Anda di halaman 1dari 32

Referensi Artikel

CEREBRAL PALSY

Oleh:
Azka Amana Rosyida
G991902009

Periode : 14-18 Juni 2020

Pembimbing:
dr. Udi Herunefi Hancoro, Sp.B, Sp.OT(K)

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2020
CEREBRAL PALSY

A. DEFINISI
Cerebral palsy merupakan kumpulan gejala kelainan perkembangan motorik dan
postur tubuh yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak sejak dalam kandungan
atau di masa kanak-kanak. Kelainan tersebut biasanya disertai dengan gangguan sensasi,
persepsi, kognisi, komunikasi, tingkah laku, epilepsi, dan masalah muskuloskeletal.
Cerebral berarti bahwa penyebab kesulitannya berada di otak, bukan di otot. Palsy dapat
berarti memiliki kesulitan dengan pergerakan dan postur tubuh.
Gejala cerebral palsy mulai dapat diamati pada anak-anak di bawah umur 3 tahun,
yaitu manifestasi berupa hipotonia awal pada 6 bulan pertama hingga 1 tahun dan
umumnya diikuti spastisitas. Cerebral palsy merupakan penyakit yang tidak progresif.
Pengaruh gangguan otak terhadap pergerakan dan postur tidak hilang. Namun, efeknya
pada tubuh bisa menjadi lebih atau kurang jelas seiring berjalannya waktu. Misalnya pada
penderita cerebral palsy yang dapat menjadi semakin lebih baik dalam mengelola
kesulitan mereka sebagai hasil dari intervensi terapi.

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi cerebral palsy secara global berkisar antara 1-1,5 per 1.000 kelahiran
hidup dengan insiden meningkat pada kelahiran prematur. Di negara maju, prevalensi
cerebral palsy dilaporkan sebesar 2-2,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup sedangkan di
negara berkembang berkisar antara 1,5-5,6 kasus per 1.000 kelahiran hidup.
Beberapa instansi kesehatan di Indonesia sudah mulai bisa mendata kasus cerebral
palsy, antara lain yaitu YPAC (Yayasan Pendidikan Anak Cacat) cabang Surakarta
jumlah anak dengan kondisi cerebral palsy pada tahun 2001 berjumlah 313 anak, tahun
2002 berjumlah 242 anak, tahun 2003 berjumlah 265 anak, tahun 2004 berjumlah 239
anak, sedangkan tahun 2005 berjumlah 118 anak, tahun 2006 sampai dengan bulan
Desember berjumlah 112 anak, sedangkan tahun 2007 sampai dengan bulan Desember
yaitu berjumlah 198 anak. Pada klinik tumbuh kembang Rumah Sakit dr. Kariadi
Semarang sepanjang tahun 2005 mencatat kunjungan pasien anak dengan diagnosis
cerebral palsy sebanyak 2,16%.
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Penyebabnya dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu prenatal, perinatal, dan pascanatal.
1. Prenatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan menyebabkan kelainan pada janin,
misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubella, dan penyakit inklusi sitomegalik.
Kelainan yang mencolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental.
Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar x, dan intoksikasi kehamilan
dapat menimbulkan cerebral palsy.
2. Perinatal
a. Anoksia/hipoksia
Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah
trauma kepala. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal
ini terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-
pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan
instrumen tertentu, dan lahir dengan seksio kaesar.
b.Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan, dan peredaran darah sehingga terjadi
anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subarakhnoid akan
menyebabkan penyumbatan cairan serebrospinal sehingga mengakibatkan
hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri
sehingga timbul kelumpuhan spatis.
c. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan
otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan karena pembuluh darah,
enzim, faktor pembekuan darah, dan lain-lain masih belum sempurna.
d.Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah.
e. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.
3. Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan cerebral palsy. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis,
ensefalitis, dan luka parut pada otak pasca-operasi.

Faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara


lain adalah:
a. Letak sungsang.
b.Proses persalinan sulit.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan
tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak
bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen.
c. Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.
d.BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <2500gram
dan bayi lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat
sesuai dengan rendahnya berat lahir dan usia kehamilan.
e. Kehamilan ganda.
f. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan
malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal
(mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada
saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.
g.Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir
kehamilan. Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan
dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi
h.Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
i. Kejang pada bayi baru lahir

D. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan keterlibatan alat gerak atau ekstremitas, yaitu:
a. Monoplegia, hanya satu anggota tubuh yang terserang (jarang terjadi).
b.Hemiplegia, yang terserang adalah tangan dan kaki tetapi hanya satu sisi.
c. Triplegia, menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki.
d.Diplegia, keempat anggota gerak tubuh terserang tetapi lebih berat pada
bagian di bawah pinggang.
e. Quadriplegia, keempat anggota gerak tubuh terserang semuanya.

2. Berdasarkan karakteristik disfungsi neurologis, yaitu


a. Spastik
Spastik merupakan bentuk terbanyak (70-80%). Otot mengalami
kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika tungkai
mengalami spastisitas, maka pada saat berjalan akan akan tampak
bergerak kaku dan lurus.
b.Atetosis
Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang
ditampakkan adalah gerakan-gerakan yang involunteer dengan ayunan
yang melebar. Atetosis dibagi menjadi:
i. Distonik, umumnya menyerang kaki dan lengan bagian proksimal.
Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang-ulang.
ii. Diskinetik, didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan-
gerakan involunteer, tidak terkontrol, berulang-ulang, dan biasanya
melakukan gerakan stereotype.
c. Ataksia
Kondisi ini melibatkan cerebellum dan yang berhuungan dengannya.
Cerebral palsy tipe ini mengalami abnormalitas bentuk postur tubuh
dan/atau disertai dengan abnormalitas gerakan.
d.Campuran
Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan
atetosis.

