Anda di halaman 1dari 6

J.Hidrosfir Vol.1 No.1 Hal.

32-37 Jakarta, April 2006 ISSN 1704-1043

PENGARUH PERBEDAAN DOSIS OKSIGEN TERLARUT


(DO) PADA DEGRADASI AMONIUM KOLAM KAJIAN
BUDIDAYA UDANG

Wage Komarawidjaja
Peneliti Ekotoksikologi Perairan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Abstract
The objective of the study is to determine the effectiveness of bacterial application
and various continuous dissolved oxygen (DO) treatment for nitrogen (ammonia,
nitrite and nitrate) degradation in shrimp culture. The DO treatment was set as 4.5
mg/L for treatment-I, 5.5 mg/L for treatment-II and 6.5 mg/L for treatment-III. The
batch oxidation was conducted for a period of 20 days. The temperature, pH, salinitas,
DO, ammonia, nitrite and nitrate were determined.
Based on some previous research papers. NH3 becomes toxic to shrimp if the
concentration is higher than 0.54mg/Lr. NH3 measurement on this experiment was
about 0.01 mg/L up to 2.5 mg/L, but frequently was found lower than 0.54 mg/L in the
pond under treatment-III (6.5 mg/L DO).
The result also indicates that nitrification process in the experiment pond was not
only depend on DO level and abundance of nitrifier, but also was influenced by a
possibility of the occurrence of organic compound that inhibit nitrification.

Key words: Nitrification, microbial degradation, shrimp culture,

1. PENDAHULUAN lingkungan budidaya. Rendahnya kualitas


lingkungan dapat menjadi pendorong
Upaya meningkatkan produksi berkembangnya penyakit patogen yang
udang sebagai komoditas ekspor terus menyerang udang. Oleh karena itu,
digalakkan, baik melalui intesifikasi perbaikan kualitas lingkungan perlu
budidaya maupun dengan melakukan dilakukan, sehingga usaha budidaya
pembukaan kawasan potensial di luar udang mampu mencapai tingkat produksi
Pulau Jawa, seperti di Sumatera, yang menguntungkan petani tambak.
Kalimantan dan Kawasan Timur
Indonesia. Antisipasi pengembangan Terjadinya penurunan kualitas
budidaya tambak udang baik secara lingkungan tambak udang dapat terjadi
intensif maupun ekstensif, kedua duanya
akibat akumulasi senyawa organik sisa
memiliki resiko yang sama, terutama
pakan dan kotoran udang di dasar
tantangan kegagalan. tambak, yang kemudian terurai antara lain
membentuk amonia. Bila lingkungan
Salah satu sumber kegagalan perairan tambak udang mengandung
tersebut adalah turunnya kualitas

