Anda di halaman 1dari 7

NAMA : SINTA RAHAYU

NIM : 0704172068

KELAS : BIOLOGI 4/ SEM V

1. Penanganan Hewan Coba

Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian
biologi. Menurut Hao dan Huusier, Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah
hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model,
dan juga untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu
dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model
adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia (atau spesies lain), yang
digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis.

a. Pemilihan Hewan Coba


Untuk mendapatkan penelitian ilmiah yang baik, maka semua aspek dalam
protocol penelitian harus direncanakan dengan seksama, termasuk dalam pemilihan
hewan percobaan, penting untuk memastikan bahwa penggunaan hewan percobaan
merupakan pilihan terakhir dimana tidak terdapat cara lain yang bisa
menggantikannya.
Hewan coba yang sering digunakan yakni mencit (Mus musculus), tikus putih
(Rattus Norvegicus), kelinci (Oryctolagus cuniculus), dan hamster. Sekitar 40-80 %
penggunaan mencit sebagai hewan model laboratorium karena siklus hidupnya yang
relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah
ditangani, dan sifat anatomis dan fisiologinya terkarakterisasi dengan baik. Mencit
dapat hidup sampai umur 1-3 tahun tetapi terdapat perbedaan usia dari berbagai
galur terutama berdasarkan kepekaan terhadap lingkungan dan penyakit.
Agar tujuan dari percobaan tercapai dengan baik, secara efektif dan efisien maka
didalam memilih hewan percobaan penting untuk mempertimbangkan beberapa faktor
berikut :
a. Apakah hewan percobaan tersebut memiliki fungsi fisiologi, metabolik dan
prilaku serta proses penyakit yang sesuai dengan subyek manusia atau hewan
lain dimana hasil penelitian tersebut akan digunakan
b. Apakah dari sisi karakteristik biologi maupun prilaku hewan tersebut cocok
dengan rencana penelitian atau percobaan yang dilakukan (misalnya cara
penanganan, lama hidup, kecepatan berkembang biak, tempat hidup dsb.). hal
ini sangat berguna alam pelaksanaan penelitian atau percobaan dengan hewan
c. Apakah tinjauan kritis dari literatur ilmiah menunjukkan spesies tersebut telah
memberikan hasil yang terbaik untuk penelitian sejenis atau termasuk hewan
yang paling sering digunakan untuk penelitian yang sejenis.
d. Apakah spesimen organ atau jaringan yang akan digunakan dalam penelitian
itu mencukupi pada hewan tersebut dan dapat diambil dengan prosedur yang
memungkinkan.
e. Apakah hewan yang akan digunakan dalam penelitian memiliki standar yang
tinggi baik secara genetik maupun mikrobiologi.

b. Pemeliharaan Hewan Coba


Pemeliharaan hewan coba harus sesuai dengan cara yang baik dan tetap menjaga
hak- haknya sebagaimana yang dikenal sebagai Animal Welfare seperti yang
tercantum dalam five of freedom yang terdiri
dari 5 kebebasan yaitu :
1. Freedom from hunger and thirst.
Bebas dari rasa lapar dan haus, maksudnya adalah hewan harus diberikan
pangan yang sesuai dengan jenis hewan dalam jumlah yang proporsional, hiegenis
dan disertai dengan kandungan gizi yang cukup.
2. Freedom from thermal and physical discomfort.
Hewan bebas dari kepanasan dan ketidak nyamanan fisik dengan menyediakan
tempat tinggal yang sesuai dengan prilaku hewan tersebut.
3. Freedom from injury, disease and pain.
Hewan harus bebas dari luka, penyakit dan rasa sakit dengan melakukan
perawatan, tindakan untuk pencegahan penyakit, diagnosa penyakit serta
pengobatan yang tepat terhadap binatang peliharaan.
4. Freedom to express most normal pattern of behavior.
Hewan harus bebas mengekspresikan perilaku norml dan alami dengan
menyediakan kandang yang sesuai baik ukuran maupun bentuk, termasuk
penyediaan teman(binatang sejenis) atau bahkan pasangan untuk berinteraksi
sosial maupun melakukan perkawinan.
5. Freedom from fear and distresss.
Hewan bebas dari rasa takut dan penderitaan dilakukan dengan memastikan
bahwa kondisi dan perlakuan yang diterima hewan peliharaan bebas dari segala
hal yang menyebabkan rasa takut dan stress seperti konflik dengan spesies lain
dan gangguan dari predator.

