Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN

“HEWAN COBA”

Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP., M.Si.


Dr. Diana Nur Afifah, S.TP., M.Si.
Gemala Anjani, S.P., M.Si., Ph.D

Disusun oleh :
Aini Nur Fauziyah 22030120120008

PROGRAM STUDI S-1 GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
A. Pertanyaan
1. Jelaskan kapan kita harus menggunakan hewan laboratorium dalam penelitian?
Hewan laboratorium (juga disebut sebagai hewan coba) umumnya didefinisikan
sebagai hewan vertebrata (yaitu, hewan laboratorium tradisional, hewan pertanian,
satwa liar, dan spesies air) yang diproduksi untuk atau digunakan dalam tujuan
penelitian, pengujian, atau pembelajaran. Penggunaan hewan didefinisikan sebagai
perawatan yang tepat, penggunaan, dan perlakuan yang manusiawi dari hewan
laboratorium yang diproduksi atau digunakan untuk tujuan penelitian, pengujian, atau
pembelajaran.1
Hewan coba yang digunakan pada penelitian akan mengalami penderitaan
seperti: ketidaknyamanan (inconvenience), ketidaksenangan (discomfort), kesusahan
(distress), rasa nyeri (pain), dan pada akhirnya kematian (death). Dalam pelaksanaan
penelitian, peneliti harus bekerja berdasarkan protokol yang sesuai dengan standar etik
yang berlaku. Pedoman etik penelitian kesehatan secara umum terangkum dalam
Deklarasi Helsinki yang diterbitkan oleh World Medical Association. Perhatian
mengenai penggunaan hewan coba juga tertulis di Deklarasi Helsinki butir 11 dan
butir.1
Penggunaan hewan coba pada penelitian kesehatan harus dipertimbangkan
dengan baik, dikaji kelayakan dan alasan penggunaannya dengan membandingkan
penderitaan yang dialami hewan coba dengan manfaat yang diperoleh untuk manusia
(risk benefit analysis). Penelitian menggunakan hewan coba secara etis dapat
dipertanggungjawabkan apabila: tujuannya cukup bernilai manfaat, desain penelitian
disusun sedemikian rupa hingga kemungkinan mencapai tujuannya lebih besar, tujuan
penelitian tidak mungkin dicapai dengan menggunakan subjek atau prosedur alternatif
(seperti model matematis, simulasi komputer, atau sistem biologis in vitro), dan
manfaat yang didapatkan jauh lebih berarti dibandingkan penderitaan yang dialami
hewan coba. Peneliti juga harus memperhatikan kesejahteraan hewan coba dalam
setiap aspek kehidupannya, perlakuan yang manusiawi serta pemeliharaan yang baik
sesuai dengan pola kehidupannya di alam.1
2. Apakah ada batasan jumlah dalam penggunaan hewan laboratorium dalam penelitian?
Dalam penelitian dengan menggunakan hewan laboratorium, harus
memperhatikan prinsip 3R menurut Russell dan Burch, yaitu replacement, reduction,
dan refinement. Reduction berarti menurunkan jumlah hewan coba yang digunakan
tanpa mengurangi informasi yang berguna. Hal ini mungkin dicapai dengan
mengurangi jumlah variabel melalui desain eksperimental yang baik, menggunakan
statistik yang tepat, menggunakan genetik hewan yang homogen, dan memastikan
bahwa kondisi eksperimen terkontrol dengan baik.1
Hal ini menunjukan bahwa tidak ada batasan tertentu dalam penggunaan hewan
laboratorium dalam penelitian, namun penelitian dengan menggunakan hewan coba
harus meminimalisir atau mengurangi jumlah hewan coba.
B. Penyajian Data
Hal yang dipelajari pada praktikum uji in vivo adalah membedakan tikus dan mencit,
penanganan/handling, housing, cara memberikan kode, pemberian pakan, pemberian
sampel uji, pengambilan darah, pemingsanan hingga terminasi, mengenal anatomi tikus
dan mencit, dan penanganan setelah selesai penelitian. Adapun hasil data dan urutan cara
kerja yang diperoleh dari praktikum ini adalah:
1. Laboratorium hewan coba FK Undip

2. Jenis hewan coba


a. Tikus Wistar
b. Mencit

3. Cara handling tikus


• Mengambil tikus dengan memegang bagian ekor dengan tangan kanan

• Letakkan tikus pada permukaan kasar atau anyaman kawat di bagian atas
kandang. Biarkan keempat kaki mencengkram kawat

• Posisikan tangan kiri di belakang tubuh (punggung tikus) ke arah kepala.

