Anda di halaman 1dari 8

Hasi/ Pene/itian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852 - 2979

PENGGUNAAN EDTA SEBAGAI PENCEGAH TIMBULNYA KERAK PADA


EV APORASI LlMBAH RADIOAKTIF CAIR

Zainus Salimin, Gunandjar


Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN

ABSTRAK
PENGGUNAAN EDTA SEBAGAI PENCEGAH TIMBULNYA KERAK PADA EVAPORASI
LlMBAH RADIOAKTIF CAIR. Limbah radioaktif cair fasilitas nuklir Serpong mengandung kesadahan
tetap CaS04 dan MgS04 rasio 2: 1, bila dievaporasi akan menimbulkan kerak yang merupakan
tahanan transfer panas evaporator. Dalam operasi rutin, kerak tersebut dihilangkan melalui
perendaman serkuit evaporator dengan asam nitrat 10 % selama 2,5 hari (60 jam), atau melalui
pembersihan dengan sikat saat perawatan alat. Langkah preventif pencegahan pembentukan kerak
dapat dilakukan melalui penggunaan inhibitor kimia EDT A (Ethylene diamine tetra-acetic acid), ion-ion
kalsium dan magnesium bereaksi membentuk senyawa kompleks dengan EDT A sehingga kerak tidak
terjadi lagi. Sebanyak 500 mllimbah cair simulasi berkesadahan 2,5 % atau kadar kation (Ca dan Mg)
6.595 ppm ditambah 28,30 9 EDTA dididihkan pada pH bervariasi 7, 9, 11, dan 13 untuk reaksi
pembentukan kompleks. Setelah 1; 1,5 ; 2; 2,5; dan 3 jam dari saat larutan mendidih, larutan
dilewatkan kolom resin untuk pengikatan sisa kation bebas. Larutan tersebut selanjutnya dianalisis
kadar kalsium dan magnesiumnya yang merupakan kadar kation yang terkomplekkan oleh EDTA.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada pH 9 memberikan kadar kation yang terkomplekskan
maksimum pad a 6160 ppm atau memberikan kation terkomplekkan 93,33%.
Kata kunci : Pengolahan limbah radioaktif, evaporasi, penggunaan EDTA, kerak.

ABSTRACT
UTILIZATION OF EDTA AS SCALE INHIBITOR ON EVAPORATION OF LIQUID
RADIOACTIVE WASTE. The evaporation of liquid waste from Serpong Nuclear facilities containing
permanent hardness of CaS04 and MgS04 on the ratio 1:2 will generate the scale formation
constituting the heat resistance of evaporator . On the routine operation, the scale are removed by
chemical reaction with immersion of evaporator circuits using nitric acid 10% during 2.5 days
(60 hours) from Friday afternoon to Monday morning or by brushing it on the maintenance period. The
preventive action for scale inhibition can be performed by utilization of chemical inhibitor EDTA, the
ions of calcium and magnesium reacts with EDT A to form complex compound so the scale formation
can be avoided. The quantity of 500 ml simulation of liquid waste containing 2.5% hardness
compound or cation (calcium and magnesium ions) concentration of 6595 ppm was added by 28.30
9 EDTA and heat up to boil on the pH variation of 7,9,11, and 13 for formation reaction of complex.
After the time of initial boiling condition which was variated for 1; 1.5 ; 2 ; 2.5; and 3 hours, the solution
was flowed to pass the resin column for free cations catching. That solution be analyzed for
determination of calcium and magnesium content complexed by EDTA. The result indicates that on
pH 9 gives the maximum of cation complexed by EDTA on the value of 6160 ppm or the percent
cation complexed 93.33%.

Key ward: Radioactive waste treatment, scale inhibitor, evaporation, utilization of EDTA.

