Anda di halaman 1dari 19

BAB II

DASAR TEORI

Dalam konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai, harus ditentukan
terlebih dahulu berbagai prosedur mengenai pekerjaan konstruksi, pekerjaan survei
konstruksi, peralatan (maintenance) yang akan digunakan dari kontraktor, sub-
kontraktor, dengan mengacu pada prosedur yang telah diberikan pihak pemilik tender
(owner) yang kesemuanya dituangkan dalam spesifikasi teknis konstruksi. Dalam bab
ini akan dijelaskan mengenai teknis pelaksanaan konstruksi pipa bawah laut secara
jelas terperinci yang merupakan output data dari peralatan survei dan navigasi yang
digunakan.

2.1 Tipe Jalur Pipa Bawah Laut


Jalur pipa bawah laut pertama kali dibangun di Amerika pada tahun 1859 untuk
menyalurkan crude oil (Wolbert, 1952). Seiring perkembangan zaman setelah 50
tahun pengoperasian pipa bawah laut secara praktis, industri perminyakan telah
membuktikan bahwa penggunaan pipa bawah laut jauh lebih ekonomis karena mampu
menyalurkan crude oil, gas alam, dan campuran produknya dengan skala besar
daripada dengan menggunakan rel dan truk pengangkut karena mampu memberikan
kuantitas yang besar secara teratur dan berkesinambungan. Transportasi fluida minyak
dengan pipa dapat berkesinambungan dan dapat dipercaya.

Pipa bawah laut dapat diklasifikasikan berdasarkan :


1. Jalur aliran untuk menyalurkan minyak dan atau gas dari sumur minyak bawah
laut ke manifold bawah laut.
2. Jalur aliran untuk menyalurkan minyak dan atau gas dari manifolds bawah laut
ke platform (fasilitas produksi).
3. Jalur aliran untuk menyalurkan minyak dan atau gas antar platform.
4. Mengalirkan minyak dan atau gas dari platform ke pantai.
5. Jalur aliran yang menyalurkan air atau bahan kimia dari platform, melalui
injection manifold bawah laut ke injection wellhead.

6
Berikut merupakan klasifikasi tipe jalur pipa bawah laut berdasarkan kelima kategori
diatas disertai dengan gambar :
(1) Flowlines (meliputi spools dan jumpers) digunakan untuk menghubungkan
subsea wellhead ke manifolds atau platforms.
(2) Water injection dan Gas lift lines, sama dengan flowlines tetapi jalurnya
berlawanan arah.
(3) Inter-fields pipelines, mengangkut fluida (yang diproses/tidak diproses) antara
manifolds dan platforms.
(4) Export (Trunk) pipelines, mengangkut produk hidrokarbon yang sudah
diproses dari platforms ke shore based terminal atau offshore loading facility.

Gambar 2.1 Klasifikasi pipa bawah laut [Dr. Boyun Guo et al, 2005]

2.2 Perencanaan Jalur Pipa Bawah Laut


Perencanaan/desain jalur pipa bawah laut terdiri dari 3 tahap :
1. Conceptual engineering
2. Preliminary engineering
3. Detail engineering

7
Desain jalur pipa bawah laut sangat memperhatikan ukuran pipa (diameter dan
ketebalan dinding pipa) dan bahan material yang dipilih yang didasarkan analisis
stress, stabilitas hydrodynamic, span, thermal insulation, korosi dan stabilitas coating,
serta spesifikasi pipa riser. Berikut merupakan jenis pipa yang dikonstruksi berjenis
pipa minyak bumi Steel X60 berdiameter 18” :

Gambar 2.2 Pipa minyak bumi bawah laut Steel X60 18”

Data-data yang mempengaruhi perencanaan/desain jalur pipa bawah laut adalah


sebagai berikut :
1. Reservoir performance
2. Komposisi air dan fluida
3. PVT (pressure, volume, temperature) properties fluida
4. Konsentrasi pasir
5. Distribusi partikel air
6. Data survei geoteknik
7. Data meteorologi dan oseanografi

2.3 Operasionalisasi Kapal Survei dan Konstruksi


Sebelum proses konstruksi dimulai, terlebih dahulu armada-armada vessel yang akan
digunakan dimobilisasi menuju ke lokasi, antara lain laying vessel (Mariam 281
laying barge), AHT tug boat, cargo barge, seatruck, dan fuel and water loading
vessel.