3. Gross Motor Function Classification System (GMFCS)


GMFCS terdiri dari 5 level yang menggambarkan gerak motorik kasar pada
anak-anak dengan cerebral palsy.
a. Level 1
Mampu berjalan di dalam dan luar rumah serta menaiki tangga tanpa
hambatan. Anak-anak juga bisa berlari dan melompat namun kecepatan,
keseimbangan, dan koordinasinya terganggu.
b.Level 2
Anak-anak mampu berjalan di dalam dan luar rumah serta menaiki
tangga dengan berpegangan pada alat bantu tetapi memiliki keterbatasan
berjalan di permukaan yang tidak rata maupun pada tempat yang ramai
atau sempit. Anak-anak tersebut memiliki kemampuan yang minimum
untuk berlari dan melompat.
c. Level 3
Mampu berjalan di dalam dan luar rumah menggunakan alat bantu,
menaiki tangga dengan berpegangan, dan bisa menggunakan kursi roda
sendiri atau ditransportasikan pada jarak yang jauh dan di luar rumah pada
permukaan yang tidak rata.
d.Level 4
Anak-anak bisa berjalan pada jarak yang dekat dengan menggunalan
walker atau dengan kursi roda di rumah, sekolah, dan komunitas.
e. Level 5
Memiliki pergerakan yang sangat terbatas dan kemampuan untuk
mempertahankan postur kepala dan badan terganggu. Semua fungsi
motorik terganggu. Anak-anak ini tidak bisa bergerak sendiri dan harus
ditransportasikan.
4. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.
a. Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari
sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan
bantuan khusus.
b.Sedang
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam
bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya
sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus,
diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara
sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan
baik.
c. Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau
pendidikan khusus yang diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya
penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah
perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat,
atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi
keluarganya maupun lingkungannya