PENDAHULUAN
Evaporasi adalah proses pemekatan larutan dengan menguapkan pelarutnya,
sehingga diperoleh larutan pekat (konsentrat) dan destilat (embunan uapnya). Pada
umumnya suatu larutan terdiri dari zat yang mudah menguap dan yang tidak mudah
menguap, sehingga dengan kata lain evaporasi adalah proses untuk menghilangkan zat
yang mudah menguap untuk mendapatkan larutan yang lebih pekat. Evaporator skala

industri yang biasa digunakan adalah evapof3tor dengan usp air seboguj pemanas dan
medium pemanas berbentuk pipa (tubu/2r heating surface), evapor~tor terse but mempunyai
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852 - 2979

transfer panas yang efektif dan ekonomis. Penggunaan evaporator untuk pengolahan
limbah radioaktif cair mempunyai keuntungan proses karena bahan radioaktif biasanya
merupakan material yang tidak mudah menguap, sehingga zat radioaktif tersebut mudah
dipisahkan dari larutannya dalam bentuk konsentrat.
Pemekatan larutan dengan evaporasi menggunakan tubular heating surface
evaporator merupakan cara yang efektif untuk dekontaminasi limbah radioaktif cair , zat
radioaktif terpekatkan dalam konsentrat memberikan faktor dekontaminasi (FD) antara
104-105 untuk Cs-137 (FD= aktivitas limbah awal dibagi dengan aktivitas destilat). Panas
yang diberikan oleh uap pemanas ke larutan melalui medium pemanas tergantung pad a
harga koefisien transfer panas yang sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat salting, scalling,
fouling, dan korosi. Salting ialah timbulnya deposit endapan garam pada dinding transfer
panas, yang akan bertambah dengan naiknya temperatur. Scalling ialah terjadinya deposit
kerak pad a dinding transfer panas, kerak tersebut adalah suatu senyawa yang tidak larut
dalam larutan pad a suhu pendidihan. Kerak terjadi karena dalam larutan mengandung
kesadahan tetap CaS04, MgS04, senyawa karbonat dan senyawa silikat [1]. Fouling ialah
terjadinya deposit atau endapan senyawa yang berasal dari bahan masuk atau karena uap
yang terkondensasi. Adanya salting, scalling dan fouling menyebabkan penebalan dinding
transfer panas, sehingga tahanan transfer panas naik, maka harga koefisien transfer panas
turun. Hal ini menyebabkan kenaikan kebutuhan uap pemanas untuk kepasitas evaporasi
yang tetap, yang selanjutnya dapat menimbulkan resiko pecahnya evaporator karena bed a
temperatur antara bagian shell dan bagian tube (temperature strains) yang melebihi nilai

standar. Temperature strains yang diperbolehkan adalah 50 of, hal ini berhubungan dengan
pemuaian logam yang dipakai. Sila pemuaian logam di bagian shell tidak sam a dengan
pemuaian pada bagian tube akan menyebabkan kehancuran tube-bundle yang berarti
evaporator pecah.
Sistem evaporasi di Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif, IPLR SATAN, Serpong
mengolah limbah radioaktif cair dengan aktivitas maksimum 2x10-2 Ci/m3 menjadi konsentrat
aktivitas 1 Ci/m3 dan air destilat. Limbah yang diolah mempunyai kandungan unsur
radioaktif utama Cs-137 dan Co-50, dan umumnya ber-pH sekitar 7, tidak mengandung

garam kimia mudah mengendap kecuali kesadahan tetap. Evaporatornya jenis


Thermosiphon Circulating Thermal Evaporator yang mempunyai kapasitas operasi 0,75
m3/jam dengan faktor reduksi volume minimum 50:1 tergantung kandungan garam awal
dalam limbah cair yang lewat bagian shell [1,2]. Panas pengembunan uap air pemanas di
bagian shell ditransfer melalui ketebalan dinding tube sehingga !imbah cair mendidih.
Mengingat air yang digunakan di kawasan fasilitas nuklir Serpong adalah air PUSPIPTEK
yang mengandung kesadahan tetap CaS04 dan MgS04 dengan perbandingan 2: 1, lil11bah

