Anda di halaman 1dari 6

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

FARMASETIKA TERAPAN

OLEH:

NAMA : JUMARNI
NIM : O1A117026
KELAS :A
DOSEN : apt. SABARUDIN, S. Farm., M. Si.

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
Tugas 1
Carilah contoh penyakit yang sering menyerang ibu menyususi dan cara mengatasinya
dengan terapi farmakologi dan non farmakologi!
"MASTITIS"
A. Definisi
Mastitis merupakan peradangan payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak yang
terjadi pada laktasi. Manisfestasi klinik mastitis antara lain kemerahan, pembengkakan
payudara, demam atau infeksi sistemik. Mastitis klinis didefinisikan sebagai mastitis
yang menyebabkan perubahan yang terlihat pada payudara. Mastitis dibagi menjadi
parah, sedang atau ringan. Angka kejadian mastitis terjadi pada satu dari lima ibu
menyusui, biasanya pada 6-8 minggu pertama setelah melahirkan. Mastitis didefinisikan
sebagai proses inflamasi yang memengaruhi kelenjar susu.
B. Etiologi
Mastitis dapat terjadi sebagai akibat dari faktor ibu maupun faktor bayi. Penyebab
mastitis pada ibu meliputi praktik menyusui yang buruk seperti kesalahan dalam posisi
menyusu karena kurangnya pengetahuan atau pendidikan tentang menyusui, saluran yang
tersumbat, puting pecah atau sistem kekebalan tubuh ibu yang terganggu, yang dapat
menyebabkan mastitis melalui mekanisme sistemik yang meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi atau mengurangi suplai susu sebagai respons terhadap nutrisi yang
buruk, stres dan kelelahan ibu. Mastitis dapat diperburuk oleh kesehatan bayi yang buruk.
Beberapa penyebab mastitis, termasuk drainase payudara yang tidak memadai, perubahan
frekuensi menyusui dan pemberian makanan campuran.
Mastitis adalah peradangan kelenjar susu. Secara anatomi, payudara memiliki ambang
tertentu untuk pertahanan terhadap patogen yang menyerang. Makrofag susu, leukosit
dan sel epitel adalah sel pertama yang menemukan dan mengenali patogen bakteri yang
memasuki kelenjar susu. Neutrofil kemudian direkrut dari darah ke dalam kelenjar susu
yang terinfeksi, di mana mereka mengenali, memfagositisasi, dan membunuh patogen
yang menyerang di tahap awal infeksi. Kekebalan adaptif memainkan peran penting
dalam pembersihan kekebalan tubuh ketika pertahanan bawaan gagal untuk sepenuhnya
menghilangkan patogen penyebab mastitis. Sejumlah besar limfosit T helper (Th)
bermigrasi ke bagian yang terinfeksi dan mengatur respons imun adaptif yang efektif.
Himpunan bagian sel ini dapat melepaskan chemokine dan sitokin inflamasi, seperti
CXCL10, CCL2, CCL20, IL-17, IL-12, IFN-γ, IL-1β, IL-6, TGF-β dan IL-10, yang
secara signifikan meningkat. Sitokin ini tidak hanya penting untuk pemeliharaan
peradangan lokal lingkungan tetapi juga berkontribusi pada diferensiasi sel T helper yang
berbeda. Namun, subset sel pembantu T tertentu, termasuk sel Th1, Th2, Th17 dan sel T
regulator (Treg), yang dimobilisasi dalam mastitis tidak didefinisikan dengan baik.
Imunisasi merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan sistem kekebalan untuk
memicu perlindungan respons imun terhadap mastitis.
Etiologi mastitis infeksius dan abses payudara biasanya adalah bakteri yang
mengkolonisasi kulit. Bakteri yang paling umum ditemukan adalah Staphylococcus
aureus dan Coagulase negative staphylococcus (CNS). Methicillin-resistant S. aureus
(MRSA) juga semakin sering dilaporkan dan merupakan penyebab umum terapi
antibiotik yang gagal.
C. Epidemiologi
Insiden mastitis puerperalis sangat bervariasi. Menurut penelitian, mastitis tampaknya
mempengaruhi sekitar sepuluh persen dari semua ibu yang menyusui. Namun, hasil studi
telah bervariasi secara signifikan, beberapa menunjukkan hanya tiga persen sementara
yang lain mengatakan tiga puluh tiga persen wanita terpengaruh. Hal ini paling sering
terjadi pada minggu kedua dan ketiga postpartum dengan sebagian besar laporan yang
menunjukkan bahwa tujuh puluh empat persen hingga sembilan puluh lima persen kasus
terjadi pada 12 minggu pertama. Namun, dapat terjadi pada setiap tahap laktasi.
D. Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang
berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama
protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya
ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons
inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi. Terdapat beberapa
cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting
yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran
hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus
aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula mastitis
tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah
endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
E. Penatalaksanaan
Dilakukan penatalaksanaan mastitis dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi
lanjut. Penatalaksanaan bisa berupa medis dan non-medis, dimana medis melibatkan obat
antibiotik dan analgesik sedangkan non-medis berupa tindakan suportif.
Penatalaksanaan Medis (Terapi Farmakologi)
Antibiotik diberikan jika dalam 12-24 jam tidak ada perubahan atau, antibiotik yang
diberikan berupa penicillin resistan-penisilinase. Jika ibu alegi terhadap penisilinase
dapat diberikan Eritromisin. Terapi yang paling umum adalah adalah Dikloksasilin.
Berikut antibiotik yang efektif terhadap infeksi Staphylococcus aureus.
Tabel Dosis Antibiotik