E. PATOFISIOLOGI
Presentasi klinik yang tampak dapat disebabkan oleh abnormalitas struktural yang
mendasar pada otak; cedera yang terjadi pada prenatal awal, perinatal atau postnatal
karena vascular insufficiency; toksin atau infeksi risiko–risiko patofisiologi dari kelahiran
prematur. Bukti–bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor–faktor prenatal berperan
dalam 70 – 80 % kasus cerebral palsy. Dalam banyak kasus, penyebab yang pasti belum
diketahui, tetapi hampir sebagian besar kasus disebabkan oleh multifaktor. Selama
periode prenatal, pertumbuhan yang abnormal dapat terjadi kapan saja (dapat karena
abnormalitas yang bersifat genetik, toksik atau infeksi, atau vascular insufficiency).
Menurut Volpe, dalam perkembangan otak manusia terdapat beberapa waktu
penting, dan waktu–waktu puncak terjadinya, sebagai berikut:
1. Primary neurulation – terjadi pada 3 – 4 minggu kehamilan.
2. Prosencephalic development – terjadi pada 2 – 3 minggu kehamilan.
3. Neuronal proliferation – penambahan maksimal jumlah neuron terjadi pada
bulan ke 3 – 4 kehamilan.
4. Organization – pembentukan cabang, mengadakan sinaps, kematian sel, eliminasi
selektif, proliferasi, dan diferensiasi sel glia terjadi bulan ke 5 kehamilan sampai
beberapa tahun setelah kelahiran.
5. Myelination – penyempurnaan sel–sel neuron yang terjadi sejak kelahiran sampai
beberapa tahun setelah kelahiran.
Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,
menyebabkan otak sebagai subjek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia yang
terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi neuronal,
antara minggu ke–24 sampai ke–34 menyebabkan periventricular leucomalacia (PVL)
dan antara minggu ke–34 sampai ke–40 menyebabkan focal atau multifocal cerebral
injury.
Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat
terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak
dan sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan
oksigenasi.
Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Pada
keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang
menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah
paraventrikular substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea
korteks serebri. Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena.
Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran prematur seperti
imaturitas pada otak dan vaskularisasi serebral merupakan suatu bukti yang menjelaskan
mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian
cerebral palsy. Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat
menyebabkan tendensi terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter.
Hipoperfusi dapat menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal yang berhubungan
dengan kejadian diplegia spastik.
Pada saat di mana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak dewasa,
hipoperfusi kebanyakan merusak area batas air korteks (zona akhir dari arteri cerebral
mayor), yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia basal juga
dapat terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya
ekstrapiramidal (seperti koreoatetoid atau distonik). Kerusakan vaskular yang terjadi pada
saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi arteri serebral bagian tengah yang
menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia.
Tidak ada hal–hal yang mengatur di mana kerusakan vaskular akan terjadi, dan
kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak janin.
Autoregulasi peredaran darah serebral pada neonatal sangat sensitif terhadap asfiksia
perinatal yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia. Terjadinya
kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional dan faktor
metabolik, serta distribusi regional dari rangsangan pembentukkan sinaps.
Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa kehamilan,
area periventricular white matter yang dekat dengan lateral ventricles sangat rentan
terhadap cedera. Apabila area ini membawa fiber yang bertanggung jawab terhadap
kontrol motorik dan tonus otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastik diplegia
(yaitu spastisitas utama dan kelemahan pada kaki, dengan atau tanpa keterlibatan lengan
dengan derajat agak ringan). Saat lesi yang lebih besar menyebar sebelum area fiber
berkurang dari korteks motorik, hal ini dapat melibatkan centrum semiovale dan corona
radiata, yang dapat menyebabkan spastisitas pada ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah.
Suatu pengetahuan tentang urutan fase embrionik dan perkembangan otak janin,
dapat ditentukan kapan waktu terjadinya kerusakan otak. Suatu penemuan tentang
kelainan migrasi (disordered migration), seperti lissencephaly atau heterotopia grey
matter, mengindikasikan bahwa kerusakan yang terjadi sebelum 22 minggu masa gestasi
akan mengganggu migrasi neuronal normal. Periventricular leucomalacia (PVL)
menunjukkan kerusakan pada white matter. PVL pada umumnya simetris dan diduga
disebabkan oleh iskemik white matter pada anak–anak prematur. Cedera asimetrik pada
periventrikular white matter dapat menyebabkan salah satu sisi tubuh lebih kuat daripada
yang lainnya. Keadaan ini menyebabkan gejala yang menyerupai spastik hemiplegia
tetapi karakteristiknya lebih menyerupai spastik diplegia. Matriks kapiler germinal dalam
daerah periventrikular, sebagian rentan terhadap cedera akibat hipoksik-iskemik. Hal ini
disebabkan karena lokasinya yang terletak pada zona batas vaskular di antara zona akhir
striate dan arteri thalamik.
Kerentanan otak janin terhadap PVL bervariasi tergantung pada usia gestasi,
mencapai puncak pada usia gestasi 22 minggu dengan satu langkah penurunan pada awal
kematian postnatal dan setelah PVL. PVL akan tampak sebagai diplegia dan sekitar 70%
bayi yang mengalami cerebral palsy dilahirkan sebelum usia gestasi mencapai 32 minggu
dan 30% bayi yang mengalami cerebral palsy lahir tepat waktu (cukup bulan).
Volpe mengklasifikasikan sistem tingkatan untuk periventricular-intraventricular
hemorrhages, sebagai berikut :
1. Grade I adalah hemorrhage yang berdampak hanya perdarahan pada
subependymal (<10% dari area periventrikular terisi dengan darah).
2. Grade II adalah hemorrhage yang melibatkan 10 – 50% area periventrikular.
3. Grade III adalah hemorrhage yang melibatkan >50% area periventrikular
4. Beberapa ahli lain mengemukakan grade IV, yaitu ada tidaknya darah
parenchymal. Hal ini diduga tidak berhubungan dengan ekstensi pendarahan
ventrikular. Tetapi sebaliknya, hemorrhagic infarction dapat berhubungan dengan
periventricular-intraventricular hemorrhage.
Hiperbilirubin encephalopathy akut dapat menyebabkan bentuk cerebral palsy
diskinetik (atau ekstrapiramidal) yang dapat terjadi baik pada bayi lahir cukup bulan yang
ditandai dengan hiperbilirubinemia atau pada bayi prematur tanpa ditandai
hiperbilirubinemia. Kern ikterus mengacu pada encephalopathy dari hiperbilirubinemia
yang termasuk di dalamnya noda kelompok nuclear yang spesifik dan nekrosis neuronal.
Efek–efek ini utamanya melibatkan ganglia basalia, sebagian globus pallidus dan
subthalamic nucleus; hippocampus; substantia nigra; beberapa nervus cranial nuclei –
sebagian oculomotor, vestibular, cochlear dan facial nerve nuclei; saraf batang otak
seperti formasi retikular pada pons; saraf olivary inferior, saraf cerebellar seperti pada
dentate dan horn cells anterior dari tulang belakang.
Hal–hal yang memberikan distribusi kerusakan dalam kernikterus, kehilangan
pendengaran dan kelainan gerakan (terutama koreoathetosis atau distonia) adalah ciri–ciri
utama hiperbilirubin encephalopathy. Dengan perbaikan dalam manajemen awal
hiperbilirubinemia, banyak kasus cerebral palsy diskinetik (atau ekstrapiramidal) tidak
berhubungan dengan riwayat hiperbilirubinemia tetapi sebaliknya diduga berhubungan
dengan hypoxic injury pada ganglia basal. Dalam ketidakhadiran hiperbilirubinemia,
prematuritas, atau hipoksia, kemungkinan suatu kelainan metabolik atau neurodegeneratif
sebagai dasar fenotip perlu dipertimbangkan.
Cerebral palsy diskinetik berjumlah kurang lebih 10% dari semua bentuk cerebral
palsy, umumnya terjadi pada bayi cukup bulan. Kernikterus akibat haemolitik pada bayi
baru lahir terjadi akibat Rhesus isoimmunisation yang menjelaskan peningkatan insiden
pada dekade terakhir. Sosialisasi kebijakan antenatal untuk memberikan antibodi anti-D
pada ibu dengan Rhesus negatif setelah kelahiran bayi dengan Rhesus positif telah
menunjukkan eradikasi pada seluruh bentuk cerebral palsy.
Status marmoratus adalah suatu akibat neuropatologi yang ditimbulkan oleh
neonatal hypoxic-ischemic encephalopathy dan diduga lebih banyak terjadi pada bayi
cukup bulan daripada bayi prematur. Lesi ini adalah keadaan khusus munculnya
gumpalan karena suatu abnormalitas pembentukan myelin. Lesi ini merusak ganglia basal
dan thalamus yang menyebabkan fenotip cerebral palsy diskinetik.
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinisnya tampak gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan
lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang menyulitkan gambaran klinis cerebral
palsy. Kelainan fungsi morik terdiri dari:
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan
refleks Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak
hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama
derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan
kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam adduksi, fleksi pada
sendi siku, dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi
sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap
adduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam plantar fleksi, dan telapak
kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada
waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan
spastisitas ini meliputi ⅔ – ¾ penderita cerebral palsy.
Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya
kerusakan, yaitu:
a. Monoplegia/monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi salah satu anggota gerak
lebih hebat dari yang lainnya.
b.Hemiplegia/hemiparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai di sisi yang sama.
c. Diplegia/diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan.
d.Tetraplegia/tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi lengan lebih atau sama
hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flaksid dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower
motor neuron. Menjelang usia 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari
rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flaksid dan sikapnya
seperti kodok terlentang tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya
berubah menjadi spastik. Refleks otot yang normal dan refleks Babinski negatif
tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan
biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal atau
ikterus. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus cerebral palsy.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang
terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak
bayi flaksid tetapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal
menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala
spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak pada ganglia basal dan disebabkan oleh
asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. Golongan ini meliputi 5-15%
dari kasus cerebral palsy.
4. Ataksia
Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya
flaksid dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan
keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan
semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di cerebellum.
Terdapat kira-kira 5% dari kasus cerebral palsy.
5. Gangguan pendengaran
Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi sehingga
sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis dan pada 5-
10% anak dengan cerebral palsy.
6. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan
yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol
otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak
anak berliur.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan
refraksi. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25%
penderita cerebral palsy menderita kelainan mata.

