Anda di halaman 1dari 20

KUMPULAN KITAB

Minggu, 03 Juni 2012

Terjemah Husnus Siyaghoh Balaghoh

TERJEMAH KITAB DURUSUL BALAGHOH


HUSNUS SIYAGHOH

PENDAHULUAN
FASHOHAH DAN BALAGHOH

A. FASHOHAH
Fashohah menurut bahasa adalah : kalimat yang menunjukkan arti jelas.
Dikatakan : "Seorang anak telah fasih dalam perkataannya" jika memang ucapannya sudah jelas.
Fashohah dalam istilah, itu menjadi sifat pada kalimah, kalam, dan mutakallim.
a. Fashohatul Kalimah .
adalah : Terhidarnya suatu kalimah dari Tanafur Huruf, Mukholafatul Qiyas, dan Ghorobah.
- Tanafur huruf adalah: Suatu sifat pada kalimah yang menyebabkan beratnya kalimah pada lidah dan sulit
mengucapkannya.
Contoh :
‫ﺶ‬ َ
‫اﻟﻈ ﱡ‬ : tempat yang kasar.
‫اﻟﻬ ْﻌ ِﺨ ْﻊ‬
ِ : tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
‫ﺎح‬ َ ‫ﱡ‬
ِ ‫ اﻟﻨﻘ‬: air tawar yang jernih
‫ اﻟ ُﻤ ْﺴَﺘ ْﺴ ِﺰ ِر‬: benang yang tepintal

Penjelasan :
Tanafur terbagi mejadi 2 yaitu :
1. Tanafur yang sangat berat terbatas. Contoh :
‫ﺶ‬ َ
‫اﻟﻈ ﱡ‬ : tempat yang kasar.
‫اﻟﻬ ْﻌ ِﺨ ْﻊ‬
ِ : tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
Lafadz ‫اﻟﻬ ْﻌ ِﺨ ْﻊ‬
ِ ini dikatakan tanafur karena kesemuanya huruf berasal dari satu makhroj yaitu huruf halaq.

2. Tanafur yang berat tak terbatas. Contoh :


‫ﺎح‬ َ‫ﱡ‬
ِ ‫ اﻟﻨﻘ‬: air tawar yang jernih
Pada Ucapan Penyair :
ْ ‫دع اﻟﺨﻤﺮ‬
‫واﺷ َﺮ ْب ﻣﻦ ُﻧﻘﺎخ ُﻣَﺒ ﱠﺮ ِد‬ ‫وأَ ْﺣ َﻤ َﻖ ﻣﻤﻦ ﯾﻠْ َﻌﻖ اﻟﻤﺎ َء ﻗﺎل ﻟﻲ‬
Dan itu lebih bodoh lagi dari pada orang yang minum air lalu mengatakan padaku : “tinggalkan arak, dan
minumlah dari air tawar yang jernih yang dingin.

Contoh lain :
‫ اﻟ ُﻤ ْﺴَﺘ ْﺸ ِﺰ ِر‬: benang yang tepintal
Lafadz ini dikatakan tanafur karena Huruf Syin (bersifat Hams dan Rokhwah) menengahi antara huruf ta' (bersifat
Hams dan Syadidah) dan huruf za' (bersifat Jahr).

Untuk membedakan antara kedua tanafur tersebut yaitu dengan menggunakan perasaan yang sehat (Dzauq Salim)
yang diperoleh dengan mengkaji kalam Para ahli Balaghoh dan mendalami metode-metodenya baik dari sisi
kedekatan antara makhroj hurufnya atau dari jauhnya.

- Mukholafah Qiyas adalah : kalimah yang tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu shorof.
َ ‫ ﺑ‬seperti dalam Syairnya Abu toyyib Ahmad bin Husain Al-Ju’fiy al-
ٌ ‫ُﻮﻗ‬
Contoh : lafadz ‫ ﺑُﻮق‬dijama’kan menjadi ‫ﺎت‬
Kandy Al-Kufy Al-Mutanabby yang sedang memuji pemimpin tentara Daulat Ibnu hamdan Raja Aleppo Syiria :
ْ ‫ﺎت ﻟَ َﻬﺎ َو ُﻃﺒ‬
‫ُﻮ ُل‬ ٌ ‫ُﻮ َﻗ‬ ْ ‫ َﻓﻔ‬- ‫َوﻟَ ٍﺔ‬
ِ ‫ِﻲ اﻟﱠﻨ‬
ْ ‫ﺎس ﺑ‬ ْ ‫ﺎس َﺳﯿ ًْﻔﺎ ﻟِﺪ‬ ُ ‫ِﻓﺈ ْن َﯾ ُﻜ ْﻦ َﺑ ْﻌ‬
ِ ‫ﺾ اﻟﱠﻨ‬
"Jika sebagian manusia itu seperti tentara dalam pemerintahan ( ibnu Hamdan Raja Aleppo; Syiria ), maka dalam
manusia akan terdapat terompet dan gendang untuk pemerintahan itu".
َ ‫أَﺑ‬
ٌ ‫ْﻮ‬
Karena menurut Qiyas dalam jama’ qillahnya adalah ‫اق‬
Dan juga seperti lafadz ‫ َﻣ ْﻮ َد َد ٌة‬dalam ucapannya :
ْ ‫ﺻ ُﺪ ْو ِر ِﻫ ْﻢ ﻣ‬
‫ِﻦ َﻣ ْﻮ َد َد ٍة‬ ُ ‫ِﻲ‬ َ ‫ َﻣﺎﻟ‬- ‫ِـــﻲ ﻟَﻠَِﺌَﺎ ٌم َز َﻫــ َﺪ ُه‬
ْ ‫ِﻲ ﻓ‬ ‫إِ ﱠن َﺑﻨ ﱠ‬
"Sesungguhnya Anak-anakku memang orang yang hina yang tidak perhatian, tiada dihatinya ada rasa cinta padaku "

Menurut Qiyas ilmu shorof adalah dengan mengidghomkan lafadz ‫ َﻣ ْﻮ َد َد ٍة‬menjadi ‫ َﻣ َﻮ ﱠدة‬karena ada dua huruf sama, serta
huruf yang kedua berharokat.

- Ghorobah adalah: adanya kalimah itu tidak jelas artinya.


Contoh :
‫ َﺗ َﻜ ْﺄ َﻛَﺄ‬bermakna seperti lafadz ‫ إﺟﺘﻤﻊ‬yaitu berkumpul.
‫ ْإﻓ َﺮ ْﻧ َﻘ َﻊ‬bermakna seperti lafadz ‫ إﻧﺼﺮف‬yaitu bubar.
‫ إﻟْ َﻄ َﺨ ﱠﻢ‬bermakna seperti lafadz ‫ إﺷﺘ ﱠﺪ‬yaitu berat dan besar
Keterangan :
Ghorobah terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Kata yang bisa diketahui maknanya dengan seringnya meneliti pada kitab bahasa Ajam karena tidak biasa
digunakan pada bahasa murni arab. Contoh:
‫ َﺗ َﻜ ْﺄ َﻛَﺄ‬bermakna seperti lafadz ‫ إﺟﺘﻤﻊ‬yaitu berkumpul.
‫ ْإﻓ َﺮ ْﻧ َﻘ َﻊ‬bermakna seperti lafadz ‫ إﻧﺼﺮف‬yaitu bubar.
‫ إﻟْ َﻄ َﺨ ﱠﻢ‬bermakna seperti lafadz ‫ إﺷﺘ ﱠﺪ‬yaitu berat dan besar
b. Kata yang tidak diketahui maknanya pada kitab bahasa karena tidak digunakan bagi orang Arab, dan tidak
berlakunya bahasa pembanding maka membutuhkan usaha keras untuk mengartikannya yang menyebabkan
sulitnya memahami dan masih ada kesamaran.
Contoh :
‫ ُﻣ َﺴ ّﺮج‬bermakna pedang suraij daerah Qin dan ada yang mengatakan bermakna : Lampu.

B. Fashohatul Kalam.
adalah : Terhidarnya beberapa kalimah dari tanafur pada kumpulan kalimah (kalam), Dho'fu Ta'lif, Ta'kid, serta
fashohahnya beberapa kalimah itu.
1. Tanafur pada Kalam adalah : Suatu sifat dalam Kalam yang menyebabkan beratnya kalam pada lisan dan sulit
mengucapkannya.
Contoh dalam ucapan Penyair :
‫اﻟﺸ ْﺮ ِع ﻣِﺜﻠُ َﻚ َﯾ ْﺸ َﺮ ُع‬
‫ِﻲ َر ْﻓﻊ َﻋ ْﺮش ﱠ‬
ِ ِ ْ‫ﻓ‬
“pada keluhuran Arasynya Syara’, Orang sepertimu bisa mengambil”

Contoh lain:
ُ ‫ْﺮ َﺣ ْﺮ ٍب َﻗﺒ‬ َ ُ َ ‫ َوﻟَﯿ‬- ‫ﺎن َﻗ ْﻔﺮ‬ ُ ‫َو َﻗﺒ‬
‫ْﺮ‬ ِ ‫ْﺲ ﻗ ْﺮ َب ﻗﺒ‬ ٍ ٍ ‫ْﺮ َﺣ ْﺮ ٍب ِﺑ َﻤ َﻜ‬
" kuburan musuh harus ditempat yang sunyi, dan tiada
kuburan lain dekat kuburan itu"

Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:


ْ ‫ِﻲ َو َإذا َﻣﺎﻟُ ْﻤُﺘ ُﻪ ﻟُ ْﻤُﺘ ُﻪ َو ْﺣﺪ‬
‫ِي‬ ْ ‫َﺣ ُﻪ َواﻟ َﻮ َرى َﻣﻌ‬ ْ ‫َﻛ ِﺮ ْﯾ ٌﻢ َﻣ َﺘﻰ ْأﻣﺪ‬
ْ ‫َﺣ ُﻪ ْأﻣﺪ‬
"Dia (Abu Ghoits Musa Bin Ibrahim Ar-Rofi'i) adalah orang yang mulia, jika aku memujinya maka aku memujinya
beserta orang-orang yang bersamaku. Jika aku menghinanya, maka aku menginanya sendirian"

Penjelasan :
Tanafur ini juga terbagi mejadi 2 yaitu :
1. Tanafur Syadid / A'la; yang sangat berat pengucapannya

Contoh dalam ucapan Penyair :


‫اﻟﺸ ْﺮ ِع ﻣِﺜﻠُ َﻚ َﯾ ْﺸ َﺮ ُع‬
‫ِﻲ َر ْﻓﻊ َﻋ ْﺮش ﱠ‬
ِ ِ ْ‫ﻓ‬
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya pengulangan 3 huruf
yaitu ro', a'in, dan syin".
Contoh lain:
ُ ‫ْﺮ َﺣ ْﺮ ٍب َﻗﺒ‬ َ ُ َ ‫ َوﻟَﯿ‬- ‫ﺎن َﻗ ْﻔﺮ‬ ُ ‫َو َﻗﺒ‬
‫ْﺮ‬ ِ ‫ْﺲ ﻗ ْﺮ َب ﻗﺒ‬ ٍ ٍ ‫ْﺮ َﺣ ْﺮ ٍب ِﺑ َﻤ َﻜ‬
Pada syair tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya beberapa huruf yang
sama serta diulang-ulang.

2. Tanafur Khofif/ Adna; yang tidak berat pengucapannya,

Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:


ْ ‫ِﻲ َو َإذا َﻣﺎﻟُ ْﻤُﺘ ُﻪ ﻟُ ْﻤُﺘ ُﻪ َو ْﺣﺪ‬
‫ِي‬ ْ ‫َﺣ ُﻪ َواﻟ َﻮ َرى َﻣﻌ‬ ْ ‫َﻛ ِﺮ ْﯾ ٌﻢ َﻣ َﺘﻰ ْأﻣﺪ‬
ْ ‫َﺣ ُﻪ ْأﻣﺪ‬
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya pengulangan 2 huruf
yaitu ‫ ﻫﺎء‬dan ‫"ﺣﺎء‬.