8
2.3.1 Laying Vessel
Laying vessel yang digunakan dalam proses konstruksi pipa bawah laut di anjungan
minyak lepas pantai ini menggunakan tipe S-lay barge karena kedalaman maksimum
jalur pipa bawah laut yang akan dipasang sekitar 30 m, dengan nama MARIAM 281
lay barge. Barge yang berukuran 85.34 m x 27.45 m dan mempunyai 6 welding
station tersebut berbendera Singapura yang dibuat pada tahun 2004 oleh Labroy
Shipbuilding & Engineering Pte.Ltd. Berkut gambar Mariam 281 laying barge :

Gambar 2.3 Sketsa Mariam 281 laying barge (tampak atas dan samping)

Mariam 281 laying barge mempunyai spesifikasi sebagai berikut :


ƒ Mempunyai 6 station untuk proses penyambungan pipa
ƒ Mempunyai 6 davit untuk mengangkat pipa abandon pada saat tie-in
ƒ Meletakkan pipa secara S-shape catenary
ƒ Menggunakan 8 jangkar dalam pergerakannya
ƒ Jangkar yang bernomor ganjil berada di sebelah portside
ƒ Jangkar yang bernomor genap berada di sebelah starboard side
ƒ Meletakkan pipa secara fleksibel melalui stinger
ƒ Mempunyai draft 1.8 m
ƒ Mempunyai 1 unit crane barge
ƒ Mempunyai tensionmeter (dipasang pada stern) untuk mendeteksi
tension pipa pada stinger sepanjang “firing line”.
ƒ Muster Point (MP) berada diantara anchor winch dan crew container
sebelah portside.

9
Gambar 2.4 Mariam 281 laying barge (Keterangan lebih lengkap lihat pada lampiran)

2.3.2 Anchor Handling Tug (AHT) Boat


AHT Tug Boat yang digunakan dalam anchor handling ada tiga kapal yaitu : MV
Dalini yang berbendera Singapura, Laurence Funafutti yang berbendera Perancis, dan
Oil Serve Alpha yang berbendera Singapura. Dari ketiga kapal laut tersebut hanya
Laurence Funafutti yang digunakan pada kedalaman laut yang dangkal. Berikut
merupakan gambar AHT boat MV Dalini dan O.S Alpha :

Gambar 2.5 Anchor Handling Tug Boat (MV Dalini dan Oil Serve Alpha)

10
2.3.3 Survey Boat
Jenis survey boat yang digunakan adalah seatruck dengan kapasitas penumpang
maksimum sebelas orang yang dilengkapi dengan sistem survei untuk keperluan
survei batimetri.

Gambar 2.6 Survey boat yang digunakan dalam survei batimetri

2.3.4 Support Vessel


Vessel pendukung yang digunakan dalam proses instalasi concrete pipe di platform
adalah SinBee II yang dalam pergerakannya menggunakan 4 jangkar dan mempunyai
1 unit crane barge.

Gambar 2.7 SinBee II Support Vessel

11
2.4 Konstruksi Pipa Bawah Laut di Anjungan Minyak Lepas Pantai
Dalam perencanaan konstruksi pipa bawah laut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain : material yang akan diangkut (minyak bumi, gas alam, air, atau buangan
limbah), panjang jalur pipa, dan lingkungan (jalur pipa rencana antar kota/negara, di
darat/di laut, pada iklim hangat/iklim dingin).