c. Pemberian Obat dan Pengambilan Spesimen Sampel Hewan Coba


1. Oral
 Mencit dan tikus :
Pegang mencit sesuai dengan cara yang disebutkan sebelumnya sehingga
leher mencit dalam keadaan lurus. Kemudian masukkan suntikan oral
kedalam mulut sampai esophagus (posisi suntikan oral yang dimasukkan
tegak lurus).
 Kelinci :
Pemberian per-oral dengan menggunakan selang kateter. Selang kateter
dimasukkan kedalam mulut kelinci , untuk memastikan selang tersebut masuk
ke dalam rongga mulut maka ujung selang yang satu dimasukkan ke dalam
beaker glas yang berisi air. Jika belum tepat maka akan timbul gelembung-
gelembung dalam air.
2. Subkutan
 Mencit,tikus dan kelinci :
Obat disuntikkan di bawah kulit daerah tengkuk (di leher bagian atas)
dengan terlebih dahulu mencubit kulitnya, lalu suntikkan dengan sudut 45
derajat.
3. Intravena
 Mencit dan tikus :
Masukkan hewan ke dalam “holder” sehingga ekor terjulur ke luar. Obat
disuntikkan pada vena ekor (vena lateral) dengan terlebih dahulu vena ekor di
dilatasi menggunakan alkohol atau xylol.
 Kelinci :
Obat disuntikkan pada vena marginalis telinga. Bulu telinga harus dahulu
dicukur.

4. Intraperitoncal
 Mencit dan tikus :
- Hewan dipegang sesuai ketentuan sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya.
- Pada saat penyuntikkan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen yaitu
dengan menunggingkan mencit atau tikus .
- Jarum disuntikkan sehingga membentuk sudut 46 derajat dengan
abdomen, posisi jarum agak menepi dari garis tengah (linea alba) untuk
menghindari agar tidak mengenai organ di dalam peritoneum.

d. Anastesi dan Pemusnahan Hewan Coba


1. Euthanasi secara fisik
Cara ini digunakan bila cara yang lain dapat mengganggu informasi yang
diharapkan. Misalnya pada pemberian kloroform atau eter akan menyebabkan
kenaikan kortikosteron plasma (kortisol, katekolamin, sedangkan dengan cara
dekapitasi tidak. Bila bahan-bahan kimia dan ensim- ensim jaringan merupakan
subjek yang akan diamati maka seringkali diperlukan pembunuhan hewan dengan
cara fisik.
2. Dengan pemakaian zat farmakologik yang non-inhalan
Antara lain dengan pemakaian asam barbiturat dan derivatnya, campuran
barbiturat, magnesium sulfat dan larutan etanasi T-61. Pada kebanyakan
euthanasi baik secara estetika maupun secara ilmiah, sodium pentobarbital dan
derivat barbiturat lainnya paling sering digunakan dan merupakan zat pilihan.
Biasanya diberikan secara intra-vena. Pemberian secara intra- peritoneal
merupakan kontra-indikasi. Walaupun tidak dianjurkan, cukup efektif bila
diberikan secara intra-kardial, pemberian dengan cara ini memerlukan keahlian
khusus untuk menentukan jantung dengan tepat dan dianjurkan pemberian obat
penenang sebelumnya. Bila tidak tepat mengenai jantung, absorbsi obat rendah
sehingga kematian terhambat karena onset efek anestetik yang dihasilkan amat
lambat.
3. Dengan pemberian zat anestetik secara inhalasi.
Cara ini digunakan untuk spesies hewan tertentu bila suntikan intra-vena
sukar dilakukan. Yang termasuk dalam zat anestetik inhalasi antara lain adalah
eter, kloroform, halothane, metoksifluran dan nitrous oksida yang digunakan
dalam bentuk uap.
4. Dengan menggunakan gas-gas yang bersifat non-anestetik
Yang termasuk dalam gas-gas yang bersifat non-anestetik antara lain karbon-
monoksida, karbon- dioksida, nitrogen dari tersedianya pengantian oksigen dalam
kontainer oksigen dengan gas tersebut. Pada penggunaan karbon monoksida dan
sianida harus dilakukan tindakan pencegahan dan perlindungan untuk
menghindarkan rangsangan terhadap manusia dan hewan lainnya oleh gas yang
amat beracun ini. Perlu dilengkapi dengan peralatan pembuangan khusus
(difiltrasi dan didinginkan) yang telah distandarisasi untuk memastikan adanya
produk bebas yang mengganggu karena zat tersebut amat toksik dan mungkin
mematikan.
5. Dengan pemberian zat-zat transkuiliser
Banyak tersedia secara komersiil, pemberiannya dapat secara oral, sub-kutan,
intra- muskuler atau intra-vena. Walaupun demikian tidak dianjurkan
pemakaiannya pada etanasi, karena biayanya mahal, relatif tidak efisien, pada
dosis tinggi menghasilkan efek farmakologik yang berbeda. Pemakaian zat
transkuliser dianjurkan hanya sebagai obat penenang pada setiap aplikasi etanasi
pada anjing, kucing dan kelinci.
6. Pemakaian zat-zat bentuk kurare, striknin dan nikotin sulfat
Bahan-bahan bentuk kurare, termasuk suksinilkolin, D-tubokurarin,
organofosfat, striknin dan nikotin sulfat tidak dianjurkan untuk etanasi, karena
tidak mempunyai efek depresi pada SSP, tetapi bereaksi pada "neuro-
muscularjunctions ". Kematian hewan terjadi karena paralisis otot respirasi,
dengan cepat terjadi hipoksia otak, hewan tetap sadar sehingga dalam proses
kematiannya hewan amat menderita sekali.