2. Dho'fu Ta'lif adalah : adanya kalam itu tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu Nahwu yang masyhur.
Seperti membuat Dhomir sebelum menuturkan Marji'nya dalam lafadz dan ma'nanya, dalam ucapan Penyair :
َ ‫َﺟ َﺰى َﺑُﻨ ْﻮ ُه أََﺑﺎ اﻟ ِﻐ ْﯿ‬
ُ ‫ﻼ ِن َﻋ ْﻦ ِﻛ َﺒﺮ َو ُﺣ ْﺴ ِﻦ َﻓ ْﻌ ٍﻞ َﻛ َﻤﺎ ُﯾ ْﺠ َﺰى ِﺳ ِﻨ ﱠﻤ‬
‫ﺎر‬
"Anak-anaknya telah membalas kebaikan Abu Ghilan diusia tua seperti yang dilakukan oleh Sinimmaru (Arsitektur
Negara rum)"

Penjelasan :
َ ‫ أََﺑﺎ اﻟ ِﻐﯿ‬yang merupakan
Kecacatan pada syair tersebut itu dari sisi Dhomirnya lafadz ُ‫ َﺑُﻨ ْﻮه‬yang kembali pada lafadz ‫ْﻼ ِن‬
lafadz yang diakhirkan secara Lafadz dan tingkatan.

3. Ta'qid adalah : adanya kalam itu tidak jelas (masih samar) pada makna yang dikehendaki.
Dan kesamaran itu adakalanya dari aspek lafadz yang disebabkan mendahulukan (taqdim), mengakhirkan (ta'khir) atau
memisah (Fashol). hal ini disebut Ta'kid Lafdhy.

Seperti Ucapan Al-Mutanabby :


ُ ‫ﻻﺋ‬ َ ‫اﻟﺤ َﺴﺐ‬
‫ِﻞ‬ َ ‫اﻷ َﻏ ﱢﺮ َد‬ ِ َ ‫ﻻ َﯾ ْﺠ َﻔ ُﺨ ْﻮ َن ِﺑ َﻬﺎ ِﺑ ِﻬ ْﻢ ِﺷَﯿ ٌﻢ َﻋﻠَﻰ‬
َ ‫َﺟ َﻔ َﺨ ْﺖ َو ُﻫ ْﻢ‬
"Suatu Kebiasaan (watak) yang menunjukkan atas keturunan yang baik merupakan Kebanggaan, dan mereka itu
tidak bangga dengan itu".
Pentakdirannya adalah :
َ ‫اﻟﺤ َﺴﺐ‬ ُ َ ‫َﺟ َﻔ َﺨ ْﺖ ﺑﻬ ْﻢ ِﺷَﯿ ٌﻢ َد‬
‫ﻻ َﯾ ْﺠ َﻔ ُﺨ ْﻮ َن ِﺑ َﻬﺎ‬
َ ‫اﻷ َﻏ ﱢﺮ َو ُﻫ ْﻢ‬ ِ َ ‫ﻻﺋِﻞ َﻋﻠَﻰ‬ ِِ

Penjelasan :
Pada syair tersebut, dikatakan Ta'kid lafdhy karena :
1. Memisah antara fi'il dan lafad yang berta'alluq padanya (muta'alliq) ( ‫)ﺟ َﻔ َﺨ ْﺖ ﺑِ ِﻬﻢ‬ َ ‫َو ُﻫ ْﻢ‬
َ dengan lafadz lain yaitu : ‫ﻻ ﯾَ ْﺠ َﻔ ُﺨ ْﻮ َن‬
‫ ﺑِ َﻬﺎ‬.
2. Mengakhirkan lafadz ‫ﻻﺋِ ُﻞ‬ َ ‫ َد‬dari lafadz yang berta'alluq padanya :
َ
‫اﻟﺤ َﺴ ِﺐ اﻷ َﻏ ﱢﺮ‬ َ
َ ‫ َﻋﻠﻰ‬.
3. Memisah antara Na'at dan man'utnya : ‫ِﻞ‬ ُ ‫ﻻﺋ‬
َ ‫ ِﺷَﯿ ٌﻢ َد‬dengan lafadz :
َ ‫اﻟﺤ َﺴﺐ‬
‫اﻷ َﻏ ﱢﺮ َﻋﻠَﻰ‬ ِ َ

Dan adakalanya dari aspek makna disebabkan adanya penggunaan majaz dan Kinayah yang Murodnya tidak bisa
dipahami. hal ini disebut Ta'kid Ma'nawy.
ُ ‫َﻧ َﺸ َﺮ اﻟ َﻤﻠ‬
ْ ‫ِﻚ أَﻟْ ِﺴَﻨﺘ ُﻪ ﻓ‬
Seperti Ucapanmu : ‫ِﻲ اﻟ َﻤ ِﺪ ْﯾ َﻨ ِﺔ‬
Dengan menghendaki arti dari: ‫ أَﻟْ ِﺴ َﻨﺘ ُﻪ‬sebagai "Mata-mata". dan yang benar adalah menggunakan lafadz : ‫ُﻮﻧ ُﻪ‬
ْ ‫ُﻋﯿ‬
dan Seperti juga Ucapan dari Penyair ( Abbas bin Ahnaf ) :
َ ‫ار َﻋ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ﻟَِﺘ ْﻘ ُﺮُﺑ ْﻮا َو َﺗ ْﺴ ُﻜ ُﺐ َﻋ ْﯿ َﻨ‬
‫ﺎي اﻟ ﱡﺪ ُﻣ ْﻮ َع ﻟَِﺘ ْﺠ ُﻤ َﺪ‬ َُْ
ِ ‫َﺳﺄﻃﻠ ُﺐ ُﺑ ْﻌ َﺪ اﻟ ﱠﺪ‬
"Aku mencari tempat tinggal jauh dari kalian, agar kalian kelak menjadi dekat denganku, dan kedua mataku
mencucurkan air mata karena bahagia".
Penyair membuat kinayah (kata konotasi) pada lafad ‫ اﻟﺠﻤﻮد‬dengan arti bahagia, padahal lafadz tersebut biasa digunakan
untuk sebuah kinayah (kata konotasi) untuk arti: "sulit meneteskan air mata pada saat menangis (susah)". Yaitu waktu
susah ketika berpisah dengan kekasih, dan inilah yang seketika dipaham dari lafad ‫اﻟﺠﻤﻮد‬ , bukan kebahagiaan seperti
yang dikehendaki oleh Penyair,
Untuk mengartikan sesuai yang dikehendaki Penyair itu membutuhkan perantara yang banyak yaitu : lafad ‫اﻟﺠﻤﻮد‬
diartikan dengan : keringnya mata dari air mata, lalu diganti dengan arti : tidak ada air mata ketika menangis, lalu
diartikan : tidak adanya air mata secara muthlaq, lalu diartikan : tidak adanya kesusahan, lalu baru diartikan dengan :
kebahagiaan. Oleh sebab itu dikatakan sebagai Ta’kid.

C. Fashohatul Mutakallim.
Adalah: Suatu sifat yang melekat pada seseorang (bakat) yang bisa menyampaikan suatu maksud dengan perkataan yang
fashih pada semua tujuan yang ada (seperti memuji atau menghina).

B. BALAGHOH
Balaghoh menurut bahasa : Sampai , Tuntas.
Menurut Istilah itu menjadi sifat pada kalam dan Mutakallim.

Balaghotul Kalam
adalah : Kesesuaian suatu kalam pada Muqtadhol Hal (tuntutan keadaan) serta fashohahnya kalam itu.
Hal disebut juga Maqom adalah : Perkara yang mendorong Mutakkalim untuk mendatangkan perkataan pada bentuk
tertentu.
Al-Muqtadho disebut juga I'tibar Munasib adalah : suatu bentuk tertentu yang didatangkan suatu ibarat untuk
menyampaikannya.
Seperti :
Pujian adalah Suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat dengan bentuk Ithnab (memanjangkan kalimat).
Cerdasnya Mukhotob adalah suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat dengan bentuk Ijaz (menyingkat
kalimat).
Pujian dan Cerdasnya Mukhotob disebut Hal, sedangkan Ithnab dan Ijaz disebut Muqtadho.
sedangkan mendatangkan kalam dalam bentuk Ithnab dan Ijaz dinamakan menyesuaikan pada Al-Muqtadho (tuntutan).

Balaghotul Mutakallim adalah : Suatu sifat yang melekat (bakat) pada sesorang yang bisa menyampaikan suatu maksud
dengan Kalam yang Baligh pada semua tujuan apapun.

Tanafur itu bisa diketahui dengan Dzauq Shohih (Kemampuan batin/perasaan yang sehat).
sedangkan Mukholafatul Qiyas dengan Ilmu Shorof, dan Dho'fu Ta'lif dan Ta'qid Lafdhy dengan Ilmu nahwu, sedang
Ghorobah dengan seringnya mempelajari kalam Arab, Ta'kid Ma'nawi dengan Ilmu Bayan, dan Hal dan Muqtadhol hal
dengan Ilmu ma'any.

maka bagi seorang pelajar balaghoh harus mengetahui ilmu bahasa, shorof, nahwu, Ma'any dan bayan serta memiliki
Dzauq yang salim dan memperbanyak mempelajari kalam Arab.

ILMU MA'ANI

Ilmu Ma'ani adalah : Suatu Ilmu untuk mengetahui keadaan lafadz Arab yang bisa menyesuaikan dengan tuntutan
keadaan. Maka bentuk kalam akan menjadi berbeda-beda karena adanya perbedaan kondisi.
Seperti Firman Allah SWT :
"‫ض أَ ْم أَ َرا َد ِﺑ ِﻬ ْﻢ َرﱡﺑ ُﻬ ْﻢ َر َﺷ ًﺪا‬
ِ ‫ِﻲ اﻷ ْر‬ ِ ِ َ ‫"وأَﱠَﻧﺎ‬
َ ْ ‫ﻻ َﻧ ْﺪر ْي أَ َﺷ ﱞﺮ أُر ْﯾ َﺪ ﺑ َﻤ ْﻦ ﻓ‬ َ
ِ
"Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakahkeburukan yang dikehendaki bagi
orang yang dibumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka" (QS. Al-Jin :10)

Lafadz sebelum ‫ أ ْم‬merupakan bentuk kalam yang berbeda dengan bentuk kalam sesudahnya, karena Kalam yang pertama
itu berupa fi'il mabni majhul, sedangkan yang kedua berupa Fi'il mabni ma'lum.

Kondisi yang menuntut seperti itu adalah menisbatkan semua kebaikan kepada Allah SWT pada kalam yang kedua, dan
mecegah meninsbatkan keburukan kepada Allah pada kalam yang pertama.
Pembahasan pada Ilmu Ma'ani teringkas dalam 6 bab yaitu :

BAB I
KHOBAR DAN INSYA'

Setiap kalam itu adakalanya berupa kalam Khobar dan adakalanya berupa kalam Insya'.
Kalam Khobar adalah : Kalam yang sah (secara logika) untuk dikatakan pada Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang yang
benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
‫َﺳﺎ َﻓ َﺮ َز ْﯾ ٌﺪ‬ = Zaid telah bepergian.
‫ِﻲ ُﻣ ِﻘ ْﯿ ٌﻢ‬
‫َﻋﻠ ﱞ‬
= Ali itu orang yang bermukim
Si Pengucap tersebut bisa dikatakan Orang yang benar perkataannya, jika memang perkataannya sesuai dengan faktanya,
dan bisa dikatakan Orang yang Dusta, jika memang perkataannya tidak sesuai dengan faktanya.
Kalam Insya' adalah : Kalam yang tidak sah secara logika untuk dikatakan pada Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang
yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan Seseorang :
َ ‫ِﺮ َﯾ‬
‫ﺎز ْﯾ ُﺪ‬ ْ ‫َﺳﺎﻓ‬ = Pergilah hai Zaid !
‫ِﻲ‬ َ ‫أَ ِﻗ ْﻢ َﯾ‬
‫ﺎﻋﻠ ﱡ‬ = Tinggallah hai Ali !
Si Pengucap tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Orang Jujur atau Orang yang Dusta karena ia hanya memerintahkan
pada zaid atau ali.