Antibiotik Dosis

Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam


Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam

Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral

Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam

Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam

Pemberian antibiotik dikonsulkan oleh dokter supaya mendapat antibiotik yang tepat dan
aman untuk ibu menyusui. Selain itu, bila badan terasa panas sebaiknya diberikan obat
penurun panas. Namun jika infeksi tidak hilang maka dilakukan kultur asi.
Selanjutnya pemberian Analgesik untuk mengurangi rasa nyeri. Rasa nyeri menjadi
penghambat hormon oksitosin yang berperan dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik
yang diberikan berupa ibuprofen dengan dosis 1,6gram per hari karena lebih efektif
dalam menurunkan peradangan dibandingkan dengan paracetamol dan asetaminofen.
Sehingga direkomendasikan pada ibu menyusui yang mengalami mastitis. Selain
analgesik, untuk mengatasi nyeri dan payudara terasa keras bisa diberikan kompres
kentang.
Penatalaksanaan non-medis (Terapi Non Farmakologi)
Penatalaksanaan non-medis dapat dilakukan berupa tindakan suportif untuk mencegah
mastitis semakin buruk. Tindakan suportif yang diberikan yaitu guna untuk menjaga
kebersihan dan kenyamanan meliputi :
1. Sebelum menyusui sebaiknya ASI dikeluarkan sedikit lalu oleskan pada daerah
payudara dan puting. Cara ini bertujuan untuk menjada kelembapan puting susu.
Kemudian bayi diletakkan menghadap payudara ibu. Posisi ibu bisa duduk atau
berbaring dengan santai, bila bu memilih posisi duduk sebaiknya menggunakan kursi
yang lebih rendah supaya kaki ibu tidak menggantung dan punggung ibu bisa
bersandar.
2. Selanjutnya bayi dipegang pada belakang bahu dengan menggunakan satu lengan,
dengan posisi kepala bayi terletak di lengkung siku ibu (kepala bayi tidak boleh
menengadah dan bokong bayi disangga dengan telapak tangan). Tangan bayi
diletakan dibelakan badan ibu dan tangan satu didepan, perut bayi ditempelkan pada
badan ibu dengan kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya menengokkan
kepala bayi). Payudara dipegang dengan jari jempol diatas dan jari lainnya menopang
payudara, seperti huruf C.
3. Bayi diberi rangsangan supaya bayi ingin membuka mulut atau disebut dengan
rooting reflex yaitu menyentuhkan pipi bayi pada puting susu atau menyuntuhkan sisi
mulut bayi. Setelah bayi membuka mulut, kepala bayi didekatkan pada payudara dan
puting dimasukan pada mulut bayi. Usahakan areola payudara masuk ke mulut bayi
sehingga lidah bayi akan menekan ASI. Posisi yang salah apabila bayi hanya
menghisap bagian puting ibu saja. Hal ini akan mengakibatkan ASI tidak keluar
secara adekuat.
4. Selain pengosongan payudara penatalaksanaan lainya berupa pemberian kompres
hangat dengan menggunakan shower hangat atau lap yang sudah dibasahi air hangat.
5. Mengubah posisi menyusui (posisi tidur, duduk atau posisi memegang bola (foot ball
position). Memakai baju atau bra yang longgar dapat mengurangi penekanan
berlebihan pada payudara. Bra yang ketat dapat menyebabkan segmental
enggorgement jika tidak disusui dengan adekut.
6. Selanjutnya mengedukasi ibu atau memberi pengetahuan tentang dan pencegahan dan