Prosedur secara umum dalam perencanaan dan proses konstruksi pipa bawah laut
(pipa minyak bumi dan gas alam bawah laut), meliputi beberapa tahap sebagai
berikut :
Tahap 1 : Perencanaan awal
Tahap 2 : Pemilihan jalur
Tahap 3 : Pembebasan lahan (right of way)
Tahap 4 : Pengumpulan data (soil borings, soil test dan data lainnya)
Tahap 5 : Pendesainan jalur pipa
Tahap 6 : Legal permit
Tahap 7 : Proses konstruksi (secara umum)
ƒ Persiapan right of way
ƒ Stringing
ƒ Ditching dan Trenching
ƒ Boring
ƒ Tunneling
ƒ River crossing
ƒ Welding, coating, and wrapping
ƒ Pipe laying
ƒ Backfill & restoration of land

Pada tahap 7 (proses konstruksi), tahapan pekerjaan boring, tunneling, backfill &
restoration of land tidak dilakukan pada instalasi bawah laut dan hanya dilakukan
pada konstruksi pipa darat.

Secara garis besar proses konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai
dengan bantuan laying vessel dijelaskan menurut diagram berikut :

12
WELDING (PENGELASAN)
Dilakukan di Stasiun 1,2,3

semi otomatis

WELDING INSPECTION
Dilakukan di Stasiun 4

Non-destructive test (NDT)


Aktivitas x-ray

COATING
Dilakukan di Stasiun 5
Field joint coating antar
segmen pipa bawah laut

WRAPPING
Dilakukan di Stasiun 5
Dilakukan secara
manual oleh operator

FOAM FILLING
Dilakukan di Stasiun 6
Dilakukan secara
manual oleh operator

PELETAKAN PIPA
Sistem belakang atau samping

Sistem stinger & davit

Diagram 2.1 Tahapan konstruksi pipa bawah laut diatas laying vessel
[Geocean field engineer, 2007]

Tahap terakhir dalam proses konstruksi pipa bawah laut adalah tahap peletakan pipa.
Pemilihan metode yang digunakan dalam proses peletakan pipa bawah laut
bergantung pada beberapa hal, yaitu :
ƒ Diameter dan ketebalan pipa
ƒ Yield stress material pipa
ƒ Resiko buckling dan buckle propagation
ƒ Panjang pipa
ƒ Sifat dari protective coating
ƒ Kecepatan pergerakan dalam peletakan pipa (laying speed)
ƒ Ketersediaan peralatan

13
ƒ Biaya mobilisasi dan demobilisasi armada serta peralatan
ƒ Antisipasi cuaca terburuk
ƒ kedalaman air dan profil arus laut
ƒ kondisi morfologi dasar laut dan tipe sedimen

Metode peletakkan pipa yang digunakan dalam konstruksi pipa bawah laut di
anjungan minyak lepas pantai ini bertipe S-lay barge dengan ketentuan :
ƒ Digunakan untuk pipa berukuran besar.
ƒ Kedalaman air maksimum ± 600 m.
ƒ Welding activity dilakukan dengan posisi pipa secara horizontal secara
“firing line”.
ƒ Proses peletakan pipa bawah laut pada stern secara S-shape catenary
sampai menuju touchdown point (TDP).
ƒ Dilengkapi dengan rollers dari mulai station – 1 sampai menuju stinger
untuk mengontrol over bending.
ƒ Barge yg digunakan dapat meletakkan pipa hingga yang mempunyai
diameter 60” (150 cm).

Gambar 2.8 Metode S-lay barge [Dr. Boyun Guo et al, 2005]

2.5 Proses Konstruksi Jalur Pipa Bawah Laut


Sebelum konstruksi dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan perencanaan-
perencanaan mengenai pergerakan laying vessel dan konstruksi pipa bawah laut per
jalur pipa bawah laut rencana.