Yang dimaksud dari Kebenaran Khobar adalah : Kesesuaian Khobar pada Faktanya. Sedangkan Kedustaan khobar
adalah : tidak sesuainya Khobar pada Faktanya.
Pada Jumlah ‫ِﻲ ُﻣ ِﻘ ْﯿ ٌﻢ‬
‫ َﻋﻠ ﱞ‬, itu jika nisbat kalam yang dipahami (tetapnya Sifat Muqim bagi Ali) dari jumlah itu sesuai dengan
kenyataannya maka dikatakan Khobar yang Benar, jika tidak benar maka dikatakan Khobar yang dusta.

Pada masing-masing Jumlah itu memiliki dua rukun yaitu :


Mahkum Alaih, disebut juga sebagai Musnad Ilaih seperti Fa'il, Na'ibul Fail, Mubtada' yang memiliki khobar.
Mahkum Bih, disebut juga sebagai Musnad seperti Fi'il, dan Mubtada' yang cukup dengan fa'il yang dirofa'kan.

Kalam Khobar
Khobar itu adakalanya berupa Jumlah Fi'liyyah dan adakalanya berupa Jumlah Ismiyyah.
Jumlah Fi'liyyah adalah : Jumlah yang difungsikan untuk memberikan faidah suatu kejadian pada zaman tertentu serta
ringkas (tidak butuk Qorinah seperti : Sekarang, Kemarin, atau besok).
dan terkadang berfaidah Istimror tajaddudy (Berlansung terus menerus secara bertahap) disebabkan adanya indikasi
(qorinah) dengan syarat jika berupa Fi'il Mudhori' seperti ucapan Thorif bin Tamim Al-Anbary yang menyifati dirinya
sendiri dengan seorang pemberani.
ُ ‫َت ُﻋ َﻜ‬
‫ﺎظ َﻗِﺒﯿْﻠَ ٌﺔ َﺑ َﻌُﺜ ْﻮا إِﻟَ ﱠﻲ َﻋ ِﺮ ْﯾ َﻔ ُﻬ ْﻢ َﯾ َﺘ َﻮ ﱠﺳ ُﻢ‬ ْ ‫أَ َو ُﻛﻠﱠ َﻤﺎ َو َرد‬
"Apakah (orang Arab telah mendatangi pasar Ukadz), bilamana suatu Qobilah dari mereka sampai dipasar Ukadz,
Maka mereka mengirimkan pemimpin mereka padaku untuk meneliti satu persatu (apakah aku ikut bersama mereka
atau tidak?) ".

Jumlah Ismiyah adalah : Jumlah yang difungsikan hanya murni menetapkan hukum musnad pada musnad ilaih. seperti :
‫ﻀ ْﯿ َﺌ ٌﺔ‬
ِ ‫ﺲ ُﻣ‬ ‫ﱠ‬
ُ ‫اﻟﺸ ْﻤ‬
= Matahari itu menerangi.
dan terkadang berfaidah Istimror (terus menerus) sebab adanya indikasi (qorinah), jika khobarnya tidak berupa kalimah
fi'il. contoh :
‫اﻟﻌ ِْﻠ ُﻢ َﻧﺎ ِﻓ ٌﻊ‬
= Ilmu itu bermanfaat.
Secara asal, Khobar itu disampaikan dengan bertujuan :
1. Memberi faidah kepada Mukhotob tentang hukum yang terkandung dalam jumlah itu. seperti dalam perkataan kita :
‫ْﺮ‬ َ ‫ﻀ َﺮ‬
ُ ‫اﻷ ِﻣﯿ‬ َ ‫َﺣ‬
= Pemimpin itu telah hadir.
karena kita bertujuan menyampaikan kepada Mukhotob bahwa tetapnya kehadiran pemimpin itu telah terwujud dan
nyata sesuai faktanya.
2. Memberikan faidah bahwa Mutakallim itu mengetahui khobar itu. contoh :
َ َ ‫أَ ْﻧ َﺖ َﺣ‬
ِ ‫ﻀ ْﺮ َت أ ْﻣ‬
‫ﺲ‬ = engkau telah hadir kemarin.
Karena kehadirannya itu telah diketahui oleh Mutakallim sendiri sebelum diberitahu.

Hukum yang dituju pada khobar disebut : Faidah Khobar.


Mutakallim yang mengetahui tentang khobar disebut Lazim Faidah.

Macam-macam Khobar.
Sekiranya tujuan Mukhbir (orang yang menyampaikan berita) itu memberi faidah pada Mukhotob, maka sebaiknya kalam
itu diringkas menurut kadar kebutuhan karena dikhawatirkan adanya Al-Laghwu (Ucapan yang sia-sia).
Jika Mukhotob merupakan Kholi Dzihny (orang yang hatinya sepi dari membenarkan atau mendustakan khobar/ belum
tahu sama sekali tentang khobar) dari hukum, maka khobar disampaikan tanpa menggunakan taukid (kata penguat).contoh
:
‫أَ ُﺧ ْﻮ َك َﻗﺎ ِد ٌم‬ = Saudaramu (lk) datang.

Jika Mukhotob merupakan orang yang ragu-ragu serta berusaha untuk mengetahui khobar, maka sebaiknya menguatkan
khobar. seperti :
َ ‫إ ﱠن أَ َﺧ‬
‫ﺎك َﻗﺎ ِد ٌم‬ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
ِ
Jika Mukhotob merupakan orang yang mengingkari khobar (berkeyakinan sebaliknya), maka harus mendatangkan khobar
dengan satu penguat atau dua penguat atau lebih dengan melihat tingkatan ingkarnya. seperti :
‫ﺎك َﻗﺎ ِد ٌم‬ َ ‫ = إ ﱠن أَ َﺧ‬Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
ِ
َ َ َ َ
‫ = إِ ﱠن أ َﺧﺎك ﻟﻘﺎ ِد ٌم‬Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.
َ ‫ إ ﱠن أَ َﺧ‬،ِ‫َواﷲ‬
‫ﺎك ﻟَ َﻘﺎ ِد ٌم‬ ِ
Demi Allah, Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.

Dengan menisbatkan pada sepinya khobar dari taukid dan adanya taukid pada khobar, maka Khobar terbagi menjadi tiga
macam seperti yang telah kamu ketahui.
Bentuk yang pertama (sepinya khobar dari taukid) disebut : Ibtida'i.
Bentuk ke 2 (mendatangkan khobar dengan satu taukid) disebut : Tholaby.
Bentuk ke 3 (kewajiban mendatangkan khobar dengan satu taukid atau lebih) disebut : Inkary.

Lafadz Taukid (penguat) dengan menggunakan lafadz :


‫أَ ﱠ‬
1. ‫ن‬ ،‫إِ ﱠن‬ = Sesungguhnya
2. ‫َاء‬ َ
ْ ‫ﻻ ْم إ ْﺑ ِﺘﺪ‬ = Sungguh
3. Huruf Tanbih (Peringatan) seperti : ‫أَ َﻣﺎ‬ َ َ‫( أ‬ingatlah).
،‫ﻻ‬
4. Huruf Qosam (sumpah).
5. Huruf Zaidah (tambahan).seperti ba' zaidah.
6. Pengulangan lafadz (takrir).
7. ‫ = َﻗ ْﺪ‬Sungguh, benar-benar.
8. ‫ أَ ﱠﻣﺎ‬yang menjadi Syarat.

Dan termasuk juga :


a. Menggunakan Jumlah ismiyah, karena itu lebih kuat dari pada jumlah Fi’liyyah.
َ ‫اﻷﻣﯿﺮ‬
b. Mendahulukan Fa’il maknawi contoh : ‫ﺣﻀ َﺮ‬ ُ
c. Lafadz ‫ إﱠﻧ َﻤﺎ‬contoh : ‫ﺧﺎﻟِ ٌﺪ َﻗﺎ ِﺋ ٌﻢ‬
َ ‫إﱠﻧ َﻤﺎ‬
d. Dhomir Fashol Contoh : ‫اﻟ َﻘﺎِﺋ ُﻢ َز ْﯾ ٌﺪ ُﻫ َﻮ‬

Kalam Insya'
Kalam Insya' itu adakalanya Tholaby atau Ghoiru Tholaby.
Insya' tholaby adalah : Kalam yang menuntut pada sesuatu yang dituju yang belum didapatkan saat penuntutan.
Insya' Ghoiru Tholaby adalah : Kalam yang tidak menuntut pada sesuatu yang dituju yang belum didapatkan saat
penuntutan.
Insya' Tholaby, terdapat 5 macam : Amar(perintah), Nahy (larangan), Istifham (bertanya), Tamanni (berharap), Nida' (kata
seru).

Amar (Perintah).
yaitu : Menuntut suatu pekerjaan dengan ucapan tertentu secara Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).
amar memiliki 4 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu :
a. Fi'il Amar, Contoh =
‫ﺎب ِﺑ ُﻘ ﱠﻮ ٍة‬
َ ‫ = ُﺧ ِﺬ اﻟ ِﻜ َﺘ‬Ambilah Kitab itu (Taurot) dengan sungguh-sungguh. (Surat Maryam : 12)
b. Fi'il Mudhori yang bersamaan dengan Lam amar, Contoh :
ْ ‫ِﻖ ُذ ْو َﺳ َﻌ ٍﺔ ﻣ‬
‫ِﻦ َﺳ َﻌ ِﺘ ِﻪ‬ ْ ‫ﻟُِﯿ ْﻨﻔ‬
Hendaklah orang yang mampu itu menafkahkan menurut kemampuannya . (Surat Ath-Tholaq : 7)
c. Isim Fi'il Amar, Contoh :
َ ‫ = َﺣ ﱠﻲ َﻋﻠَﻰ اﻟ َﻔ‬marilah menuju kebahagiaan.
‫ﻼ ْح‬
d. Isim Masdar yang menjadi pengganti dari Fi'il Amar, contoh :
‫ْﺮ‬ َ ‫ِﻲ‬
ِ ‫اﻟﺨﯿ‬ ْ ‫َﺳ ْﻌﯿًﺎ ﻓ‬ = Sungguh berusahalah dalam melakukan kebaikan

Dan terkadang Sighot Amar itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang bisa dipahami dengan alur pembicaraan
(Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan. seperti :
a. Do'a, (yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara merendah atau sopan, baik orang yang menuntut itu rendah atau
tinggi ataupun sama derajatnya) contoh :
‫ِﻲ أَ ْن أَ ْﺷ ُﻜ َﺮ ﻧ ِْﻌ َﻤ َﺘ َﻚ‬
ْ ‫أَ ْو ِز ْﻋﻨ‬
= mohon Berikan Ilham padaku untuk mensyukuri nikmat-Mu (Surat An-Naml : 19) .
b. Iltimas (yaitu : menuntut suatu pekerjaan secara halus tanpa adanya Isti’la’ atau merendahkan diri baik orang yang
memerintah itu lebih tinggi derajatnya, atau lebih rendah atau sama). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
‫ﺎب‬ ْ ‫أَ ْﻋ ِﻄﻨ‬
َ ‫ِﻲ اﻟ ِﻜ َﺘ‬ = berikan padaku kitab itu.
c. Tamanni (yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi tanpa adanya sifat toma'), contoh :
‫ﺎح ِﻣ ْﻨ َﻚ ِﺑﺄَ ْﻣ َﺜ ِﻞ‬
ُ ‫اﻹﺻ َﺒ‬
ْ ‫ْﺢ َو َﻣﺎ‬ َ َ‫ْﻞ أ‬
ْ ‫ﻻ ا ْﻧ َﺠﻠ‬ ‫ْﻞ ﱢ‬
ُ ‫اﻟﻄﻮﯾ‬ ُ ‫ﻻ أَﱡﯾ َﻬﺎ اﻟﻠﱠﯿ‬
َ َ‫أ‬
ٍ ‫ﺼﺒ‬
ُ ‫ِﻲ ِﺑ‬
Ingatlah, wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah dengan waktu shubuh, dan tiadalah kenampakan waktu
shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).

