Anda di halaman 1dari 16

PENUNTUN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI I
JENJANG SARJANA (S1)

Penyusun :
Tim Dosen

LABORATORIUM
FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI FARMASI & MAKANAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
DATA DIRI

Nama : Syahnisa Maulidia

NIM : 1813015183

Kelas : C2 2018

PROGRAM STUDI SARJANA (S1 FARMASI)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2019
PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN
(Materi asistensi)

SIFAT DAN KHARAKTERISTIK HEWAN UJI


 Mencit (Mus musculus) adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di
dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Strain yang biasa
digunakan: Swiss Webster, DDY, BALB/C
 Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, dan cenderung berkumpul
sesamanya dan bersembunyi.
 Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya
Tikus Putih (Rattus norvegicus)
 Tikus putih berukuran lebih besar dari mencit dan lebih ganas.
 Umumnya tikus putih ini tenang dan mudah digunakan. Tidak begitu bersifat fotofobik dan
tidak begitu cenderung berkumpul sesamanya.
 Aktivitasnya tidak begitu terganggu oleh kehadiran manusia disekitarnya.
 Tikus akan menjadi galak dan sering menyerang si pemegangnya jika diperlakukan kasar
atau mengalami defisiensi makanan.
 Strain yang biasa digunakan: Wistar, Sprague-Dawley
Kelinci (Oryctolagus caniculus)
 Kelinci jarang sekali bersuara kecuali dalam keadaan nyeri yang luar biasa. Kelinci
cenderung berontak jika merasa terganggu. Hewan ini hendaklah diperlakukan secara halus
namun sigap karena ia cenderung berontak.
I. Cara bekerja dengan Hewan Percobaan
 Setiap praktikan maupun peneliti yang bekerja di laboratorium yang menggunakan hewan
percobaan hendaknya membaca :
- Petunjuk memelihara dan menggunakan hewan percobaan
- Dasar-dasar pemeliharaan hewan percobaan
 Perlakukan hewan percobaan dengan kasih sayang dan jangan sekali-kali menyakiti.
 Cara memperlakukan hewan percobaan :
a. Kelinci dan Marmut
Jangan sekali-kali memegang telinga kelinci, karena syaraf dan pembuluh darah dapat
terganggu.
b. Tikus dan Mencit
Peganglah pada ekornya, tetapi hati-hati jangan sampai hewan tersebut membalikan
tubuhnya dan menggigit anda. Karena itu, selain ekornya peganglah juga bagian leher
belakang (kulit tengkuk) dengan ibu jari dan jari telunjuk.
II. Penanganan Umum Beberapa Hewan Percobaan
 Cara Memegang Mencit (Mus musculus)
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, biarkan
jarinya mencengkram alas kasar (kandang kawat). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari
dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat/setegang mungkin. Ekor dipindahkan
dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking & jari manis tangan kiri. Jika pegangan
telah sempurna, mencit siap untuk diberi perlakuan.
a. Tikus Putih (Rattus norvegicus)
 Seperti halnya mencit, tikus dapat ditangani dengan menarik ekornya, biarkan kaki tikus
mencengkram alas kasar, kemudian hati-hati luncurkan tangan kiri dari belakang ke arah
kepala dengan kelima jari, kulit tengkuk dicengkram. Cara lain yaitu selipkan ibu jari &
telunjuk tangan kiri menjepit kaki kanan depan, sedang kaki kiri depan diantara jari tengah
& jari manis. Dengan demikian kepala tikus akan berada diantara jari telunjuk dan jari
tengah tangan kiri. Jika pegangan telah sempurna, mencit siap untuk diberi perlakuan. Pada
tikus hamil tidak boleh dipungut dengan ekornya melainkan dengan memegang badannya.
b. Kelinci (Oryctolagus caniculus)
 Hewan ini dapat ditangkap dengan memegang kulit pada tengkuknya dengan tangan kiri,
kemudian pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan dibekapkan pada badan.
 Untuk memasukkan obat secara oral pada hewan ini, maka terlebih dahulu dimasukkan
pasangkan mouth block ke mulut kelinci, kemudian dipasangkan kateter lewan mouth
block tersebut, selanjutnya obat dimasukkan lewat kateter tersebut.
III. Menggunakan kembali hewan yang telah digunakan:
Untuk menghemat biaya, bila mungkin diperbolehkan menggunakan hewan percobaan lebih
dari sekali. Walaupun demikian, jika hewan tersebut telah digunakan dalam satu periode dan
obat yang digunakan pada percobaan sebelumnya sebelumnya masih berada dalam tubuh
hewan kemungkinan hasil percobaan berikutnya akan memberikan data yang tidak benar.
Selain itu kelinci dapat digunakan sebagai alternatif untuk cara pemberian internal maupun
eksternal, meskipun percobaan menjadi tidak berurutan.
IV. Memberi Kode Hewan Percobaan
Seringkali diperlukan untuk mengidentifikasi hewan yang terdapat dalam satu kelompok atau
kandang, sehingga hewan-hewan percobaan perlu sekali diberi kode. Gunakan larutan larutan
10 % asam pikrat dalam air dan sebuah sikat atau kuas.
V. Memberikan Makan Hewan Percobaan
a. Hewan percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang lebih besar
dibandingkan dengan percobaan in vitro karena adanya variasi biologis. Maka untuk
menjaga agar variasi tersebut minimal, hewan-hewan yang mempunyai spesies atau strain
yang sama, usia yang sama dan berjenis kelamin sama, dipelihara pada kondisi yang sama
pula.
b. Hewan percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standar untuknya dan
diberi minum ad libitum.
c. Untuk mengurangi variasi biologis, hewan harus dipuasakan semalam sebelum percobaan
dimulai. Dalam periode ini hewan hanya diperbolehkan minum air ad libitum.