32 Komarawidjaja, W. 2006
konsentrasi amonia yang tinggi dan mg/L untuk Perlakuan-I (P-1), 5,5 mg/L
berlangsung lama, akan sangat untuk Perlakuan-II (P-2) dan 6,5 mg/L
mengganggu terhadap kehidupan dan untuk Perlakuan-III (P-2).
pertumbuhan udang, bahkan dapat
mematikan udang. (1,2,3) Konsorsium mikroba aerob
pengurai amonia ditambahkan pada hari
Oleh karena itu, diperlukan upaya ke-O. Kondisi temperatur dan pH dijaga
menekan beban toksisitas amonia, pada kisaran yang tetap untuk semua
dengan meningkatkan oksidasi sehingga kolam penelitian, sedangkan kadar
proses nitrifikasi dapat berlangsung salinitas diatur secara bertahap turun
sempurna. Untuk itu diperlukan kan- dari kisaran 25 ppt sampai 15 ppt selama
dungan oksigen terlarut (DO) yang cukup, periode penelitian untuk semua
sehingga mikroba pengurai dapat bekerja akuarium.
dengan optimal. Di sisi lain, secara
fisiologis udang membutuhkan oksigen 2.2 Pengambilan dan Analisis Sampel
dalam hidupnya, sehingga berkurangnya Air Laut
DO akan mendorong peluang kegagalan
budidaya udang semakin besar.(2) Sampel dari ketiga perlakuan secara
komposit diambil masing masing dari
Dalam beberapa pustaka disebutkan sudut dan titik tengah kolam, kemudian
bahwa kebutuhan DO untuk hudidaya dilakukan pengukuran terhadap beberapa
udang adalah berkisar antara 3-8 mg/L, parameter kualitas air yang telah
bahkan ada pula yang berpendapat ditetapkan. Pengamatan parameter
sekitar 4,5-7 mg/L. Oleh karena itu, kualitas air meliputi pengukuran pH,
penelitian ini bertujuan untuk mempelajari temperatur, salinitas dan DO dilakukan
kebutuhan oksigen dalam proses setiap pagi. Pengukuran ammonia, nitrit
degradasi senyawa N-organik pada dan nitrat dilakukan 2 hari sekali.
budidaya udang.(3)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
2. METODOLOGI
3.1 Kualitas Air
2.1 Bahan
Hasil pengamatan kualitas air yang
Beberapa bahan yang diper- meliputi parameter temperatur, pH,
gunakan dalam penelitian ini adalah: air salinitas dan DO secara rataan kualitas
laut, air tawar, udang windu stadia post lingkungan air penelitian telah memenuhi
larva, sedangkan peralatan yang kondisi yang diharapkan sebagaimana
digunakan antara lain: akuarium ukuran disajikan pada Tabel-1 berikut :
35x34x50 cm 3 , aerator, termometer,
Sebagaimana diketahui kisaran
salinometer, DO-meter, pH-meter,
temperatur air pada budidaya udang
autoklaf, cawan petri, inkubator,
windu adalah sekitar 26-32 O C. Pada
timbangan dan peralatan laboratorium
Tabel-1, temperatur air akuarium
analisis. Dalam penelitian ini akuarium
penelitian adalah 26-30"C telah
diisi dengan air sebanyak 30 liter. Setiap
memenuhi kisaran temperatur untuk
akuarium diaerasi sehingga masing
pemeliharaan udang. Parameter kualitas
masing perlakuan mengandung DO 4,5