G. DIAGNOSIS
Anamnesis
Anak dengan cerebral palsy dapat hadir setelah gagal memenuhi tahap
perkembangan yang diharapkan atau gagal untuk menekan refleks primitif wajib. Tahun
2003, American Academy of Neurology (AAN) menyarankan parameterpraktek skrining
untuk potensi serebral palsi berikut terkait defisit pada penilaian awal:
1. Mental retardasi
2. Ophthalmologic dan gangguan pendengaran
3. Gangguan Bicara dan bahasa
4. Disfungsi Oromotor
Diagnosis dimulai dengan riwayat keterlambatan perkembangan motorik kasar pada
tahun pertama kehidupan. Cerebral palsy sering bermanifestasi sebagai hipotonia awal
untuk 6 bulan pertama sampai 1 tahun kehidupan, diikuti dengan spastik. Otot yang
abnormal adalah gejala yang paling sering diamati. Anak mungkin hadir sebagai baik
hipotonik atau, lebih umum, hipertonik dengan resistensi baik menurun atau meningkat
menjadi gerakan pasif, masing-masing. Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin
memiliki periode awal hipotonia diikuti oleh hypertonia. Semakin lama periode
hipotonia sebelum hypertonia, semakin besar kemungkinan bahwa hypertonia akan lebih
parah.
Tangan preferensi tertentu sebelum usia 1 tahun adalah bendera merah
untuk kemungkinan hemiplegia. Merangkak asimetris atau kegagalan merangkak juga
mungkin menyarankan cerebral palsy. Gangguan pertumbuhan sering dicatat padaanak
dengan cerebral palsy, terutama gagal tumbuh. Riwayat medis umum harus mencakup
kajian sistem untuk mengevaluasi untuk komplikasi beberapa yang dapat terjadi dengan
cerebral palsy.
1. Riwayat Prenatal
Riwayat prenatal harus memasukkan informasi tentang kehamilan ibu,
seperti paparan pralahir untuk obat-obatan terlarang, racun, atau infeksi, diabetes
ibu; penyakit ibu akut, trauma, paparan radiasi, perawatan pra-natal dan gerakan
janin.
Riwayat awal aborsi spontan sering, kekerabatan orangtua, dan
riwayatkeluarga penyakit neurologis (misalnya, penyakit neurodegenerative
keturunan) juga penting.
2. Riwayat Perinatal
Riwayat perinatal harus mencakup usia kehamilan anak (yaitu,
derajatprematuritas) saat lahir, presentasi anak dan jenis persalinan, berat lahir,
skor Apgar,dan komplikasi pada periode neonatal (misalnya, waktu intubasi,
adanya perdarahanintrakranial, kesulitan makan, apnea, bradikardia, infeksi, dan
hiperbilirubinemia).
3. Riwayat Perkembangan
Riwayat perkembangan anak harus meninjaunya dari segi motorik
kasar,motorik halus, bahasa, dan sosial dari lahir sampai saat evaluasi.
Perhatian motorik kasar dengan cerebral palsy termasuk kontrol kepala
padausia 2 bulan, berguling pada usia 4 bulan, duduk di usia 6 bulan, dan berjalan
padausia 1 tahun. Bayi dengan cerebral palsy mungkin signifikan tertunda
motorik kasar atau menunjukkan preferensi tangan dini pada usia kurang dari 1,5
tahun, menunjukkan kelemahan relatif dari satu sisi.
Hadirnya regresi dijelaskan akan lebih sugestif dari penyakit keturunan
neurodegenerative dari cerebral palsy.
Keterampilan sosial saat ini, prestasi akademis dan partisipasi dalam
programintervensi awal (jika <3 tahun) atau dukungan sekolah (jika> 3 tahun)
harus ditinjau ulang, termasuk bantuan sumber daya ruang; fisik, pekerjaan, dan
terapi bicara danbahasa, dan adaptif fisik pendidikan. Pengujian kognitif dan
pendidikan standar dan rencana pendidikan individualsaat ini dapat digunakan
untuk menentukan apakah terapi wicara, terapi okupasi, danterapi fisik berada di
tempat atau apakah arahan untuk ini diperlukan.

Pemeriksaan Fisik
Indikator fisik cerebral palsy termasuk kontraktur sendi sekunder untuk otot
spastik, hipotonik untuk tonus otot spastik, keterlambatan pertumbuhan, dan reflex
primitif persisten. Presentasi awal cerebral palsy termasuk hipotonia awal, diikuti dengan
kekejangan. Umumnya, kelenturan tidak terwujud sampai setidaknya 6 bulan sampai1
tahun kehidupan. Evaluasi neurologis meliputi pengamatan dekat dan pemeriksaan
neurologis formal.
Sebelum pemeriksaan fisik formal, observasi dapat mengungkapkan leher abnormal
atau tonus otot trunkal (menurun atau meningkat, tergantung pada usia
dan jenis cerebral palsy); postur asimetris, kekuatan, atau gaya berjalan; atau koordinasi
abnormal. Pasien dengan cerebral palsy dapat menunjukkan refleks meningkat,
menunjukkan adanya lesi upper motor neuron. Kondisi ini juga dapat hadir sebagai
persistensi refleks primitif, seperti Moro (refleks kejut) dan refleks leher asimetristonik
(yaitu, postur dengan leher berubah dalam arah yang sama ketika satu lengan
diperpanjang dan yang lain tertekuk). Tonik leher simetris, genggaman palmar,labirin
tonik, dan refleks penempatan kaki juga dicatat. Refleks Moro dan labirin tonik
seharusnya hilang pada saat bayi sudah berusia 4-6 bulan, refleks pegangpalmaris pada 5-
6 bulan, refleks tonik leher asimetris dan simetris pada 6-7 bulan,dan penempatan refleks
kaki sebelum 12 bulan. Cerebral palsy juga termasuk keterbelakangan atau tidak adanya
refleks postural atau protektif (memperpanjanglengan ketika duduk).
Pola kiprah keseluruhan harus diamati dan masing-masing bersama diekstremitas
bawah dan ekstremitas atas harus dinilai, sebagai berikut:
1. Panggul
Fleksi berlebihan, adduksi, dan anteversion femoralis membentuk polamotorik
dominan. Scissoring kaki adalah umum pada cerebral palsy spastik.
2. Lutut
Fleksi dan ekstensi dengan valgus atau varus terjadi.
3. Foot
Equinus atau berjalan dengan jari kaki dan varus atau valgus dari
4. Hindfoot
Sangat umum di cerebral palsy. Kelainan gaya berjalan mungkin termasuk
posisiberjongkok dengan fleksor pinggul ketat dan paha belakang, paha depan
lemah, dan / atau dorsofleksi berlebihan.