• Selipkan antara jari tengah dan telunjuk pada tengkuk tikus

• Ibu jari, jari manis, dan kelingking diposisikan di sekitar perut

4. Cara handling mencit


• Mengambil mencit dengan memegang bagian ekor dengan tangan kanan

• Letakkan mencit pada permukaan kasar atau anyaman kawat di bagian atas
kendang. Biarkan keempat kaki mencengkram kawat

• Dengan tangan kiri, jepit kulit tengkuk di antara jari telunjuk dan ibu jari

• Pindahkan ekor dari tangan kanan dan dijepitkan pada jari kelingking tangan kiri
5. Membedakan jenis kelamin
a. Pada mencit ataupun tikus jantan terdapat testis, jarak antara anus dan tempat urin
agak lebar

b. Pada mencit ataupun tikus betina, jarak antara tempat urin dan anus cukup dekat.
Terdapat kelenjar susu pada mencit ataupun tikus betina
6. Kandang hewan coba
a. Kandang Bersama

b. Kandang individu

7. Pakan tikus/mencit
Pakan yang diberikan dari pelet ayam. Bentuk pelet lonjong untuk memudahkan tikus
mencengkram pakan. Pakan yang diberikan dalam jumlah yang cukup.

8. Alas kandang
Alas kandang untuk tikus/mencit berupa serbuk kayu yang digergaji.

9. Penimbangan (pastikan timbangan dalam keadaan 0)


10. Pemberian kode
Pengkodean dilakukan dengan memberikan tanda titik warna kuning. Pewarna yang
digunakan adalah Asam Pikrat
11. Pemberian sonde
a. Sonde tikus lebih panjang daripada sonde mencit

b. Sonde pada mencit (Intra Peritoneal)


• Mencit diberikan sonde sebanyak 1 ml.

• Penyuntikan sonde dengan posisi kepala lebih rendah daripada abdomen


• Jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 10º di bagian rongga perut (kapasitas
lambung mencit 20 gr adalah 1 ml)

c. Sonde pada tikus (Intra Peritoneal)


• Tikus diberikan sonde sebanyak 3-5 ml

• Penyuntikan sonde dengan posisi kepala lebih rendah daripada abdomen


• Jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 10º di bagian rongga perut (kapasitas
lambung tikus 100 gr adalah 5 ml).
d. Sonde pada tikus (Oral)
• Masukkan sonde dengan hati-hati sampai ke lambung.
• Posisi sonde harus lurus dengan kerongkongan
• Setelah sonde masuk ke dalam lambung, pompakan cairan sonde secara
perlahan.

12. Pembiusan
Pembiusan hewan coba menggunakan Etter atau Ketamine-Xylazine.

a. Pembiusan dengan Etter


• Basahi kapas dengan Etter, lalu masukkan ke dalam wadah
• Ambil tikus dan masukkan ke dalam wadah, lalu ditutup rapat

• Biarkan beberapa menit sampai tikus tidak bergerak (pingsan)

• Etter memiliki efek yang lemah dalam pembiusan karena hanya bertahan
sebentar apabila tikus dikeluarkan dari wadah
b. Pembiusan dengan Ketamine-Xylazine
• Ambil 0,2 ml/100 gr KgBB larutan Ketamine-Xylazine untuk pembiusan
tikus (pembiusan mencit 0,1 ml)

• Suntikkan Ketamine-Xylazine secara intraperitoneal (IP).

• Efek pembiusan dengan Ketamine-Xylazine lebih cepat dan bertahan lama


dibandingkan dengan Etter
13. Pengambilan darah
Dalam pengambilan darah, diperlukan tabung hematokrit, tabung untuk serum dan
tabung untuk plasma.

a. Mencit (melalui ekor)


• Potong ekor mencit sekitar 0,5 cm
• Pijat ekor mencit dari pangkal ke ujung untuk mengeluarkan darah

• Tempelkan darah pada strip. Pengambilan darah melalui vena ekor biasanya
dilakukan pada parameter yang menggunakan strip (glukosa darah)

b. Tikus (melalui ekor)


• Potong ekor tikus sekitar 1 cm

• Tempelkan darah pada strip. Pengambilan darah melalui vena ekor biasanya
dilakukan pada parameter yang menggunakan strip (glukosa darah)
c. Mencit (melalui plexus retro orbitalis menggunakan mencit yang telah dibius)
• Masukkan spluit 2 mm (mencit) ke dalam mata dan putar secara perlahan
sampai darah keluar

• Masukkan darah ke dalam tabung serum (pengambilan darah mencit: 0,5 ml)

• Masukkan darah ke dalam tabung plasma dengan menempelkan pada dinding


tabung dan diputar perlahan
d. Tikus (melalui plexus retro orbitalis menggunakan tikus yang telah dibius)
• Masukkan spluit 3 mm (tikus) ke dalam mata dan putar secara perlahan sampai
darah keluar

• Masukkan darah ke dalam tabung serum (pengambilan darah tikus: 1 ml)

• Masukkan darah ke dalam tabung plasma dengan menempelkan pada dinding


tabung dan diputar perlahan
• Putar tabung plasma agar darah tidak menggumpal

14. Pembedahan
• Tikus/mencit yang telah dibius dilakukan terminasi dengan mematahkan bagian
leher (dislokasi leher)

• Setelah dilakukan pembedahan, semua bagian organ (lemak, pankreas, limfa,


lambung, usus, liver, jantung dan paru-paru dimasukkan ke dalam larutan
formalin. (Semua organ kecuali lemak akan tenggelam)
• Tikus yang sudah mati dan dibedah, dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan
di lemari es sebelum dilakukan penguburan

C. Diskusi
1. Tikus merupakan hewan yang reprodusible sehingga tersedia dalam jumlah yang
cukup untuk penelitian yang memerlukan banyak hewan coba. Terdapat berbagai
macam jenis tikus yang sering digunakan diantaranya :2
a. Tikus Biobreeding. Tikus ini merupakan tikus rentan terkena DM tipe 1, sehingga
tikus ini banya digunakan dan banyak berperan dalam penemuan obat DM tipe 1.
b. Tikus Putih Galur Sprague Dawley. Keuntungan utama pada hewan ini adalah
ketenangan dan kemudahan penanganan (jinak), Berat dewasa antara 250-300 g
untuk betina, dan 450 – 520 g untuk jantan. Usia hidup antara 2, 5 – 3, 5 tahun.
Ekornya lebih panjang daripada tikus galur wistar,berkembang biak dengan cepat.
Tikus ini paling banyak digunakan dalam penelitian – penelitian biomedis seperti
toksikologi, uji efikasi dan keamanan, uji reproduksi, uji behavior/perilaku, aging,
teratogenik, onkologi, nutrisi, dan uji farmakologi lainnya. Contoh contoh
penelitian yang dilakukan antara lain Studi infeksi maternal dan fetal, Studi efek
diet pre-natal tinggi garam pada keturunan , studi efek status seks dan hormonal
pada stress yang diinduksi kerusakan memori, Studi gen ostocalcin spesifik stulang
pada tikus, dan Studi eksitabilitas hippocampus selama siklus estrus pada tikus.
Tikus ini pertama dihasilkan oleh peternakan Sprague Dawley- (kemudian menjadi
Sprague Dawley-Animal Perusahaan) di Madison, Wisconsin pada tahun 1925.
c. Tikus Putih Galur Wistar. Tikus galur wistar memiliki bobot yang lebih ringan
dan lebih galak daripada galur Sprague dawley. Tikus ini banyak digunakan pada
penelitian toksikologi, penyakit infeksi, uji efikasi, dan aging.
d. Tikus Mungil Alias Mencit. Mencit berbeda dengan tikus, dimana ukurannya
mini, berkembang biak sangat cepat, dan 99% gennya mirip dengan manusia. Oleh
karena itu mencit sangat representative jika digunakan sebagai model penyakit
genetic manusia (bawaan). Selain itu, mencit juga sangat mudah untuk di rekayasa
genetiknya sehingga menghasilkan model yang sesuai untuk berbagai macam
penyakit manusia. Selain itu, mencit juga lebih menguntungkan dalam hal
kemudahan penanganan, tempat penyimpanan, serta harganya yang relatif lebih
murah.
2. Tabel Perbandingan Luas Permukaan Hewan Percobaan untuk Konversi Dosis
menurut Laurence dan Becharach,1964
Bila diinginkan dosis absolut pada manusia 70 kg dari data dosis 10 mg/kg, maka
dihitung terlebih dahulu dosis absolut pada mencit dengan bobot 20 gr yaitu 0,02 kg x
10 mg = 0,2 mg. Dengan mengambil faktor konversi dari tabel diperoleh dosis untuk
manusia 0,2 mg x 387,9 = 77.58 mg. Dengan demikian, dapat diprediksi efek
farmakologi suatu obat yang timbul pada manusia, dengan dosis 77.58 mg/70 kg BB
adalah sama dengan yang timbul pada anjing dengan dosis 0,2 mg/20 kg dari obat yang
sama.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Yurista SR,dkk. Prinsip 3Rs dan Pedoman ARRIVE pada Studi Hewan Coba. Jurnal Kardiologi
Indonesia. 2016; 37(3) :156-163.
2. Stevani H. Praktikum Farmakologi. 1st ed. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2016. 5-6.
3. Wiyandani AM. Pengaruh Ekstrak Daun Asam Jawa terhadap kadar Gula Mencit Jantan
Diabetes Millitus dan Pemanfaatannya sebagai Buku Ilmiah Populer. Universitas Jember.
2016.

Anda mungkin juga menyukai