VI. Luka Gigitan Hewan Percobaan


Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang berhubungan dengan hewan percobaan.
Luka yang bersifat abrasif atau luka agak dalam karena gigitan hewan atau alat-alat yang
telah digunakan untuk percobaan hewan harus diobati secepatnya menurut cara-cara
pertolongan pertama pada kecelakaan. Apabila gigitan belum pernah mendapat kekebalan
terhadap tetanus, ia harus mendapat imunisasi sebagai profilaksis.
PENOMORAN HEWAN UJI

1. MENGGUNAKAN PIKRAT (materi asistensi)

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10

20 30 40 50 60
PENOMORAN HEWAN UJI

2. MENGGUNAKAN PENOMORAN EKOR (materi asistensi)

1 2 3 4

5 6 7 8
9 10 11 12

TEKNIK PENYUNTIKAN DAN PEMUSNAHAN


HEWAN PERCOBAAN

Memusnahkan Hewan Percobaan


a. Cara terbaik untuk membunuh hewan ialah dengan memberikan suatu anastetik over dosis.
1. Injeksi barbiturat (natrium pentobarbital 300 mg/ml) secara intravena untuk kelinci dan
anjing.
2. Secara intraperitonial atau intratorakal untuk marmut, tikus, dan mencit, atau dengan
inhalasi menggunakan kloroform, karbondioksida, nitrogen, dan lain-lain dalam wadah
tertutup untuk semua jenis hewan tersebut. Namun, penggunaan kloroform dan eter
sudah tidak diijinkan secara etik karena tidak sesuai dengan prinsip refinement pada
3R, akibat kerusakan paru-paru bertahap sebelum hewan coba mati.
3. Dislokasi atau pematahan leher hewan coba (cervical dislocation) dimana hal ini perlu
teknik khusus agar hewan coba mati dalan satu tarikan.
b. Hewan disembelih, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik dan dibungkus lagi
dengan kertas diletakkan di dalam tas plastik, ditutup dan disimpan dalam lemari pendingin
(jika ingin digunakan lagi), dikubur atau langsung diabukan.
Pemberian Oral pada Hewan Percobaan
 Alat suntik
a. Tabung dan alat suntik harus steril jika akan digunakan pada kelinci, marmut atau anjing,
tetapi tidak perlu steril pada tikus dan mencit.
b. Setelah penyuntikan, cuci tabung dan jarum suntik tersebut, semprotkan cairan ke dalam
gelas piala dan jarum suntik dipegang erat-erat. Ulangi cara ini tiga kali.
 Hipernisasi
a. Untuk hipernisasi (mencegah darah menggumpal) dipakai 10 unit heparin 1 ml darah.
b. Untuk mencegah penggumpalan darah, sebelum dipakai tabung dan jarum suntik dicuci
dengan larutan jenuh natrium oksalat steril.
c. Pemberian Obat
 Pemberian Per Oral
1. Kelinci dan Marmut
- Cairan diberikan dengan bantuan kateter yang dilengkapi dengan mouth block, yaitu
pipa kayu yang berbentuk slinder dengan panjang sekitar 12 cm, diameter luar 3 cm,
dan diameter dalam 7 mm. Mouth block dipasang ketika hewan dalam posisi duduk.
Pada saat memasangnya, tekan rahang hewan dengan ibu jari dan telunjuk. Celupkan
kateter ke dalam esofagus melalui lubang mouth block. Kateter dimasukkan sekitar 20
– 25 cm.