2. Komisi Etik Hewan (Animal Ethics Committee)


a. Apa itu Komisi Etik Hewan
Institutional Animal Care and Use Committees (IACUC) atau Komisi Pengawasan
Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Penelitian (KPKPHP) adalah komisi yang
berwenang dalam menyetujui percobaan hewan dengan mempelajari tujuan
percobaan, penggunaan hewan atau hewan pengganti, meminimalkan penderitaan
hewan, penggunaan penghilang rasa sakit, dan memastikan bahwa percobaan
tersebut bukan percobaan pengulangan yang tidak ada gunanya. Komisi ini
memperhatikan kesejahteraan dan penggunaan hewan dalam penelitian dan
pendidikan dari pandangan etik dan memastikan memenuhi persyaratan
institusional melalui program kesejahteraan dan pemeliharaan hewan
laboratorium.

b. Peran dan Fungsi Komisi Etik Hewan


Sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan hewan dalam penelitian yang
melibatkan hewan, konsep 3 R (Replace, Reduce, Refine) digunakan sebagai sarana
untuk memperlakukan hewan secara manusiawi yang diperlukan untuk
melindungi hewan-hewan tersebut dari rasa ketidaknyamanan ataupun
penggunaan hewan dalam jumlah yang berlebih.
Peran Komisi Etik Hewan:
1. Respect artinya menghormati hak dan martabat makhluk hidup, meliputi
kebebasan memilih dan berkeinginan, serta bertanggung jawab terhadap
dirinya, termasuk di dalam menghormati hak dan kebebasan pada hewan coba.
2. Beneficiary artinya memiliki manfaat bagi manusia dan makhluk lain, dimana
manfaat yang didapatkan harus lenih besar dibandingan resiko yang diterima.
3. Justice artinya peneliti harus adil dalam menggunakan hewan coba.
Dan telah terdapat kesepakatan bahwa hewan coba yang menderita dan
mati untuk kepentingan manusia perlu diperlakukan secara manusiawi dan harus
dijamin kesejahteraannya.
REFERENSI
Kurniawan, Shahdevi dkk. 2018. Penggunaan Hewan Coba pada Penelitian di Bidang
Neurologi. Malang : UB Press.
Lestari, Fadilah Ayu dkk. 2016. Pengenalan dan Penanganan Hewan Coba berupa
Mencit, Kelimci dan Tikus. Fakultas Farmasi Universtas Halu Heo Kendari.
Novita, Risqa. 2015. Pemilihan Hewan Coba pada Penelitian Pengembangan Vaksin
Tuberkulosis. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia . Vol.4.1.
Pamungkas, Joko dkk. 2014. Peran Komisi Etik Hewan Dalam Kegiatan Penelitian
Pengujian dan Pendidikan. Jurnal Asosiasi Dokter Hewan Pemerhati Hewan
Laboratorium Indonesia. Fakultas Kedokterah Hewan. IPB.
Stevani, Hendra. Modul Bahan Ajar Farmasi Praktikum Farmakologi. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan.
Tolistiawaty, Intan dkk. 2014. Gambaran Kesehatan Pada Mencit (Mus muculus) di
Instalasi Hewan Coba. Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 1.
Widyaniengrom, Dyah. 1992. Euthanasia Pada Hewan Percobaan. Media Litbangkes,
Vol.2 No.01.

Anda mungkin juga menyukai