2
Hasil Penelitian clan KegiaJan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852 - 2979

cair umpan evaporator IPLR mempunyai kandungan kesadahan tetap CaS04 dan MgS04
dengan perbandingan (rasio) 2:1 pula. Tahanan transfer panas kerak merupakan tahanan
transfer panas yang utama pada evaporator IPLR-BATAN.
Penghilangan kerak yang telah terbentuk dalam evaporator IPLR dilakukan melalui
perendaman sirkuit pemekatannya dengan asam nitrat 10% selama 2% hari dari Jum'at
siang sId Senin pagi, dilanjutkan pencucian dengan air. Cara ini dilakukan pada evaporator
yang terpasang, sehabis operasi evaporasi limbah cair dimana nilai fouling-factor sudah
signifikan mengganggu transfer panas. Cara kedua penghilangan kerak melalui
pembersihan dinding dalam tube secara mekanik dengan sikat serabut besi/kawat saat
kegiatan perawatan dimana evaporator dibongkar [1,2].
Langkah preventif untuk mencegah pembentukan kerak dapat dilakukan dengan
penggunaan chelating-agent atau sequestering-agent sebagai inhibitor kimia melalui
pembentukan senyawa kompleks logam Ca dan Mg sehingga kristal kerak tidak te~adi.
Pencegahan timbulnya kerak merupakan langkah yang lebih baik dilakukan daripada
penghilangan kerak yang sudah terlanjur terbentuk, oleh karena itu perlu diteliti penggunaan
EDTA sebagai inhibitor terbentuknya kerak pada evaporasi limbah radioaktif.

TEORI
Mekanisme Pembentukan Kerak
Pembentukan kerak dan deposit endapan lain adalah proses kristalisasi yang
kompleks. Kecepatan pembentukan lapisan awal kerak dan kecepatan pertumbuhan yang
berikutnya ditentukan melalui interaksi dari beberapa kecepatan proses : nukleasi, difusi,
reaksi kimia, dan kesesuaian pola geometris molekul-molekul dan atom-atom kristal kerak,
dan lain-lain. Sebagian terbesar, walaupun tidak semua, unsur pokok pembentukan kerak
mineral adalah kebalikan dapat larut, yaitu kelarutannya cenderung turun terhadap kenaikan
suhu. Oleh karena itu, bila larutan lewat jenuh bersinggungan dengan permukaan transfer
panas, mineral tersebut mengendap menjadi padatan karena daya larut setimbangnya
menurun. Pada saat larutan menjadi lewat jenuh dan nukleasi terjadi, kondisi ini sangat
cocok dan ideal untuk pertumbuhan kristal partikel kerak. Senyawa-senyawa yang dibawa
air seperti kalsium sulfat, magnesium sulfat, barium sulfat, magnesium karbonat, kalsium
karbonat, silikat, dan lain-lain dapat mengendap dan membentuk kerak sebagai akibat dari
beda tekanan, perubahan temperatur, perubahan pH, dan lain-lain. Perubahan-perubahan
tersebut terjadi dalam peralatan-peralatan proses, penukar panas, evaporator, boiler,
cooling tower, dan lain-lain [3,4,5].
York dan Schorle [6,7] menjelaskan bahwa kristalisasi senyawa dalam larutan
langsung pada permukaan transfer panas dimana kerak terbentuk memerlukan 3 (tiga)
Hasil Penelitian don Kegiatan PTLR Tahun 2006 lSSN 0852 - 2979

faktor simultan yaitu konsentrasi lewat jenuh (supersaturation), nukleasi (terbentuknya inti
kristal) dan waktu kontak yang memadai. Di dalam proses evaporasi, kondisi jenuh
(saturation) dan supersaturation dicapai secara simultan melalui pemekatan larutan dan
penurunan daya larut setimbang saat kenaikan suhu menjadi suhu penguapan.
Pembentukan inti kristal terjadi saat larutan jenuh, dan kemudian sewaktu larutan melewati
supersaturation maka terjadilah pertumbuhan kristal, ukuran kristal bertambah besar dan
selanjutnya melalui gaya gravitasi kristal jatuh dan terpisah dari larutan. Mekanisme terse but
memerlukan waktu kontak antara larutan dan permukaan transfer yang memadai. Skema
mekanisme pembentukan kerak yang dilengkapi parameter-parameter penting yang
mengontrol setiap tahapan ditunjukkan pada Gambar 1.
Pencegahan Kerak Dan Deposit Endapan Melalui Inhibitor Kimia
Penggunaan aditif kimia tertentu dapat berpengaruh besar pada penghambatan
pertumbuhan kristal dalam media pelarut air. Mekanisme yang pasti dari aditif tersebut
dalam menghambat pertumbuhan kristal belum dipahami sempurna walaupun banyak
penelitian dilakukan dalam bidang tersebut. Pencegahan kerak secara kimia tersebut
berhubungan dengan efek aditif pada proses nukleasi, presipitasi, dan pelekatan bahan
mineral. Bahan yang dipakai sebagai inhibitor kerak bermacam-macam, sebagian besar dari
zat tersebut berfungsi melalui mekanisme permukaan, kecuali inhibitor chelating dan
sequestering. Jumlah bahan kimia yang diperlukan sebagai inhibitor kerak sebanding
dengan luas permukaan dari deposit endapan yang akan terjadi. Luas permukaan deposit
endapan adalah fungsi beberapa faktor seperti suhu, tekanan, waktu, pH, dan lain-lain [8,9].