d. Tahdid (Mengancam), contoh :


‫إِ ْﻋ َﻤﻠُ ْﻮا َﻣﺎ ِﺷﺌﺘ ْﻢ‬ = Kerjakanlah sesuka hati kalian ! (Maka kalian akan melihat balasannya dihadapan kalian ) . (Surat
Fushilat : 40)

e. Ta'jiz (melemahkan), Contoh :


‫ار‬
ُ ‫ِﺮ‬
َ ‫ْﻦ اﻟﻔ‬ َ ‫ِﻲ ُﻛﻠَ ْﯿ َﺒﺎ َﯾﺎﻟََﺒ ْﻜ ٍﺮ أَﯾ‬
َ ‫ْﻦ اَﯾ‬ ْ ‫َﯾﺎ ﻟََﺒ ْﻜ ٍﺮ أَ ْﻧ ِﺸ ُﺮ ْوا ﻟ‬
Wahai Bakar, hidupkanlah kembali Kulaib, Hai Bakar dimana? dimana engkau akan lari?

f. Taswiyyah (menyamakan), Seperti Firman Allah :


ُ ‫ﺼ ِﺒ ُﺮ ْوا َﺳ َﻮا ٌء َﻋﻠَﯿ‬
‫ْﻜ ْﻢ‬ َ ‫ﺻ ِﺒ ُﺮ ْوا أَ ْو‬
ْ ‫ﻻ َﺗ‬ ْ ِ‫إﺻﻠَ ْﻮ َﻫﺎ إ‬
ْ
Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya), Bersabarlah kalian ataukah janganlah sabar kalian, sama
saja bagi kalian.
(Surat At-Thur : 16)

Karena terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu bermanfaat, maka hal itu mendorong untuk menyamakan bagi
mereka antara sabar dan tidak dalam hal sama- sama tiada bermanfaat.

Nahi (Larangan)
Adalah : tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan secara Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).
Nahi memiliki 1 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu : Fi'il Mudhori' yang bersamaan dengan La nahi.
Seperti Firman Allah :
َ ‫إﺻ‬
.‫ﻼ ِﺣ َﻬﺎ‬ ْ ‫ض َﺑ ْﻌ َﺪ‬
ِ ‫اﻷر‬
ْ ‫ِﻲ‬ ْ ‫ﻻ ُﺗ ْﻔ ِﺴﺪ‬
ْ ‫ُوا ﻓ‬ َ ‫َو‬
“Janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah memperbaikinya” (Surat Al-A’rof : 56)

Dan terkadang Sighot Nahi itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang bisa dipahami dari maqom/Keadaan dan
alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Do'a, (yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara merendah atau sopan) contoh pada Firman
Allah :
َ ‫ِﺖ ﺑ َﻲ‬ ْ َ ‫َﻓ‬
‫اﻷ ْﻋﺪَا َء‬ ِ ْ ‫ﻼ ُﺗﺸﻤ‬ = Mohon Janganlah kau membuat gembira para musuh dengan melihatku (Surat Al-
A’rof : 150).

b. Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa adanya Isti'la' atau merendahkan diri). seperti
ucapanmu terdapap teman sebayamu :
َ ‫أر ِﺟ َﻊ إﻟَﯿ‬
‫ْﻚ‬ َ ‫ِﻦ َﻣ َﻜﺎﻧ‬
ْ ‫ِﻚ َﺣﺘﻰ‬ ْ ‫ْﺮ ْح ﻣ‬ َ
َ ‫ﻻ َﺗﺒ‬ = Janganlah kau pindah dari tempatmu, sampai aku kembali padamu.
c. Tamanni, contoh :
‫ﻻ َﺗ ْﻄﻠُ ْﻊ‬ ْ ‫ْﺢ ﻗ‬
َ ‫ِﻒ‬ ُ ‫ْﻞ ُﻃ ْﻞ َﯾﺎ َﻧ ْﻮ ُم ُز ْل َﯾﺎ‬
ُ ‫ﺻﺒ‬ ُ ‫َﯾﺎ ﻟَﯿ‬
Wahai Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah, wahai Waktu subuh berhentilah, janganlah kau nampak.
d. Tahdid (Mengancam), Seperti ucapanmu kepada pelayanmu :
‫ﻻ ُﺗ ِﻄ ْﻊ أَ ْﻣ ِﺮ ْي‬
َ = Jangan kau patuhi perintahku !, (Maka akan kau rasakan akibatnya).

Istifham (Bertanya)
Adalah : Menuntut suatu informasi atau pengetahuan atas terjadinya sesuatu dengan alat tertentu.
Alat untuk bertanya :
ّ ،‫ َﻛ ْﻢ‬،‫ أَﻧﻰ‬، ‫ْﻦ‬
‫أي‬ َ ‫ أَﯾ‬،‫ْﻒ‬ َ ‫ أَﯾ‬،‫ َﻣﺘﻰ‬، ‫ َﻣ ْﻦ‬،‫ َﻣﺎ‬،‫ َﻫ ْﻞ‬،‫اﻟﻬﻤﺰة‬
َ ‫ َﻛﯿ‬، ‫ﱠﺎن‬

Hamzah (‫)أ‬
Hamzah berfungsi untuk menuntut Tashowwur atau Tasdhiq.
Tashowwur adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain terjadinya penisbatan atau tidak)
Seperti Ucapanmu :
‫ِﺮ أَ ْم َﺧﺎﻟِ ٌﺪ‬ ‫أَ َﻋﻠ ﱞ‬
ٌ ‫ِﻲ ُﻣ َﺴﺎﻓ‬
= Apakah Ali itu Orang yang pergi ataukah Kholid ?.
dengan berkeyakinan bahwa bepergian itu dilakukan oleh salah satu dari keduanya, tetapi engkau menuntut kejelasannya,
maka dari itu dijawab dengan menentukan salah satunya, semisal dijawab : “Ali”.
Tasdhiq yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua perkara itu terjadi sesuai dengan fakta atau tidak.
Contoh :
‫أَ َﺳﺎ َﻓ َﺮ َﻋﻠ ﱞ‬
‫ِﻲ‬ = Apakah Ali telah pergi?.
engkau bertanya tentang terjadinya pekerjaan"bepergian" atau tidak ? maka dijawab dengan : ya atau tidak.

Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashowwur itu Lafadz yang bersanding dengan hamzah dan adanya kata pembanding
yang disebutkan setelah Am. Kata Am disini disebut : Am Muttasil. maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya
tentang Musnad ilaih : "
ُ ‫أَأَ ْﻧ َﺖ َﻓ َﻌ ْﻠ َﺖ َﻫ َﺬا أَ ْم ُﯾ ْﻮ ُﺳ‬
‫ﻒ؟‬
= Apakah kamu telah mengerjakan ini ataukah Yusuf?.
dan bertanya tentang Musnad :
ِ ‫اﻷﻣ ِﺮ أَ ْم َر‬
‫اﻏ ٌﺐ ِﻓ ْﯿ ِﻪ‬ ْ ‫اﻏ ٌﺐ أَ ْﻧ َﺖ َﻋ ِﻦ‬
ِ ‫أَ َر‬
= Apakah Kamu membenci perkara ini ataukah kamu menyukainya?.
dan bertanya tentang Maf'ul bih :
‫ﺼ ُﺪ أَ ْم َﺧﺎﻟِ ًﺪا ؟‬ َ ‫أَ إِﯾ‬
ِ ‫ﱠﺎي َﺗ ْﻘ‬
= Apakah aku yang engkau tuju ataukah kholid ?.
dan bertanya tentang Hal :
ِ ‫ﺌﺖ أَ ْم َﻣ‬
‫ﺎﺷﯿًﺎ ؟‬ َ ‫أَ َرا ِﻛﺒًﺎ ِﺟ‬
=Apakah dengan berkendaraan engkau datang ataukah dengan berjalan kaki?.
dan bertanya tentang Dhorof :
ُ ‫ِﻣ َﺖ أَ ْم َﯾ ْﻮ َم‬
‫اﻟﺠ ْﻤ َﻌ ِﺔ ؟‬ ْ ‫ْﺲ َﻗﺪ‬ َ ‫أَ َﯾ ْﻮ َم‬
ِ ‫اﻟﺨ ِﻤﯿ‬
=Apakah pada hari kamis engkau datang ataukah pada hari jum'at?.
dan begitu seterusnya.

dan terkadang tidak disebutkan kata pembandingnya. contoh :


‫ = أَ أَ ْﻧ َﺖ َﻓ َﻌ ْﻠ َﺖ َﻛ َﺬا ؟‬Apakah Kamu telah melakukan ini?.
ْ ‫اﻏ ٌﺐ أَ ْﻧ َﺖ َﻋ ِﻦ‬
‫اﻷﻣ ِﺮ ؟‬ ِ ‫ = أَ َر‬Apakah Kamu benci perkara ini?.
‫ﺼ ُﺪ ؟‬ َ ‫ = أَ إِﯾ‬Apakah aku yang engkau tuju?.
ِ ‫ﱠﺎي َﺗ ْﻘ‬
‫ﺌﺖ ؟‬َ ‫ = أَ َرا ِﻛﺒًﺎ ِﺟ‬Apakah dengan berkendaraan kau datang?.
‫ِﻣ َﺖ ؟‬ْ ‫ْﺲ َﻗﺪ‬ َ ‫ =أَ َﯾ ْﻮ َم‬Apakah pada hari kamis engkau datang?.
ِ ‫اﻟﺨ ِﻤﯿ‬
Sedangkan Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashdiq adalah Nisbat (keadaannya dalam aspek terjadinya sesuatu atau tidak)
serta tidak adanya Lafadz pembanding. maka apabila Am terletak setelah Jumlah yang menunjukkan suatu nisbat, maka
am itu dikira-kirakan sebagai Am Munqoti' (terputus) dan bermakna seperti Bal (bahkan).