penanganan mastitis. Sehingga ibu bisa mewaspadai sebelum terjadi mastitis. Dengan
cara tersebut biasanya mastitis akan menghilang setelah 48 jam. Tetapi jika dengan
cara-cara tersebut tidak ada perubahan, maka akan diberikan antibiotika 5-10 hari dan
analgesik.
Tugas 2
Penyelesaian Contoh Kasus
Kasus 1
Ibu A berusia 25 tahun dan masuk rumah sakit dengan bakteriuria asimptomatis. Ia
memperoleh resep trimetoprim 200 mg dua kali sehari. Saat kunjungan ke bangsal, ia
mengatakan bahwa iatelah hamil sekitar 8 minggu dan juga merasakan mual.
Metoklopramid 10 mg tiga kali sehari telah diresepkan. Selain itu tidak ada obat lain
yang diminum.
Pertanyaan
1. Apakah permasalahan yang terdapat pada kasus ini?
2. Apakah tindakan untuk mengatasinya?
Jawab :
Permasalahan dalam kasus ini adalah penggunaan obat metoklopramid pada wanita
hamil. Dimana obat ini termasuk obat yang dalam peringatan ketika diberikan pada
wanita dalam masa kehamilan. Metoklopramid menurut penilitian di Amerika, bahwa
akan mengakibatkan gangguan janin sebesar 2-4% karena obat ini dapat menembus
barier plasenta yang dapat membahayakan janin. Selagi masih bisa dihindari, sebaiknya
obat ini dihentikan penggunaannya.
Rasa mual yang timbul disebabkan karena pemakaian antibiotik trimetoprim. golongan
antibiotik yang aman untuk wanita hamil adalah penisilin/sefalosporin, untuk kasus ini
sebaiknya trimetoprim diganti dengan salah satu golongan tersebut untuk meminimalisir
rasa mual yang timbul. Untuk bakteriuria asimptomatis disarankan menggunakan
sefadroksil. Adapun jika masih merasa mual hal itu disebabkan karena efek morning sick,
pasien disarankan untuk istirahat yang cukup, konsumsi makanan yang sehat dan
konsumsi air hangat.
Kasus 2
Ibu B berusia 29 tahun dengan riwayat hipertensi. Ia memperoleh resep antagonis
reseptor angiotensin II losartan 50 mg pada pagi hari dan diuretik golongan thiazida
bendrofluazid 2,5 mg pada pagi hari. Setelah melahirkan seorang bayi laki-laki yang
sehat, ibu B ingin segera mulai menyusui.
Pertanyaan
1. Apakah permasalahan yang muncuk pada kasusu di atas?
2. Apakah tindakan yang harus diambil?
Jawab :
Permasalahan yang terdapat pada kasus tersebut adalah pemberian obat losartan. Pada ibu
hamil, obat ini menurut US FDA (Food and Drugs Administration) termasuk dalam
kategori D, yaitu terdapat bukti yang benar menunjukkan resiko terhadap janin manusia
dan hanya dapat digunakan bila manfaat yang lebih besar daripada resikonya, Badan
Pengawas Obat dan Makanan (FDA) mengeluarkan peringatan bahwa losartam dapat
menyebabkan keracunan janin dan harus dihentikan segera setelah kehamilan terdeteksi.
Menggunakan losartan saat hamil dapat menyebabkan cedera janin atau kematian.
Tindakan yang harus dilakukan adalah mengganti obat losartan dengan Nifedipin yang
dikombinasikan dengan metildopa. Nipfedipin termasuk dalam kategori “C”; kategori
aman bagi ibu hamil dibanding dengan hipertensi lain. Sedangkan metildopa masuk
dalam kategori “B”, merupakan pilihan utama untuk ibu hamil. Pustaka lain menyatakan
kombinasi metoldopa dan nifedipin terbukti dapat mengatasi hipertensi kehamilan stage
sedang hingga parah.

Anda mungkin juga menyukai