PADATAN MINERAL
AIR
TERSUSPENSI DAPAT LARUT

PELARUTAN
Parameter yang mengontrol : waktu,
suhu, tekanan, pH, faktor lingkungan,
ukuran partikel, kecepatan pengadukan.
LEW A T JENUH
Parameter yang mengontrol : waktu,
suhu, tekanan, pH, faktor lingkungan,
ukuran partikel, kecepatan pengadukan.
PERTUMBUHAN
KRIST AL
PENGENAPAN
DAN PEMADA T AN

Gambar 1. Skema umum mekanisme pembentukan deposit kerak air [6,7].

4
Has;! Penelitian dan KegiaJan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852 - 2979

Mekanisme pencegahan kerak meliputi chelating, sequestration, complexation,


antiprecipita tion, protective colloid, threshold treatment, dispersan, deflocculant,
antinucleation, dan lain-lain. Chelation adalah pembentukan senyawa kompleks dari ion
logam dengan menggunakan molekul organik atau anorganik, senyawa kompleks tersebut
dapat terlarut atau tak terlarut. Sequestration didefinisikan sebagai pembentukan senyawa
kompleks terlarut dari suatu logam. Sequestring agent yang biasa dipakai antara lain
nitrilotriacetic acid (NTA) , ethylene diamnine tetraacetic (EDTA) , hydrotyethyl ethylene
diamine triacetic acid (HEDTA), dan lain-lain. Bila sequestring agent ditambahkan ke dalam
larutan yang mengandung ion logam maka senyawa kompleks akan terbentuk,
pembentukan kerak tidak te~adi karena ion logam telah terkomplekkan. Senyawa kompleks
tersebut mempunyai nilai stabilitas tertentu, yang dinyatakan dalam konstante stabilitas
kation yang terkomplekkan. Bila ada dua atau lebih ion logam dalam larutan sebagaimana
yang terjadi pada air alam, terdapat reaksi kompetisi terhadap sequestring agent. Reaksi
pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dan sequestring agent merupakan reaksi
setimbang, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, temperatur, jenis dan
konsentrasi padatan terlarut, dan lain-lain. Banyak kation dapat dikomplekkan pada suatu
kondisi tetap.
Sequestring agent jenis EDTA atau NTA saat ini banyak digunakan khususnya
dalam pengolahan air boiler. EDTA dan NTA membentuk senyawa kompleks yang stabil
dengan banyak kation pengganggu pembentuk kerak dan deposit endapan seperti Ca+2,

Mg+2, Fe+3, Fe+2, Cu+2, dan lain-lain. Bila dalam larutan terdapat beberapa kation dan
konsentrasi molar dari sequestring agent melebihi nilai total konsentrasi molar ion-ion logam,
bahan tersebut akan membentuk kompleks dengan ion logam yang memiliki afinitas yang
lebih kuat. Afinitas ion-ion logam terhadap sequestring agent EDTA mempunyai nilai yang
berbeda dan besarnya sesuai dengan urutan sebagai berikut [8]:
Na+ < Ba+2 < Mg+2 < Ca+2 < Fe+2 < Cu+2 < Fe+3
Jadi EDTA akan membentuk senyawa kompleks lebih besar dengan ion kalsium dari pada
dengan ion magnesium, juga lebih besar dengan Fe+2 dari pada dengan ion kalsium. Reaksi
pembentukan kompleks ion logam dengan EDTA mengikuti persamaan sebagai berikut:
4 M+ + H4EDTA B M4-EDTA + 4 W
Untuk pengkomplekan setiap satu ppm ion magnesium dibutuhkan EDTA sebanyak 12 ppm,
dan untuk pengkomplekan setiap 1 ppm ion kalsium diperlukan EDTA sebanyak 7,4 ppm,
seperti ditunjukkan pada Tabel1.

