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Sedangkan menurut
Soviawati (2011: 82), teori belajar bruner merupakan “suatu proses aktif dimana
siswa mengkonstruk gagasan atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya”.
10
Bruner (Budiningsih, 2012: 41) melukiskan anak-anak berkembang
melalui tiga tahap perkembangan mental yang ditentukan oleh caranya melihat
lingkungan, yaitu:
a. Enaktif, pada tahap ini anak-anak dalam belajarnya menggunakan objek-objek
secara langsung, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan
sebagainya.
b. Ikonik, pada tahap ini kegiatan anak mulai menyangkut mental yang
merupakan gambaran dari objek-objek.
c. Simbolik, pada tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung
dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek.
5. Respons Siswa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) arti kata respons adalah
tanggapan, reaksi, jawaban. Hamalik (2011: 39) mengemukakan bahwa respons
merupakan gerakan-gerakan yang terkoordinasi oleh sudut pandang seseorang
terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan sekitar. Begitu pula
yang dikemukakan oleh Lestari dan Yudhanegara (2015: 93) bahwa respons
merupakan “sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk melibatkan
diri dalam suatu kegiatan (pembelajaran)”. Sedangkan menurut Bigot (Sagala,
2013: 126), suatu proses pembelajaran yang telah dilakukan akan mendapat
respons dari siswa terkait model pembelajaran yang digunakan oleh guru selama
proses pembelajaran. Respons biasanya didefinisikan sebagai bayangan yang
tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa respons siswa merupakan
tanggapan atau tingkah laku siswa terhadap suatu peristiwa yang terjadi dalam
kegiatan pembelajaran.
I. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research and
Development), yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan produk
dan menguji produk tersebut. Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah
bahan ajar berupa modul digital berbasis pendekatan matematika realistik untuk
11
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi
trigonometri kelas X SMA/MA.
2. Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan model ADDIE, dimana menurut Sugiyono
(2015: 38) model ADDIE terdiri dari lima komponen atau langkah-langkah, yaitu:
Analysis (Analisis), Design (Desain), Develop (Pengembangan), Implement
(Implementasi), Evaluate (Evaluasi).
3. Prosedur Penelitian
Desain modul digital berbasis pendekatan matematika realistik untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dilaksanakan
melalui beberapa tahap. Tahapan yang harus dilalui sebagai berikut.
a. Tahap Analisis (Analysis)
Beberapa hal yang dilakukan dalam tahap analisis sebagai berikut.
1) Analisis kebutuhan siswa. Mengetahui perkembangan kognitif siswa dalam
pembelajaran matematika dengan memberikan soal tes kemampuan pemecahan
masalah untuk mengetahui bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah
matematis yang dimiliki siswa, kemudian perangkat pembelajaran yang
digunakan siswa, dan strategi pembelajaran yang diterapkan kepada siswa.
Dalam tahap analisis juga dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap
siswa dan guru matematika yang bersangkutan.
2) Identifikasi kebutuhan. Setelah diketahui semua masalah yang didapat dari
analisis kebutuhan siswa, selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut sebelum nantinya dilanjut ke tahap desain.
b. Tahap Desain (Design)
Setelah kondisi awal siswa teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah
mendesain pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
1) Menyusun peta kebutuhan bahan ajar (modul), dengan tujuan dapat
memudahkan dalam mengurutkan materi-materi yang akan disajikan dalam
bahan ajar.
2) Membuat rancangan media (Storyboard)
12
Storyboard merupakan gambaran dari susunan media pembelajaran secara
keseluruhan dan berurutan yang akan dimuat dalam aplikasi. Tujuan dari
storyboard adalah untuk memudahkan dalam pembuatan media pembelajaran.
3) Pengumpulan referensi, untuk memudahkan dalam mendesain modul digital
berbasis pendekatan matematika realistik terkait materi trigonometri.
4) Menyusun instrumen penilaian bahan ajar (modul)
5) Validasi instrumen penilaian bahan ajar (modul)
c. Tahap Pengembangan (Development)
Dalam tahap pengembangan, kerangka yang masih konseptual yang telah
dibuat pada tahap desain, mulai direalisasikan menjadi produk yang siap
diimplementasikan. Bahan ajar yang telah dikembangkan, kemudian divalidasi
oleh ahli materi, ahli media serta guru matematika. Untuk validasinya difokuskan
pada isi , bahasa, ilustrasi serta kesesuaian dengan pembelajaran yang digunakan.
d. Tahap Implementasi (Implementation)
Pada tahap ini, hasil pengembangan selanjutnya diuji cobakan kepada
siswa. Subjek uji coba dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 2 MAN 1
Cirebon. Dalam tahap ini juga dilakukan pembelajaran matematika dengan
pendekatan matematika realistik menggunakan modul digital dan melakukan uji
validasi bahan ajar oleh siswa dengan memberikan uji kompetensi di akhir
pembelajaran, tujuannya untuk mengetahui keefektifan (tingkat ketuntasan)
penguasaan isi bahan ajar kepada siswa.
e. Tahap Evaluasi (Evaluation)
Tahap evaluasi dilakukan dengan menganalisis kesalahan yang terjadi
selama proses penelitian sebagai acuan untuk perbaikan. Perbaikan pada tahap ini
didasarkan pada masukan serta komentar siswa dan guru baik yang tercantum
dalam angket respons maupun yang disampaikan pada akhir proses pembelajaran.
