Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9

KUALITAS DAN MORFOLOGI ABNORMAL SPERMATOZOA


SAPI ACEH PADA BERBAGAI FREKUENSI EJAKULASI

Rahmiati1), Kartini Eriani2) dan Dasrul3)


1)
Universitas Jabal Ghafur Sigli, 2)Laboratorium Riset Biologi FMIPA Universitas Syiah Kuala
3)
Laboratorium Prosesing Spermatozoa Beku Sapi Aceh Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan
Email: rahmi_abd@yahoo.com

ABSTRAK

Kualitas dan morfologi abnormal spermatozoa sapi aceh sangat perlu dilakukan untuk pelestarian
plasma nufah sapi di Aceh. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati kualitas dan morfologi
abnormal spermatozoa sapi aceh pada berbagai frekuensi ejakulasi dengan menggunakan 5 ekor
pejantan dengan selang waktu perlakuan selama 30 menit. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Prosesing Spermatozoa Beku Sapi Aceh, Saree. Data yang diperoleh dianalisis dengan analysis of
variance (ANOVA) pola satu arah yang dilanjutkan dengan uji berganda Duncan. Hasil
pengamatan kualitas dan morfologi abnormal spermatozoa pada ejakulasi pertama, kedua dan
ketiga secara berturut-turut, Konsentrasi spermatozoa adalah 1.247,00 ± 96,67x106/ml; 1.194,00 ±
52,25x106/ml dan 967,60 ± 63,71x106/ml. Persentase spermatozoa hidup sebesar 90,54 ± 2,31%,
90,20 ± 1,91% dan 73,87 ± 2,33%. Persentase spermatozoa abnormal sebesar 8,54±0,71%, 9,18 ±
0,98% dan 13,27 ± 0,62%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Frekuensi ejakulasi berpengaruh
secara nyata (P<0,05) terhadap volume semen, konsentrasi, motilitas, spermatozoa hidup dan
abnormalitas spermatozoa sapi aceh. Dapat disimpulkan bahwa frekuensi ejakulasi berpengaruh
terhadap kualitas spermatozoa sapi aceh.

Kata Kunci: Frekuensi Ejakulasi, Sapi Aceh, Kualitas dan Abnormalitas Spermatozoa

PENDAHULUAN
api aceh merupakan salah satu plasma pemanfaatan teknologi Inseminasi Buatan (IB).
nutfah sapi potong lokal yang ada di Namun pemanfaatan IB dalam pemurnian sapi
Indonesia selain sapi bali dan sapi aceh masih menemukan banyak kendala
madura. Sapi aceh mempunyai daya tahan menyangkut penyediaan semen beku yang
terhadap lingkungan yang ekstrim, penyakit berkualitas. Untuk mencapai tujuan tersebut,
yang diakibatkan oleh parasit, dan sistem maka perlu dilakukan seleksi terhadap pejantan
pemeliharaan ekstensif tradisional (Gunawan, yang akan digunakan. Dasar seleksi pemilihan
1998). Dari survei yang sudah dilakukan pejantan unggul dapat dilakukan dengan
diketahui bahwa populasi sapi aceh berada pada menggunakan silsilah tetuanya. Sedangkan uji
posisi yang mengkhawatirkan dan mengalami kemampuan reproduksinya dapat dilakukan
kecenderungan penurunan dari tahun ke tahun. melalui seleksi individu menggunakan teknik
Jika penurunan populasi sapi aceh ini tidak Breeding Soundness Evaluation (BSE)
diperhatikan, maka dikhawatirkan populasi sapi (Alexander, 2008).
aceh akan terancam punah. Breeding soundness evaluation adalah
Romjali et al. (2007) melaporkan bahwa suatu prosedur seleksi untuk melihat
upaya perbaikan mutu genetik sapi bisa kemampuan fertilitas melalui analisis semen.
ditempuh melalui pengembangan sapi murni Adapun yang diamati yaitu: konsentrasi
(pemurnian) dengan cara seleksi dan spermatozoa per mililiter, gerakan massa,
pembentukan breeding stock. Salah satu upaya motilitas spermatozoa dan morfologi
mempercepat pemurnian dan peningkatan abnormalitas spermatozoa (Spitzer, 2000).
populasi sapi aceh dapat dilakukan melalui Beberapa peneliti melaporkan bahwa kualitas

339
340 Rahmiati, dkk.