1. Cerebral palsy spastic (piramidal)


Pasien dengan spastik serebral (piramida) bukti cerebral palsy (yaitu,
peningkatan kecepatan yang tergantung dalam tonus otot) dan merupakan 75%
daripasien dengan cerebral palsy. Pasien memiliki tanda-tanda keterlibatan upper
motor neuron, termasuk hyperreflexia, clonus, respon ekstensor Babinski, refleks
primitif persisten, dan refleks overflow (melintasi adduktor). Hal ini dapat diamati
olehkecenderungan anak untuk menjaga siku dalam posisi tertekuk atau pinggul
tertekuk dan adduksi dengan lutut tertekuk dan di valgus, dan pergelangan kaki di
equinus, sehingga berjalan jari kaki.
2. Dyskinetic (ekstrapiramidal) cerebral palsy
Dyskinetic (ekstrapiramidal) cerebral palsy ditandai dengan pola
pergerakanekstrapiramidal, regulasi abnormal tonus otot, kontrol postural normal,
dan defisitkoordinasi. Pola gerakan abnormal dapat meningkatkan stres atau
kegiatan yang bertujuan. Otot biasanya normal selama tidur. Intelijen adalah
normal pada 78% pasien dengan cerebral palsy athetoid. Tingginya insiden
gangguan pendengaran sensorineural dilaporkan. Pasien sering memiliki
keterlibatan pseudobulbar, dengan disartria, kesulitan menelan, air liur, kesulitan
oromotor, dan pola bicara normal. Dengan demikian, presentasi fisik klasik
cerebral palsy dyskinetic meliputi:
a. Hipotonia awal dengan gangguan gerakan yang muncul pada usia 1-3
tahun
b. Lengan lebih terpengaruh daripada kaki
c. Refleks tendon dalam biasanya normal sedikit meningkat
d. Beberapa spastik
e. Oromotor disfungsi
f. Gait
g. Ketidakstabilan badan
h. Risiko ketulian pada mereka yang terkena dampak kernicterus
Pasien-pasien dengan cerebral palsy dyskinetic mungkin penurunan
tonuskepala dan trunkal dan cacat pada kontrol postural dan disfungsi motorik
sepertiathetosis (yaitu, gerakan lambat, menggeliat, tak terkendali, terutama di
ekstremitasdistal), chorea (yaitu, gerakan tiba-tiba, tidak teratur) atau
choreoathetosis (yaitu,kombinasi athetosis dan gerakan choreiform), dan distonia
(yaitu, gerakan lambat,berirama terkadang dengan tonus otot meningkat dan
postur abnormal, misalnya, diekstremitas dan rahang atas).

3. Spastic hemiplegic cerebral palsy


Hemiplegia ditandai dengan fleksi hip lemah dan dorsofleksi pergelangan
kaki, sebuah otot tibialis posterior yang terlalu aktif, kaki supinasi dalam
sikap, sikap ekstremitas atas (yaitu, sering diadakan dengan bahu adduksi, siku
tertekuk, lenganbawah terpronasi, pergelangan tangan tertekuk, tangan mengepal
dalam tinju denganibu jari di telapak tangan), sensasi terganggu, 2-titik
diskriminasi terganggu, dan/ataurasa posisi terganggu. Beberapa gangguan
kognitif ditemukan pada sekitar 28% daripasien tersebut. Dengan demikian,
cerebral palsy spastik hemiplegia meliputipresentasi fisik klasik berikut:
a. Defisit satu sisi upper motor neuron
b. Lengan umumnya dipengaruhi lebih dari kaki; mungkin tangan preferensi
awalatau kelemahan relatif pada satu sisi; gaya berjalan mungkin ditandai
dengan circumduction dari ekstremitas bawah pada sisi yang terkena
c. Ketidakmampuan belajar spesifik
d. Oromotor disfungsi
e. Kemungkinan defisit sensorik sepihak
f. Defisit medan penglihatan (misalnya, hemianopsie homonymous) dan
strabismus
g. Kejang

4. Spastic diplegic cerebral palsy


Pasien dengan kejang diplegia sering memiliki periode hipotonia diikuti
dengankelenturan ekstensor di ekstremitas bawah, dengan keterbatasan fungsional
sedikitatau tidak ada ekstremitas atas. Pasien mengalami keterlambatan dalam
mengembangkan keterampilan motorik kasar. Ketidakseimbangan otot kejang
sering menyebabkan persisten Gangguan kognitif hadir dalam sekitar 30% pasien
diplegic spastik. Cerebral palsy spastik diplegic meliputi presentasi fisik klasik
berikut:
a. Temuan upper motor neuron di kaki lebih dari lengan
b. Pola scissoring gait dengan pinggul tertekuk dan adduksi, lutut tertekuk
denganvalgus, dan pergelangan kaki di equinus, mengakibatkan berjalan
dengan jari kaki
c. Defek belajar dan kejang kurang umum daripada di hemiplegia spastik
5. Spastic quadriplegi cerebral palsy
Kebanyakan pasien dengan cerebral palsy spastik quadriplegi
memilikibeberapa gangguan kognitif dan menunjukkan presentasi fisik klasik
berikut:
a. Semua anggota badan yang terkena dampak, baik seluruh tubuh hypertonia
atau trunkal hipotonia dengan ekstremitas hypertonia
b. Oromotor disfungsi
c. Meningkatnya risiko kesulitan kognitif
d. Kejang
e. Kaki umumnya dipengaruhi sama atau lebih dari lengan
f. Predikat hemiplegia ganda jika lengan lebih terlibat daripada kaki