Prosedur pengembangan bahan ajar lebih jelasnya disajikan dalam gambar
berikut ini.
13
Produk Jadi:
Ya
Tidak
Valid?
Validasi
Development
Modul Digital
Revisi
Pembuatan
Modul Digital
Identifikasi Kebutuhan
Analysis
Soal Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah
Analisis Kebutuhan Siswa
(Studi Pendahuluan)
Wawancara
Mulai
14
6. Teknik Pengolahan Data
a. Data Kualitatif
Data kualitatif diperoleh dari hasil analisis kebutuhan siswa untuk
mengetahui karakteristik siswa, bagaimana strategi pembelajaran yang digunakan,
serta kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut dengan melakukan
wawancara terhadap guru matematika dan siswa yang bersangkutan. Data
kualitatif juga diperoleh dari tanggapan dan saran tentang desain modul digital
berbasis pendekatan matematika realistik untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa berdasarkan tinjauan dan masukan ahli
media, ahli materi dan guru matematika, serta tanggapan dan saran siswa terhadap
penggunaan modul digital dalam pembelajaran matematika. Data kualitatif yang
sudah didapat selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
b. Data Kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari hasil soal tes kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa untuk melakukan studi pendahuluan, yang selanjutnya
data ini dianalisis secara deskriptif. Selain itu, data kuantitatif juga diperoleh dari
hasil penilaian validitas yang terdapat dalam lembar validasi oleh validator, yaitu
ahli materi, ahli media, guru matematika dan audience (siswa) serta angket
respons siswa. Data kuantitatif tersebut diperoleh dengan memberikan skor pada
angket lembar validasi dan angket respons siswa menggunakan Skala Likert.
1) Analisis validasi bahan ajar
Menurut Akbar (2013: 40) bahan ajar yang valid ditentukan dari
kecocokan hasil validasi empiris dengan kriteria validitas yang ditentukan.
Validitas yang digunakan yaitu dengan mengkonversi skor yang ada pada
instrumen Skala Likert (Lima tingkatan) sebagai berikut:
15
Tabel 2. Aturan Pemberian Skor Lembar Penilaian Bahan Ajar
Skor Kategori
1 Sangat Kurang
2 Kurang
3 Cukup
4 Baik
5 Sangat Baik
Menghitung skor rata-rata dari validasi ahli dapat menggunakan rumus (Akbar,
2013: 83) sebagai berikut:
𝑇𝑆𝑒 𝑇𝑆𝑒
𝑉𝑎ℎ1 = 𝑥 100% 𝑉𝑎ℎ2 = 𝑥 100%
𝑇𝑆ℎ 𝑇𝑆ℎ
𝑇𝑆𝑒 𝑇𝑆𝑒
𝑉𝑎ℎ3 = 𝑥 100% 𝑉𝑎𝑢 = 𝑥 100%
𝑇𝑆ℎ 𝑇𝑆ℎ
16
Mengubah skor rata-rata seluruh aspek menjadi nilai kualitatif (Akbar,
2013: 83) sesuai dengan kriteria penilaian yang dijabarkan dalam tabel berikut.
Tabel 3. Kriteria Penilaian
No Kriteria Validasi Tingkat Validasi
1 85,01% − 100,00% Sangat valid, atau dapat digunakan tanpa
revisi.
2 70,01% − 85,00% Cukup valid, atau dapat digunakan namun
perlu direvisi kecil.
3 50,01% − 70,00% Kurang valid, disarankan tidak dipergunakan
karena perlu revisi besar.
4 01,00% − 50,00% Tidak valid, atau tidak boleh dipergunakan.
Skor Kategori
1 Sangat Tidak Setuju
2 Tidak Setuju
3 Ragu-ragu
4 Setuju
5 Sangat Setuju
17
Persentase yang diperoleh pada masing-masing item pertanyaan/pernyataan,
kemudian ditafsirkan berdasarkan kriteria berikut (Lestari dan Yudhanegara,
2015: 335):
Tabel 5. Kriteria Penafsiran Persentase Jawaban Angket
Kriteria Penafsiran
𝑃 = 0% Tak seorangpun
0% < 𝑃 < 25% Sebagian kecil
25% ≤ 𝑃 < 50% Hampir setengahnya
𝑃 = 50% Setengahnya
50% < 𝑃 < 75% Sebagian besar
75% ≤ 𝑃 < 100% Hampir seluruhnya
𝑃 = 100% Seluruhnya
J. Daftar Referensi
18
Fuadi, R., dkk. (2016). Peningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematis melalui Pendekatan Kontekstual. Jurnal Didaktika Matematika
Vol. 3, No. 1, April 2016.
19
Sagala, S. (2013). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Saifiyah, S., dkk. (2017). Desain Modul Pembelajaran Berbasis Kemampuan
Komunikasi Matematis Dan Motivasi Belajar Siswa. Kalamatika Jurnal
Pendidikan Matematika Vol. 2, No. 2, pp.177-192.
20