Pengaruh Perbedaan Dosis....J. Hidrosfir.TPSA.Vol.1(1): 32-37 33


air yang dipengaruhi oleh perubahan Pada Perlakuan I, hasil pengukuran
temperatur adalah konsentrasi DO dan konsentrasi NH4 berkisar antara 0.353 –
Amonia. Pada temperatur yang tinggi 2.489 mg/L, untuk Perlakuan II tercatat
proporsi amonia tak terion akan konsentrasi NH4 berksiar antara 0.155 –
meningkat dibandingkan dengan amonia 2.135 mg/L dan Perlakuan III dengan
terion. 2) konsentrasi NH4 berkisar antara 0.190 –
1.695 mg/L.
Tabel-1. Data Kualitas Air
Dari data analisis tersebut,
Sumber Parameter Unit Rataan
Perlakuan III menunjukkan kandungan
O
P-I Temperatur C 28,55 ± 0.82 amonia dalam air paling kecil, meskipun
pH 8.05 ± 0.25 konsentrasi tersebut masih tetap
O
Salinitas /OO 20,56 ± 2,94 membahayakan bila merujuk kepada
DO mg/L 4,41 ± 0,24 Tabel-2, dimana konsentrasi amonia 0.54
O
P-II Temperatur C 28.29 ± 0,77
mg/L sudah bisa membunuh udang
pH 8,11 ± 0,24
O setelah 24 jam terpapar oleh NH4.
Salinitas /OO 20.88 ± 3.24
DO mg/L 5,43 ± 0.21
P- III Temperatur O
C n.2 ± 0,75 Tingginya kadar ammonia di dalam
pH 8, 12 ± 0,25 air tambak menurut Whitfiled (1974)
Salinitas O
/OO 20,91 ± 3,40 dalam Allan et a1. (1990), baik dalam
DO mg/L 6,40 ± 0,22 bentuk amonia non-ionik (NH 3 ) dan
amonia ionik (NH4) dipengaruhi oleh pH,
Untuk mendukung pertumbuhan suhu, salinitas dan tekanan osmotik.
udang windu yang normal dibutuhkan pH Amonia non-nionik sangat toksik terhadap
air antara 7,5-8.7 dengan batas optimum oganisme akuatik seperti ikan, krustasea
antara 8,0-85. Sedangkan salinitas air dan rnoluska (Smart, 1978; Colt and
pada awal penelitian adalah 26O/OO dan Armstrong, 1981 dalam Allan et al 1990).
pada akhir penelitian salinitas berkisar
20O/OO. 2,3) Tabel-2. LC50 Amonia dan Nitrit pada Udang
Panaeus spp. 4,5,6,7)
Konsentrasi DO untuk pertumbuhan Umur Udang NH3 NO2 Waktu
udang adalah 4.5-7 mg/L dan pada
P. monodon1 1.29 170 8
penelitian ini telah diatur kondisinya P. Monodon1 1.69 - 96
sesuai perlakuan yang telah ditetapkan. P. monodon2 0.54 - 24
P. monodon3 4.7 - 24
3.1 Pembentukan dan Degradasi P. monodon 0.77 106 144
Amonia
Sumber”Keterangan :
a. Akumulasi Amonia 1 = Juvenil
2 = Nauplius
Amonia terbentuk karena adanya 3 = Post Larvae
peran mikroba dalam proses penguraian
senyawa organik sisa pakan yang Sebetulnya NH4-pun hersifat toksik
terakumulasi didasar kolam. Laju hilamana teIjadi penurunan pH dan
pembentukan amonia ketiga perlakuan amonia (NH4) dijumpai dalam konsentrasi
disajikan pada Gambar-1 berikut : sangat tinggi (Shaw, 1960; Armstrong et

34 Komarawidjaja, W. 2006
al.,1978 dalam Allan et aI., 1990). Bahkan Beberapa hal yang diduga
menurut Colt dan Amstrong (1981) berpengaruh terhadap akumulasi
selain amonia, nitrit (N0 2-N) sebagai amonia pada perlakuan I dan II: (1)
turunannya dikenal sebagai senyawa oksigen yang tersedia hanya cukup untuk
yang toksik terhadap ikan, moluska dan pembentukan amonia sehingga proses
krustasea.(4) oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat
(nitrifikasi) tidak berjalan sempurna, (2)
kurangnya kepadatan mikroba pengguna
amonia dan (3) adanya senyawa
penghambat proses nitrifikasi
sebagaimana disebutkan dalam Joye
and Hallibaugh (1995) (8) bahwa
kehadiran ion hidrogen sulfide (HS -
dengan konsentrasi 60 µM dan 100 µM
akan menghambat proses nitrifikasi.
Bahkan menurut Perfettini dan Bianchi
(1990)(9) terganggunya proses nitrifikasi
Gambar-1. Laju Perubahan Konsentrasi bukan hanya karena adanya senyawa
Amonia penghambat tetapi juga karena tidak
cukupnya jumlah mikroba yang
Pada Tabel 2 terlihat bahwa NH 3 seharusnya diperlukan.
menurut beberapa laporan telah berefek
toksik pada konsentrasi 0,54 mg/L bagi Karena dalam penelitian ini hanya
udang setelah 24-144 jam masa dilakukan pemberian mikroba pada hari
inkubasi. Sedangkan efek toksik nitrit ke-0, maka tingginya konsentrasi amonia
terjadi setelah bioasay dilakukan atau rendahnya proses oksidasi amonia
selama 48-240 jam.(4,5,6) dapat mengganggu kehidupan udang,
sebagaimana dikemukakan pada Tabel-
Pada Gambar-1 dapat diamati 2. Oleh karena itu, menurut Perfettini dan
bahwa konsentrasi amonia cenderung Bianchi (1990) (9) disarankan untuk
lehih tinggi pada kolam I dan kolam II menambahkan mikroba. sehingga
dengan DO yang rendah dihandingkan proses oksidasi amonia dapat berjalan
dengan kolam III yang DO-nya lebih optimal.
tinggi. Hal ini mungkin terjadi bukan
hanya karena efektivitas pengubahan a. Degradasi Amonia
amonia menjadi nitrit semakin besar Degradasi amonia secara aerob
pada kadar oksigen yang tinggi, tetapi dikenal dengan proses nitrifikasi.
peningkatan konsentrasi amonia Menurut Joye dan Hollibaugh (1995)(8),
tersebut dapat juga karena penguraian transformasi amonia atau nitrifikasi
senyawa N-organik terus meningkat merupakan tahap yang penting siklus
akibat adanya degradasi sisa pakan nitrogen pada sedimen perairan payau
yang terakumulasi. Pada Gambar-1 (estuari). (10,11) Pada tahap ini mikroba
terlihat bahwa perlakuan I dengan DO yang berperan aktif adalah kelompok
4,5 mg/L, konsentrasi amonia paling Nitrosomonas yang menghasilkan nitrit.
tinggi diikuti oleh perlakuan II, dan paling
rendah konsentrasi amonia pada 2NIH4 + 302 <===> 2N02 + 2H20 + 4H+
perlakuan III.