Pemeriksaan penunjang
Diagnosis cerebral palsy umumnya dibuat berdasarkan gambaran klinis, namun,
beberapa penulis mengemukakan bahwa diagnosis harus ditunda sampai anak usia 2
tahun atau lebih. Karena otak terus berkembang setelah lahir, kelainan tonus motor atau
gerakan di beberapa minggu pertama atau bulan setelah kelahiran secarabertahap dapat
membaik selama tahun pertama kehidupan (atau bahkan nanti). Collaborative Perinatal
Project menemukan bahwa hampir 50% orang yang didiagnosis dengan cerebral palsy
dan 66% anak didiagnosis dengan diplegia spastik, ditemukan secara sugestif cerebral
palsy pada usia 7 tahun. Yang lain tidak mensugestikan tanda-tanda nyata motorik dari
gangguan ini hingga usia 1-2 tahun.
Kondisi lain yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien dengancerebral
palsy yang dicurigai termasuk penyakit metabolik dan genetik, paraplegiaskejang
herediter, sindrom Rett, dan kelainan sumsum tulang belakang.
Pada Tahun 2003, American Academy of Neurology (AAN) mengemukakan praktek
parameter pada cerebral palsy menyarankan pemeriksaan laboratorium jika:
1. Riwayat klinis atau temuan dari neuroimaging tidak menunjukkan kelainan
struktural tertentu,
2. Fitur tambahan dan atipikal yang hadir dalam riwayat atau pemeriksaan klinis,
atau
3. Suatu kelainan otak yang terdeteksi pada anak dengan cerebral palsy. Selain
itu, tes diagnostik untuk gangguan koagulasi dianjurkan jika infark serebral
terlihat, namun data yang tersedia tidak cukup untuk membimbing apastudi
tepat harus dipesan.
Jika tersangka diagnosis gangguan herediter atau neurodegenerative, penyaringan
untuk kelainan metabolik atau genetik yang mendasari harus dilakukan. Namun,
penelitian tertentu tidak direkomendasikan oleh parameter praktek AAN, sebagai studi
tersebut harus berpedoman pada gambaran klinis.
Parameter praktek AAN tidak merekomendasikan sebuah electroencephalogram
(EEG) kecuali kecurigaan untuk epilepsi atau sindrom epilepsi hadir, tapi
itumerekomendasikan neuroimaging "untuk menetapkan bahwa kelainan otak ada
padaanak dengan cerebral palsy, yang mungkin, pada gilirannya, menyarankan etiologi
dan prognosis". Perhatikan bahwa studi pencitraan otak normal tidak berarti bahwaanak
tidak memiliki cerebral palsy, karena diagnosis selalu hanya berdasarkan temuan
pemeriksaan fisik.

1) Tes Laboratorium yang Berpotensi Bermanfaat


Tidak ada penelitian laboratorium definitif untuk mendiagnosa cerebral palsy,studi
hanya untuk menyingkirkan penyebab gejala lain, seperti kelainan metabolik atau
genetik, yang dianggap perlu berdasarkan pemeriksaan klinis. Studi tersebut dapat
meliputi:
a) Studi fungsi tiroid
Fungsi tiroid abnormal mungkin berhubungan dengan kelainan pada otot atau
refleks tendon dalam atau gangguan gerak.
b) Kadar laktat dan piruvat
Kelainan dapat menunjukkan kelainan metabolism energi (yaitu, cytopathy
mitokondria).
c) Kadar Amonia
Peningkatan kadar amonia dapat menunjukkan disfungsi hati atau cacat siklus
urea.
d) Asam Organik dan amino
Serum asam amino kuantitatif dan kuantitatif urinnilai asam organik dapat
diungkapkan dalam mewarisi gangguan metabolisme.
e) Analisis kromosom
Analisis kromosom, termasuk analisis kariotip danpengujian DNA spesifik dapat
diindikasikan untuk menyingkirkan sindrom genetik, jika fitur dismorfik atau
kelainan berbagai sistem organ yang hadir.
f) Protein serebrospinal
Kadar dapat membantu dalam menentukan asfiksia pada periode neonatal.
Tingkat protein dapat meningkat, demikian juga rasio laktatke piruvat.

2) Pencitraan Studi Kranial


Penelitian neuroimaging dapat membantu untuk mengevaluasi kerusakan
otak dan untuk mengidentifikasi orang yang berisiko untuk cerebral palsy. Data
untuk mendukung diagnosis definitif cerebral palsy masih kurang.
Ultrasonografi kranial dilakukan pada periode neonatal dini dapat membantu
pada bayi secara medis stabil sampai mereka mampu mentolerir transportasi
untuk neuroimaging yang lebih rinci. Ultrasonografi dapat menggambarkan jelas
kelainanstruktural dan menunjukkan bukti perdarahan atau cedera hipoksia-iskemik.
Sebagai contoh, ultrasonografi kranial neonatal memberikan informasi tentang sistem
ventrikel, ganglia basal, dan corpus callosum, serta informasi diagnostik
padaperdarahan intraventricular dan hipoksia-iskemik cedera pada materi
putihperiventricular. Leukomalacia periventricular awalnya muncul sebagai
daerahechodense yang mengkonversi ke area echolucent ketika pasien adalah sekitar
usia 2minggu. Leukomalacia periventricular sangat terkait dengan cerebral palsy.
Pada bayi, computed tomography (CT) scanning otak membantu
untuk mengidentifikasi cacat bawaan, perdarahan intrakranial, dan leukomalacia
periventricular lebih jelas daripada USG.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak adalah yang paling berguna setelah
2-3 minggu kehidupan dan adalah studi neuroimaging diagnostik pilihan untuk anak-
anak yang lebih tua, karena modalitas ini mendefinisikan struktur kortikal dan white
matter dan kelainan lebih jelas daripada metode lainnya. MRI juga memungkinkan
untuk penentuan mielinasi yang tepat untuk usia tertentu. Pada anak dengan kaki
yang spastik dan memburuknya fungsi usus dan kandung kemih, sebuah MRI tulang
belakang dapat membantu mengidentifikasi kerusakan tulang belakang.
Meskipun peran yang tepat untuk MRI dalam diagnosis dan pemeriksaan
anak-anak dengan cerebral palsy atau kelumpuhan otak diduga belum
sepenuhnyadijelaskan, literatur menunjukkan bahwa MRI harus dipertimbangkan
dalam semuakasus, dalam sebuah penelitian, 89% anak dengan cerebral palsy
ditemukan memiliki MRI abnormal. Selain itu, MRI mungkin memiliki peran dalam
memprediksi hasil perkembangan saraf pada bayi prematur. Ultrasonografi, CT scan,
dan MRI kepala dapat membantu untuk mendiagnosis dan pemantauan temuan
hidrosefalus.
Pasien yang hadir secara klinis dengan cerebral palsy mungkin memiliki
hasilyang normal dari studi pencitraan otak. Hasil normal dari studi neuroimaging
tidak mengecualikan diagnosis klinis gangguan ini. Namun, dalam kasus ini, etiologi
metabolik dan genetik lain yang mendasari harus dipertimbangkan dan dikeluarkan
sebelum mendiagnosis anak dengan cerebral palsy
3) Electroencephalography
Electroencephalography (EEG) berguna dalam mengevaluasi cedera parahhipoksia-
iskemik. Studi ini penting dalam diagnosis gangguan kejang; temuanawalnya
menunjukkan penekanan ditandai amplitudo dan perlambatan, diikuti denganpola
terputus penindasan tegangan, dengan semburan tegangan tinggi gelombangtajam
dan lambat 24-48 jam. Namun, EEG tidak diindikasikan jika kejang tidak dicurigai
bersama dengan cerebral palsy.
4) Radiografi
a. Panggul AP dan lateral