‫َﻫ ْﻞ‬
berfungsi untuk menuntut Tasdhiq saja.
Contoh :
َ ‫َﻫ ْﻞ َﺟﺎ َء‬
‫ﺻ ِﺪﯾ ُْﻘ َﻚ ؟‬ = Apakah temanmu telah datang?.
jawabnya adalah ya atau tidak.
maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding. maka tidak boleh diucapkan :
‫ﺻ ِﺪﯾ ُْﻘ َﻚ أَ ْم َﻋ ُﺪ ﱡو َك ؟‬ َ ‫َﻫ ْﻞ َﺟﺎ َء‬ = Apakah temanmu telah datang ataukah musuhmu?.
ْ‫ َﻫﻞ‬itu disebut Bashithoh, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada dzatnya. contoh :
‫َﻫ ْﻞ اﻟ َﻌ ْﻨ َﻘﺎ ُء َﻣ ْﻮ ُﺟ ْﻮ َد ٌة ؟‬ = Apakah burung Anqo' itu ada?.

dan disebut Murokkabah, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada sesuatu yang lain. Contoh :
ُ ‫ = َﻫ ْﻞ َﺗ ِﺒﯿ‬Apakah burung Anqo'itu bertelur dan menetas ?
‫ْﺾ اﻟ َﻌ ْﻨ َﻘﺎ ُء َوُﺗ ْﻔ ِﺮ ُخ ؟‬

‫َﻣﺎ‬
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.
Contoh :
‫َﻣﺎ اﻟ َﻌ ْﺴ َﺠ ُﺪ ؟‬ = Apa ‘asjad itu?. (Maka dijawab : itu adalah emas)
ُ ‫َﻣﺎ اﻟﻠﱡ َﺠﯿ‬
‫ْﻦ ؟‬ = Apa Lujain itu?. (Maka dijawab : itu adalah perak)
atau berfungsi untuk menanyakan tentang hakikat suatu nama benda. Contoh :
ُ ‫َﻣﺎ اﻹ ْﻧ َﺴ‬
‫ﺎن ؟‬ = Apa hakikat Manusia itu? (dengan menanyakan hakikat perorangan pada manusia, maka dijawab :
bahwa perorangan manusia tidak bisa bertambah pada hakikatnya kecuali adanya hal-hal yang baru) .

atau berfungsi untuk menanyakan tentang keadaan(sifat) perkara yang disebutkan beserta ma. seperti ucapanmu kepada
orang yang mendatangimu :
‫َﻣﺎ أَ ْﻧ َﺖ ؟‬ = Apa keperluanmu? (maka dijawab :”Aku berziaroh atau aku utusan dari Kholid”.
‫َﻣ ْﻦ‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang orang-orang yang berakal.
Contoh :
ْ ‫ = َﻣ ْﻦ َﻓ َﺘ َﺢ ﻣ‬Siapa Orang yang menahklukan Mesir? (maka dijawab : Amr bin Ash pada zaman pemerintahan
‫ِﺼ َﺮ ؟‬
Kholifah Umar bin Khotob).

‫َﻣ َﺘﻰ‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang waktu yang telah lewat atau yang akan datang (atau yang terjadi sekarang).
Contoh :
َ ‫َﻣﺘﻰ ِﺟ‬
‫ﺌﺖ‬ = Kapan Engkau datang ? (maka dijawab : Waktu sahur)
َ ‫َ َﻣﺘﻰ َﺗ‬
‫ﺬﻫ ُﺐ ؟‬ = Kapan kamu akan pergi?(maka dijawab : sekarang atau besok).

َ ‫أَ ﱠﯾ‬
‫ﺎن‬
berfungsi khusus untuk menuntut kejelasan masa yang akan datang. dan Lafadz َ ‫أَ ﱠﯾ‬
‫ﺎن‬ digunakan pada tujuan Tahwil
(memandang besar suatu perkara).
Seperti Firman Allah :
َ ‫ﺄل أَﯾ‬
‫ﱠﺎن َﯾ ْﻮ ُم اﻟ ِﻘ َﯿﺎ َﻣ ِﺔ ؟‬ ُ ‫َﯾ ْﺴ‬ = Ia bertanya : kapankah Hari kiamat itu ?.

‫َﻛ ْﯿ َﻒ‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.
Contoh :
‫ْﻒ أَ ْﻧ َﺖ ؟‬
َ ‫َﻛﯿ‬ = Bagaimana keadaanmu?.

‫أَ ْﯾ َﻦ‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :
‫ْﻦ َﺗ ْﺬ َﻫ ُﺐ ؟‬
َ ‫أَﯾ‬ = ke mana engkau akan pergi?.

‫أَﻧﻰ‬
berfungsi seperti Kaifa contoh :
‫أﻧﻰ ُﯾ ْﺤ ِﻲ ﻫﺬه اﷲُ َﺑ ْﻌ َﺪ َﻣ ْﻮ ِﺗ َﻬﺎ ؟‬ = Bagaimana Allah menghidupakan negeri ini setelah matinya (Ahli Qoryah) ?.
(Surat Al-Baqoroh : 259).

berfungsi seperti Min Aina contoh (dalam Surat Ali Imron : 37) =
‫َﯾﺎ ﻣﺮﯾﻢ أَﻧﻰ ﻟَ ِﻚ َﻫ َﺬا ؟‬ = Hai Maryam, Dari manakah makanan ini?.

berfungsi seperti Mata contoh :


‫ْﻞ؟‬ ُ ‫أﻧﻰ َﺗ ُﻜ‬
ِ ‫ﻮن ِز َﯾﺎ َد ُة اﻟﱠﻨﯿ‬ = Kapan bertambahnya sungai Nil?.

‫َﻛ ْﻢ‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu hitungan yang samar.
Contoh :
‫َﻛ ْﻢ ﻟَِﺒﺜﺘ ْﻢ ؟‬ = Berapa lama kalian berdiam diri?. (Surat Al-kahfi :19)

َ
‫أي‬
ّ
berfungsi untuk menuntut perbedaan salah satu dari dua perkara yang berkumpul dalam satu perkara yang mencakup
keduanya.
Contoh :
‫ْﺮ َﻣ َﻘﺎ ًﻣﺎ ؟‬ َ
ِ ‫ = أي اﻟ َﻔ ِﺮ ْﯾ َﻘﯿ‬Manakah Dua kelompok (Kafir dan Mu’min) yang lebih baik tempat tinggalnya ?. (Surat
ٌ ‫ْﻦ َﺧﯿ‬
Maryam : 73)

Berfungsi juga untuk menanyakan tentang waktu, tempat, keadaan, hitungan orang yang berakal, dll dengan memandang
pada lafadz yang disandarkan.

Dan terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain, yang bisa dipahami dari alur
pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Taswiyah (menyamakan), contoh :
ْ ‫ْﻬ ْﻢ أَأ ْﻧ َﺬ ْر َﺗ ُﻬ ْﻢ أم ﻟَ ْﻢ ُﺗ ْﻨﺬ‬
ُ ‫ِر‬
‫ءﻫ ْﻢ‬ ِ ‫َﺳ َﻮا ٌء َﻋﻠَﯿ‬ = sama saja apakah kamu memperingatkan mereka atau tidak ? (Surat Al-
Baqoroh :6) .
b. Nafi (Meniadakan). seperti:
ُ ‫اﻹﺣ َﺴ‬
‫ﺎن‬ ْ ‫ﺎن إﻻ‬
ِ ‫اﻹﺣﺴ‬
َ ‫َﻫ ْﻞ َﺟ َﺰا ُء‬ = Tiadalah Balasan untuk berbuat kebaikan kecuali dengan berbuat kebaikan (Surat
Ar-Rohman : 60).
c. Ingkar (Mengingkari), contoh :
َ ‫أَ َﻏﯿ‬
‫ْﺮ اﷲِ َﺗ ْﺪ ُﻋ ْﻮ َن ؟‬
Apakah pada selain Allah kalian menyembah ? (Surat Al-An’am :40)
َ ‫أَﻟَﯿ‬
ٍ ‫ْﺲ اﷲُ ِﺑ َﻜ‬
‫ﺎف َﻋ ْﺒ َﺪ ُه ؟‬
Bukankah Allah itu mencukupi Hamba-Nya ? (Surat Az-Zumar :36)

d. Amar (Perintah), contoh :


‫ = َﻓ َﻬ ْﻞ أَﻧﺘﻢ ُﻣ ْﻨ َﺘ ُﻬ ْﻮ َن ؟‬maka Berhentilah !. (surat Al-Maidah : 91)
‫أَأَ ْﺳﻠَ ْﻤﺘ ْﻢ؟‬ = maukah masuk islam ? !. (Surat Ali Imron : 20)

e. Nahi (Larangan), Contoh :


‫أََﺗ ْﺨ َﺸ ْﻮﻧﻬ ْﻢ َﻓﺎﷲُ أَ َﺣ ﱡﻖ أَ ْن َﺗ ْﺨ َﺸ ْﻮ ُه ؟‬
= Apakah kalian takut pada mereka? Padahal Allah itu lebih berhak kalian takuti. (Surat At-taubah : 13)
f. Tasywiq (Memotifasi), contoh :
‫اب أَﻟِﯿ ٍْﻢ ؟‬
ٍ ‫ِﻦ َﻋ َﺬ‬ ُ ‫ﺎر ٍة ُﺗ ْﻨ ِﺠﯿ‬
ْ ‫ْﻜ ْﻢ ﻣ‬ َ ‫َﻫ ْﻞ أَدُﻟﱡ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺗ‬
َ ‫ِﺠ‬
= Apakah Aku tunjukkan pada perdagangan yang menyelamatkan kalian dari siksa yang pedih ? (Surat Ash-Shof :
10).
g. Ta'dhim (Mengagungkan), contoh :
‫ﻻ ِﺑﺈِ ْذ ِﻧ ِﻪ ؟‬ ْ ‫َﻣ ْﻦ َذا اﻟﱠﺬ‬
‫ِي َﯾ ْﺸ َﻔ ُﻊ ِﻋ ْﻨ َﺪ ُه إ ﱠ‬
ِ = Siapakah yang bisa memberi syafa’at disisi Allah tanpa Idzin-Nya ? (Surat
Al-Baqoroh : 255)
h. Tahkir (Menghina), contoh :
ً ‫َﺣ َﺘ ُﻪ َﻛﺜ‬
‫ِﯿﺮا ؟‬ ْ ‫أَ َﻫ َﺬا‬
ْ ‫اﻟﺬي َﻣﺪ‬ = Apakah hanya pada orang ini engkau sering memujinya ?.

Tamanni (Berharap)
Adalah : Menuntut sesuatu yang disukai yang tidak bisa diharapkan terwujudnya karena merupakan hal yang mustahil atau
sulit terjadinya.
Contoh ucapan Penyair :
َ ُ ‫ﱠ‬ َ َ
ُ ‫ﺎب َﯾ ُﻌ ْﻮ ُد َﯾ ْﻮ ًﻣﺎ َﻓﺎُ ْﺧ ِﺒ ُﺮ ُه ِﺑ َﻤﺎ َﻓ َﻌ َﻞ اﻟ َﻤ ِﺸﯿ‬
‫ْﺐ‬ ‫ْﺖ ﱠ‬
َ ‫اﻟﺸ َﺒ‬ َ ‫ﻻ ﻟَﯿ‬
َ‫أ‬
Ingatlah, seandainya pada suatu hari masa muda itu kembali, maka akan aku ceritakan padanya atas sesuatu yang
telah dilakukan oleh masa tua.
Dan seperti ucapan orang miskin :
َ ‫ِﻲ أَْﻟ‬
ٍ ‫ﻒ ِد ْﯾ َﻨ‬
‫ﺎر‬ َ ‫ﻟَﯿ‬
ْ ‫ْﺖ ﻟ‬
Seandainya aku mempunyai uang seribu dinar !

Dan jika Perkara tersebut bisa diharapkan terwujudnya, maka mengandai-andai perkara tersebut disebut : Tarojji.
Contoh :
‫ِﻚ أَ ْﻣ ًﺮا‬ ُ ‫ﻟَ َﻌ ﱠﻞ اﷲُ ُﯾ ْﺤﺪ‬
َ ‫ِث َﺑ ْﻌ َﺪ َذﻟ‬
Semoga Allah menjadikan setelahnya perkara lain (yang menyenangkan).