Pengaruh Perbedaan Dosis....J. Hidrosfir.TPSA.Vol.1(1): 32-37 35


Pada tahap kedua proses nitrifikasi,
mengakibatkan kematian udang juvenil
yaitu oksidasi nitrit, mikroba yang setelah 48 jam dan dengan konsentrasi
berperan adalah kelompok nitrobakter 106 mg/L Nitrit akan mematikan udang
yang mengubah nitrit menjadi nitrat : setelah 144 Jam. (5,7) Sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar-2, dimana
2NO2 + O2 <===> 2NO3 Perlakuan I, II dan III menunjukkan
konsentrasi nitrit masih di bawah 30 mg/
Pembentukan Nitrit L untuk semua perlakuan. Oleh karena
itu, kadar nitrit tersebut belum
Nitrit sebagai hasil oksidasi
membahayakan kehidupan udang.
amonia, juga merupakan senyawaan
nitrogen anorganik yang dapat Dengan demikian, sifat toksik yang
membahayakan kehidupan udang bila timbul dari penguraian bahan N-organik
terdapat dalam jumlah tinggi. Nitrit tersebut terutama berasal dari tingginya
beracun karena kemampuannya konsentrasi amonia yang terakumulasi.
mengikat haemoglobin sehingga
mengganggu absorbsi oksigen dalam Pembentukan Nitrat
darah.(10,11) Hasil akhir proses nitrifikasi adalah
Nitrit merupakan senyawaan inter- terbentuknya nitrat. Senyawa N-
mediet antara amonia dan nitrat yang anorganik ini relatif tidak bersifat racun
pembentukannya sangatlah dipengaruhi bagi kehidupan udang dibanding dengan
oleh kandungan DO di perairan. Pada amonia dan nitrit. Sebagai hasil akhir dari
konsentrasi DO yang tinggi, proses nitrifikasi sehurusnya konsen-
trasi nitrat menjadi bertambah. Namun
hasil analisis parameter nitrat menunjuk-
kan penurunan konsentrasi, sebagai-
mana disajikan pada Gambar-3.
Dalam kondisi aerob, proses
denitrifikasi tidak mungkin berjalan
dengan sempurna, karena kondisi yang
baik untuk proses denitrifikasi adalah
dalam kondisi anoksik.