semen segar dipengaruhi oleh banyak faktor dilakukan evaluasi terhadap semen dan
diantaranya: genetik, umur, makanan, spesies spermatozoa baik secara makroskopis (volume,
hewan, dan frekuensi ejakulasi (Toelihere, 1985 warna, konsisten, dan derajat keasaman semen)
dan Partodihardjo, 1982). maupun mikroskopis (persentase motilitas,
Faktor frekuensi ejakulasi merupakan persentase viabilitas, dan abnormalitas
salah satu faktor penting yang mempengaruhi spermatozoa).
kualitas dan morfologi abnormal spermatozoa Perhitungan konsentrasi spermatozoa
semen segar (Tambing et al., 2003). Menurut dilakukan dengan metode WHO 2005
Toelihere (1985) bahwa abnormalitas menggunakan slide heamositometer.
spermatozoa semen segar melebihi 20% dapat Konsentrasi spermatozoa selanjutnya dihitung
menurunkan fertilitas. Sampai saat ini informasi pada kamar hitung neubauer. Perhitungan
mengenai morfologi abnormal spermatozoa sapi konsentrasi spermatozoa dengan rumus Y x 5 x
aceh pada berbagai frekuensi ejakulasi belum 106 spermatozoa per ml. Persentase
pernah dilaporkan. Bila pengujian morfologi spermatozoa hidup dilakukan dengan
abnormal spermatozoa sapi aceh tidak menggunakan metode pewarnaan eosin.
dilakukan, maka dikhawatirkan semen cair Spermatozoa yang dikatagorikan hidup adalah
ataupun semen beku dengan tingkat spermatozoa yang tidak menyerap zat,
abnormalitas yang tinggi akan didistribusikan sedangkan spermatozoa yang dikatagorikan
dan diinseminasikan, sehingga dapat mati adalah spermatozoa yang menyerap zat
mengurangi keberhasilan program IB yang akan warna. Spermatozoa dihitung dari lima lapang
dilaksanakan untuk pelestarian sapi aceh untuk pandang dengan jumlah minimal 100 dan
masa mendatang. maksimal 200 (WHO, 2005). Sedangkan
pengamatan abnormalitas spermatozoa
METODE PENELITIAN dilakukan dengan membuat preparat ulasan
Penelitian ini dilaksanakan di terlebih dahulu, kemudian diamati di bawah
Laboratorium Prosesing Spermatozoa Beku mikroskop dengan menggunakan objektif 40x
Sapi Aceh Dinas Kesehatan Hewan dan dengan jumlah spermatozoa minimal 100 dan
Peternakan pada bulan Juni sampai Agustus maksimal 200 dari lima lapang pandang.
2013 di Saree Kabupaten Aceh Besar. Dilakukan pengamatan pada spermatozoa yang
Penelitian ini menggunakan 5 ekor sapi memiliki kelainan baik pada kepala maupun
aceh jantan dewasa berumur antara 3-4 tahun pada ekor spermatozoa.
dengan berat badan 350-400 kg. Sapi-sapi
sampel diberi kesempatan penyesuaian diri HASIL DAN PEMBAHASAN
terhadap lingkungan. Selama berada dilokasi Konsentrasi spermatozoa pada sapi aceh
penelitian sapi-sapi tersebut dikandangkan yang dikoleksi dari ejakulat pertama, kedua dan
secara individual dan diberimakan rumput alam ketiga berturut-turut adalah 1.247,00 ± 96,67 x
sebanyak 10% berat badan dan konsentrat 1% 106, 1.194,00 ± 52,25 x 106, dan 967,60 ± 63,71
berat badan per hari. Pemberian minum x 106. Berdasarkan uji lanjut menunjukkan
dilakukan secara ad libitum. perbedaan yang nyata (P<0,05) antara ejakulat
Semen segar ditampung dengan yang pertama (1.247,00 ± 96,67 x 106) dengan
menggunakan vagina buatan dan sapi betina ejakulat yang ketiga (967,60 ± 63,71 x 106).
sebagai pemancing. Setiap kali penampungan Hafez dan Hafez (2000) menyatakan kisaran
dilakukan sampai ejakulasi ketiga dengan. Lama normal konsentrasi spermatozoa sapi adalah
waktu antara ejakulasi pertama dengan ejakulasi 800- 2000 x 106. Bearden dan Fuquay (1984)
kedua 30 menit. Semen yang telah ditampung Menyatakan bahwa konsentrasi spermatozoa
langsung dibawa ke laboratorium dan merupakan faktor penting untuk menentukan
dimasukkan dalam penagas air. Selanjutnya kualitas semen. Kualitas semen segar sapi Aceh
Kualitas dan Morfologi Abnormal Spermatozoa Sapi Aceh... 341