5
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006 lSSN 0852 - 2979

Tabel1. Konsentrasi EDTA dan garam natriumnya yang dibutuhkan untuk mengkomplekan 1 ppm
ion kalsium, ion magnesium, dan ion barium [8].

mengkomplekan tanah 57 alkali


11,1
103,9
1 ppm logam
Jumlah (ppm) yang dibutuhkan untuk
312
5
Mg+2
8,4
2,8
2,1
2,7 larutan
9,5
7,4
2,3
10,3
Ba+210,4
9,6
pH
Ca+2
15,4
15,6
16,9 0,02
g/100Kelarutan
ml
tetra-asetat dihidrat
mono hidrat
of

TATA KERJA
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan mempunyai kemurnian pro-analysis dari E. Merck,
yaitu serbuk MgS04,CaS04, NaOH, HCI, dan EDTA.
Metode
Ditimbang 8,333 9 CaS04; 4,167 9 MgS04; dan 28,3 9 EDTA. Ketiga bahan tersebut
dicampur dan dimasukkan kedalam labu leher tiga, kemudian ditambah akuades hingga
volume campuran menjadi 500 mL (sehingga tersedia limbah cair simulasi). Kondisi pH
pertama kali diatur pada nilai 7 melalui penambahan larutan NaOH pada labu leher 3.
Larutan kemudian dipanaskan hingga suhu 100°C dengan menggunakan pemanas listrik.
Selama pendidihan berlangsung terjadi penguapan larutan sehingga untuk menjaga volume
dalam labu leher tiga tetap, dilakukan penambahan larutan yang sarna pada laju seperti laju
penguapan. Setelah waktu 1; 1~; 2; 2~; dan 3 jam dari saat larutan mendidih, masing-
masing larutan dilewatkan kolom resin untuk pengikatan sisa kation bebas (yang tidak
terkomplekan). Larutan tersebut selanjutnya dianalisis kadar kalsium dan magnesiumnya
dengan "Atomic Absorption Spectrophotometer" (AAS) yang merupakan kadar kation yang
terkomplekan oleh EDTA. Melalui pekerjaan yang sama pH divariasikan pada nilai 9, 11
dan 13.

6
ISSN 0852 - 2979
Hasil Penelitian don KegiaJan PTLR Tahun 2006

HASIL DAN PEMBAHASAN


Limbah cair simulasi yang berkesadahan 2,5% dengan rasio CaS04 dan MgS04 2:1
mengandung ion kalsium 4.902 ppm dan ion magnesium 1.693 ppm. Dari Tabel 1,
kebutuhan EDTA untuk mengkomplekan ion kalsium berharga 7,4 kali banyaknya ppm dari
ion kalsium atau sarna dengan 36.273 ppm EDTA. Dari Tabel 1 juga, kebutuhan EDTA
untuk mengkomplekkan ion magnesium berharga 12 kali banyaknya ppm jdari ion
magnesium atau sarna dengan 20.321 ppm EDTA. Jadi kebutuhan EDTA keseluruhan
adalah 56.594 ppm. Kebutuhan EDTA untuk percobaan pengomplekan ion kalsium dan
magnesium dalam 500 mL larutan adalah 28,30 g.

Kation Terkomplekkan (ppm)


7000
6000
~pH7
5000
----- pH 9
4000
.• pH 11
3000
-.- pH 13
2000
1000
o
1
2 Waktu (jam) _ 3

