LP Ehd
LP Ehd
Oleh :
Rafiqa Amalia
14901.06.19034
A. Anatomi Fisiologi
Otak (Encephalon) adalah Pusat Sistem Saraf ( Central Nervous System, CNS).
Otak berfungsi mengatur dan mengkordinir sebagian besar, gerakan, perilaku dan fungsi tubuh
homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh.
Otak mengendalikan semua fungsi tubuh dan merupakan pusat dari seluruh kegiatan tubuh
manusia. Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan
fisik dan mental manusia. Sebaliknya apabila otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan
mental akan terganggu.
Otak merupakan organ yang paling rumit. Membahas tentang anatomi dan fisiologi otak secara
detail bisa memakan waktu berhari-hari. Oleh karena itu disini kita akan membahas anatomi
dan fisiologi otak secara garis besar saja, sekedar membuat kita paham bagian-bagian dan
fungsi otak
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut meningens yang terdiri dari 3 lapisan yaitu
1. Durameter
Lapisan paling luar dari otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan
tulang tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula
spinalis.
2. Arakhnoid
Lapisan bagian tengah dan terdiri dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam
lapisan ini disebut dengan ruang subarakhnoid dan memiliki cairan yang disebut cairan
serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
3. Piameter
Lapisan paling dalam dari otak dan melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki
pembuluh darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung
B. BAGIAN OTAK
1. Otak Besar ( Cerebrum )
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut Cerebral Cortex,
Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia
dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berfikir, analisa, logika,
bahasa, perasaan, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan
intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Otak Besar / Cerebrum terbagi
menjadi empat bagian yang disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan
bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus.
a. Lobus Frontal
Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan
dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
b. Lobus Parietal
Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan
rasa sakit.
c. Lobus Temporal
Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan
informasi dan bahasa bicara atau komunikasi dalam bentuk suara.
d. Lobus Occipital
Bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
2. Otak Kecil ( Cerebellum )
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher
bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:
Mengatur sikap atau posisi tubuh
Mengontrol keseimbangan
Koordinasi otot dan gerakan tubuh
Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari
seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan
sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap
dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi.
3. Batang Otak ( Brainstem )
Mengatur fungsi vital manusia meliputi pusat pernafasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh,
mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight
( menghadapi atau menghindar ) saat datangnya ancaman. Batang Otak terdiri dari tiga bagian,
yaitu:
a. Mesencephallon
Disebut Otak Tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan
Otak Besar dan Otak Kecil. Berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Diencephallon
Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di depan
mesencephalon. Terdiri dari
1) Thalamus ( yang terletak diantara korteks otak besar dan otak tengah ) yang berfungsi untuk
menyampaikan impuls / sinyal motorik menuju korteks otak besar dan medulla spinalis.
2) Hipotalamus adalah bagian otak yang terdiri dari sejumlah nukleus dengan berbagai fungsi
yang sangat peka terhadap steroid, glukokortikoid, glukosa dan suhu. Hipotalamus merupakan
pusat kontrol autonom. Salah satu fungsi yang penting adalah karena terhubung dengan sistem
syaraf dan kelenjar hipofisis yang merupakan salah satu homeostasis sistem endokrin yaitu
fungsi neuroendokrin yang berpengaruh terhadap sistem syaraf otonom sehingga dapat
menjaga homeostasis tekanan darah, denyut jantung, suhu tubuh, perilaku konsumsi dan
emosi. Hipotalamus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem limfatik, dan
merupakan konektor sinyal dari berbagai bagian otak menuju korteks otak besar. Akson dari
berbagai sistem indera berakhir pada hipotalamus (kecuali sistem olfaction) sebelum informasi
tersebut diteruskan menuju korteks otak besar. Hipotalamus berfungsi juga mengirim sinyal
menuju kelenjar adrenal yaitu epinephrine dan norepinephrine yang menskresikan Antideuretic
Hormone (ADH), Oksitosin, dan Regulatori Hormone.
c. Medulla Oblongata
Adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan,
begitu juga sebaliknya. Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari medulla spinalis menuju
otak. Medulla Oblongata mempengaruhi reflek fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah,
volume dan kecepatan respirasi, fungsi pencernaan. Selain itu juga mengatur gerak refleks lain
seperti bersin, batuk, dan berkedip.
d. Pons
Kata pons berasal dari bahasa latin yang berarti jembatan. Adalah bagian otak yang berupa
serabut syaraf yang menghubungkan dua belahan otak kecil (kiri dan kanan). Pons juga
menghubungkan korteks otak dan medula.
Pons disebut juga Pons Varoli / Jembatan Varol.
Sebagai bagian dari batang otak, pons juga mempengaruhi beberapa fungsi otomatis organ
vital tubuh salah satunya mengatur intensitas dan frekuensi pernapasan. Pons juga dikaitkan
dengan kontrol siklus tidur. Selain itu pons juga berhubungan dengan batang otak untuk
mengontrol refleks.
B. Definisi
Epidural hematoma adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri
meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup
sendiri karena itu sangat berbahaya.
Epidural hematoma adalah hematom antara durameter dan tulang, biasanya
sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media.
C. Etiologi
Epidural hematom terjadi karena laserasi pembuluh darah yang ada di antara
tengkorak dan duramater akibat benturan yang menyebabkan fraktur tengkorak seperti
kecelakaan kendaraan, atau tertimpa sesuatu. Sumber perdarahan biasanya dari
laserasi cabang arteri meningen, sinus duramatis, dan diploe.
D. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura
meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang
arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di
daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital. Arteri
meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan
antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh
hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal
menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan
ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium.
Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh
tim medis. Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius).
Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata.
Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin
penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam ,
penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran
berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar
setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena
cedera primer yang ringan pada epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma
cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer
berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak
pernah mengalami fase sadar.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang
telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan edh antara lain:
1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma.
2. Perubahan tanda vital. Biasanya kenaikan tekanan darah dan bradikardi.
3. Nyeri kepala yang hebat
4. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga.
5. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
6. Gangguan penglihatan dan pendengara.
7. Kejang otot.
8. Mual.
9. Pusing.
10. Muntah.
11. Berkeringat.
12. Sianosis / pucat.
13. Pupil anisokor yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
14. Susah bicara.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien meliputi:
1. Ct scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan
jaringan otak. Digunakan sama dengan ct scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
2. Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan dan trauma.
3. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
4. Sinar x
Mendeteksi parubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
5. Baer
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
6. Pet
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
7. Css
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
8. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial.
9. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
10. Rontgen thoraks 2 arah (pa/ap dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Toraksentesis menyatakan darah/cairan
11. Analisa gas darah (agd/astrup)
Analisa gas darah (agd/ astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan
status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan agd
ini adalah status oksigenasi danstatus asam basa
H. Penatalaksanaan
1. Penanganan darurat :
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana.
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
2. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital Usahakan agar jalan nafas selalu
babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran udara
pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian
oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : gunakan
cairan nac10,9% atau dextrose in saline.
b. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
1. Hiperventilasi. Bertujuan untuk menurunkan pao2 darah sehingga
mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang
terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat
mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, pao2
dipertahankan > 100 mmhg dan paco2 diantara 2530 mmhg.
2. Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan manitol 1015% per infus untuk “menarik” air
dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian
dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki,
manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat,
umumnya diberikan : 0,51 gram/kg bb dalam 1030 menit. Cara ini
berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada kasus
biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba
diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
3. Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak
beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung
menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada kasus
cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini
menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba
juga bervariasi : dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100
mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga metilprednisolon
pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan triamsinolon dengan
dosis 6 dd 10 mg.
4. Barbiturat.
Digunakan untuk mem”bius” pasien sehingga metabolisme otak dapat
ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan
menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari
kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen
berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang
ketat. Pala 24jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000
ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang
menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat
30° akan menurunkan tekanan intrakranial. Posisi tidur yang dianjurkan,
terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah: kepala dan leher
diangkat 30°. Sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150°. Telapak kaki
diganjal, membentuk sudut 90° dengan tungkai bawah
c. Obat-obat neurotropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi
kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
a. Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin b6) yang dikatakan
mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi
membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari
lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifat-nya asam
sehingga mengiritasi vena.
b. Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip gaba –suatu neurotransmitter
penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena 3)
c. Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri
diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam
otak.
Diberikan dalam dosis 10q-500 mg/hari intravena.
I. Komplikasi
Hematoma epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana keadaan ini
mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain
shift) dan peningkatan tekanan intracranial.
2. Kompresi batang otak.
Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :
a. Hemiparese/hemiplegia.
b. Disfasia/afasia
c. Epilepsi.
d. Hidrosepalus.
e. Subdural empyema
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
H. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai darah ke
otak dan peningkatan TIK
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai O2 akibat
penurunan kerja organ pernapasan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, prosedur invasive dan invasi
bakteri.
4. Resiko Injury berhubungan dengan peningkatan TIK : kejang/ gelisah
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
kemampuan mencerna / menelan nutrient.
6. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi (stimulasi nyeri) akibat prosedur operasi
invasive.
7. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan tonus otot sensori.
8. Cemas berhubungan dengan krisis situasional.
9. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan pergerakan sendi akibat
kerusakan neuromuskuler
10. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan kebutuhan ADL akibat penurunan
kesadaran.
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi (stimulasi nyeri) akibat prosedur operasi
invasive
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil :
Tingkat nyeri
1. Keluhan nyeri menurun (5)
2. Meringis menurun (5)
3. Gelisah menurun (5)
4. Kesulitan tidur menurun (5)
Intervensi :
Manajemen nyeri
Observasi
1. Identifikasi local, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
Terapeutik
4. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
Edukasi
5. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
6. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
7. Anjurkan menggunakan analgesic secara tepat
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian analgesic
DAFTAR PUSTAKA
Liebieskind David, Lutsep Helmi, Epidural Hematom in Emergency Medicine www.
Emedicine.medscape.com/article/824029-overview : 2016
Prawirohardjo P, patofisiologi peningkatan tekanan intrakaranial pada cedera otak traumatik.
Dalam buku Neurotrauma. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2015
Netter, F. H., Craig, J. A., Perkins, J., Hansen, J. T., & Koeppen, B. M, (n.d). Atlas of
Neuroanatomy and Neurophysiologi Special Edition: Arteries to Brains and Meningens. NJ :
2012
Ganz, Jeremy, The lucid interval associated with epidural bleeding: evolving understanding,
page 739-745, United Kingdom: 2013
Shah, M.V, Commentary Conservative Management of Epidural Hematoma Is It Safe and Is It
Cost-Effective, page 115-116, Indianapolis: 2011
Abelsen Nadine, Mitchell, Neurotrauma Managing Patients with Head Injuries, A John Wiley &
Sons, Ltd., Publication, Wichester USA: 2013