Anda di halaman 1dari 5

7.

DIAGNOSA

Diagnosis Taeniasis bisa dilakukan dengan menemukan dan


mengidentifikasi proglotid atau telur cacing dalam feses di bawah mikroskop.
Telur cacing Taenia berbentuk spherical, berwarna coklat dan mengandung
embrio. Telur cacing ini bisa ditemukan di feses dengan pemeriksaan
menggunakan metode uji apung. Proglotid Taenia dapat dibedakan dari cacing
pita lainnya dengan cara membedakan morfologinya. Cacing Taenia juga bisa
diidentifikasi berdasarkan skoleks dan proglotidnya (Tabel 2, Gambar 2 dan 3).
Untuk diagnosis sistiserkosis sangat sulit dilakukan pada hewan hidup.
Pada hewan kecil, diagnosis dilakukan dengan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) untuk melihat adanya kista yang sudah mengalami kalsifikasi, sedangkan,
pada hewan besar biasanya dilakukan secara post mortem dengan melakukan
pemeriksaan daging. Sistiserkus kadangkadang dapat dideteksi pada lidah babi
atau sapi dengan melakukan palpasi akan teraba benjolan/nodul di bawah jaringan
kulit atau intramuskular. Palpasi adalah merupakan satu-satunya cara deteksi ante
mortem pada hewan yang diduga terinfeksi sistiserkosis di daerah endemis pada
negara yang berkembang.
Meskipun diagnosis sistiserkosis bisa dilakukan dengan cara palpasi pada
lidah hewan dan telah dilaporkan sangat spesifik, tetapi sensitivitasnya sedang,
terutama pada hewan yang infeksinya ringan. Selain itu dapat pula duji dengan
ELISA (Enzyme-linked Immunoabsorbent Assay). Dalam hal ini uji serologi lebih
dapat dipercaya untuk deteksi infeksi T. multiceps daripada pemeriksaan palpasi
lidah.
Pada manusia, diagnosis Taeniasis dilakukan selain dengan menemukan
telur cacing atau proglotid dalam feses, juga bisa dilakukan dengan cara
pemeriksaan serologi yaitu dengan ELISA, Enzymelinked Immunoelectro Transfer
Blot (EITB), Complement fixation dan haemagglutination dan PCR (Polymerase
Chain Reaction).
Sedangkan, diagnosis sistiserkosis dilakukan dengan pemeriksaan
Computed Tomography (CT) Scan dan MRI untuk mengidentifikasi adanya
sistiserkus dalam otak. Kista yang sudah mati atau mengalami kalsifikasi dalam
daging/jaringan bisa terdeteksi dengan pemeriksaan X-Ray. Biopsi juga bisa
dilakukan untuk memeriksa adanya benjolan/kista di bawah jaringan kulit.
Diagnosis secara serologi digunakan juga untuk mendeteksi sistiserkosis
pada ternak dan ELISA merupakan uji yang paling banyak digunakan.
Sistiserkosis pada anjing dapat juga terdeteksi secara serologi, tetapi sensitivitas
dan spesifisitasnya masih perlu dievaluasi (Estuningsih, 2011).

8. PROGNOSA
Prognosa terhadap hewan yang terinfestasi Taenia multiceps adalah
dubius, tergantung pada tingkat keparahan keparahan hewan tersebut.

9. TERAPI
A. OBAT (KIMIA)

Pengobatan Taeniasis pada hewan bisa dilakukan dengan pemberian obat


cacing praziquantel, dichloropen, nitroscanate, epsiprantel, mebendazole, febantel
dan fenbendazole. Demikian juga untuk pengobatan Taeniasis pada manusia,
pemberian obat cacing praziquantel, niclosamide, buclosamide atau mebendazole
dapat membunuh cacing dewasa dalam usus. Adapun sistiserkosis pada hewan
bisa diobati dengan melakukan tindakan operasi (bedah).
Sedangkan dosis yang digunakan untuk hewan sebagai berikut :
Praziquantel :
Anjing : 55 mg/kg, PO 5 hari (Plumb, 2012)
Anjing dan kucing : 3,5-7,5 mg/kg i.m, s.c; 5 mg/kg p.o; 8 mg/kg spot-on
(BSAVA, 2011).

Dichloropen :
Anjing dan kucing : 250 mg total dosis (anjing dan kucing dengan berat <2,5 kg)
p.o. Berikan maksimum 6 tablet dalam satu kali pemberian, dan beri jeda untuk
memberikan sisa tablet yang diberikan 3 jam setelahnya jika tidak terjadi muntah
(BSAVA, 2011).

Fenbendazole :
Anjing <6 bulan : 50 mg/kg p.o. q24h untuk 3 hari berturut-turut
Anjing >6 bulan : 100mg/kg sebagai dosis tunggal.
Kucing <6 bulan : 20 mg/kg p.o. q24h untuk 5 hari
Kucing >6 bulan : 100 mg/kg sebagai dosis tunggal (BSAVA, 2011).
Nitroscanate :
Anjing : 50 mg/kg p.o. bersamaan dengan 1/5 porsi pakan dan berikan 4/5 porsi
pakan selanjutnya di pagi hari. Tablet diberikan secara utuh. Berikan sisa tablet
bersamaan dengan pakan 8 jam kemudian (BSAVA, 2011).

B. HERBAL
Kumar dkk (2011) menjelaskan bawang putih (Allium sativum) dan kacang
betel (Areca catechu) dapat dijadikan sebagai anthelmentik pada anjing berumur
1-2 bulan yang terinvasi cestoda.
Bawang putih dan kacang betel dipanaskan dengan suhu 100 derajat
Celcius dan kemudian dijadikan bubuk halus. Selanjutnya diberikan kepada anjing
dengan dosis 1gr bawang putih ditambah dengan 2gr per kg berat badan/hari. Hal
ini dilakukan dengan pemberian selama 50 hari dan memberikan dampak
berkurangnya telur cestoda pada feses anjing.
DAFTAR PUSTKA
British Small Animal Veterinary Association. 2011. Small Animal Fomulary 7th
Edition.
Estuningsih, S. E. 2011. Taeniasis dan Sistiserkosis Merupakan Penyakit
Zoonosis Parasiter. Wartazoa; 19 (2) : 84-92
Kumar, D., S. Sinha, S. R. P. Sinha, S. Kumari, M. Kumar, S. Samantaray. 2014.
Evaluation of The Anthelmentic Activity of Garlic (Allium sativum) and
Betel Nut (Areca catechu) in Pups Naturally Infected with Hookworms.
Indian Journal of Canine Practice; 6 (2) : 174-176.
Plumb, D. C. 2012. Plumb’s Veterinary Drug Handbook Sixth Edition.
Stockholm, PharmaVet Inc.

Anda mungkin juga menyukai