- Untuk memeriksa apakah kateter masuk pada esofagus dan bukan pada trakhea,
celupkan ujung luar kateter ke dalam air, jika timbul gelembung udara, berarti kateter
tidak masuk ke esofagus.
- Bentuk obat padat (tablet, puyer atau kapsul) diberikan pada hewan dalam posisi duduk
dengan bantuan pipa plastik dan alat pendorong. Pipa tersebut dimasukkan ke dalam
farink dan obat didorong masuk.
2. Tikus dan Mencit
- Pemberian obat dalam bentuk suspensi, larutan atau emulsi dilakukan dengan bantuan
jarum suntik yang ujungnya tumpul atau berbentuk bola (spoit oral). Sebelum diberi
bahan uji hewan coba hewan dipegang pada posisi tegak atau setengah tegak
menghadap praktikan. Untuk injeksi intramuskuler pada paha belakang sebelah dalam
pada umumnya dibantu oleh praktikan lain untuk menjaga agar kaki tikus tidak
bergoyang dengan demikian posisi jarum tidak berubah. Untuk pemberian intravena
pada kelinci; bulu-bulu telinga disekitar pembuluh darah vena dicabut, lalu diolesi
dengan alkohol, xylol atau dipanasi sedikit dengan api. Tekan pembuluh darah tersebut
dipangkal telinga (dekat kepala). Jarum suntik bersama obatnya dimasukkan pelan-
pelan searah dengan letak pembuluh vena. Gunakan jarum yang panjangnya 0,5 inci
dengan ukuran 26 gauge. Setelah penyuntikan, bekas suntikan ditekan dengan kapas
bersih yang telah diberi alkohol.
Tabel Volume Maksimum Larutan Obat Yang Diberikan Pada Hewan

Cara Pemberian dan Volume Maksimum dalam mililiter


Jenis Hewan dan
Berat Badan (BB) i.v i.m i.p s.c p.o

Mencit (20 – 30 g) 0.5 0.05 1.0 0.5 – 1.0 1.0

Tikus (200 g) 1.0 0.1 2.0 – 5.0 2.0 – 5.0 5.0

Hamster (50 g) - 0.1 1.0 – 5.0 2.5 2.5

Marmut (250 g) - 0.25 2.0 – 5.0 5.0 10.0

Merpati (300 g) 2.0 0.5 2.0 2.0 10.0

Kelinci (2,5 Kg) 5.0 – 10.0 0.5 10.0 - 20.0 5.0 – 10.0 20.0

Kucing (3 Kg) 5,0 – 10,0 1.0 10.0 - 20.0 5.0 – 10.0 50.0

Anjing (5 Kg) 10.0 – 20.0 5.0 20.0 – 50.0 10.0 100.0

Keterangan :
i.v = intar vena
i.m = intra muscular
i.p = intraperitonial
s.c = sub cutan
p.o = per oral
KONVERSI DOSIS

Tabel 2. Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan


(Untuk Konversi Dosis)*
Hewan & Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
BB rata- (20 g) (200 (400 g) (1,5 (2,0 (4,0 (12,0 (70,0
rata g) Kg) Kg) Kg) Kg) Kg)
Mencit 7,0 12,29 27,8 28,7 64,1 124,2 387,9
1,0
(20 g)
Tikus 0,14 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 60,5
1,0
(200 g)
Marmut 0,08 0,57 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
1,0
(400 g)
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,06 2,4 4,5 14,2
1,0
(1,5 Kg)
Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 2,2 4,1 13,0
1,0
(2,0 Kg)
Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,9 6,1
1,0
(4,0 Kg)
Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 3,1
1,0
(12,0 Kg)
Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,76 0,16 0,32 1,0
(70,0 Kg)

Cara mempergunakan tabel :