Tamanni itu memiliki 4 alat :


Yang satu merupakan Kata Ashli yaitu :
َ ‫ﻟَﯿ‬
1. ‫ْﺖ‬

Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :


2. ‫َﻫ ْﻞ‬ , Contoh :

ْ ‫َﻓ َﻬ ْﻞ ﻟََﻨﺎ ﻣ‬
‫ِﻦ ُﺷ َﻔ َﻌﺎ َء َﻓ َﯿ ْﺸ َﻔ ُﻌ ْﻮا ﻟََﻨﺎ‬
Adakah bagi kami orang-orang yang menolong, sehingga menolong kami. (S. Al-A’rof : 52).
3. ‫ﻟَ ْﻮ‬ , Contoh :

َ ‫َﻓﻠَ ْﻮ أَ ﱠن ﻟََﻨﺎ َﻛ ﱠﺮ ًة َﻓ َﻨ ُﻜ ْﻮ َن ﻣ‬
َ ‫ِﻦ اﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ِﻨﯿ‬
‫ْﻦ‬
Seandainya bagi kami bisa kembali ke dunia, maka kami akan beriman. (Surat Al-Baqoroh : 167).
4. ‫ﻟَ َﻌ ﱠﻞ‬ , Contoh ucapan penyair (Abbas bin Ahnaf) :

ُ ‫ْﺖ أَ ِﻃﯿ‬
‫ْﺮ‬ ُ ‫ ﻟَ َﻌﻠﱢ ْﻲ إِﻟَﻰ َﻣ ْﻦ َﻗ ْﺪ َﻫ َﻮﯾ‬- ‫ﺎﺣ ُﻪ‬ ُ ‫أَ ْﺳ ِﺮ َب اﻟ َﻘ َﻄﺎ َﻣ ْﻦ ُﯾ ِﻌﯿ‬
َ ‫ْﺮ َﺟ َﻨ‬
Wahai Segerombol burung Qotho’, Siapakah yang mau meminjamkan sayapnya?, Seandainya aku bisa terbang
menuju orang yang aku cintai

Karena menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fi’il mudhori’ yang jatuh setelahnya itu dinashobkan sebagai
jawabnya.

Nida’ (kata Seru)


Adalah : Menuntut menghadapnya mukhotob, dengan menggunakan huruf yang mengganti kedudukan arti “aku
memanggil”
Adat yang digunakan ada 8 yaitu :
‫ َوا‬،‫ أَﯾﺎ‬، ‫آي‬
ْ ،‫ آ‬،‫أي‬
ْ ،‫اﻟﻬﻤﺰة‬
Hamzah (‫ )أ‬dan ‫أي‬ ْ untuk panggilan jarak dekat, sedangkan yang lainnya untuk panggilan jarak jauh. Dan terkadang
Panggilan jarak jauh diposisikan untuk panggilan jarak dekat, maka memanggil dengan Hamzah (‫ )أ‬dan ‫أي‬ ْ untuk
mengisarohkan bahwa karena sangat menginginkan kehadiran mukhotob dihati Mutakallim, maka seolah-olah mukhotob
seperti orang yang hadir bersamanya, seperti ucapan Penyair

ُ ‫ْﻊ َﻗ ْﻠ ِﺒ ْﻲ ُﺳ ﱠﻜ‬
‫ﺎن‬ ْ ‫ِﺑﺄَﱠﻧ ُﻜ ْﻢ ﻓ‬
ٍ ‫ِﻲ َرﺑ‬ ‫اك َﺗ َﯿ ﱠﻘُﻨ ْﻮا‬ َ ‫ﺎن‬
ِ ‫اﻷ َر‬ َ ‫أَ ُﺳ ﱠﻜ‬
َ ‫ﺎن َﻧ ْﻌ َﻤ‬
Wahai Penduduk Na’man Arok (Lembah antara makkah dan Thoif), percayalah kalian bahwa kalian itu berada pada
tempat hatiku.

BAB II
DZIKR (PENYEBUTAN KATA) DAN HADZFU (PEMBUANGAN KATA)

Ketika diharapkan memberi faidah kepada Pendengar tentang hukum yang terkandung pada suatu lafadz, maka Lafadz
manapun yang menunjukkan Arti, maka secara hukum asal adalah dengan menyebutkan lafadz itu.
dan lafadz manapun yang sudah diketahui dalam kalam, karena adanya petunjuk dari kalam lain pada lafadz tersebut maka
secara hukum asal adalah membuang lafadz itu.
Apabila bertentangan antara dua hukum asal diatas, maka tidak diganti dari tuntutan salah satunya pada tuntuan yang lain
kecuali karena faktor penyebab.

Faktor Penyebab Penyebutan Lafadz :


1. Menambah kemantapan (menjadikan pengakuan bagi mukhotob) dan penjelasan pada pemahaman pendengar, Contoh
:
‫ِﺤ ْﻮ َن‬ َ ‫ﱢﻬ ْﻢ َو أُوﻟﺌ‬
ُ ‫ِﻚ ُﻫ ُﻢ اﻟ ُﻤ ْﻔﻠ‬ َ ‫أُوﻟَﺌ‬
ْ ‫ِﻚ َﻋﻠَﻰ ُﻫ ًﺪى ﻣ‬
ِ ‫ِﻦ َرﺑ‬
Mereka adalah orang yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan Mereka adalah orang yang bahagia.

Penjelasan :
Pada ayat diatas disebutkan Isim Isyaroh yang kedua karena adanya tujuan tersebut dengan memberi faidah tentang
keistimewaan mereka sebagai masing-masing dari keberuntungan diakhirot, dan mendapat petunjuk didunia,
Seandainya tidak disebutkan maka akan menimbulkan persepsi bahwa keistimewaan mereka itu secara kompleks.

2. Tasjil (memberi catatan hukum/ laporan) pada pendengar hingga tidak dimungkinkan adanya pengingkaran. seperti
ketika hakim berkata kapada Saksi : "Apakah Zaid ini mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban begini ?" lalu saksi
menjawab :
.‫ َز ْﯾ ٌﺪ ﻫﺬا َأﻗ ﱠﺮ ﺑﺄَ ﱠن َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َﻛ َﺬا‬، ‫َﻧ َﻌ ْﻢ‬
Ya, Zaid ini telah mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban begini.

Faktor Penyebab Pembuangan Lafadz :


1. Menyamarkan suatu perkara pada selain mukhootob, Contoh :
‫أَ ْﻗَﺒ َﻞ‬ = Dia telah datang (dengan menghendaki Ali misalnya).
Kalau seumpama disebutkan : ‫ِﻲ‬ ّ ‫ أَ ْﻗَﺒ َﻞ َﻋﻠ‬, maka orang yang duduk disekitarnya (selain Mukhotob) akan mencari
sehingga jelas tidak ada tujuan menyamarkan.
2. Sempitnya kesempatan, disebabkan adakalanya karena merasa susah atau bosan, Contoh :
ُ ‫ْﺮ دَاِﺋ ٌﻢ َو ُﺣ ْﺰ ٌن َﻃﻮﯾ‬
‫ْﻞ‬ ٌ ‫َﺳﻬ‬ ُ ‫ْﻒ أَ ْﻧ َﺖ ُﻗﻠْ ُﺖ َﻋﻠِﯿ‬
‫ْﻞ‬ َ ‫ِﻲ َﻛﯿ‬ َ ‫َﻗ‬
ْ ‫ﺎل ﻟ‬
ِ
Dia berkata padaku : "Bagaimana kabarmu ? lalu aku menjawab : "Sakit, selalu tidak tidur malam, dan susah terus"
membuang Musnad Ilaih yaitu : ‫( أَ َﻧﺎ‬saya), karena merasa susah.

Dan adakalanya karena takut kehilangan kesempatan, seperti ucapan seorang pemburu ketika melihat Kijang :
ٌ ‫َﻏ َﺰ‬
‫ال‬ = Kijang ! (ini Kijang).

َ
Membuang Musnad Ilaih yaitu : ‫( َﻫ َﺬا‬ini), karena khawatir kehilangan buruan).
3. Menjadikan Umum serta meringkas, contoh :
ُ
‫ﻼم‬
ِ ‫اﻟﺴ‬ ِ ‫َو اﷲ َﯾ ْﺪ ُﻋﻮ إِﻟﻰ د‬
‫َار ﱠ‬
Dan Allah mengajak menuju tempat keselamatan (pada semua Hamba-Nya).
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ‫ﻋﺒﺎده‬ ‫( َﺟﻤﯿﻊ‬Semua hamba-Nya), karena dengan Pembuangan tersebut itu menunjukkan
keumuman.

4. Memposisikan Fi'il Muta'adi sebagai Fi'il Lazim karena tidak adanya hubungan tujuan dengan Ma'mul,
Contoh :
‫ﻻ َﯾ ْﻌﻠَ ُﻤﻮن اي اﻟﺪﯾﻦ‬ َ ‫َﻫ ْﻞ َﯾ ْﺴَﺘ ِﻮ ْي اﻟ ِﺬﯾ‬
َ ‫ْﻦ َﯾ ْﻌﻠَ ُﻤﻮن َو اﻟ ِﺬﯾ‬
َ ‫ْﻦ‬
“apakah sama orang yang mengetahui dan tidak mengetahui (agama)”
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ‫( اﻟﺪﯾﻦ‬Agama), lalu pembuangan itu memposisikan fiilnya sebagai Fi'il lazim dengan
tujuan murni menetapkan fi’il pada fa’ilnya tanpa memperhatikan keumuman atau kekhususan.

Dan dikategorikan sebagai pembuangan, dengan menyandarkan fi'il pada na'ibul fa'il,
maka dikatakan : Fa'il dibuang dengan alasan karena takut pada Fa'il (pelaku) Contoh :
ٌ ‫ِﻞ َﻗِﺘﯿ‬
‫ْﻞ‬ َ ‫ُﻗﺘ‬ = Korban itu telah dibunuh.
atau ada kekhawatiran buruk pada Fa'il (pelaku) nya, Contoh :
ُ ‫ = ُﺷِﺘ َﻢ اﻷ ِﻣﯿ‬Pemimpin itu telah dihina.
‫ْﺮ‬
atau karena sudah mengetahui Fa'il (pelaku) nya Contoh :
‫ﺿ ِﻌﯿ ًْﻔﺎ‬َ ‫ﺎن‬ُ ‫ِﻖ اﻹ ْﻧ َﺴ‬ َ ‫ = َو ُﺧﻠ‬Manusia itu dicipatakan dalam keadaan lemah.
atau karena belum mengetahui Fa'il (pelaku) nya, Contoh :
ُ ‫ = ُﺳ ِﺮ َق اﻟ َﻤَﺘ‬harta itu telah dicuri.
‫ﺎع‬
Atau untuk menjaga sajak contoh :
‫ْﺮُﺗ ُﻪ‬
َ ‫َت ِﺳﯿ‬ْ ‫ْﺮُﺗ ُﻪ ُﺣ ِﻤﺪ‬ َ ‫ﻣﻦ َﻃﺎَﺑ ْﺖ َﺳ ِﺮﯾ‬
ْ = barang siapa yang baik hatinya, maka akan dipuji perilakunya.
Atau menghormati pelaku, jika pekerjaannya itu hina, contoh :
ُ ‫ﻻ َﯾﻠِﯿ‬
‫ْﻖ‬ َ ‫َﺗ َﻜﻠﱠ َﻢ ِﺑ َﻤﺎ‬ = Ia telah berbicara dengan kata yang tidak pantas.
Atau menghina pelaku dengan menjaga lisan dari menyebutkannya, contoh :
َ ‫ْﻞ َﻣﺎ ِﻗﯿ‬
‫ْﻞ‬ َ ‫َﻗ ْﺪ ِﻗﯿ‬ = Telah diucapkan sesuatu yang telah diucapkan.