subluksasi panggul (kiri) dan dislokasi panggul (kanan)


b. Vertebrae

Scoliosis pada pasien dengan cerebral palsy


c. Foto polos pedis

Equino Plano Valgus


5) EMG dan Studi konduksi saraf
Elektromiografi (EMG) dan studi konduksi saraf sangat membantu ketikagangguan
otot atau saraf dicurigai (misalnya, neuropati motor atau sensorik herediter sebagai
dasar untuk deformitas kaki equinus dan berjalan jari kaki).

H. PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi:
1. Meningkatkan kualitas hidup pada anak-anak yang terkena cerebral palsy
2. Memberikan fasilitas rehabilitasi dini
3. Meningkatkan kapasitas fungsional anak untuk menjadi mandiri
4. Menurunkan komplikasi cerebral palsy
Intervensi:
1. Mengurangi spastisitas otot
2. Mengontrol kejang karena kebanyakan resisten terhadap pengobatan antiepilepsi
yang konvensional
3. Mencegah masalah ortopedi seperti subluksasi panggul, skoliosis, deformitas
equina, dan lain-lain.
4. Meningkatkan kognitif, pembelajaran, dan memori untuk penerimaan yang lebih
baik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simptomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama
yang baik dan merupakan suatu tim antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata,
dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial,
guru sekolah luar biasa, dan orang tua penderita.

Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu
program latihan di rumah untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita
pada waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara
tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang penderita hidup.
Pembedahan
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan
pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan
stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan pergerakan koreo-atetosis yang berlebihan.

Pendidikan
Penderita cerebral palsy dididik sesuai dengan tingkat kecerdasannya di sekolah
luar biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal.
Mereka sebaiknya diperlakukan sama seperti anak yang normal, yaitu pulang ke rumah
dengan kendaraan bersama-sama sehingga mereka tidak merasa diasingkan, hidup dalam
suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk ini
pekerja social dapat membantu di rumah dengan nasehat seperlunya.

Farmakoterapi
Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang sesuai
dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin, dan sebagainya. Pada
keadaan tonus otot yang berlebihan, obat dari golongan benzodiazepine dapat menolong,
misalnya diazepam, klordiazepoksid (Librium), nitrazepam (mogadon). Pada keadaan
koreoatetosis diberikan artan. Imipramine (tofranil) diberikan kepada penderita dengan
depresi.

I. PENCEGAHAN
Beberapa penyebab CP dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian CP pun bisa
dicegah. Adapun penyebab CP yang dapat dicegah atau diterapi antara lain:
1. Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat pengaman
pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat bersepeda, dan
eliminasi kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal
selama mandi dan bermain.
2. Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir dengan
fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi tukar.
Inkompatibilitas faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan darah
rutin ibu dan bapak. Inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan masalah
pada kehamilan pertama, karena secara umum tubuh ibu hamil tersebut belum
memproduksi antibodi yang tidak diinginkan hingga saat persalinan. Pada
sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang diberikan setelah kelahiran dapat
mencegah produksi antibodi tersebut. Pada kasus yang jarang, misalnya jika pada
ibu hamil antibodi tersebut berkembang selama kehamilan pertama atau produksi
antibodi tidak dicegah, maka perlu pengamatan secara cermat perkembangan bayi
dan jika perlu dilakukan transfusi ke bayi selama dalam kandungan atau
melakukan transfusi tukar setelah lahir.
3. Rubella, atau campak jerman, dapat dicegah dengan memberikan imunisasi
sebelum hamil.