1. Bila diinginkan dosis absolut pada manusia dengan BB 70 kg dari data dosis pada anjing 10
mg/Kg (untuk anjing dengan bobot 12 kg), maka lebih dahulu dihitung dosis absolut pada
anjing, yaitu : (10 x 12) mg = 120 mg.
2. Dengan mengambil faktor konversi 3,1 dari tabel diperoleh dosis untuk manusia = 120 x 3,1
mg = 372 mg.
3. Dengan demikian dapat diramalkan efek farmakologis suatu obat yang timbul pada manusia
dengan dosis 372 mg per 70 Kg BB adalah sama dengan yang timbul pada anjing dengan
dosis 120 mg per 12 kgBB, dari obat yang sama.
Disadur dari D.R. Laurence & A.L Bacharach, “Evalution of Drug Activities” :
Pharmametries, 1981.
PEMBAHASAN:
Percobaan ini membahas tentang cara penanganan, penomoran dan penyuntikkan pada
hewan coba berupa tikus putuh (Rattus norvegicus) dan mencit (Mus musculus). Tujuannya sendiri
yaitu agar praktikkan dapat mengetahui serta ahli dalam mempraktekkan penanganan, penomoran
serta penyuntikkan pada hewan coba di percobaan-percobaan selanjutnya.

Hewan laboratorium (juga disebut sebagai hewan coba) umumnya didefinisikan sebagai
hewan vertebrata (yaitu, hewan laboratorium tradisional, hewan pertanian, satwa liar, dan spesies
air) yang diproduksi untuk atau digunakan dalam tujuan penelitian, pengujian, atau pembelajaran.
Penggunaan hewan didefinisikan sebagai perawatan yang tepat, penggunaan, dan perlakuan yang
manusiawi dari hewan laboratorium yang diproduksi atau digunakan untuk tujuan penelitian,
pengujian, atau pembelajaran.17 Hewan coba yang digunakan pada penelitian akan mengalami
penderitaan seperti: ketidaknyamanan (inconvenience), ketidaksenangan (discomfort), kesusahan
(distress), rasa nyeri (pain), dan pada akhirnya kematian (death). Dalam pelaksanaan penelitian,
peneliti harus bekerja berdasarkan protokol yang sesuai dengan standar etik yang berlaku.
Pedoman etik penelitian kesehatan secara umum terangkum dalam Deklarasi Helsinki yang
diterbitkan oleh World Medical Association. Perhatian mengenai penggunaan hewan coba juga
tertulis di Deklarasi Helsinki butir 11 dan butir 12. (Yurista,2016)

Tikus adalah hewan yang pandai dan responnya baik bila dipegang dengan baik pula. Tikus
tidak akan menyerang kecuali merasa terancam atau diprovokasi. Penggunaan sarung tangan selain
mengurangi resiko alergi, juga menghindari paparan feromone dan dan senyawa kimia lain yang
dapat menyebabkan tikus gugup. Cara memegang tikus adalah dengan cara mengangkat hewan
dengan lembut menempatkan tangan di sekitar dada bagian atas, tanpa meremas. Tempatkan ibu
jari di bawah rahang hewan jika takut digigit, tetapi tidak memberikan tekanan pada tenggorokan.
Tikus akan tetap santai jika perut dipijat lembut. Berbicara dengan tenang dan menghindari suara
bernada tinggi. Ingatlah untuk menahan bagian belakangnya. .(Schiwebert,2007)

Cara memegang Mencit yang baik adalah dengan cara, mencit diangkat dengan cara
memegang ekor kearah atas dengan tangan kanan. Lalu letakkan mencit di permukaan yang kasar
biarkan mencit menjangkau / mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan
kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuk mencit seerat / setegang mungkin.
Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri.
Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi
perlakuan.(Schiwebert,2007)

Cara memegang hewan dari masing – masing jenis hewan berbeda – beda dan ditentukan
oleh sifat hewan, keadaan fisik ( besar atau kecil ) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya dapat
menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan cobanya dan juga bagi orang
yang memegangnya. Jika cara penanganaan mencit tidak sesuai, biasannya mencit akan buang air
besar atau buang air kecil. Hal ini terjadi karena mencit merasa stress dan ketakutan. Selain itu,
juga merupakan pertahanan diri untuk melindungi dirinya dengan mengeluarkan fesesnya. Begitu
juga apabila hewan – hewan lain seperti tikus, kelinci akan melakukan hal yang dsama jika merasa
terancam ( Sulaksono,1992 ).