14
Pergerakan laying vessel diawasi oleh rekanan sehingga dalam anchor handling dan
pergerakannya, surveyor akan merumuskan skenario dengan keputusan berada pada
marine captain. Skenario tersebut meliputi : anchor job, posisi push pull, barge
towing, posisi side walking, dan posisi tie-in. Skenario-skenario tersebut disajikan
melalui peta navigasi pergerakan laying vessel dalam format digital (.dwg), meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

2.5.1 Anchor Job


Pada kegiatan anchor job, harus memperhatikan bahaya-bahaya potensial terhadap
pipa-pipa bawah laut yang telah terpasang sebelumnya (existing). Anchor job harus
mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan UNCLOS mengenai
prosedur penempatan jangkar terhadap pipa-pipa bawah laut di dasar laut, yaitu
mengenai zona aman dalam penempatan jangkar berjarak minimum 200 meter dari
pipa-pipa bawah laut existing untuk crowded area dan minimum 300 meter untuk
open sea . Skenario anchor job tersebut divisualisasikan melalui peta-peta koordinat
anchor intended dari Mariam 281 laying barge sepanjang jalur pipa bawah laut
rencana.

2.5.2 Posisi Push Pull


Merupakan posisi laying vessel pada zona dengan kedalaman laut minimun (dangkal)
yang masih dapat dijangkau oleh draft laying vessel. Dalam posisi ini, dilakukan
penyambungan pipa bawah laut dengan pangkal awal pulling head bergerak menuju
onshore (MCOT landing point) dimana pulling head wire akan ditarik dengan bantuan
back hoe (berada di onshore) sepanjang jalur pipa bawah laut rencana yang dimulai
dari pipe joint #41 pada titik touchdown point (TDP) sekitar KP 9.725 .

MCOT
Raiser tank

Pipa bergerak ke arah pantai


(MCOT Landing Point)

Stinger

pipa
rgerakkan
A rah pe

Gambar 2.9 Posisi push pull dan kondisi pulling head di MCOT [Dokumentasi proyek, 2007]

15
Selama posisi push pull tersebut, Mariam 281 barge mendrop jangkar no.7 dan 8 di
MCOT (onshore) masing-masing dengan panjang wire 1641.003 ft dan 1571.351 ft.
Koordinat-koordinat anchor deployed Mariam 281 barge disajikan menurut tabel
sebagai berikut :

Tabel 2.1 Koordinat-koordinat jangkar Mariam 281 barge posisi push pull
Posisi Jangkar X (ftE) Y (ftN)
P1 1566748 1626269
Portside P3 1567383 1626049
P5 1568942 1626163
P7 1570825.5 1626560.2
S2 1566732 1627707
Starboard side S4 1567242 1627727
S6 1569541 1627337
S8 1570710.3 1627392.1

2.5.3 Barge Towing


Barge towing dilakukan dengan mobilisasi dan demobilisasi barge yang dilakukan
dengan kapal towing, meliputi rute-rute barge dari dermaga (jetty) ke posisi jalur
konstruksi pipa bawah laut rencana maupun sebaliknya. Proses pengawasan navigasi
rute barge diserahkan sepenuhnya pada kapten kapal yang bersangkutan dengan tetap
dipandu oleh surveyor dalam hal pemilihan rute barge yang paling aman, yang
dipandu melalui perangkat lunak Trimble HYDROpro. Kapal towing yang digunakan
yaitu MV Dalini dan Oil Serve Alpha dari laut lepas menuju muara sungai maupun
sebaliknya dan kapal-kapal towing kecil yang mereposisikan barge saat berada di
muara sungai dari dan menuju jetty (mobilisasi dan demobilisasi).

Gambar 2.10 Rute navigasi Mariam 281 barge menuju posisi push pull
[www.googleearth.com, 2007]

16
2.5.4 Posisi Side Walking
Merupakan skenario pergerakan Mariam 281 barge saat berada pada jalur pipa bawah
laut di sekitar WLP-A platform. Dalam hal ini, Mariam barge harus berbelok
berlawanan arah jalur pipa bawah laut rencana dan mereposisikan kembali pada jalur
abandon pipe untuk mengambil kembali abandon pulling head yang telah diletakkan
di dasar laut untuk selanjutnya disambungkan dengan pipa riser (dengan sistem davit)
dengan jalur menuju WLP-A platform. Koordinat-koordinat anchor deployed Mariam
disajikan menurut tabel sebagai berikut :

Tabel 2.2 Koordinat-koordinat jangkar Mariam 281 barge posisi side walking
Posisi Jangkar X (ftE) Y (ftN)
P1 1541053 1632649
Portside P3 1540129 1633493
P5 1539951 1633832
P7 1537824 1633968
S2 1539998 1629930
Starboard side S4 1537969 1629781
S6 1536364 1632148
S8 1536546 1632439

2.5.5 Posisi Tie-in


Merupakan posisi laying vessel pada saat penyambungan abandon pipe dengan sistem
davit. Dalam lingkup laut dangkal, posisi ini meliputi posisi tie-in terhadap dua
segmen pipa (dua abandon pipe) dan posisi tie-in pada saat pemasangan pipa riser
dengan jalur menuju WLP-A platform. Pada saat posisi tie-in di antara dua segmen
pipa pada koordinat 1540564 ftE ; 1630571 ftN, dilakukan kegiatan welding lengkap
seperti halnya pada saat penyambungan pipa di setiap stasiun-stasiun laying vessel,
hanya saja dalam hal ini kegiatan welding akan dilakukan pada platform tambahan
(external platform) pada sisi starboard dari laying vessel. Sedangkan pada saat posisi
tie-in di sekitar WLP-A platform, dilakukan penyambungan pipa riser terhadap satu
abandon pipe. Semua posisi tie-in diatas memakai sistem davit dimana abandon pipe
dan pipa riser dihubungkan ke setiap davit (Mariam 281 laying barge mempunyai
enam davit) melalui choker sling.

17
Gambar 2.11 Posisi tie-in dengan sistem davit [Dokumentasi proyek, 2007]

Pada posisi tie-in tersebut, Mariam barge menggunakan delapan jangkar untuk
stabilitas barge dengan koordinat-koordinat jangkar disajikan menurut tabel berikut :

Tabel 2.3 Koordinat-koordinat jangkar Mariam 281 barge posisi tie-in


Posisi Jangkar X (ftE) Y (ftN)
P1 1538244 1630565
Portside P3 1538513 1629447
P5 1540018 1628392
P7 1541603 1628751
S2 1539527 1632099
Starboard side S4 1540878 1632605
S6 1542274 1631532
S8 1542830 1630237

2.5.6 Instalasi Pipa Riser di WLP-A Platform


Desain instalasi pipa riser di platform akan berbeda antara pipa gas dan pipa minyak
bawah laut. Perbedaan ini meliputi pertimbangan lamanya ketahanan operasional
material konstruksi terhadap faktor hidrodinamik seperti gelombang laut, arus laut
dan angin serta faktor internal dari pipa bawah laut tersebut seperti ketahanan
terhadap suhu, berat submersible, tekanan luar, dan pipeline expansion (functional
load).

Instalasi segmen pipa riser terhadap pipa abandon yang dilakukan di WLP-A platform
dilakukan dengan sistem laying side menggunakan davit-davit laying barge dengan
prosedur desain dijelaskan menurut diagram sebagai berikut :

18
Diagram 2.2 Prosedur instalasi pipa riser
[Dr Boyun Guo et al, 2005]

Segmen pipa riser yang dikonstruksi secara garis besar dapat dijelaskan menurut
gambar sebagai berikut :

Gambar 2.12 Model instalasi pipa riser di WLP-A platform


[Dr Boyun Guo et al, 2005]

19
Berikut menggambarkan suasana pada saat instalasi pipa riser di WLP-A platform :

Gambar 2.13 Instalasi pipa riser di WLP-A platform [Dokumentasi proyek, 2007]

2.6 Analisis Hitungan Dalam Survei Konstruksi


Selama kegiatan survei konstruksi berlangsung, dilakukan proses pemanduan
pergerakan vessel dan laying barge (TDP monitoring) dengan melakukan analisis
hitungan terhadap kemiringan dasar laut (gradien), analisis hitungan peletakan pipa,
analisis hitungan terhadap distribusi jalur pipa bawah laut aktual dan analisis hitungan
penentuan sudut belok segmen jalur pipa bawah laut rencana.