BAB III
TAQDIM (MENDAHULUKAN LAFADZ) DAN
TA'KHIR (MENGAKHIRKAN LAFADZ)

Seperti telah diketahui, bahwasanya tidaklah mungkin mengucapkan kalam dengan sekali ucapan, tetapi haruslah
mendahulukan sebagian juz dan mengakhirkan sebagian juz yang lain.
dan Sebagian juz itu tidaklah dikatakan lebih tepat untuk didahulukan daripada yang lain, yang disebabkan adanya
kesamaan pada semua lafadz dengan memandang dari sisi tingkatan I'tibar.
Maka wajib mendahulukan Lafadz karena adanya Faktor penyebab taqdim. diantaranya adalah :
1. Menimbulkan rasa ingin tahu pendengar pada Lafadz yang diakhirkan, jika Lafadz yang didahulukan menunjukkan
sesuatu yang langka. Contoh pada :

َ َ َ ‫ﱠ‬ َ َ
ْ ‫ﻼ ٍل َو َﻫﺎد‬
‫ِي‬ َ‫ﺿ‬ َ ‫َاع إﻟَﻰ‬ َ ُ ‫ﻒ اﻟﱠﻨﺎ‬ َ َ‫اﺧَﺘﻠ‬
ْ ‫ﺎن أ ْﻣ ُﺮ اﻹﻟَ ِﻪ َو‬
َ ‫َﺑ‬
ٍ ‫س ﻓﺪ‬
ٌ َ
ْ ‫ان ُﻣ ْﺴﺘ ْﺤﺪَث ﻣ‬
‫ِﻦ َﺟ َﻤﺎ ٍد‬ ُ ْ
ٌ ‫ﺎرت اﻟَﺒ ِﺮﯾﱠﺔ ِﻓ ْﯿ ِﻪ َﺣَﯿ َﻮ‬ َ ‫ِي َﺣ‬ ْ ‫واﻟﺬ‬
Perkara Tuhan telah jelas, sedangkan manusia itu berbeda pendapat. Maka ada yang mengajak pada kesesatan dan
ada orang yang mendapat petunjuk.
“Suatu makhluk yang menjadikan Manusia itu bingung (berbeda pendapat apakah ia dibangkitkan pada hari kiamat
atau tidak?) itu termasuk hewan yang diciptakan dari sperma”

2. Mempercepat kabar bahagia atau kesusahan.


Contoh :
َ ‫َر ﺑ ِﻪ‬
‫اﻷ ْﻣ ُﺮ‬ َ ‫اﻟ َﻌ ْﻔ ُﻮ َﻋ ْﻨ َﻚ‬
ِ َ ‫ﺻﺪ‬ = Pengampunan darimu itu berujung pada perkara yang baik.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang menyenangkan.
‫ﺎﺿ ْﻲ‬ِ ‫ﺎص َﺣ َﻜ َﻢ ِﺑ ِﻪ اﻟ َﻘ‬
ُ ‫ِﺼ‬ َ ‫اﻟﻘ‬ = Hukum Ekskusi itu telah diputuskan oleh Bapak Hakim.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang menyusahkan.
3. Lafad yang didahulukan merupakan perkara yang menimbulkan pengingkaran atau rasa heran.
Contoh :
‫ف‬ ِ ‫اﻟﺰ َﺧ‬
ِ ‫ﺎر‬ ُ ‫أََﺑ ْﻌ َﺪ ُﻃ ْﻮ ِل اﻟَﺘ ْﺠ ِﺮَﺑ ِﺔ َﺗ ْﻨ َﺨﺪ‬
‫ِع ِﺑ َﻬ ِﺬ ِه ﱠ‬
Apakah setelah lamanya melakukan percobaan, engkau merasa tertipu dengan perhiasan dunia ini.?
4. Mencetuskan Umumus Salbi (‫ )ﻋﻤﻮم اﻟﺴﻠﺐ‬atau Salbil Umum (‫)ﺳﻠﺐ اﻟﻌﻤﻮم‬.
Umumus Salbi, adalah mejadikan secara umum dalam meniadakan hukum pada masing-masing bagian lafadz yang
menjadi sasaran hukum.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Umum (lafadz yang menunjukkan makna Umum) dari pada Adat Nafi (lafadz
yang menunjukkan peniadaan).
Seperti Sabda Nabi SAW ketika menjawab pertanyaan Dzul Yadain " apakah Anda mengqoshor Sholat ataukah Anda
lupa, Hai Rosulullah" lalu Beliau SaW menjawab :
‫ُﻛ ﱡﻞ ذﻟﻚ ﻟَ ْﻢ َﯾ ُﻜ ْﻦ‬
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) itu tidak ada.
Artinya : Secara keseluruhan baik qoshor maupun Lupa (secara bersamaan) itu tidak terjadi.

Umumus Salbi itu terjadi dengan tiga syarat :


a. Lafadz yang pertama bersamaan dengan adat umum.
b. Lafadz yang kedua bersamaan dengan adat nafi.
c. Lafadz yang pertama itu jika diakhirkan maka akan menjadi fail.

Salbil Umum, adalah meniadakan hukum umum (keseluruhan) dari beberapa bagian yang masih global yang tidak
diperinci dan tidak ditentukan apakah itu keseluruhan atau sebagian, tetapi tetap mencakup pada dua perkara.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Nafi dari pada Adat Umum.
Contoh :
‫ﻟَ ْﻢ َﯾ ُﻜ ْﻦ ُﻛ ﱡﻞ ذﻟﻚ‬
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) tidak terjadi.
Keterangan : bisa dipersepsikan dengan tetapnya sebagian dan ternafikan sebagian yang lain. atau bisa
dipersepsikan dengan meniadakan kesemua bagian .

5. Menspesifikkan (takhsis), Contoh :


Contoh :
‫َﻣﺎ أََﻧﺎ ُﻗﻠْ ُﺖ‬ = Aku tidak berkata.
َ ‫إﯾ‬
‫ﱠﺎك َﻧ ْﻌُﺒ ُﺪ‬ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.
ِ
Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak disebutkan Faktor-faktor khusus karena jika salah satu dari dua rukun jumlah itu
didahulukan maka yang satunya pasti menjadi akhir. karena keduanya itu saling melengkapi.

BAB IV
QOSHOR

Qoshor adalah : Mengkhususkan suatu perkara dengan perkara yang lain dengan menggunakan metode / cara tertentu.
Qoshor terbagi menjadi 2 bagian : Qoshor Haqiqi dan Qoshor Idhofy.
Qoshor hakiki
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada fakta dan hakikatnya, tidak memandang pada
keterkaitan dengan sesuatu yang lain. Contoh :
‫ِﻲ اﻟ َﻤ ِﺪ ْﯾَﻨﺔ ِ إﻻ َﻋﻠ ﱞ‬
‫ِﻲ‬ َ ‫ﻻ َﻛﺎﺗ‬
ْ ‫ِﺐ ﻓ‬ َ
= tidak ada Seorang Penulisspun di Madinah kecuali Ali.
Jika memang faktanya Di Madinah hanyalah Ali saja yang menjadi seorang penulis.
Qoshor Idhofy
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada keterkaitan (hubungan) dengan sesuatu yang lain .
Contoh :
‫ِﻲ إﻻ َﻗﺎِﺋ ٌﻢ‬
ّ ‫َﻣﺎ َﻋﻠ‬
= tidalah ali kecuali orang yang berdiri.
artinya Ali itu Orang yang berdiri bukan duduk. Serta tidak ada tujuan meniadakan semua sifat yang dimiliki Ali selain
berdiri, seperti membaca, menulis dll. tetapi tujuannya hanyalah meniadakan sifat duduk saja.
Dari masing-masing qoshor Hakiki maupun Idhofi dengan memandang pada fakta dan hakikatnya maka terbagi menjadi 2
macam yaitu : Qoshor Sifat ala Maushuf dan Qoshor maushuf ala Sifat.
Qoshor Sifat Ala Maushuf
Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor hakiki adalah : menghukumi bahwa Sifat itu hanya dimiliki oleh
maushuf dan tidak menjalar pada Semua maushuf yang lain.
Contoh :
‫ِﻲ‬
ّ ‫س إﻻ َﻋﻠ‬
َ ‫ﺎر‬ ََ
ِ ‫ = ﻻ ﻓ‬Tidak ada Penunggang kuda kecuali Ali.
Jika memang secara faktanya Ahli penunggang kuda hanya dimiliki Ali saja.

Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofy adalah : menghukumi bahwa Sifat itu hanya dimiliki oleh
maushuf dan tidak menjalar pada maushuf lain ditentukan baik satu orang atau lebih, walupun kenyataannya dimiliki oleh
maushuf lain yang tidak ditentukan.
Contoh :
Seperti Mukhotob meyakini bahwa Ahli Penunggang kuda di Tuban adalah Ali, Ahmad, Karim, dan Abdulloh. Lalu
Mutakallim mengatakan :
‫ِﻲ‬
ّ ‫س إﻻ َﻋﻠ‬
َ ‫ﺎر‬ ََ
ِ ‫ﻻﻓ‬ = Tidak ada Ahli Penunggang kuda kecuali Ali.
Sifat tersebut dikhususkan hanya kepada Ali, dan menafikan Ahmad, karim dan Abdulloh. Walaupun dalam kenyataanya
Ahli Penunggang kuda juga dimiliki oleh orang lain Misalnya Zaid.

Qoshor Maushuf Ala Shifat


Qoshor Maushuf ala Sifat jika dinisbatkan pada Qoshor Hakiqi adalah : menghukumi bahwa Maushuf itu hanya Memiliki
satu sifat.
Contoh :
ٌ ‫ = َﻣﺎ َز ْﯾ ٌﺪ إﻻ َﻛﺎﺗ‬Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penulis .
‫ِﺐ‬
Hal ini Jika dikehendaki bahwa Zaid tidak memiliki Sifat yang lain selain penulis.
Jika tidak begitu maka hal semacam ini mustahil terjadi karena mutakalim kesulitan menemukan beberapa sifat, sehingga
memungkinkan ia menetapkan satu sifat, dan meniadakan sifat lain secara keseluruhan.
Qoshor Maushuf ala Shifat jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofi adalah : menghukumi bahwa Maushuf hanya itu
memiliki sifat itu, dan tidak memiliki sifat lain atau beberapa sifat yang ditentukan.
Contoh :
‫َو َﻣﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٌﺪ إﻻ َر ُﺳ ْﻮ ٌل‬ =Tiadalah Nabi Muhammad kecuali Seorang Rosul.

Maushuf dikhususkan pada satu sifat, dan menafikan sifat lain yang disangka oleh mukhotob
Hal ini Ketika Orang-orang meyakini bahwa Nabi Muhammad memiliki 2 sifat yaitu : Sebagai Rosul dan Tidak mungkin
wafat. Lalu Diqoshor dengan ucapan Bahwa Beliau adalah hanya Seorang Rosul. walaupun kenyataannya Sifat
Kerosulan juga dimiliki oleh selainnya seperti Nabi Nuh AS.
Dan sekiranya dengan pemahaman adanya pengqosoran tersebut itu menunjukkan peniadaan sifat lain (tidak mungkin
wafat), maka berarti Kematian itu berhak bagi Beliau.

Macam-Macam Qoshor Idhofy


dengan memandang Keadaan Mukhotob, maka Qoshor Idhofy terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Qoshor Ifrod
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka bahwa satu Maushuf memiliki beberapa sifat
atau Satu sifat dimiliki oleh beberapa Maushuf.
Contoh Maushuf Ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Ahmad memiliki keahlian Penulis dan Penyair, lalu
mutakalim mengucapkan :
‫ﺎﻋ ٌﺮ‬ِ ‫َﻣﺎ َزﯾ ٌﺪ إﻻ َﺷ‬ = Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penyair.
Contoh Sifat Ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa yang bepergian adalah Ahmad , Amin, dan Zaid. Lalu
mutakalim mengucapkan :
‫ِﻲ‬
ّ ‫إﻻ َﻋﻠ‬ ّ ‫ِﺮ‬
ٌ ‫َﻣﺎ ُﻣ َﺴﺎﻓ‬ = Tiada Orang yang bepergian kecuali Ali.
2. Qoshor Qolab
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka kebalikan dari hukum yang ditetapkan.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Penyair itu adalah Ahmad bukan Zaid,lalu mutakalim
mengucapkan :
‫ﺎﻋ ٌﺮ‬ِ ‫َﻣﺎ َزﯾ ٌﺪ إﻻ َﺷ‬ = Tiada Zaid kecuali Seorang Penyair
Contoh Sifat ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa Zaid itu Bodoh bukan Orang Alim., lalu mutakalim
mengucapkan :
‫َﻣﺎ َﻋﺎﻟِ ٌﻢ إﻻ َزﯾ ٌﺪ‬ = Tiada Orang Alim kecuali Zaid.
3. Qoshor Ta'yin
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka salah satu perkara yang tidak ditentukan dari dua
perkara atau lebih.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob merasa ragu dan menyangka bahwa Bumi itu memiliki dua sifat yaitu
Bergerak dan diam, tanpa menentukan salah satunya. Lalu Mutakalim mengucapkan
‫ﻻ َﺳﺎ ِﻛَﻨ ٌﺔ‬
َ ‫ض ُﻣَﺘ َﺤ ﱢﺮ َﻛ ٌﺔ‬
ُ ‫اﻷر‬
ْ = Bumi itu bergerak bukan diam.