secara makroskopis dan mikroskopis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kualitas Semen Segar Sapi Aceh Secara Makroskopis dan Mikroskopis pada Berbagai
Ejakulasi
Perlakuan Penampungan Semen
Parameter
E1 E2 E3
Konsentrasi (106/ ml) 1.247,00 ± 96,67 a
1.194,00 ± 52,25 b
967,60 ± 63,71 b
Spermatozoa hidup (%) 90,54 ± 2,31 a 90,20 ± 1,91 a 73,87 ± 2,33 b
Abnormalitas (%) 8,58 ± 0,71 a 9,18 ± 0,98 a 13,27 ± 0,62 b
Konsentrasi (106/ ml) 1.247,00 ± 96,67 a 1.194,00 ± 52,25 b 967,60 ± 63,71 b
Keterangan:
Superskrip huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda yang nyata (P>0.05).

Persentase tertinggi spermatozoa hidup 0,98%, ejakulat pertama 8,58 ± 0,71%. Hasil
pada ketiga frekuensi ejakulasi ditemukan pada uji lanjut menunjukkan persentase abnormalitas
ejakulat pertama yaitu 90,54±2,31% diikuti spermatozoa berbeda nyata (P<0,05) diantara
ejakulat kedua yaitu 90,20 ± 1,91%, dan kelompok perlakuan ejakulasi. Ejakulat pertama
ejakulat ketiga 73,87±2,33%. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan ejakulat kedua
membuktikan bahwa frekuensi ejakulasi (P>0,05), sedangkan ejakulat pertama berbeda
berpengaruh terhadap persentase spermatozoa nyata dengan ejakulat ketiga (P<0,05). Hasil ini
hidup sapi aceh. Persentase spermatozoa hidup membuktikan bahwa perlakuan ejakulasi
dapat dihitung dari banyaknya spermatozoa mempengaruhi persentase abnormalitas
yang hidup dibandingkan dengan jumlah spermatozoa sapi aceh.
spermatozoa yang mati.
Persentase tertinggi abnormalitas Morfologi Abnormalitas Spermatozoa
spermatozoa pada ketiga kelompok ejakulasi Abnormalitas primer dan sekunder
ditemukan pada ejakulat ketiga adalah 13,27 ± memiliki bentuk sebagai berikut:
0,62% diikuti ejakulat kedua yaitu 9,18 ±

Gambar 1. Bentuk normal dan abnormalitas spermatozoa A) Bentuk sperma


normal, B) Pearshape, C) Macrosephalus, D) Microsephalus,
E) Detached head F) Kepala saja, G) Ekor melingkar, H) ekor
saja, I) Ekor buntung.
342 Rahmiati, dkk.

Jumlah spermatozoa yang abnormal paling ditemukan dalam penelitian ini rendah. Menurut
banyak di temukan pada ejakulat yang ketiga. Barth dan Oko (1989) abnormalitas
Terjadi penurunan kualitas spermatozoa seiring spermatozoa dipengaruhi oleh berbagai faktor,
meningkatnya frekuensi ejakulasi. Hal ini seperti stress, genetik dan gangguan pada tubuli
diduga stok spermatozoa matang yang tersedia seminiferi. Abnormalitas sel spermatozoa dapat
dalam tubuli seminiferi terbatas. Spermatozoa terjadi pada saat penanganan semen dan
yang kurang matang sangat mudah rusak. Hal pembentukan spermatozoa. Beberapa sebab
tersebut merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya abnormalitas primer diantaranya
terjadinya abnormalitas sekunder. Fitriani disebabkan oleh kegagalan proses
(2010) mengatakan abnormalitas primer spermatogenesis atau spermiogenesis, faktor
merupakan kelainan fisik spermatozoa yang genetik, penyakit dan kondisi lingkungan yang
terjadi pada saat proses pematangan tidak sesuai. Menurut Riadhi (2010)
spermatozoa dalam tubuli seminiferi, serta Abnormalitas sekunder yaitu spermatozoa yang
proses perjalanan spermatozoa melalui saluran- mengalami kelainan setelah meninggalkan
saluran organ kelamin jantan. tubulus seminiferus ditandai dengan ekor putus,
Sapi pejantan di BIB Saree dipelihara kepala pecah, dan kepala tanpa ekor.
dengan nutrisi pakan, perkandangan dan Abnormalitas sekunder akan mudah terseleksi
perawatan kesehatan yang baik, serta telah pada saat pengujian motilitas. Bentuk
melalui tahapan seleksi yang cukup ketat, abnormalitas spermatozoa yang terdapat dalam
sehingga abnormalitas primer spermatozoa penelitian ini disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 1. Persentase Abnormal Spermatozoa.