Penandaan dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka panjang sehingga tanda
tersebut tidak mudah hilang yaitu dengan ear tag ( anting bernomor ), tattoo pada ekor, melubangi
daun telinga dan elektroknik transponder. Menggunakan metode tato pada ekor dan pewarnaan
pada tubuh dan kakinya, digunakan spidol transparan tujuannya agar tanda tersebut bertahan lama
tidak mudah luntur dan untuk tubuh dan kaki mencit digunakan asam pikrat sebagi cat
pewarnaannya, asam pikrat digunakan sebagai sebagai cat warna pada hewan karena pewarnaan
asam dapat terjadi karena bila senyawa pewarna bermuatan negative pada dasarnya pewarnaan
adanya ikatan ion antara komponen seluler dengan senyawa aktif pewarna yang disebut kromogen
( Malole, 1898 ).

Cara pemberian sediaan uji juga berbeda pada setiap hewan. Cara pemberian ini merupakan salah
satu factor yang mempengaruhi respon obat pada hewan percobaan. Bentuk sediaan yang akan
digunakan perlu disesuaikan dengan cara pemberian yang dipilih juga sifat obat yang akan
digunakan. Pemberian obat pada hewan coba dapat melalu beberapa rute pemberian,yaitu secara
Oral pada mencit adalah dengan diberikan cairan obat menggunakan sonde oral. Sonde oral
ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian perlahanlahan dimasukkan sampai ke
esofagus dan cairan obat dimasukkan. Secara sub kutan pada mencit adalah pada kulit di daerah
tengkuk dengan cara diangkat dan ke bagian bawah kulit dimasukkan obat dengan menggunakan
alat suntik 1 ml & jarum ukuran 27G/ 0,4 mm. Selain itu juga bisa di daerah belakang tikus. Secara
intra vena adalah dengan cara mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit, dengan
ekornya menjulur keluar. Ekornya dicelupkan ke dalam air hangat (28-30 ºC) agar pembuluh vena
ekor mengalami dilatasi, sehingga memudahkan pemberian obat ke dalam pembuluh vena.
Pemberian obat dilakukan dengan mengguna kan jarum suntik. Dengan cara intramuscular adalah
dengan cara obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no. 24. e. Intra peritonial:
Pada saat penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum disuntikkan dengan sudut
sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik
tidak mengenai kandung kemih. Penyuntikan tidak di daerah yang terlalu tinggi untuk menghindari
terjadinya penyuntikan pada hati. (Schiwebert,2007)

Sedangkan pada tikus,pemberian secara oral, intra muskular, intra peritonial dan intravena
dilakukan dengan cara yang sama seperti pada mencit. Sedangkan pemberian secara sub kutan
dilakukan di atas kulit tengkuk atau kulit abdomen.( Schiwebert,2007)
KESIMPULAN:
Dari percobaan didapat kesimpulan:

 Dalam percobaan kali ini digunakan hewan coba Mencit (Mus muculus) dan Tikus Putih
(Rattus norvegicus)
 Penangan hewan coba yang tidak benar akan menyebabkan hewan coba mengalami
ketidaknyamanan (inconvenience), ketidaksenangan (discomfort), kesusahan (distress),
rasa nyeri (pain), dan pada akhirnya kematian (death)
 Penomoran pada hewan coba kali ini menggunakan asam pikrat
 Penyuntikan pada hewan coba dibagi menjadi beberapa rute yaitu dengan oral (melalu
mulut),intra muscular (pada paha kiri bagian dalam),intra vena (pada pembulu vena bagian
ekor),subkutan (pada bagian kulit tengkuk),intraperitorial (pada bagian rongga perut
sebelah kiri)
DAFTAR PUSTAKA
Malole, M M B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan – Hewan Percobaan Laboraturium.
Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor.

Schwibert R.2007. Factor The Laboratory Mouse. Laboratory Animal Center National University
of Singapore

Sulaksono, M E. 1992. Factor Keturunan dan Lingkungan Penentuan Karakteristik Hewan


Percobaan dan Hasil Suatu percobaan. Jakarta:EGC

Yurista, Salva Reverentia.2016. Principles of the 3Rs and ARRIVE Guidelines in Animal Research.
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol 37

Anda mungkin juga menyukai