Contoh Maushuf ala Sifat : ketika Mukhotob merasa ragu bahwa Penyair itu adalah Zaid ataukah Kholid, lalu
diucapkan :
ّ ‫ﺎﻋ ٌﺮ‬
‫إﻻ َزﯾ ٌﺪ‬ ِ ‫َﻣﺎ َﺷ‬ = Tiada Penyair kecuali Zaid.

Dalam Penggunaan Qoshor itu memiliki beberapa metode :


1. Menggunakan adat Nafi dan Istitsna'. Contoh :
‫إﻻ َﻣﻠَ ٌﻚ َﻛ ِﺮ ْﯾ ٌﻢ‬
ّ ‫إن ﻫﺬا‬
ْ
= Tiada Orang Ini (Nabi Yusuf) kecuali Malaikat yang mulia.
2. Menggunakan lafadz ‫ إ ّﻧﻤﺎ‬. Contoh :

‫ﱠ‬
‫ِﻲ‬ ِ ‫إِﱠﻧ َﻤﺎ اﻟ َﻔ‬
‫ﺎﻫ ُﻢ َﻋﻠ ﱞ‬ = Hanyalah Orang yang faham itu Ali.
َ ، ‫ َﺑ ْﻞ‬، ‫ِﻦ‬
3. Menggunakan huruf Athof : ‫ﻻ‬ ْ ‫ ﻟَﻜ‬. Contoh :
ِ ‫ﻻ َﻧ‬
‫ﺎﻇ ٌﻢ‬ ٌ ‫أََﻧﺎ َﻧﺎﺛ‬
َ ‫ِﺮ‬ = Saya itu Ahli kalam Natsar bukan Ahli Nadhom.
4. Mendahulukan Lafadz yang asal haknya diakhirkan. Seperti mendahulukan Maf'ul bih :
َ ‫إﯾ‬
‫ﱠﺎك َﻧ ْﻌُﺒ ُﺪ‬ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.
ِ

BAB V
WASHOL DAN FASHOL

Washol adalah : Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain. Sedangkan Fashol adalah Tidak Mengathofkan Jumlah
pada jumlah yang lain.
Pembahasan pada bab ini hanya terbatas pada penggunaan athof dengan wawu, karena Athof dengan selain wawu itu tidak
terjadi keserupaan.
dari masing-masing Washol dan Fashol itu memiliki beberapa tempat.

Tempat-Tempat yang harus di Washolkan dengan huruf Athof Wawu.


Wajib menyambung (Washol) pada dua tempat yaitu :
1. Apabila ada dua jumlah yang sama dalam hall Jumlah Khobar atau Jumlah Insya' dan diantara keduanya ada sisi
persamaan yang berkumpul artinya kesesuaian yang sempurna dan tidak ada perkara yang mencegah dari Athof.
Contoh Kalam Khobar :
ْ ‫ﺎر ﻟَﻔ‬
‫ِﻲ َﺟ ِﺤﯿ ٍْﻢ‬ ُ ‫إن‬
َ ‫اﻟﻔ ﱠﺠ‬ ْ ‫ار ﻟَﻔ‬
‫ِﻲ َﻧ ِﻌﯿ ٍْﻢ َو ﱠ‬ َ ‫إِ ﱠن اﻷﺑ‬
َ ‫ْﺮ‬
Sesungguhnya orang yang Suka berbuat kebajikan, niscaya berada di Surga Na'im dan Orang yang suka berbuat
kejelekan niscaya berada di Neraka Jahim.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Khobar secara lafadz dan makna. dan sisi persamaannya yang
berkumul adalah berlawanannya antara Orang baik dan orang jelek yang keduanya menjdi Musnad Ilaih dan antara
menetapi Surga Na'im dan Neraka Jahim yang keduanya menjadi Musnad.

Contoh Kalam Insya' :


ً ‫ْﻼ َوﻟَْﯿﺒ ُْﻜ ْﻮا َﻛﺜ‬
‫ِﯿﺮا‬ ً ‫ﻀ َﺤ ُﻜ ْﻮا َﻗﻠِﯿ‬
ْ ‫َﻓﻠَْﯿ‬
Maka sebaiknya Manusia itu sedikit tertawa dan banyak menangis.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Insya' secara lafadz dan makna. dan sisi persamaannya yang
berkumul adalah kedua Dhomir jumlah tersebut menjadi Musnad Ilaih dan antara Sifat menangis dan tertawa.

2. Jika meninggalkan Athof, maka akan menimbulkan persepsi salah yang bertentangan dengan tujuannya.
Seperti Ucapanmu :
ُ‫ﻻ َو َﺷ َﻔﺎ ُه اﷲ‬َ = Tidak (Belum Sembuh), dan Semoga Allah Menyembuhkannya.
sebagai jawaban kepada orang yang bertanya :"Apalkah Ali Sudah Sembuh dari sakit?"
maka jika tidak diathofkan dengan wawu, maka akan menimbulkan persepsi dengan mendo'akan jelek kepada Ali,
padahal tujuannya adalah mendoakan kebaikan.
Sehinga kalau tidak diathofkan menjadi :
ُ‫ﻻ َﺷ َﻔﺎ ُه اﷲ‬ َ = Semoga Allah tidak Menyembuhkannya.

Tempat-Tempat yang harus dipisah (Fashol).


Wajib memisah (Fashol) pada 5 tempat yaitu :
1. Apabila diantara dua jumlah ada sisi persamaan yang sempurna artinya Jumlah Kedua menjadi Badal dari jumlah
pertama .
Contoh :
َْ َ ُ ُ َ
ٍ ‫أ َﻣ ﱠﺪﻛ ْﻢ ِﺑ َﻤﺎ َﺗ ْﻌ َﻤﻠ ْﻮ َن أ َﻣ ﱡﺪﻛ ْﻢ ِﺑﺄﻧ َﻌ‬
َ ‫ﺎم َوَﺑِﻨﯿ‬
‫ْﻦ‬
Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang kalian kerjakan, Beliau (Allah) telah membantu kalian
dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki. (Surat Asy-Syuaro’ : 132).

Atau Jumlah kedua menjadi Bayan (Penjelas) pada Jumlah pertama. Contoh:
‫اﻟﺨﻠْ ِﺪ‬
ُ ‫ﺎل َﯾﺎآ َد ُم َﻫ ْﻞ أَ ُدﻟﱡ َﻚ َﻋﻠَﻰ َﺷ َﺠ َﺮ ِة‬
َ ‫ َﻗ‬،‫ﺎن‬ َ ‫اﻟﺸﯿ‬
ُ ‫ْﻄ‬ ‫س إﻟَ ْﯿ ِﻪ ﱠ‬ َ
ِ َ ‫ﻓ َﻮ ْﺳ َﻮ‬
Maka Syaitan telah menggodanya (Nabi Adam), Ia mengatakan :"Hai Adam ! Apakah mau aku tunjukkan padamu
Pohon kekekalan". (Surat Toha : 120)

Atau Jumlah kedua menjadi Taukid (Penguat) pada Jumlah pertama. Contoh:
‫ْﻦ أَ ْﻣ ِﻬﻠْ ُﻤ ْﻢ ُر َو ْﯾ ًﺪا‬
َ ‫ِﺮﯾ‬ َ ِ ‫َﻓ َﻤﻬ‬
ِ ‫ﱢﻞ اﻟﻜﺎﻓ‬
"maka biarkanlah orang-orang kafir, biarkanlah mereka sebentar” (Surat Ath-Thoriq : 17).

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal ittishol (Kesempurnaan dalam
kesinambungan).

2. Jika diantara dua Jumlah terdapat Perbedaan yang sempurna dalam ma'na artinya berbeda dalam hal berupa kalam
khobar maupun kalam Insya'.
Seperti Ucapan Penyair :
َ ‫ِﻦ‬
‫اﻟﺨَﺒ ِﺮ‬ ِ ‫ِﻲ َو ْﺟ ِﻬ ِﻪ َﺷ‬
َ ‫ﺎﻫ ٌﺪ ﻣ‬ َ ‫ﻻ َﺗ ْﺴَﺄ ِل اﻟ َﻤ ْﺮاَ َﻋ ْﻦ َﺧ‬
ْ ‫ﻼِﺋ ِﻘ ِﻪ ﻓ‬ َ
Jangan kau Tanya Seseorang tentang perilakunya.
Didalam wajahnya terdapat Bukti adanya berita .

Seperti Ucapan Penyair lain :


ْ ‫َ ُْ ُﱢ‬ ‫اوﻟُ َﻬﺎ‬ َ َ ‫َو َﻗ‬
‫َار‬
ِ ‫ﻓ َﺤﺘﻒ ﻛﻞ ا ْﻣ ِﺮ ٍئ َﯾ ْﺠ ِﺮ ْي ِﺑﻤِﻘﺪ‬ ِ ‫ﺎل َراِﺋ ُﺪ ُﻫ ْﻢ أ ْر ُﺳ ْﻮا ُﻧ َﺰ‬
Pemimpin Mereka mengatakan : Bermukimlah (ditempat ini), maka kami akan mengupayakan urusan perang.
Kematian seseorang itu berjalan sesuai Takdirnya ".

Atau Diantara kedua jumlah tidak ada kesesuaian dalam ma'na. Contoh:
ٌ ‫اﻟﺤ َﻤﺎ ُم َﻃﺎﺋ‬
‫ِﺮ‬ ٌ ‫ِﻲ َﻛﺎﺗ‬
َ ، ‫ِﺐ‬ ‫َﻋﻠ ﱞ‬ = "Ali itu seorang Penulis. Burung dara itu terbang"

Pada contoh tersebut tidak ada kesesuaian makna antara : menulisnya Ali dan terbangnya burung dara.

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal Inqitho' ().

3. Jika diantara Jumlah yang kedua menjadi sebuah jawaban yang timbul dari jumlah pertama.
Seperti Firman Allah SWT :
‫ﺎر ٌة ِﺑ ﱡ‬
‫ﺎﻟﺴ ْﻮ ِء‬ َ ‫ﺲ‬
َ ‫ﻷ ﱠﻣ‬ ‫ ﱠ‬، ‫َو َﻣﺎ أَُﺑ ﱢﺮ ُئ َﻧ ْﻔ ِﺴ ْﻲ‬
َ ‫إن اﻟﱠﻨ ْﻔ‬
Dan Aku tidak membebaskan Nafsuku.
Sesungguhnya Nafsu itu banyak memerintah kepada kejelekan
( Surat Yusuf : 53) .

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal Inqitho' ().

4. Jika ada jumlah yang didahului dua jumlah yang sah untuk diathofkan pada salah satu dari dua jumlah itu karena
adanya kecocokan, dan tidak sah diathofkan pada jumlah yang satunya.
Seperti Ucapan Penyair:

َ ًُ َ ‫َﱠ‬ ْ ُ

Anda mungkin juga menyukai