2.6.1 Analisis Hitungan Kemiringan Dasar Laut (Slope/Gradien)


Dalam perhitungan nilai kemiringan dasar laut (gradien), parameter yang tersedia dari
data hasil pemeruman (sounding) adalah nilai titik dalam ruang (x,y,z) yang
merupakan nilai domain dari bidang pernukaan (dasar laut).

Misalkan : Titik A (xa , ya , za) dan B (xb , yb , yb) terletak pada suatu permukaan
(yang mewakili morfologi dasar laut), maka kedudukan titik A dan B pada sistem
koordinat kartesian tiga dimensi dapat diilustrasikan menurut sketsa sebagai berikut :

20
Gambar 2.14 Sketsa kedudukan titik A dan B pada suatu bidang permukaan

Dalam pendekatan dalam dua dimensi, vektor r – r0 dengan titik sekutu (x, y) dan
(x0 , y0) dapat dirumuskan dalam persamaan bidang tangen pada permukaan sebagai
berikut :

r – r0 = i (x – x0) + j (y – y0) ,
dapat ditulis dalam bentuk A = ia+jb

maka kemiringan dasar laut (gradien) akan dapat dihitung dengan syarat nilainya
terdefinisi untuk nilai a dan b  0 :
x  x0 y  y0 y  y0 b
atau = tan ș .........................................................(1)
a b x  x0 a
b
dimana nilai = tan ș merupakan nilai kemiringan dasar laut (slope/gradien)
a

Untuk pendekatan secara tiga dimensi, persamaan (1) diatas juga berlaku pada titik A
(xa , ya , za) dan B (xb , yb , yb) pada keadaan z – z0 = c dengan syarat a, b, c  0
menurut persamaan bidang tangen pada permukaan sebagai berikut :
x  x0 y  y0 z  z0
r – r0 = i (x – x0) + j (y – y0) + k (z – z0) atau
a b c
maka persamaan umum bidang tangen pada permukaan yang didapat adalah :

a(x-x0) + b(y-y0) + c(z-z0) = 0 ..................................................................................(2)

21
2.6.2 Analisis Hitungan Peletakan Pipa
Kendala dalam peletakan pipa bawah laut (laying problem) yang selama ini menjadi
hambatan dan perlu diperhatikan dalam setiap pekerjaan konstruksi pipa bawah laut
dapat dijelaskan menurut sketsa berikut :

Permukaan air Engsel (Hinge)

Pipa bawah laut

Dasar laut

Gambar 2.15 Permasalahan peletakan pipa bawah laut [Rienstra, 1987]

Dari sketsa diatas dapat dijelaskan permasalahan peletakan pipa yang dihadapi
sebagai berikut :

Hubungan antara gaya equilibrium ( H ) yang merupakan momen bending dari radius
curvature dari pipa bawah laut, fungsi yields stress pipa \ (s) , dan sudut yang
dibentuk antara horizon dan tangent dari koordinat lokal s merupakan bentuk non-
dimensional menurut persamaan sebagai berikut :
(İ/ȝ)2 ȥss = sin (ȥ) – (ȝs – Ȝ) cos (ȥ) ..........................................................................(3)

Sepanjang interval [0,1], dimana : P LQ / H , O V / H , dan H 2 EIQ2 = H3


Keterangan :
H = Gaya equilibrium
\ (s ) = Fungsi yields stress pipa bawah laut
H = Tension dengan arah horizontal
EI = Flexural rigidity (stiffened catenary)
Q = Berat pipa / unit panjang
L = Panjang pipa bebas (free pipe length)
V = Gaya reaksi dengan arah ke bawah (berimpit dengan garis gaya berat)

22
Permasalahan peletakan pipa bawah laut terjadi pada kondisi :

ȥ (0) = 0, ȥs (0) = 0, ȥs (1) = – ȝ/r ,


d = dsh + r cos (ȥ(1)) – r cos (Ɏ) ..............................................................................(4)

Sehingga untuk penyelesaian masalahnya harus tercapai syarat-syarat sebagai berikut:

ȥ (0) = 0, ȥs (0) = 0, ȥs (1) = 0 ,


d = dsh + r cos (Ȗ) – r cos (Ɏ) – (c – rȖ + rɎ) sin (Ȗ) ................................................(5)
Ȗ = arctan (ȝ – Ȝ)
dimana :

r = RQ/H, d = DQ/H, dsh = DshQ/H, c = CQ/H


Keterangan :
R = Radius stinger
1
D = L ³ sin(\ ( s))ds = Kedalaman ujung stinger (pipe end) terhadap dasar laut
0

Dsh = Tinggi engsel stinger (stinger hinge) terhadap dasar laut


Ɏ = Sudut engsel stinger
C = Panjang pipa bawah laut (diukur dengan acuan dari titik engsel stinger)
Ȗ = Sudut pipa bawah laut (pipeline angle)

Hubungan persamaan yang sangat penting adalah pengintegralan dari persamaan (1),
yang menunjukkan elastic free bending energy density, serta persamaan eksplisit yang
dapat diturunkan dari hubungan d dan ȥ (1) :
1
(İ/ȝ)2 = 1 – cos(ȥ(1)) – (ȝ – Ȝ) sin(ȥ(1)) + d .......................................................(6)
2
Pada praktisnya di lapangan, offshore surveyor hanya akan menganalisis pengaruh
faktor kedalaman laut terhadap kemiringan stinger pada saat peletakan pipa di dasar
laut, menurut persamaan matematis sebagai berikut :

Kedalaman
cos(90  T )
TDP  Stinger

ª Kedalaman º
œ ș = arc sin « » .......................................................................(7)
¬ TDP  Stinger ¼
dimana ș merupakan sudut yang dibentuk antara engsel stinger terhadap MSL

23
2.6.3 Analisis Hitungan Distribusi Jalur Pipa Bawah Laut
Hasil plotting distribusi koordinat jalur pipa bawah laut berdasarkan pergerakan barge
pada titik touchdown point (TDP) akan menghasilkan distribusi koordinat yang
patah -patah atau zig-zag. Oleh karena itu dalam proses penggambaran di AutoCAD
agar distribusinya lebih smoothing dilakukan perhitungan penentuan titik tengah
antara dua koordinat atau lebih (prinsip penentuan titik tengah pada suatu vektor),
dapat diilustrasikan meurut grafik sebagai berikut :
Grafik 2.1 Prinsip penentuan nilai titik tengah antara 2 vektor

y3
( x3 , y3 )
y2
( x2 , y 2 )

y1
( x1 , y1 )

x1 x2 x3

ª ( X  X 2 ) (Y1  Y2 ) º
Titik Tengah = « 1 , » .......................................................................(8)
¬ 2 2 ¼
dimana : (X1,Y1) = koordinat pipe joint 1, (X2,Y2) = koordinat pipe joint 2

Setelah didapatkan nilai-nilai titik tengah maka dihubungkan satu sama lain dengan
garis sehingga hasil polyline yang didapatkan akan lebih smoothing dari keadaan
semula. Prinsip penentuan nilai titik tengah antara 2 vektor ini dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan hasil penggambaran distribusi jalur pipa bawah laut aktual
yang lebih smoothing agar lebih estetis.

2.6.4 Analisis Hitungan Penentuan Sudut Belok Segmen Jalur Pipa Bawah
Laut Rencana
Nilai sudut belok pada segmen jalur pipa bawah laut rencana didasarkan pada
spesifikasi natural bending yang diijinkan oleh field engineer dimana dalam setiap
pendesainan jalur pipa bawah laut natural bending yang diijinkan (maksimum) adalah
sebesar 1000 m (1 km). Nilai sudut belok tersebut dapat didekati dengan nilai sudut

jurusan rata-rata ( D ) antara titik-titik sampel sepanjang segmen belok dengan acuan
terhadap arah utara sebenarnya (sumbu-y) atau sebesar D - 90° dengan acuan terhadap
sumbu-x dalam sistem koordinat kartesian dua dimensi.

24

Anda mungkin juga menyukai