Gambar-2. Laju Perubahan Konsentrasi


Nitrit
pembentukan nitrit akan berlangsung
lebih cepat, sebagaimana disajikan pada
Gambar-2. Konsentrasi nitrit pada
perlakuan yang mengandung DO Iebih
besar cenderung menghasilkan puncak
grafik yang lebih tinggi.
Namun sebagaimna tercantum
pada Tabel-2, kandungan Nitrit dalam air Gambar-3. Laju Perubahan
dengan konsentrasi 170 mg/L akan Konsentrasi Nitrat

36 Komarawidjaja, W. 2006
Oleh karena itu. Penurunan 4. Allan,G.L, G.B Maguire and S J
konsentrasi nitrat yang terjadi, diduga Hopkins., 1990. Acute and chronis
karena proses penyerapan nitrat oleh toxicity of ammonia to juvenile
fitoplankton atau tumbuhan tingkat Metapenaeus macleayi and
rendah lainnya, seperti ditemukannya Panaeus monodon and the influence
lumut pada kolam selama periode of low dissolved-oxygen levels.
penelitian. Aquaculture 91 :265-280.
5. Chen J -C, Uu P -C and Lei S -C.,
4. PENUTUP 1990. Toxicities of ammonia and
nitrite to Panaeus monodon
4.1 Kecepatan pembentukan amonia
adolescents. Aquaculture 89: 12-137
dari degradasi senyawa N-organik
6. Chin T -S and Chen J -c., (1987).
dipengaruhi oleh konsentrasi
Acute toxicity of ammonia to larvae
oskigen terlarut (DO).
of the tiger prawn, Panaeus
4.2 Pada Perlakuan III dengan monodon. Aquaculture 66:247-253.
konsentrasi DO 6,5 mg/L, 7. Wickins, J. F. , 1976. The tolerance
konsentrasi amonia dapat of worm-water prawns to
berangsur turun lehih cepat recirculated water. Aquaculture 9: I
dibanding Perlakuan l dan II. 9-37.
8. Joye S Band J T Hollibaugh., 1995.
DAFTAR PUSTAKA Influence of sulfide inhibition of
1. Komarawidjaja, W., 2004. Pene- nitrification on nitrogen regeneration
litian pengaruh pemanfa-atan in sediments. Science 270:623-625.
konsorsium mikroba penitrifikasi 9. Perfettini J and M Bianchi., 1990. The
dalam buddiaya udang. Jurnal comparison of two simple protocols
Teknologi Lingkungan. BPPT. 2004. designed to initiate and stimulate
Vol. 5, No.1, Hal : 25-29. ISSN : 1411- ammonia oxidation in closed
318X. aquaculture system. Aquaculture
2. Komarawidjaja, W., 2003. Penga- 88:179-188.
ruh aplikasi konsorsium mikroba 10. Juliette L Y, M R Hyman and D J Arp.,
penitrifikasi terha-dap konsentrasi 1993. Inhibition of ammonia
ammonia (NH4) pada air tambak, oxidation in Nitrosomonas europaea
kasus di desa Grinting, Kabupaten by sulfur compounds: thioethers arc
Brebes. Jurnal Teknologi oxidized to sultoxides by Ammmonia
Lingkungan. BPPT. 2003. Vol. 4, monooxygenase. Applied and
No.2, Hal : 117-12. ISSN : 1411- Environ. Microbiology 59(11) :3718-
318X. 3727.
3. Komarawidjaja, W dan H 11. Juliette L Y, M R Hyman and D J Arp.,
Ambarsari., 2001. Potensi Mikroba 1993. Mechanism-based
Penitrifikasi Kawa-san inactivation of Ammonia
Pertambakan Udang Tanjung Pasir, monooxygenase in Nitrosomonas
Tangerang. Jurnal Teknologi europaea by’ allylsulfide. Applied and
Lingkung-an. BPPT. 2001. Vol. 2, Environ. Microbiology 59(11) :
No.3, Hal : 269-275. ISSN : 1411- 3728-3735.
318X.

Pengaruh Perbedaan Dosis....J. Hidrosfir.TPSA.Vol.1(1): 32-37 37

Anda mungkin juga menyukai