Gambar 2. Hubungan waktu evaporasi terhadap jumlah (ppm) ion kalsium

dan magnesium yang terkomplekkan

Dari hasil percobaan pengomplekan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 yaitu
hubungan waktu evaporasi terhadap jumlah (ppm) ion kalsium dan magnesium yang
terkomplekkan terlihat bahwa semakin lama waktu evaporasi jumlah ion yang terkomplekkan
semakin naik, sampai nilai optimum dimana jumlah ion yang terkomplekan paling besar.
Hal tersebut dikarenakan semakin lama waktunya, kesempatan reaksi pengkomplekkan
semakin banyak, jumlah ion kalsium dan magnesium yang banyak dalam larutan segera
bereaksi dengan EDTA yang berlebih. Pengaruh pH menunjukkan bahwa semakin besar
nilai pH, semakin banyak jumlah kation yang terkomplekkan. Oalam percobaan ini diperoleh
bahwa pH 9 merupakan hasil yang terbaik.
Hal tersebut dikarenakan semakin besar nilai pH maka semakin banyak ion OH'
dalam larutan yang membuat kemudahan ionisasi dari logam Ca dan logam Mg yang
memberikan kesempatan reaksi meningkat, namun setelah pH berharga lebih besar dari 9
maka terjadi kelebihan ion Ca+2 dan Mg+2 dalam larutan. Ion Ca+2 bebas akan mengganggu
ion Mg+2 yang sudah terkomplekan sehingga tepas kembali dari senyawa kompleks,

7
Hasil Penelitian don Kegialan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852-2979

terjadilah kompetisi kembali ion logam yang akan terkomplekkan. Dengan demikian bila pH
yang semakin besar (Iebih dari 9) maka ion logam yang terkomplekkan semakin kecil.
KESIMPULAN

1. Limbah radioaktif cair fasilitas nuklir Serpong mengandung kesadahan tetap CaS04 dan
MgS04 rasio 2:1, bila dievaporasi akan menimbulkan kerak yang merupakan tahanan
transfer panas evaporator. Dalam operasi rutin, kerak tersebut dihilangkan melalui
perendaman serkuit evaporator dengan asam nitrat 10 % selama 2,5 hari (60 jam), atau
melalui pembersihan dengan sikat saat perawatan alat.
2. Langkah preventif pencegahan pembentukan kerak dapat dilakukan melalui penggunaan
inhibitor kimia EDTA (Ethylene diamine tetra-acetic acid), ion-ion kalsium dan
magnesium bereaksi membentuk senyawa kompleks dengan EDTA sehingga kerak
tidak terjadi lagi.
3. Kondisi optimum proses pengomplekan untuk pencegahan terjadi kerak terhadap 500
mL limbah cair dengan kesadahan 2,5% atau kadar kation (Ca+2 dan Mg+2) 6.595 ppm
ditambah 28,30 9 EDTA terjadi pada pH 9, waktu setelah saat latutan mendidih selama 2
jam dan kadar kation yang terkomplekkan dengan EDTA sebesar 6160 ppm atau
sebesar 93,33%.

DAFT AR PUST AKA

1. SALIMIN, Z., "Identifikasi Tahanan Transfer Panas Deposit Kerak Pada Evaporator Instalasi
Pengolahan Limbah Radioaktif, Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitian Dasar
IImu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, P3TM-BATAN, Yogyakarta, 25-26 Juli 2000.
2. SALIMIN, Z., "Propblem Solving of evaporator Operation on The Treatment of Radioactive Liquid
Waste in Serpong Nuclear Facilities", Presented Paper at Symposium on Waste Managemen and
Environmental Restoration at Tucson, Arizona, USA, February 27-March 2, 2000.
3. THACKERY, PA, "The Cost of Fouling in Heat Exchange Plant", Effluent and Water Treatment
Journal, Vol. 20, 1980.
4. HASSON, DAVID and ZAHAWI, "Mechanism of Calcium Sulfate Scale Deposition on Heat
Transfer Surfaces", I and EC Fundamental, Vol. 9, No. I, 1970.
5. SPIEGLER, K.S., "Salt Water Purification", John Wiley and Sons, Inc., New York, 1962.
6. HASSON, DAVID, AVRIEL and WILLIAM, "Mechanism of CaC03 Scale Deposition on Heat
Transfer Surfaces", I and EC Fundamental, Vol. 7, No. 1,1968.
7. OTHMER, K." Encyclopedia of Chemical Technology, Crystallization", Vol. 6, John Wiley and
Sons, New York, 1965.
8. ELLIOT, M.N., "The Present State of Scale Control in Sea Water Evaporator", Desalination Vol. 6,
No. 87, 1969.
9. SEELS, "Industrial Water Pretreatment", Chemical Engineering, February 26, 1973.

Anda mungkin juga menyukai