E1 E2 E3
Jenis-jenis Abnormal Total
(n=5) (n=5) (n=5)
Abnormalitas Primer
Pearshape 0,09±0,8 0,11±0 0,16±0,2 0,36%
Macrocephalus 0,09±0,8 0,14±0,01 0,17±0,4 0,4%
Microcephalus 0,06±0,09 0,13±0,02 0,20±0,08 0,39%
Detached head 0 0,14±0,00 0,14±0 0,28%
Abnormalitas Sekunder
Kepala Saja 0,16±0,09 0,19±0,09 0,16±0,02 0,51%
Ekor Melingkar 0,45±0,24 0,56±0,10 0,58±0,25 1,59%
Ekor Saja 0,09±0,09 0,14±0,01 0 0,23%
Ekor Buntung 0,03±0,06 0,11±0 0,20±0 0,34%

Berdasarkan hasil penelitian yang (macrocephalus/microcephalus), double head,


dilakukan, ditemukan 8 jenis kelainan abaxial, knobbed acrosome defect, detached
spermatozoa yaitu Pearshape, Macrocephalus, head, dan diadem.
Microcephalus, Detached head (Gambar 4.1). Bentuk abnormalitas pearshape pada
Abnormalitas ini termasuk kedalam ejakulat pertama 0,09%, pada ejakulat kedua
abnormalitas primer. Sedangkan yang termasuk 0,11%, dan ejakulat ketiga 0,16%. Al-
kedalam abnormalitas sekunder yaitu kepala Makhzoomi et al. (2007) melaporkan tingkat
saja (tanpa ekor), leher bengkok, ekor abnormalitas pearshape yang cukup tinggi yaitu
melingkar, ekor saja, dan ekor bunting. Riadhi 6,5% dan 4,3% pada pejantan sapi perah
(2010) menemukan 13 jenis kelainan Swedia. Menurut Barth et al. (1992) kelainan
spermatozoa primer yaitu pearshape, narrow at pearshape ini biasa ditemukan pada semen
the base, narrow (tapered head), abnormal seekor pejantan sapi dengan jumlah yang
contour, undeveloped, round head, variable size bervariasi dan tidak mempengaruhi fertilitas
Kualitas dan Morfologi Abnormal Spermatozoa Sapi Aceh... 343

sepanjang derajat penyempitan yang tidak dipengaruhi oleh kandungan kromosom inti
terlalu parah. Sebelumnya Barth dan Oko pada kepala. Kandungan kromosom tersebut
(1989) juga melaporkan kelainan pearshape lebih sedikit atau lebih banyak dibandingkan
dalam jumlah yang tinggi dapat menurunkan spermatozoa normal. Terjadinya abnormalitas
fertilitas. Kelainan ini bersifat genetik, hal ini variable size dipengaruhi oleh genetik, dimana
terbukti sapi jantan keturunan dari tetuanya tingkat abnormalitas macrocephalus ditemukan
dengan tingkat abnormalitas pearshape yang lebih tinggi pada sapi inbreeding dibandingkan
tinggi memperlihatkan gambaran spermatozoa sapi persilangan (Salisbury dan Van Demark,
yang sama dengan tetuanya. Bentuk pearshape 1985).
dibedakan dengan kelainan yang berbentuk Abnormalitas detached head pada
seperti buah pear di mana daerah akrosom berbagai ejakulasi berturut-turut sebagai berikut
(anterior) tampak penuh berisi kromatin atau E1 0%, E2 0,14%, E3 0,14%. Hasil penelitian
membesar, sedangkan post akrosom sempit ini lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah
sedikit memanjang dengan batas jelas antara Swedia sebagaimana yang dilaporkan oleh
daerah anterior dan posterior (Barth et al, 1992). Söderquist et al. (1996) persentase yang paling
Bentuk abnormalitas Variable size tinggi ditemukan sebanyak 1,6%. Detached
(macrocephalus dan microcephalus) ditemukan head adalah keadaan dimana kepala
pada masing-masing perlakuan adalah sebagai spermatozoa patah atau sampai terlepas dari
berikut: macrocephalus pada ejakulasi E1 bagian leher dan ekor. Kejadian detached head
0,09%, E2 0,14%, E3 0,17%, microcephalus biasanya dihubungkan dengan hipoplasia
pada E1 0,06%, E2 0,13%, E3 0,20%. Variable testikular, akan tetapi apabila ditemukan dalam
size merupakan istilah untuk abnormalitas pada jumlah banyak dapat disebabkan oleh genetik
spermatozoa yang memiliki ukuran kepala lebih (Barth dan Oko 1989).
besar (macrocephalus) atau lebih kecil
(microcephalus) dari ukuran normal. Jika KESIMPULAN
dibandingkan dengan spermatozoa normal pada Frekuensi ejakulasi mempengaruhi
umumnya dari spesies tersebut ((Barth et al, morfologi abnormal spermatozoa, semakin
1992). Pada penelitian Al-Makhzoomi et al. tinggi frekuensi ejakulasi maka semakin banyak
(2008) menemukan abnormalitas variable size morfologi abnormal spermatozoa yang
sebesar 1.4%. Ukuran kepala spermatozoa yang didapatkan.
lebih kecil atau lebih besar dari ukuran normal

