MATERI
LATIHAN
Baca baik-baik 3 paragraf berikut ini! Setelah, itu bandingkan dan tentukan mana
yang termasuk karya ilmiah berdasarkan ciri-cirinya!
Paragraf 1
Sri Meiyenti dan Syahrizal (2010) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa besar
kecilnya pembayaran uang atau barang untuk jemputan tergantung dari status sosial si laki-laki
yang akan diambil menjadi menantu. Secara tradisional, gelar kebangsawanan menjadi tolok
ukur besar kecilnya jemputan. Uang jemputan untuk orang yang bergelar “sidi”, “sutan”, atau
“bagindo” lebih besar dibandingkan dengan orang biasa. Hal ini disebabkan orang ingin anak
cucunya dialiri darah bangsawan. Akan tetapi, saat ini gelar bangsawan tidak lagi menjadi
ukuran besar kecilnya uang jemputan dalam pernikahan. Saat ini status sosial karena
pendidikan yang berimbas pada munculnya gelar kesarjanaan menjadi ukuran. Laki-laki
bergelar dokter, insinyur, atau gelar sarjana lainnya memiliki status sosial yang tinggi sehingga
semakin tinggi juga uang jemputannya.
Paragraf 2
Aku seperti seonggok batu yang bisu di malam hari. Diam dan kaku. Tubuhku disepuh
cahaya bulan. Aku duduk di gubuk sawah milik abak yang tak berdinding dan beratap daun
rumbia. Udara dingin menyergap dari berbagai arah. Entah sampai berapa lama aku akan
mampu bertahan dari udara malam ini. Udara malam yang mengilu kulit sampai ke semua
rusuk tulang. Juga sampai ke hati, karena hati membuka diri untuk membunuh rasa sepi dan
pedih tak terperi ini. Sebab bukankah kesedihan hati juga akan membuat suasana akan
terkondisi?
Iya. Seperti malam ini rasanya entah apa. Kesedihan menyergap dari berbagai arah.
Luka serasa semakin menyiksa karena malam yang sunyi seperti sembilu yang turut melukai
hati. Tapi hanya malam dan di gubuk ini aku bisa merenung diri. Menimbang-bimbang nasib.
Menyesali diri, mengapa dulu pindah ke kampung halaman ini. Menyepelekan saran sahabat
dan kerabat. Kini aku terperangkap dalam keputusan yang digulung adat. Mengunyah harapan
dan mematikan keinginan. Di bawah langit yang berbintang, berkali-kali berkelebat wajahmu
sambil menusuk sepi ini. Wahai Faraswati, adakah engkau rasakan deritaku ini ?
Sumber : “Uang Jemputan” karya Farizal Sikumbang, Kompas
Paragraf 3
PADANG — Barangkali ini untuk pertama kali, gara-gara uang jemputan, bermuara di
Pengadilan Negeri Padang. Adalah Diane Velma Edwani menikah dengan dokter Teguh Ganeza
tanggal 24 Nopember 2012 dan pesta pernikahan tanggal 25 Nopember 2012 di Gedung Sapta
Marga Jalan Sudirman Padang.
Salah satu syarat yang diminta oleh calon mempelai laki-laki adalah uang jemputan
sebesar Rp300 juta. Dan uang itu telah dibayar oleh pihak pengantin perempuan. Yang menjadi
masalah adalah perkawinan baru berumur 2,5 bulan, pengantin laki-laki mengembalikan Diane
kepada kakaknya di Batam.
Merasa dirugikan, Hj. Nurhayati, ibunda Diane dan Diane melalui pengacara Zahirudin
dan Asrizal menggugat Teguh Ganeza dan keluarganya untuk mengembalikan uang jemputan,
biaya pesta dan lain-lain yang jumlahnya sebesar Rp525 juta.
Dalam sidang kemarin yang dipimpin hakim ketua Yus Enidar dan Mahyudin, pengacara
penggugat menghadirkan tiga saksi. Mereka adalah Dahrief Taher, Penghulu Diane, H. M.
Yunus, kerabat Diane dan Sufni, pihak catering dalam pesta pernikahan Diane dan dr. Teguh
Ganeza.
Pihak tergugat dr. Teguh Ganeza diwakili pengacaranya Fitriadi dan Busines.
“Sebagai penghulu, saya pergi ke rumah calon mempelai pria di Seberang Padang
dengan membawa uang tunai sebesar Rp300 juta. Hari dan tanggalnya saya lupa di tahun
2012. Uang itu diserahkan ke Mamak calon mempelai pria,” kata Dahrief Taher.
Ditambahkan Dahrief Taher, Diane berasal dari Cengkeh Padang sedangkan dr. Teguh
Ganeza berasal dari Pariaman. Menurut mantan anggota DPRD Kota Padang itu, meski dia
penghulu, dia tahu seluruhnya tentang perjanjian kedua belah pihak soal uang jemputan
sebesar Rp300 juta tersebut. “Namun, menurut saya siapa yang merasa dirugikan boleh
menuntut,” kata Dahrief Taher.
Sedangkan H. M. Yunus mengaku ikut hadir dalam prosesi adat penyerahan uang
jemputan sebesar Rp300 juta tersebut. “Sebenarnya uang jemputan itu sudah dihilangkan
zaman Anas Malik menjadi Bupati Padang Pariaman, “ kata M. Yunus.
Sedangkan saksi Sufni mengaku menjadi pihak penyedia catering dalam pesta di
Gedung Sapta Marga Jalan Sudirman, Padang. Dia hanya menerima curhat dari Hj. Nurhayati,
ibunda Diane soal rumah tangga Diane dengan dr. Teguh Ganeza.
“Selama saya jadi hakim, baru pertama kali menyidangkan kasus seperti ini. Memang
agak rumit kasus ini,” kata hakim anggota Mahyudin. (Sumber: http://hariansinggalang.co.id)