J. KOMPLIKASI
1. Komplikasi gastrointestinal dan gizi meliputi:
a. Gagal tumbuh karena kesulitan makan dan menelan sekunder untuk
kontroloromotor yang buruk; pasien mungkin memerlukan tabung
gastrostomy (G-tabung) atau tabung jejunostomy (J-tabung) untuk
menambah gizi.
b.Gastroesophageal reflux dan terkait pneumonia aspirasi
c. Sembelit
d.Gigi karies.
Masalah gigi juga termasuk disgenesis enamel, maloklusi, dan hiperplasia
gingiva. Maloklusi dua kali lebih umum seperti dalam populasi
normal.Insiden peningkatan masalah gigi sering sekunder untuk
penggunaan obat, khususnya obat diberikan pada bayi prematur dan agen
antiepilepsi.
2. Komplikasi pernapasan meliputi:
a. Meningkatnya risiko pneumonia aspirasi karena disfungsi oromotor
b.Penyakit paru kronis/displasia bronkopulmonalis
c. Bronchiolitis/asma
3. Komplikasi neurologis meliputi:
a. Epilepsi.
b.Gangguan pendengaran (terutama pada pasien yang mengalami
ensefalopati bilirubin akut [kernikterus], juga terlihat pada pasien yang
lahir prematur atauyang terkena obat ototoxic)
c. Penglihatan
i. Kelainan medan penglihatan karena cedera kortikal
ii. Strabismus
4. Komplikasi kognitif/psikologis/perilaku meliputi berikut ini:
a. Keterbelakangan mental (30-50%), paling sering dikaitkan dengan
quadriplegia kejang
b.Defisit perhatian/gangguan hiperaktivitas
c. Disabilitas belajar
d.Dampak pada kinerja akademik dan harga diri
e. Peningkatan prevalensi depresi
f. Kesulitan integrasi sensorik
g.Peningkatan prevalensi gangguan perkembangan progresif atau autisme
yang berhubungan dengan diagnosis bersamaan cerebral palsy
5. Komplikasi orthopedi
a. Kontraktur
Diawali dengan kontraktur dinamik, yang lama kelamaan menjadi statis
(kontraksi otot yang berkelanjutan menyebabkan pemendekan) dan
pertumbuhan (pertumbuhan tulang terjadi pada kecepatan longitudinal
yang lebih cepat daripada otot di cerebral palsy spastik)
b.Deformitas ekstremitas atas
Dapat terjadi:
i. Forearm-pronation
Kombinasi dari pronasi lengan bawah dan kontraktur fleksi siku
ii. Wrist-flexion deformity
Pergelangan tangan biasanya fleksi dan terjadi deviasi ulna.
Berhubungan dengan ekstensi pergelangan dan pronasi lengan
bawah yang lemah.
iii. Thumb-in-palm deformity
Jempol fleksi ke arah telapak tangan sehingga mengganggu gerak
menggenggam dan mencubit.
iv. Finger-flexion deformity
Terjadi akibat kekakuan otot intrinsik dan ekstrinsik yang menarik
ekstensor jari

Thumb-in-palm deformity (kiri) dan finger-flexion deformity (kanan)


c. Subluksasi dan dislokasi panggul
Subluksasi paggul progresif terjadi pada 50% anak dengan quadriparesis
i. Sublukasi
Tonus yang kuat pada adductor dan fleksor panggul menyebabkan
“scissoring” dan menjadi predisposisi dari sulkuksasi dan dislokasi
panggul.
ii. Dislokasi, biasanya terjadi posterior dan superior
iii. Degenerasi
Seiring berjalannya waktu, perubahan dysplasia dan erosi pada
kartilago dari caput femoris dapat terjadi dan menyebabkan nyeri.
d.Deformitas spinal
Scoliosis umum terjadi pada anak dengan cerebral palsy (20%).
e. Deformitas kaki
Umum terjadi pada cerebral palsy dan dapat terjadi dalam beberapa
bentuk, termasuk:
i. Equinus
Terjadi akibat keridakseimbangan dorsifleksor dan plantarfleksor
ankle, menyebabkan plantarfleksi dari pedis hingga ankle.
Equinus
ii. Hallux valgus
Hallux terdapat pada bawah jari kedua. Terjadi akibat kombinasi
dari overaktivitas adductor hallucis dan gaya eksternal.

Hallux valgus
iii. EquinoPlanoValgus
Terjadi akibat kombinasi ootot peroneal spastik, tibialis posterior
yang lemah, dan heel cord spastik pada ligament kaki yang lemah.
menyebabkan disfungsi lengan pengungkit pada saat berjalan.
Berakibat tumpuan berat pada garis medial kaki dan capur talus.
Eksternal rotasi dari kaki menyebabkan ketidakseimbangan saat
gerak mendorong.
EquinoPlanoValgus
iv. EquinoCavoVarus
Umum pada hemiplegia spastik. Deformitas equinus dari pedis
bersamaan dengan deformitas supinasi dari kaki tengah dan kaki
atas.

EquinoCavoVarus
f. Kelainan gait
g.Fraktur

K. PROGNOSIS
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik; makin banyak
gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan
pendengaran) dan makin berat gejala motoriknya, makin buruk prognosisnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter, F. H. 2011. Atlas of Human Anatomy . 5th edition. Philadelphia: Saunders.


104-114
2. Wibowo, Alinda R., & Saputra, Deddy R., 2012. Prevalens dan Profil Klinis pada
Anak Palsi Serebral Spastik dengan Epilepsi. Sari Pediatri.Volume 14.
3. Merlina, M., Kusnadi, Y., & Artati. 2012. Prospek Terapi Sel Punca untuk Cerebral
Palsy. Cermin Dunia Kedokteran 198. Volume 39.
4. Jan, M. M. S. 2006. Cerebral Palsy: Comprehensive Review and Update. Ann Saudi
Med. Volume 26.
5. Oxford University Student Union(OUSU). Cerebral Palsy Fact Sheet. United
Kingdom: University of Oxford.
6. Maimunah, S. 2014. Studi Eksploratif tentang Konsep Diri dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi pada Remaja Cerebral Palsy. Pendidikan yang Memberdayakan.
Jakarta.
7. Selina, H., Priambodo, W. S., & Sakundarno, M. 2012. Gangguan Tidur pada Anak
Palsi Serebral. Medica Hospitalia.Volume 1.
8. Dahlan, A. & Aminullah, A. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI. Volume 11.
9. Poetry, R. V., Ramli, A. H. & Pratiwi, A. Resiliensi pada Mahasiswa Baru
Penyandang Cerebral Palsy(CP). Universitas Brawijaya. Malang.
10. Graham, H. K. 2005. Classifying Cerebral Palsy. Asia-Pacific Childhood Disability
Update.
11. Mardiani, E. 2006. Faktor-faktor Risiko Prenatal dan Perinatal Kejadian Cerebral
Palsy. Semarang: Universitas Diponegoro.
12. Sankar, C. & Mundkur, N. 2005. Cerebral Palsy−Definition, Classification, Etiology
and Early Diagnosis. Indian J. Pediatric. Volume 72.
13. Kuldeep, C. R. 2014. Recent Advances in Ayuverdic Management of Cerebral Palsy
Affected Children. Int. J. Res. Ayurveda Pharm. Volume 5.

Anda mungkin juga menyukai