DAFTAR PUSTAKA
Alexander, J. H. 2008. Bull breeding soundness Fitriani, Eriani, K., dan Sari, W.2010. The
evaluation: A practitioner’s perspective. Effect of Cigarettes smoke Exposured
Theriogenology. 70:469–472. Causes Fertiliti of Male Mice (Mus
Barth, A. D. And Oko, R. J. 1989. Abnormal musculus). Jurnal Natural. 10.(2): 12-17.
Morphology of Bovine Spermatozoa. Iowa, Gunawan. 1998. Upaya Peningkatan Mutu
Iowa State University Press. Genetik Sapi Aceh. Pidato Pengukuhan
Barth, A. D., Bowman, P. A., Bo, G. A., and dalam Jabatan Guru Besar Tetap Fakultas
Mapletoft, R. J. 1992. Effect of narrow Pertanian Universitas Syiah Kuala.
sperm head shape on fertility in cattle. Can Disampaikan pada Rapat Senat Terbuka
Vet J. 33:31-39. Universitas Syiah Kuala, Sabtu 28 Maret
Bearden, H. J. and Fuquay, J. W. 1984. Applied 1998, Banda Aceh.
Animal Reproduction. 2nd edition. Reston Hafez, B. and Hafez, E. S. E. 2000.
Publishing Company, Virginia. Reproduction in Farm Animals.7th ed.
344 Rahmiati, dkk.

Lippincot Williams and Wilkins, Söderquist, L., Janson, L., Haard, M., dan
Philadelphia. Einarsson, S. 1996. Influence of season,
Makhzoomi, A., lundeheim, N., Haard, M., and age, breed and some other factors on the
Rodriguez-Martinez, H. 2007. Sperm variation in sperm morphological
morpfology and fertiliti of progeny-tested abnormalities in swedish dairy A.I. bulls.
AI Swedish dairy bull. J. Of Anim. And Anim Repro Sci. 44: 91-98.
vet. Advences.8:975-980. Spitzer, J. C. 2000. Bull Breeding Evaluation:
Partodihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. current status. USA:International
Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Veterinary Information Service.
Romjali, E. B., Wijono, D., Mariyono, dan Tambing, S. N., Toelihere, M. R., Yusuf, T. L.,
Hartati. 2007. Rakitan Teknologi Purwantara, T., Sutama, I. K., dan
Pembibitan Sapi Potong. Situmorang, P. Z. 2003. Pengaruh
http://jatim.litbang-deptan.go.id. 8 Oktober Frekuensi Ejakulasi Terhadap
2013. Karakteristik Semen Segar dan
Riyadhi, M. 2010. Jenis dan Tingkat Kemampuan Libido Kambing Saanen.
Abnormalitas Primer pada Spermatozoa Jurnal Sain Vet. 21(2): 57-64.
Sapi Pejantan di Beberapa Balai Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi
Inseminasi Buatan di Indonsia. Tesis. Ternak. Angkasa Bandung, Bandung.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Salisbury, G. W. and Van Demark, N. L. 1985.
Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan Pada Sapi. Diterjemahkan oleh
Djanuar, R. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai