Anda di halaman 1dari 15

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

FAKULTASKEDOKTERAN APRIL 2019

UNIVERSITAS HASANUDDIN

KEJANG

OLEH:
ADE NUSRAYA
NIM: C014182153

SUPERVISOR:
dr. Maryam, Sp.A

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Faisal Ambar

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa

Nama : Ade Nusraya


NIM : C014182153
Judul PKMRS : Kejang

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 18 April 2019

Supervisor Residen Pembimbing

dr. Maryam, Sp.A dr. Faisal Ambar

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1

LEMBAR PENGESAHAN 2

DAFTAR ISI 3

1. Pendahuluan 4

2. Epidemiologi 4

3. Definisi 5

4. Klasifikasi 5

5. Etiologi & Faktor Risiko 9

6. Patofisiologi 9

7. Diagnosa 11

8. Prognosis 14

DAFTAR PUSTAKA 15

3
1. Pendahuluan

Kejang adalah kejadian mendadak yang berupa kesadaran terganggu, bingung,


gerakan otot abnormal yang sifatnya involunter. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti
sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan atau merupakan gejala awal dari
penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. Kejang merupakan perubahan
fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal
dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.1 

2. Epidemiologi
Sekitar 150.000 anak mendapatkan kejang dan 30.000 diantaranya berkembang
menjadi status epileptikus. Prevalensi tertinggi pada anak yang berusia kurang dari tiga
tahun.2
Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia
5 tahun, kebanyakan terjadi karena demam. Kejang merupakan suatu gangguan neurologis
yang lazim terjadi pada anak dengan frekuensi kejadian 4-6 kasus/1.000 anak. Usia kejang
demam terbanyak terjadi pada anak antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun, 2%-5% anak
berada di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang. Bangkitan kejang demam terjadi pada
anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Kejadian bangkitan kejang demam
tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.2

4
3. Definisi
Kejang atau bangkitan kejang didefinisikan sebagai gerakan otot tonik atau klonik
yang involuntar dan merupakan serangan berkala, bisa disertai dengan demam ataupun
tidak. Kejang terjadi karena terdapat perubahan fungsi otak mendadak yang bisa
disebabkan factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetic, penyakit
infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, trauma dan lain-lain lagi. Selama
kejang, aliran darah otak, oksigen, konsumsi glukosa, karbondioksida dan produksi asam
laktat meningkat. Kejang singkat jarang menghasilkan efek yang langsung pada otak.
Kejang yang berkepanjangan dapat menyebabkan asidosis metabolik, hiperkalemia,
hipertermia, hipoglikemia, dan kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan neurologis
permanen. 3

4. Klasifikasi Kejang
Menurut International League againts Epilepsy, kejang dapat diklasifikasikan menjadi : 4
1. Kejang parsial
Kejang parsial adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibatan satu hemisfer
serebri. Kejang parsial dapat berkembang menjadi kejang umum pada 30% anak yang
mengalami kejang. Pada umumnya kejang ini ditemukan padaanak berusia 3 hingga 13
tahun. Kejang parsial dapat dikelompokkan menjadi :
 Kejang parsial simpleks
Kejang parsial simpleks adalah bentuk kejang parsial yang tanpa disertai
dengan perubahan status mental. Kejang ini sering ditandai dengan perubahan
aktivitas motorik yang abnormal, sering terlihat pola aktivitas motorik yang tetap
pada wajah dan ekstremitas atas saat episode kejang terjadi. Walaupun kejang
parsial simpleks sering ditandai dengan perubahan abnormal dari aktivitas
motorik, perubahan abnormal dari sensorik, autonom, dan psikis.
 
 Kejang parsial kompleks
Kejang parsial kompleks ditandai dengan perubahan abnormal
dari persepsi dan sensasi, dan disertai dengan perubahan kesadaran. Pada saat
kejang, pandangan mata anak tampak linglung, mulut anak seperti mengecap–
ngecap, jatuhnya air liur keluar dari mulut, dan seringkali disertai mual dan
muntah.

5
 Kejang parsial dengan kejang umum sekunder
Kejang parsial dapat melibatkan kedua hemisfer serebri dan menimbulkan
gejala seperti kejang umum. Kejang parsial dengan kejang umum sekunder
biasanya menimbulkan gejala seperti kejang tonik klonik. Hal ini sulit dibedakan
dengan kejang tonik klonik.
 
2. Kejang Umum
Kejang umum adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibatan keduahemisfer
serebri. Kejang umum disertai dengan perubahan kesadaran. Kejangumum dapat
dikelompokkan menjadi :
 Kejang tonik klonik (grand mal seizure)
Kejang tonik klonik adalah bentuk kejang umum yang paling sering terjadi
pada anak. Kebanyakan kejang ini memiliki onset yang tiba- tiba,namun pada
beberapa anak kejang ini didahului oleh aura (motorik atausensorik). Pada awal
fase tonik, anak menjadi pucat, terdapat dilatasi kedua pupil, dan kontraksi otot
yang disertai dengan rigiditas otot yang progresif. Sering disertai dengan
inkontinensia urin atau inkontinensia alvi. Kemudian pada fase klonik, terjadi
gerakan menghentak secara ritmikdan gerakan fleksi yang disertai spasme pada
ekstremitas. Terjadi perubahankesadaran pada anak selama episode kejang
berlangsung dan bisa berlanjut hingga beberapa saat setelah kejang berhenti.

 Kejang tonik
Bentuk kejang ini sama seperti kejang tonik klonik pada fase tonik. Anaktiba-
tiba terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku akibat rigiditas otot yang
progresif.
 
 Kejang mioklonik
Kejang mioklonik ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secaratiba-
tiba dan disertai dengan fleksi lengan. Kejang tipe ini dapat terjadihingga ratusan
kali per hari.

 Kejang atonik
Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot secara tiba- tiba.

6
 Kejang absens
Kejang absens dapat dibagi menjadi kejang absens simpel (tipikal) atau
disebut juga Petitmal dan kejang absens kompleks (atipikal). Kejang absens
tipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik anak secara tiba-
tiba,kehilangan kesadaran sementara secara singkat, yang disertai dengan
tatapankosong. Sering tampak kedipan mata berulang saat episode kejang
terjadi.Episode kejang terjadi kurang dari 30 detik. Kejang ini jarang dijumpai
padaanak berusia kurang dari 5 tahun. Kejang absens atipikal ditandai
dengangerakan seperti hentakan berulang yang bisa ditemukan pada wajah
danekstremitas, dan disertai dengan perubahan kesadaran. 5
 
3. Kejang tak terklasifikasi
Kejang ini digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk kejang yangtidak dapat
dimasukkan dalam bentuk kejang umum maupun kejang parsial.Kejang ini termasuk
kejang yang terjadi pada neonatus dan anak hingga usia 1tahun.6

7
Gambaran Menyerupai Kejang
Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang,
sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang
menyerupai kejang. Perbedaan diantara keduanya adalah pada tabel 1:

Tabel 1. Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejang


Keadaan Kejang Menyerupai Kejang

Onset Tiba-tiba Mungkin gradual


Lama serangan Detik/ Menit Beberapa menit
Kesadaran Sering terganggu Jarang terganggu
Sianosis Sering Jarang
Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
Steretipik serangan Selalu Jarang
Lidah tergigit atau luka lain Sering Sangat jarang
Gerakan abnormal bola mata Selalu Jarang
Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Gerakan hilang
Dapat diprovokasi Jarang Hampir selalu
Tahanan terhadap gerakan pasif Jarang Selalu
Bingung pasca serangan Hampir selalu Tidak pernah
Iktal EEG abnormal Selalu Hampir tidak pernah
Pasca iktal EEG abnormal Selalu Jarang

Sumber : Smith dkk (1998)

5. Etiologi & Faktor Risiko

8
Penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan
ekstrakranial :
1. Intrakranial
Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder dapat
disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti hidrosefalus,
infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.

2. Ekstrakranial
Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolism eseperti
hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia, hiperproteinemia,
hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia. Penyebab ekstrakranial dapat juga disebabkan
oleh metastasis keganasan ke otak.7
.
6. Patofisiologi
Kejang adalah manifiestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat
berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik dan otonom yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang
berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain
secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh
kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik
yang berlebihan dan disebabkan juga oleh berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter
asam gama amino butirat(GABA) atau meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter
asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang10.

9
Diagram 1. Patofisiologi kejang

Secara sederhana dapat patofisiologi dari anak disebankan oleh beberapa hal berikut :
a. Kemampuan membrane sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik
yang berlebihan.
b. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gamma butirat (GABA).
c. Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh neurotransmitter asam glutamat dan aspartat
melalui jalur eksitasi berulang.

10
7. Diagnosis
1. Anamnesis terpimpin
 Apakah ada kejadian yang merangsang terjadinya kejang seperti keadaan stres,
rangsangan nyeri, dan sebagainya
 Apakah sebelum kejang terjadi, terdapat aura seperti mencium bau-bauan, melihat
cahaya yang sangat terang, mendengar suara- suara, mual, merasa ketakutan dan
sebagainya?
 Apa yang dilakukan anak sesaat sebelum kejang terjadi?
 Apakah beberapa jam atau beberapa menit sebelum kejang anak mengkonsumsi
obat– obatan tertentu?
 Apakah anak sedang menderita penyakit tertentu? Apakah anak sedang demam
sebelum kejang terjadi?
 Apakah anak pernah mengalami kejang sebelumnya?
 Jika anak pernah mengalami kejang, apakah bentuk kejang terdahulu sama seperti
bentuk kejang yang baru saja terjadi?
 Jika anak pernah mengalami kejang, apakah anak berobat rutin dan
mengkonsumsi obat anti kejang secara teratur?
 Apakah anak pernah mengalami trauma, terutama di bagian kepala, beberapa jam
atau hari sebelum kejang?
 Apakah ada riwayat kejang dalam keluarga?

Kejadian saat kejang


Berikut ini adalah pertanyaan yang perlu ditanyakan mengenai kejadian saat episode
kejang terjadi :
 Berapa lama kejang berlangsung?
 Seperti apa bentuk kejang yang terjadi?
 Apakah anak kehilangan kesadaran saat kejang?
 Berapa kali kejang terjadi dan berapa lama setiap satu episode kejang terjadi?
 Apabila kejang terjadi lebih dari satu kali, apakah anak tetap sadar atau tidak
sadar, di antara epdisode kejang yang terjadi?

11
Kejadian post-iktal
 Apakah anak langsung sadar setelah kejang berhenti?
 Apakah anak merasa lemas, mual, muntah setelah kejang berhenti atau anak
tampak seperti tidak terjadi apa- apa?
 Apakah anak mengingat kejadian saat kejang berlangsung?

2.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh.
 Tanda – tanda vital meliputi denyut nadi, laju pernapasan, saturasi oksigen dan
terutama suhu tubuh harus diperiksa, karena demam merupakan penyebab utama
kejang pada anak- anak.
 Periksa kepala apakah ada kelainan bentuk atau ukuran, tanda- tanda trauma
kepala, serta tanda- tanda peningkatan tekanan intrakranial.
 Periksa leher apakah terdapat kaku kuduk.
 Pemeriksaan neurologis secara menyeluruh juga penting dilakukan.

3.Pemeriksaan Penunjang
Penentuan ada tidaknya kejang ditentukan oleh kondisi klinis pasien yang tepat
sesuai klinis, tetapi pemeriksaan penunjang juga dapat membantu dalam mempertajam
diagnosis dari kejang tersebut. Pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan adalah :

1) Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal tidak dianjurkan pada anak-anak dengan hemodinamik yang tidak
stabil. Sangat dipertimbangkan untuk melakukan pungsi lumbal pada anak kurang
dari 12 bulan dan anak kurang dari 18 bulan. Pungsi lumbal dianjurkan pada anak
yang belum menerima antibiotik sebelum kejang dan didiagnosa sebagai meningitis,
dalam kasus ini dilakukan pungsi lumbal tanpa memandang usia. Bahkan jika pungsi
lumbal dilakukan dan hasilnya negatif, dapat dipertimbangkan untuk pemberian
pengobatan meningitis, karena cairan cerebrospinal (CSF) mungkin normal pada fase
awal perjalanan penyakit meningitis.2
2) Pencitraan
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah episode kejang demam sederhana, tapi
bisa dipertimbangkan ketika ada fitur klinis dari gangguan neurologis, misalnya

12
mikrosefali atau makrosefali, defisit neurologis yang sudah ada, defisit neurologis
post-iktal bertahan selama lebih dari beberapa jam, atau ketika ada kejang demam
berulang yang kompleks, atau kejang yang dicurigai bukan kejang demam. Magnetic
Resonance Imaging lebih sensitif dibandingkan Computed Tomography untuk
mendeteksi proses intrakranial yang dapat menyebabkan kejang.2

3) Electroencephalography (EEG)
EEG sendiri memiliki sensitivitas yang rendah pada anak di bawah usia tiga tahun
dengan kejang dan peran yang terbatas dalam diagnosis gangguan ensefalopatik
akutterkadang terdapat beberapa orang yang tidak merasakan perubahan apapun. Hasil
terapi stimulasi nervus vagus tidak dapat diprediksi. Kejang yang dialami pasien bisa
berkurang secara drastis tetapi tidak dapat menghilangkan kejang tersebut secara total.
Selain penanganan dengan stimulasi nervus vagus, yang dapat dilakukan pada
intractable seizureyaitu operasi pada area otak yang mencetuskan terjadinya
kejang.Operasi biasanya menjadi pilihan terakhir dalam -90% kasus tergantung
penyebab dari kejang tersebut dan lokasi dari kelainan yang terdapat di otak.2

4. Penatalaksanaan
Obat Anti Epilepsi diberikan bila :
1). Diagnosis epilepsi sudah dipastikan.
2). Terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
3). Setelah pasien dan/ atau keluarga menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan.
dan tentang kemungkinan efek samping.

Anti Konvulsan Utama


 Fenobarbital dosis 6-8 mg/kgbb
 Diazepam dosis 0,3-0,5 mg/kgbb
 Asam valproat dosis awal 15 mg/kgbb dapat ditingkatkan 5-10 mg/kgbb/hari
dengan interval 1 minggu.
 Phenytoin dosis 5-8 mg/kgbb/hari

13
5. Edukasi keluarga perjalanan penyakit dan rekurensi
Edukasi pasien dan pendidikan keluarga merupakan bagian integral dari pengelolaan
kejang demam. Langkah– langkah yang perlu dilakukan antara lain:

 Membantu keluarga untuk mengatasi pengalaman yang menakutkan dan


menyingkirkan asumsi bahwa anak mereka akan meninggal saat kejang demam
pertama dengan kesepakatan keluarga untuk memahami prognosis dari kejang.
 Memastikan keluarga mengerti bahwa tidak ada peningkatan risiko keterlambatan
intelektual jika kejang kurang dari 30 menit.
 Memberikan keluarga informasi tentang risiko kekambuhan kejang berikutnya.2

6. Penanganan pertama saat di rumah


 Tetap tenang dan jangan panik, jangan memaksa atau memasukkan sesuatu ke
dalam mulut.
 Pastikan pasien aman dengan menempatkan mereka pada lantai dan
menyingkirkan benda-benda yang bisa melukai mereka.
 Perhatikan waktu saat mulai dan berhentinya kejang, karena hal ini penting untuk
diketahui dokter.
 Setelah kejang berhenti, tempatkan pasien dalam posisi tidur pada salah satu
sisinya dan membuat mereka nyaman.
 Jangan mengguncang pasien untuk membangunkan mereka atau menahan pasien
saat pasien mengalami kejang aktif.
 Bawalah pasien ke dokter atau instansi kesehatan setempat sesegera mungkin.8

8. Prognosis
Rekurensi risiko untuk terjadinya kekambuhan setelah kejang pertama adalah sekitar
33%. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan kekambuhan meliputi
kejang demam pertama pada usia muda, riwayat keluarga kejang demam, durasi pendek
demam sebelum kejang atau demam yang relatif rendah pada saat kejang awal. Terdapat
faktor genetik yang mempengaruhi terjadinya kejang. Profilaksis terus menerus dengan
obat antiepilepsi tidak dianjurkan.2

14
DAFTAR PUSTAKA

1.Children and Infants with Seizures-Acute Management Clinical Guidelines. NSW


Department of Health. 2009.

2.Guidelines and Protocols Advisory Committe. Febrile Seizure. British Columbia


Medical Association. 2010.

3.Febrile Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child With a
Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 2011 Feb:2(127);390-394

4. Brown, J. (2016). Ministry of health. British Medical Journal, 2(2960), 404;23-31

5.Friedman M.J, Sharrieff G. Q. Seizures in Children. Pediatric Clin N Am. 2006;53:257-


277

6.Breton A. N. Seizures: Stages, Types, and Care. 10th Emergency & Critical Care UK
Annual Congress. 2013

7.Fuadi, Tjipta Bahtera, Noor Wijayahadi. Faktor Resiko Bangkitan Kejang Demam pada
Anak. Sari Pediatri. 2010:12(3);142-149.

8. Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

9. Fida & Maya.(2012). Pengantar ilmu kesehatan anak.Jogjakarta : D-Medika.

10. Brian Chung, Virginia Wong. Relationship Between Five Common Viruses and
Febrile Seizure in Children. Arch Dis Child;2007. 92:589-593

15

Anda mungkin juga menyukai